Tumgik
#memaafkan
kafabillahisyahida · 9 months
Text
Ikhlas itu berat sebab menjaganya sepanjang hayat, ujiannya tidak selalu di awal tapi bisa ditengah atau diakhir. Kadang diawal kita ikhlas beramal, tapi setelah sekian lama keikhlasan mulai diuji ketika ada yang meremehkan atau ketika tidak dihargai, kita semua pasti pernah mengalami hingga ingin mengungkit. Tapi itu tidak menjadikan kita mulia, malah akan menyesal setelahnya. Mengertilah ternyata menahan lisan kita dari membela diri meski benar itulah yang lebih mulia daripada mengutarakan isi hati. Yang paling menyedihkan di dunia ini bila kita berusaha menunjukan siapa kita yang kadang itupun tidak benar semuanya hingga kita bisa dekat dengan manusia tapi dari Allah kita jadi jauh. Yang menakutkan di dunia ini bila kita sampai berdusta agar dipuji2 manusia. Tapi di hadapan Allah kita jadi tiada artinya.
(Diringkas dari berbagai kajian)
65 notes · View notes
abiriaarumiani · 6 months
Text
Semarah apapun kita kepada mereka, sekecewa apapun, se-enggak cocok apapun—mereka adalah orang yang sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi orangtua versi terbaik demi anaknya.
Meskipun kita mungkin pernah menyetujui kalimat, "..tapi aku ngga pernah minta untuk dilahirkan, kan?"
Nyatanya, mereka berjuang untuk membesarkan dan merawat kita. Pasti banyak hal sulit juga yang pernah dilewati, dan aku yakin.. mereka pernah punya mimpi yang sama besarnya dengan kita yang harus mereka tutup saat itu juga demi menghidupkan mimpi anaknya.
Sebelum mereka menjadi orangtua kita, mereka juga adalah seorang anak kecil yang memiliki orangtua. Kita tidak tau bagaimana mereka melewati masa kecilnya, kita tidak mengenal mereka seumur hidupnya sebagaimana mereka mengenal kita seumur hidup kita.
Satu yang kutahu pasti, mereka selalu ingin anaknya mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Jauh, jauh lebih baik daripada kehidupan yang telah mereka lewati sebelumnya.
33 notes · View notes
diksifaa · 1 month
Text
Tentang Maaf
Maaf. Seharusnya kata ini harus sering terlontar di mulut kita. Manusia lekat dengan kesalahan, khilaf dan dosa kepada siapapun. Vertikal kepada Allah, horizontal kepada manusia, ataupun kepada benda mati dan makhluk lainnya yang selama ini bersinggungan dengan kita. Karena kita butuh maaf semuanya agar menjadi damai.
Maaf. Ada yang terlupa disebutkan kepada siapa seharusnya maaf dituturkan, yaa kepada diri sendiri. Mungkin kita yang pernah membawa diri pada kelalaian, membuat diri sendiri terlalu berharap lebih, membuat diri sendiri dengan ribuan kecewa, merayu diri sendiri pada hal tidak baik, atau hanya sekedar mengizinkan diri bermalas-malasan. Ohh maaf diri.
Maaf. Satu kata yang sangat sederhana, namun begitu sulit diucapkan pada orang-orang terdekat.
Maaf. Kata yang familiar dan mungkin tak ada maknanya lagi jika terlalu sering dipermainkan dalam beberapa keadaan.
Maaf. Sebuah penerimaan dari hati ke hati lainnya untuk sebuah perbuatan yang kurang berkenan.
Maaf. Adalah lega dan lapang yang dimenangkan hati kepada siapapun yang telah menerima maaf dan meminta maaf.
Minta maaf dan memaafkan, dari luar tampak sederhana pun juga mudah. Namun dalam hati, kita tidak bisa memaksakan hati siapapun untuk dapat menerima setiap maaf dan meminta maaf dengan tulus dan ikhlas. Letaknya ada pada hati. Hanya di hati.
