Tumgik
#rumahtangga
ibnufir · 4 months
Text
Menikah itu nambah masalah
Menuju lima tahun pernikahan, tau-tau sudah mau berempat. Begitu cepat sekali waktu berlalu.
Dulu sebelum menikah, ada begitu banyak sekali kekhawatiran sehingga bisa mikir beribu kali untuk memutuskan menikah.
Memang benar kata seorang kawan "menikah itu nambah masalah"
Tapi ketenangannya juga bertambah, keberkahannya bertambah, rasa syukurnya bertambah dan kebahagiaannya pun bertambah.
Kadang bingung, waktu masih sendiri keresahannya banyak banget. Kok setelah menikah engga tau mau meresahkan apa lagi.
Mikirnya makin sederhana; jalani, jalani, jalani. Udah cuma gitu aja.
Yang mencukupi Allah, kenapa jadi kita yang bingung.
Satu ditambah satu logika manusia jawabannya dua. Tapi matematikanya Allah, jawabannya tak terhingga.
Memang benar, banyak tidak masuk akalnya. Tau-tau ada, tau-tau cukup, tau-tau bisa, tau-tau mampu melewatinya.
Kalau ada yang bilang menikah itu melelahkan, iya memang engga salah. Betul melelahkan.
Tapi ketika sudah sampai di rumah, capeknya hilang dan lupa sama lelahnya.
Menikah itu menjalani kesadaran.
Sadar sama-sama saling membutuhkan. Sadar sama-sama punya kekurangan. Sadar sama-sama punya kesalahan.
Kuncinya, jangan keluar jalur.
Ibarat melakukan sebuah perjalanan. Jika suami itu sopir, fokus dan pegang kendali. Karena penumpang di belakang engga peduli ngantuknya kamu.
Mereka cuma mau tau sampai di tujuan. Melencengnya kamu sana sini, membahayakan mereka.
Kamu ke luar jalur, celaka mereka.
Begitupun penumpang, tetap tenang. Jangan melompat atau pindah kendaraan lain, karena ada kendaraan yang lebih bagus.
Karena percuma sopir sampai di tujuan sendiri.
Dan belum tentu juga dengan pindah kendaraan yang lebih bagus, bisa bikin kamu lebih cepat sampai di tujuanmu.
Iya kalau sampai, kalau malah tersesat?
Karena tujuannya dari menikah ya cuma satu, yaitu membawa pernikahanmu selamat.
—ibnufir
554 notes · View notes
maitsafatharani · 10 months
Text
Ridha
Dulu, jauh sebelum menikah, aku punya banyak keinginan. Melihat berbagai teori idealnya rumah tangga bersliweran di media sosial, tak urung juga memunculkan bersit-bersit imajinasi.
"Ah semoga nanti aku dan pasanganku bisa..."
Titik-titik yg diisi dengan berbagai idealisme pernikahan.
Bukan, bukan hal seperti: harus sering keluar bareng, gandengan tangan terus, mengucapkan cinta setiap hari, dll. Aku sadar diri juga aku bukan tipe orang yg seperti itu hehe.
Aku kira, rumah tangga yg baik harus punya visi misi pernikahan dan menuliskannya. Aku kira, rumah tangga yg baik harus punya target keluarga yg tercatat rapi. Dan banyak aku kira aku kira lainnya.
Namun semakin mendekati hari pernikahan, kesemua ingin itu tidak lagi terasa begitu menggebu. Sebelum hari H pernikahan, doaku semakin sederhana.
Semoga kami menjadi pasangan yang ridha satu sama lain. Membangun keluarga yg di dalamnya dipenuhi keridhaan dan kebersyukuran.
Entah berapa kali aku termenung-menung sendiri saat berdoa. Kadangkala meneteskan air mata. Ada rasa takut, kuatir diri ini tidak bisa memerankan peran barunya dengan baik. Apalagi dengan kekurangan yg berserakan disana-sini.