Pada Akhirnya kita terus belajar untuk rutin memaafkan diri sendiri dan orang lain terhadap yang tidak berkenan di hati kita. Dan belajar untuk berani meminta maaf pada diri dan sekitar terhadap kecewa-kecewa yang bertaburan.
~Faa
#tautannarablog6 #lastday #day12
13 notes · View notes
theglassware · 11 months
Text
Tumblr media Tumblr media
39 notes · View notes
lilanathania · 1 year
Text
Menerima Orang Tua
Saat masih anak-anak, kita mungkin sangat mencintai, bahkan mengidolakan orang tua. Seiring berjalannya waktu, terkadang perasaan itu memudar. Kita mungkin merasa kesal dan marah pada keanehan mereka. Tak sedikit pula yang merasa orang tuanya telah gagal mendidik, bahkan membangun hubungan toxic.
Tumblr media
Meningkatnya kesadaran akan isu kesehatan mental membuat banyak orang mempertanyakan hubungannya sendiri. Di berbagai situs web dan media sosial, ada begitu banyak pembahasan tentang toxic parents. Setelah mengetahui ciri-cirinya, kita mencocokkan dan bertanya-tanya, "Apakah orang tuaku seperti itu?"
Dugaan saya, satu dua hal pasti pernah terjadi dalam relasi kita dengan orang tua. Mereka mungkin terlalu mengontrol, memarahi dengan berlebihan, atau melakukan kekerasan fisik (di kasus yang lebih jarang).
Setelah mengetahui fakta ini, kebanyakan anak menyalahkan. Mengapa orang tua saya seperti itu? Apakah mereka tidak peduli dengan kesehatan mental saya? Mengapa mereka begitu egois? Mereka sudah lebih tua dan dewasa, mengapa tidak bisa membuat keputusan bijaksana? Tentu ini salah mereka! Saya yang masih kecil kan belum tahu apa-apa?
Betul, orang tua seharusnya lebih bijak. Namun, kita sering lupa bahwa mereka juga manusia. Lepas dari betul salahnya semua tuduhan kita, mereka juga punya kelemahan. Lepas dari penghakiman berdasarkan artikel di situs web, mereka juga bisa khilaf.
Dengan bertambahnya usia, seharusnya kita makin dewasa untuk menilai bahwa orang tua kita adalah pribadi yang abu-abu. Ayah dan ibu tentu punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ayah yang inspiratif dan pekerja keras mungkin sangat disiplin atau galak. Ibu yang penyayang mungkin banyak menuntut dan baperan. Kita seharusnya kian memahami orang tua sebagai sosok yang kompleks.
Bayangkan betapa sulitnya menjadi orang tua. Mungkin kita dibesarkan dalam kondisi yang tidak ideal sehingga Bapak terpaksa melakukan a b c yang sebetulnya tidak terlalu baik. Mungkin kita merasa tidak dicintai oleh Bunda yang fokus bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Parenting adalah hal yang kompleks. Mengurus hidup sendiri saja susah, apalagi membangun keluarga dan mendidik anak. Adilkah menghakimi orang tua tanpa memahami situasi yang rumit?
Mencoba mengerti segala kesulitan ini membawa kita pada langkah terakhir (sekaligus terpenting) dalam menjaga hubungan dengan orang tua: memaafkan.
Pepatah berkata; memaafkan bukan untuk orang lain, melainkan diri sendiri. Pada sebagian besar kasus, orang tua tak akan minta maaf atas apa yang Anda anggap kesalahan besar. Mereka mungkin tak sadar atau bahkan malu atas kesalahan di masa lalu. Apabila kita memilih untuk menyimpan amarah, dendam akan perlahan menggerogoti. Demi kedamaian batin, alangkah baiknya kita memaafkan.
Orang tua memang bukan superhero yang sempurna. Justru dalam setiap kesalahan atau kekurangan, percayalah bahwa mereka sudah mengusahakan yang terbaik (dengan segala keterbatasan di waktu dan situasi itu). Sebanyak apapun uang yang harus dikeluarkan, selama apapun waktu yang harus dibuang, segalanya tak dihitung demi anak. Di balik semua hal yang terjadi, selalu ada cinta tulus dan harapan terbaik yang terselip dalam doa orang tua.
46 notes · View notes
guratpena · 1 year
Text
setelah terluka
ada upaya yang harus dilakukan setelah terluka. mungkin dimulai dengan menerima. hidup memang bukan jalan mudah yang bisa ditempuh tanpa kemungkinan terjatuh. hidup dan manusia kadang bertingkah berbeda dengan logika kemudian melukai.
ada upaya yang harus dilakukan setelah terluka. mungkin dilanjutkan dengan melupakan. sebagian kisah punya dampak lebih menyakitkan saat diingat kembali.
ada upaya yang harus dilakukan setelah terluka. mungkin diakhiri dengan memaafkan. maaf bukan hanya ditujukan bagi manusia lainnya, melainkan untuk diri sendiri. karena kadang manusia tidak sadar telah menambah luka dalam dirinya.
20 notes · View notes
apriliakinasih · 20 days
Text
Dua Tipe Pemaafan
Hari ini, aku memberanikan diri untuk upload foto di story Instagram. Sejujurnya, aku bukanlah tipe orang yang suka main Instagram. Namun, akhir-akhir ini aku aktif juga di Instagram, dan entah kenapa, tadi aku sangat ingin mengunggah fotoku untuk kujadikan story. Foto tersebut kuberi musik dan gambar gif yang lucu.
Ada beberapa orang yang menyukai story-ku itu, ada juga yang mengirim pesan lewat DM padaku.
Ada satu pesan yang membuatku sedikit terkejut. Pesan tersebut dari seorang teman lama yang dulu mendiamkanku tanpa sebab. Dia seperti marah padaku, mengabaikanku tiap kali aku menyapanya (baik melalui chat, maupun DM). Padahal, aku tidak tahu salahku apa. Semenjak saat itulah, aku sudah tidak pernah lagi menghubunginya.
Tadi, dia menyapaku lewat DM. Meminta maaf padaku, lahir maupun batin. Meski terkejut, tapi aku mencoba untuk bersikap biasa saja seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Alhasil, kami pun mengobrol banyak. Obrolan kami mengalir begitu saja. Dari obrolan kami itu, aku baru menyadari bahwa ternyata sudah 6 tahun kami tidak bertemu. Lama juga ya.
Jika ada teman yang sudah lama tidak bertemu, aku selalu mengajaknya untuk meet up. Namun, kali ini aku mencegah diriku. Aku tidak akan mengajak teman lamaku satu ini bertemu. Seperti mampu membaca pikiranku, dia kemudian lebih dulu mengajakku bertemu. Aku lalu mengiyakannya, meski mungkin kami akan bertemu tidak dalam waktu dekat. 
Rasanya, aku telah cukup berbesar hati memaafkan temanku satu itu. Padahal, bisa saja bukan, aku membalas perbuatannya dengan cara mengabaikannya juga? 
Itulah tipe pemaafan yang pertama menurut pendapatku. Aku memaafkan, dan hatiku terasa biasa saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Ringan sekali memberinya maaf, dan sama sekali tidak keberatan untuk kembali berteman dekat.
Sekarang, coba dengarkan pengalamanku yang lain tentang memaafkan. Jadi, aku mengenal seorang perempuan yang jauh lebih muda dari usiaku. Kami memang cukup akrab, namun tak pernah sekali pun aku bercerita tentang masalah hidupku padanya. 
Suatu hari, tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba dia mengatakan sesuatu yang sangat menyinggung perasaanku. Aku tidak bisa menceritakan kejadiannya secara spesifik padamu di sini. Yang jelas, saat itu aku bahkan sampai gemetaran membaca pesannya. Entah apa yang ada di pikirannya sampai-sampai dia sanggup mengatakan hal yang membuat tubuhku gemetaran, hatiku panas, dan telingaku memerah. 
Semenjak itu, aku memutuskan untuk tidak lagi berteman dengannya. Aku sama sekali tidak pernah lagi menghubunginya. Segala akses yang berkaitan dengannya kuhilangkan. Mulai dari nomor HP hingga akun media sosial. Semua demi ketenanganku sendiri. 