Apakah suamiku, mertuaku nanti bisa dengan mudah ridha atasku?
Pertanyaan yg seringkali mengganggu pikiranku saat itu. Terlebih kata orang, 5 tahun pertama adalah yg tersulit. Sesulit apa kira-kira?
Dan tanpa terasa, sekarang sudah hampir 1 tahun usia pernikahan kami.
Satu tahun yg bagi satu sama lain adalah satu tahun penuh pembelajaran baru. Saling menyesuaikan diri, membenahi diri, saling menambal kurang satu sama lain.
Sampai hari ini, aku tidak pernah benar-benar tahu apa jawaban pasti dari pertanyaanku. Apakah suamiku ridha? Apakah mertuaku ridha? Dan seluruh keluarganya pun ridha?
Namun yang pasti, satu tahun yg berlalu telah mengurangi banyak ketakutanku. Satu tahun yg berlalu ini telah membuatku begitu banyak bersyukur. Satu tahun yg membuatku tahu, pasangan dan keluargaku memiliki hati yg lapang untuk menerimaku dalam kehidupannya.
Dan aku pun, menemukan apa yang aku cari.
"Semoga Allah mempertemukanku, dg siapa pun yg saat aku melihatnya, hanya doa-doa baik yg terbesit dalam hati."
Semoga keluarga kecil ini, senantiasa dilimpahi keridhaan Allah di sepanjang jalannya.
Alhamdulillahilladzi bini'matihi tatimmush shaalihaat.
411 notes · View notes
monicaftr · 1 month
Text
Kriteria Pasangan
"… Ya Allah, berikanlah hamba pasangan yang bukan hanya menerima kekurangan, tapi juga mau bersama-sama memperbaiki kekurangan. Pasangan yang bukan hanya mau hidup bersama, tapi juga mau menghidupi mimpi satu sama lain. Jadikan kelak pasangan hamba penyejuk hati hamba dan keluarga hamba, dan jadikan hamba penyejuk hati pasangan hamba serta keluarganya. Yang dengannya jalan ke surga menjadi lebih mudah dan lebih terarah …"
Pagi tadi aku melihat salah satu postingan Mas @svatria dengan judul dalam reelsnya "Menikahkan Mimpi". Aku teringat kepada salah satu doa yang aku lafalkan terkait pasangan yang bunyinya seperti kalimat di awal. Dulu aku sempat berpikir bahwa perempuan yang menikah seperti masuk dalam penjara. Banyak sekali keterbatasan dalam hidupnya dan banyak sekali pekerjaan yang harus dikerjakan perempuan dan tidak bagi laki-laki. Pandangan patriarki dalam menjalani rumah tangga. Hal tersebut membuat ketakutan muncul untuk memulai kehidupan berumah tangga. Namun, setelah mencari tau lebih dalam dan bertemu dengan pasangan-pasangan yang menginspirasi, aku mencoba meyakinkan diri bahwa suatu saat aku akan menemukan seseorang laki-laki yang bisa melengkapi kekosongan puzzleku.
"Semoga nanti ketemu pasangan yang bisa menerima apa adanya, ya" Ucap beberapa orang kepadaku bermaksud mendoakan agar segera mendapatkan pasangan. Aku merasa bahwa menikah bukan hanya tentang menerima segala kekurangan, tetapi juga berusaha untuk memperbaiki kekurangan. Bukan menuju sempurna, tetapi bukankah manusia memang terlalu banyak kekurangan? Mau belajar, ini adalah maksud dari memperbaiki kekurangan. Kita terlalu banyak tidak tahu, tetapi banyak jalan untuk mencari tahu. Dengan kemauan belajar yang tinggi, perjalanan rumah tangga akan lebih terarah untuk sampai tujuan. Kalau kata Tulus, "jangan cintai aku apa adanya"
Lain lagi kata Nidji, "mimpi adalah kunci untuk kita menaklukan dunia" Dengan mimpi, manusia hidup. Dengan mimpi, manusia mempunyai semangat juang. Sadar bahwa semua mimpi tidak harus tercapai, tetapi mimpi yang diremehkan, diabaikan, apalagi dimatikan adalah rasa sakit yang rasanya tidak akan pernah dilupakan. Menikahi mimpi, ya aku setuju dengan reels inluencer tersebut bahwa ketika seseorang mau menikah, berarti ia juga mesti menikahi mimpi-mimpi atau cita-cita pasangannya. Mendukung, mengarahkan, serta merealisasikan cita-cita tersebut bersama. Kalaupun cita-cita tersebut sulit rasanya untuk dicapai, aku yakin dengan saling berdiskusi dan berkompromi, nilai dari cita-cita tersebut tetap dapat diselaraskan dengan kehidupan berumah tangga.
Dan tentu saja tujuan akhirat, ini adalah yang utama. Ujung dari segala ujung tujuan kaum muslim di seluruh dunia adalah surga. Menikah adalah proses ibadah terpanjang. Jika tujuan akhirat bukan dijadikan yang utama, berkeluarga akan menjadi sia-sia.
26 notes · View notes
jurnalweli · 2 months
Text
Sudahkah kamu mendoakan suamimu?
Tidak ada manusia yang sempurna termasuk pasangan kita. Sebelum memutuskan untuk menikah, ada tahapan yang perlu dilakukan yaitu perkenalan untuk mengetahui satu sama lain. Perkenalan ini tidak hanya dilakukan oleh 2 manusia yang akan menikah saja tapi juga melibatkan 2 keluarga karena pernikahan tidak hanya menyatukan 2 manusia melainkan menyatukan 2 keluarga. Perkenalan ini perlu disepakati untuk saling jujur dan terbuka sebagai bekal dalam berumah tangga. Alangkah baiknya jika dalam perkenalan mengikuti syariat Allah sebab ibadah panjang ini perlu diawali dengan kebaikan agar berlimpah berkah, insyaaAllah.
Tidak dapat dipungkiri kita tentu menginginkan pasangan dalam artian suami (karena saya perempuan, hehe) yang paham agama, rajin ibadah sunnah, sholat wajib di awal waktu, cepat dalam mengambil keputusan, sosok pemimpin yang bijaksana, tanggung jawab, tegas, murah hatinya, lembut tutur katanya, perhatian terhadap pasangan, kaya raya, pekerjaan yang mapan dan kriteria sempurna lainnya namun mustahil untuk menemukan suami demikian. Percayalah bahwa suami kita juga bertumbuh seiring berjalannya waktu dan tantangan kehidupan. Adaptasi dalam pernikahan memang perlu dilakukan seumur hidup, tidak cukup hanya di perkenalan awal sebelum menikah. Kesalahan, kekurangan, ketidaksempurnaan, kebaikan, kebenaran akan benar-benar muncul ketika hidup bersama. Jika kebaikan yang muncul akan sangat membahagiakan. Namun jika kesalahan atau kekurangan yang terlihat seolah sirna semua kebaikannya. Sungguh, banyak sekali wanita seperti ini.
Maka jika dalam berumah tangga kita temukan hal yang tidak sesuai dengan perkenalan dahulu, maka itu adalah bagian dari tidak sempurnanya manusia. Coba perhatikan kesalahan atau kekurangan suami kita, apakah dalam hal maksiat dan dosa ataukah dalam hal keseharian yang umum dan tidak merupakan dosa? Lalu jika kita sebagai istri menemukan suami kita tidak sesuai dengan harapan kita bagaimana menasehatinya? Perlukah istri marah?
Ada 2 hal yang menjadi perhatianku setelah mendengar kajian dari Ustadz Oemar Mita tentang cara menasehati suami.
Pertama, ini adalah hal dasar yang harus selalu diyakini bahwa Allah-lah yang mengendalikan hati manusia.