Kau tahu? Dari pengalamanku ini aku belajar, bahwa ada kalanya kita bisa memaafkan, tapi hubungan baik yang sudah terlanjur rusak tidak bisa kembali seperti sediakala. Begitulah perasaanku padanya. Aku sudah memaafkan, tapi sayangnya aku sudah tidak bisa kembali berteman dengannya seperti dulu lagi.
Aku pikir, ini tipe pemaafan yang kedua. Sudah memaafkan, namun hati seperti kaca yang telah pecah. Kaca yang pecah tak akan pernah bisa utuh seperti semula, betapapun kerasnya usaha yang kau kerahkan. 
(10 April 2024 | 22:58 WIB)
3 notes · View notes
wordsinbahasa · 21 days
Text
Tumblr media
me.ma.af.kan (v)
Selamat Hari Raya Idul Fitri! Mohon maaf lahir dan batin.
.
Happy Eid al-Fitr! May we always be blessed in peace and happiness.
.
Joyeux Aïd el-Fitr ! Je souhaite que vous soyez béni dans la paix et le bonheur.
6 notes · View notes
ceritasiolaa · 1 month
Text
Berlapang dada lah, ikhlas.
Setiap manusia akan memiliki kesalahan, baik kesalahan yang ia lakukan lalu berdampak ke orang lain atau kesalahan yang terjadi atas diri sendiri.
Memang, tidak semua orang mudah menerima kata maaf. Tapi bukan kah dibalik salah perbuatan, akan ada memaafkan?
Bukan kah ketika kita melakukan keburukan, lalu Allah yang Maha Pemaaf?
Kita hanya manusia. Allah saja memaafkan setiap hamba-Nya yang memohon ampun dan ingin bertaubat. Gimana bisa kita yang bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa, tapi udah berlagak lebih dari Sang Maha Kuasa?
Maafkan setiap kesalahan orang lain yang pernah ia lakukan kepada kita. Berlapang dadalah, ikhlas.
Dan jangan lupa, maafkan diri kita yang mungkin belum bisa menerima kenyataan apa yang terjadi. Sebab itu bukan semuanya kesalahan kita, ada peran Allah didalamnya, ada ketetapan Allah yang tidak dapat kita campuri.
"(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan," (Q.S Ali Imran : 134)
Kebetulan tidak terasa Ramadan akan berakhir dan hari kemenangan akan tiba. Di hari kemenangan nanti, mari menjadi orang yang menang untuk melawan ego kita.
Saling memaafkan di hari kebahagiaan. 💫
5 notes · View notes
hanifahdwis · 1 year
Text
Manakala Akhirnya Kita Tidak Memaafkan
-hnfhdws-
They deserve what they've served.
Mengumpat, mengutuk; lebih enak dan mudah, kan? Rasanya mereka memang pantas mendapatkan itu. Tapi jika kezaliman dibalas kezaliman, jadi siapa yang sebetulnya zalim? Tarik napas dalam - dalam lalu keluarkan kadang bisa sedikit membantu. Kadangkala suatu hari ingat kesalahan itu, situasi hati biasanya mulai sempit lagi. Kelapangan hati betul - betul diuji, kalau kata orang Jawa; kudu legowo.
Forgiveness is a heal.
Yang aku dengar di antah-berantah tiba - tiba muncul lagi –memaafkan menuntun kesehatan– ide yang agaknya susah untuk diterima belakangan ini. Mungkin ini maksud Allah menempatkan Sang Pemaaf di list golongan orang yang masuk surga-Nya. Memaafkan memang sesulit itu dibanding meminta maaf, katanya, dan sekarang kata aku juga begitu.
Evaluasi diri.
Kembali lagi dan akan terus kembali. Jika kita ingin sesuatu, dan sesuatu itu adalah ridho nya Allah, harus tau gimana cara kejar targetnya. Di sini intinya, gak ada makhluk yang sempurna, begitupun diri sendiri. Kalau sewaktu - waktu ada hal yang kurang nyaman dari orang lain, mungkin itu caranya Allah membalas perbuatanku di masa lalu, atau positifnya cara untuk jauh lebih dekat sama Allah — teguran - teguran kecil. Malah aku baru tertampar oleh suatu tulisan;
"..tidak usah merasa paling tersakiti karena diri ini juga mungkin pernah jadi luka bagi orang lain."