Meyakini bahwa Allah-lah yang berhak memberi hidayah pada manusia yang Dia kehendaki.
Hal ini sangat penting karena seringkali manusia lupa akan hal ini seolah segala yang kita upayakan terhadap suami harus berhasil dan ujungnya suami akan menjadi baik.
Ingatkah kisah Nabi Nuh terhadap istrinya? Istrinya bukanlah istri yang baik. Nabi Nuh berdakwah kepada istrinya sendiri. Sebelum terkena banjir, Nabi Nuh juga mengajak istri dan anaknya menaiki kapal namun tidak mau.
Seperti yang tercantum dalam QS Qasas ayat 56.
إِنَّكَ لَا تَهۡدِی مَنۡ أَحۡبَبۡتَ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ یَهۡدِی مَن یَشَاۤءُۚ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِینَ
Artinya : Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
Ayat tersebut turun ketika Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam merasa gagal dalam mendakwahi Abu Thalib.
Kedua,
doakan suami.
Bisa jadi kurang atau salahnya suami karena kurang tulus dan sungguh-sungguhnya doa kita terhadap suami. Jika ada pertanyaan mana yang lebih dulu untuk didoakan antara suami kita ataukah anak kita? Jawabannya adalah suami. Seperti pola doa dalam QS Furqan ayat 74 yang berbunyi,
وَٱلَّذِینَ یَقُولُونَ رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَ ٰ⁠جِنَا وَذُرِّیَّـٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡیُنࣲ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِینَ إِمَامًا
Artinya : Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa."
Dalam ayat tersebut yang disebutkan lebih dulu adalah pasangan lalu anak-anak. Bukan tanpa maksud polanya demikian. Dalam doa kita tidak bisa menyebutnya sekaligus, melainkan ada urutannya dan ada yang didahulukan.
Demikian 2 poin penting sebagai dasar yang masih sering kuabaikan. Padahal dampaknya bisa lebih tenang apabila berhadapan dengan suami. Semoga kita bisa menjadi sebaik-baik istri untuk suami kita.
Terakhir,
Mintalah pada Allah agar sabarmu lebih besar daripada kesalahan dan kekurangan suami.
9 notes · View notes
penaimaji · 1 year
Text
Pasangan itu Saling Berpengaruh
Sudah lewat satu tahun, ada pengaruh besar dari pasangan yang aku rasakan antara sebelum dan sesudah menikah, yaitu tidak terlalu reaktif
Di tempat kerja sebelumnya, aku mungkin terkesan kritis, vokal dan reaktif. Aku selalu memberi masukan dan saran, meski tujuanku baik, sering juga disalahpahami. Kalau bahasa suroboyoan nya, sek cilik wes ngelamak wkwk. Kalau kata teman dekatku, kadang2 argumenku ini terlalu to the point, sehingga membuat orang lain yang mendengar merasa terintimidasi
Bahkan kebiasaan di kampus dulu, aku terlalu berani untuk meminta hak/keadilan, tanpa melihat siapa yang sedang aku hadapi. Sempat juga cekcok dengan pegawai perpustakaan yang memblokir kartu tanda mahasiswaku selama satu semester terakhir saat proses skripsi, karena aku ketahuan membawa KTM teman ketika di perpustakaan
Jujur saja, aku tidak tahu menahu soal KTM yang ternyata tidak boleh dipinjam orang lain. Karena selama ini tidak ada peraturan hitam di atas putih. Aku bahkan sudah tamat membaca tatib dan katalog kampus
Saat itu, aku meminta bukti mana yang merupakan peraturan secara tertulis pada petugas perpustakaan. Saat itu, petugas yang bersangkutan tidak bisa menjawab, ia hanya bilang kalau peraturan sudah sering diumumkan di speaker setiap pagi