Baru sadar, pembiasaan mendahulukan koreksi diri diatas menilai perbuatan orang lain terhadap kita itu bukan bentuk menyalahkan diri sendiri. Tapi, lebih kepada kita yang punya kekuatan atas kendali terhadap diri sendiri, as a prove bahwa hati kita bukan orang lain yang mengendalikan.
Evaluasi diri adalah mengenyampingkan ego, memperbaiki kecacatan, menerima ketidaksempurnaan. Mungkin bagian dari self love juga ya.
Tarik napas dalam - dalam lagi, sebelum akhirnya melepas. Karena manakala kita tidak memaafkan, bisa jadi merugikan diri sendiri; menolak saat ditawarkan opsi masuk surga lewat jalur kelapangan hati. Lagipula, setiap baik-buruk yang kita lakukan pasti ada balasannya di sisi Allah.
Jadi inget semboyan hidup selama ini, "being kind is a courage" — "jadi baik itu sebuah keberanian," berani lapang, berani menerima, dan berani mengambil keputusan bahwa akhirnya kita memilih jadi orang yang memaafkan.
Seperti epic ending film Cinderella; "I forgive you." katanya, tanpa aba - aba ke ibu tirinya yang belum sempat minta maaf. Hoho. She said the positive F word, is Forgive. What a glorious.
(Kalau mamahku baca pasti bilang: "Kebanyakan nonton film")
Dan dengan ini aku juga meminta maaf kepada teman-teman yang pernah berinteraksi dan merasa tersakiti dari perbuatan atau perkataanku.
Epilog
Titip do'a. Semoga Allah melindungi, melembutkan hati serta pikiran kita, dijauhkan dari penyakit hati. Semoga Allah senantiasa mengampuni kita semua. Aamiin.
27 notes · View notes
prettywallflwer · 1 year
Text
Pada Akhirnya Aku Memilih untuk Mengikhlaskan
Aku pikir luka dalam hati akan sembuh begitu saja dituntun oleh waktu. Sudah hari keberapa ini? Sudah cukup lama kukira, sudah terasa banyak perubahan yang terjadi pada masing-masing diri. Saat aku menuliskan ini, aku tersadarkan bahwa hatiku belum sepenuhnya sembuh seperti yang aku duga. Entahlah, bagian mana yang membuatku masih di sini menggenggam luka yang seharusnya aku lepas sejak lama.
Sesekali momen-momen yang aku benci bermunculan dalam kepala, seperti sedang mengingatkan kembali itu semua, yang lucunya ketika aku mengingatnya ternyata masih ada perasaan nyeri dalam hati sambil merutuki kesalahan diri.
Kemudian aku tersadar bahwa tak semestinya aku terus menetap di sini. Di tempat yang pernah aku tetapkan sebagai zona nyaman. Saat itu, aku berpikir tidak masalah jika aku sering kemari karena aku suka, aku tak ingin meninggalkannya. Tapi, sekarang aku berubah pikiran. Aku ingin beranjak, berpindah, bahkan meniadakan tempat ini. Tak ada lagi keantusiasan, tak ada lagi harapan, tak ada lagi hal yang bisa dijadikan alasan. Semuanya pelan-pelan sudah terkubur oleh kenyataan.
Mungkin kemarin-kemarin aku lupa bahwa manusia ialah makhluk fluktuatif yang akan selalu bertemu perubahan. Hal yang kukira bisa bertahan lama, nyatanya tak ada yang benar-benar bertahan selain pelajaran dan kenangan.
Aku hanya ingin melanjutkan kehidupan ini dengan perasaan yang lebih arif layaknya manusia lain yang sekarang lakukan. Aku hanya ingin tak lagi terbayang-bayang hal yang masih menimbulkan kesakitan. Aku hanya ingin kembali pada keharusan-keharusan seperti sebelumnya. Lalu, aku tersadarkan jika hal pertama yang harus aku lakukan ialah mengikhlaskan semuanya.
Aku sudah dapat menerima kenyataan ini, tapi sepertinya mengikhlaskan masih perkara yang terlewatkan.
Lantas, dimana aku harus membeli rasa ikhlas itu?
Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kutau jawabannya. Tak ada yang menyediakan keikhlasan selain meluaskan lagi kelapangan hati dan mendewasakan pemahaman diri.
Pada akhirnya aku memilih untuk mengikhlaskan dan memaafkan semuanya, supaya perlahan aku mampu kembali memaknai serta melanjutkan kehidupan tanpa ada luka yang tersisa.
Dan kini tempat itu sudah bukan lagi yang akan aku jadikan tempat kembali. Aku rapikan dan kunci rapat-rapat pintunya sebelum beranjak pergi.
14 notes · View notes
kafabillahisyahida · 10 months
Text
Ketika seseorang dizalimi dan dia tidak mengembalikan musibah itu kepada dirinya sendiri maka Itulah azab yang sesungguhnya.Diantara hikmah seorang mukmin, ia selalu bertanya , apa salah saya sehingga musibah ini menimpa?
Sebab tak ada satupun musibah tanpa andil dosa didalamnya, bila fitnah, celaan itu benar maka segera ia sibuk memperbaiki diri, bila itu keliru maka bukan berarti dia tidak punya salah, tapi pasti itu disebabkan dosanya di tempat lain, sebagaimana dalam sayidul istighfar isinya hanya " mengakui nikmat Allah dan menyadari dosa sendiri" tidak ada melibatkan pihak ketiga, maka dia berkembang, semakin maju dan dewasa.
Didzhalimi sejatinya sedang dapat transfer pahala, harusnya bahagia karena pahala itu lebih berharga dari dunia sesisinya. Ada yang memberi dunia (uang, rumah, kendaraan) saja kita senang, padahal akhirat jauh lebih mahal nilainya.
Orang beriman diamnya bukan kalah, tidak membalas bukan tak mampu, tapi karena yakin Allah lebih adil dan azabnya lebih pedih daripada dia yang membalas. Menjauhnya untuk melihat lebih luas, menyendirinya mandiri. Mundurnya ancang2. Menepinya strategi, menyepinya introspeksi. Sembunyi untuk melindungi apa yang dia miliki.Menghilangnya mencari tenang. Tiba - tiba semua urusannya berkembang baik ketika dia berubah menjadi semakin dewasa dan bijaksana setelah merenungi dosa dan senantiasa berusaha memperbaiki kesalahannya .
40 notes · View notes
thallashopile · 4 months
Text
Maafkan semua orang dan tetaplah hidup dengan baik
Semoga mereka pun kian memaafkan dirimu.
6 notes · View notes
mnurulwathoni · 2 years
Text
Tidak perlu menyalahkan siapapun kadang orang yang pernah menyakiti dan menghina hanya sebagai ujian saja untukmu apakah bisa menahan emosi atau malah kau kehilangan akal sehat, biarkan saja tidak perlu balas balik perbuatan mereka, jika memang kau ingin menang dengan cara yang elegan tentu harus dengan cara memaafkan Karna memaafkan adalah kemenangan yang sesungguhnya.
" Perlunya memelihara kebersihan hati dari sifat tidak terpuji agar semua orang saat membersamaimu selalu merasakan kedamaian walaupun dulu sempat mencemari hatimu dengan segala cemooh dan kebencian."
Lombok 19 juni 2022
36 notes · View notes
theglassware · 11 months
Text
instagram
instagram
Untuk bisa seperti ini fokus kita memang hanya perlu ke Allah semata, bukan manusia. Fokus pada yang Allah beri, reward kita sebagai muslim berupa pengurangan dosa dari rasa sakit dan juga pahala jika menerima, bersabar dan memaafkan. Dan sadari bahwa ini ketetapanNya, bukan random, bukan karena Allah lupa atau skip. Dan Dia adalah Yang Memiliki hidup kita. Bukan sekadar menciptakan lalu dibiarkan dan dilupakan.
Bukan fokus ke manusia, karena kalau ke manusia kita masih memikirkan seolah kalah, lemah, ngga penting, dll. Padahal untuk bisa memaafkan hal yang begitu dalam menyakitkan itu butuh kekuatan besar dan langka pada umumnya. Belum lagi dukungan syetan yang selalu siap jika ada kejadian menyakitkan seperti ini, dukungan negatif untuk merasa marah dan ingin balas dendam. Walau membalas yang setimpal itu dibolehkan dalam islam, tapi apakah membuat kita tenang dan pikiran serta kesehatan kita baik untuk ke depannya? ini kan bicara sakit yang dalam ya, bukan yang biasa.
Maka pertimbangkanlah untuk lapang dada, untuk melepas dendam itu walau tanpa diminta. Bukan demi mereka, bukan mengiyakan perilaku mereka melainkan demi ketenangan, pahala dan kesehatan kita. Jangan pedulikan penilaian orang yang hanya berpikir di permukaan saja. Ikhlaskan dan terima saja walau tidak perlu kita benarkan.
7 notes · View notes
iradatira · 2 years
Text
Beberapa bulan ini masih berkutat dengan upaya memaafkan. Aku sudah menghubunginya lebih dulu, meminta maaf lebih dulu atas kesalahanku dan memaafkan perilakunya padaku. Kami sudah berbicara dan berteman seperti biasanya, walau tidak akan pernah seintens sebelumnya.
Aku memaafkannya karena dia juga manusia yang sangat bisa melakukan kesalahan, sekalipun ia teman baikku. Aku pun melakukan kesalahan. Aku meminta maaf lebih dulu karena aku tahu yang berjiwa ksatria yang meminta maaf lebih dulu. Sepertinya aku hanya bisa mengatakan "ya aku memaafkanmu", walau kenyataannya luka itu masih basah. Fake it until I make it.
Ku kira dengan memaafkan aku bisa segera melanjutkan hidupku dengan perasaan damai. Supaya rasa sakit ini cepet hilang. Ternyata nggak semudah itu. Memorinya masih sering datang. Perasaan sedih dan kosong masih sering menyeruak saat aku lagi capek. Perasaan itu masih menahanku untuk membuka lembaran baru dengan orang lain.
Sisi tidak nyaman dari memaafkan adalah aku masih harus bersusah payah menghadapi rasa sakit ini sendirian. Saat ku tahu dia yang menimbulkan luka ini sudah bahagia dengan yang lain. Ya gapapa. Aku menerima perilakunya yang buruk yang sudah terjadi padaku. Nilai diriku lebih berharga dari apa yang orang lain lakukan padaku, seburuk apapun itu. Dengan memaafkan tidak sama dengan aku akan melupakan dan mewajarkan perilaku yang seperti itu.
Aku berhak melanjutkan hidup. Aku tidak butuh dia, walau kehadirannya sempat mengisi hatiku. Aku bisa menyembuhkan diriku sendiri, entah butuh waktu berapa lama. Dan aku tidak butuh orang lain untuk menyembuhkannya.
Pada hari yang fitri ini, memaafkan rasanya tidak mudah. Meneladani sifat Allah dan Rasul yang sabar dan pemaaf sangat butuh waktu dan perlu jiwa yang besar. Mungkin, sambil memaafkan orang lain, yang harus ku maafkan pertama kali adalah diriku sendiri. Karena aku masih membawa luka ini kemana-mana, ingin cepat-cepat sembuh. Padahal berbagai macam perasaan kan perlu diproses dan divalidasi. Hidupku jauh lebih berharga daripada harus berkutat dengan rasa perih.
"Forgiveness is designed to set you free. When you say I forgive you, what you are really saying is; I know what you did it's not okay, but I recognize you are more than that. I can heal myself and I don't want anything from you"
-Sarah Montana, on TEDx The Real Risk of Forgiveness
Surabaya, 3 Mei 2022
25 notes · View notes