Tapi aku mengatakan, tidak semua mahasiswa datang ke perpustakaan pagi-pagi, bagaimana bisa tahu peraturannya? Aku dibilang minim literasi, padahal di buku pedoman kampus juga tidak ada peraturan tersebut. Rasanya kesal. Kalau tidak sedang skripsi, mungkin bukan jadi masalah buatku. Namun, saat itu aku sedang menjalani masa hectic skripsi
Setelah kejadian tersebut, kulihat terpampang di mading depan perpustakaan tertulis peraturan-peraturan yang sudah dilengkapi kop surat, cap dan tanda tangan kepala. Aku tersenyum kecil dan bergumam, ternyata berguna juga aku protes kemarin wkwk
Ada banyak cerita, yang mungkin menurut orang lain aku terlalu berani. Namun semenjak menikah, rasanya lebih berhati-hati. Tidak mudah angkat suara, atau berkomentar
Beberapa hari yang lalu, aku kesal ketika antri di RSUD; yang merupakan satu-satunya rumah sakit di daerah tempat tinggalku. Suami sudah mengambil urutan awal, tapi tidak dipanggil di poli, sampai tersisa tiga pasien
Aku yang sudah dongkol rasanya ingin marah, karena sebelumnya suamiku sudah kusuruh bertanya ke petugas poli anak, kenapa nama anakku ini belum dipanggil. Katanya disuruh sabar wkwkwk hash, mana gak jelas juga antriannya. Asli, buruk banget pelayanannya sekelas RSUD. Aku sudah bersiap-siap mencari kontak pengaduan pelayanan RS ini
Kaya uda nggak bisa berkata-kata lagi. Sesak rasanya lihat anakku yang sudah lemas, hampir kejang saat itu. Ternyata memang ada miss komunikasi dari pihak administrasi ke poli. Alasannya gak logis dan aneh. Dengan enaknya kaya gitu, rasanya pengen memaki-maki, masa gak ada sistem sih disitu? Gak ada bedanya juga antara pasien bpjs sama umum
Aku sampai nangis, bukan sedih, tapi marah buanget, sampai suamiku berusaha menenangkanku
Sampai rumah, aku jadi heran sama diri sendiri, kenapa aku nggak bisa bersuara saat itu? Wkwkwkwk
Bisa habis petugas di ruangan poli itu kalau aku sudah bersuara, tapi sekali lagi, aku benar-benar menimbang baik tidaknya, untuk angkat bicara di tempat umum
Kini, jtustru sebaliknya dengan suamiku yang people pleaser dan banyak ga enakannya sama orang lain. Aku membuat dia berani berkata tidak; membatasi apa yang tidak sesuai dengan kesanggupan dia, juga berani menyampaikan pendapat dan bersuara
Aku yakin dia tentu lebih tertata rapi bahasanya, karena memang bawaan dia yang calm. Sampai dia pernah dipuji dengan kepala kantor provinsi, kalau public speaking dia sudah sangat bagus. Gak kaya aku🤣
Aku pikir, yang namanya jodoh tentu akan selalu tarik-menarik; saling mengisi; saling menyeimbangkan. Semoga kita semua bersyukur, bahwa pasangan kita memang bagian dari rezeki kita. Tiada manusia tanpa cela, tinggal kita aja bagaimana banyak-banyak melihat kelebihannya, dan berusaha memaklumi kekurangannya, saling bekerjasama, menyelaraskan dalam satu titik menuju jalan yang diridhoi-Nya
Buntok, 2 November 2022 | Pena Imaji
76 notes · View notes
asqinajah · 7 months
Text
Sadari hal yang kecil dan sederhana, dan berterimakasih atasnya, dan jangan lupa bersyukur pada Dzat yang Memberi. Barangkali, inilah salah satu kunci keharmonisan dalam rumah tangga. :)
15 notes · View notes
kafabillahisyahida · 2 years
Text
Aku menyukai segala kebaikan pada siapapun dalam bentuk apapun. Amal saleh yang tidak bisa aku lakukan, dan bisa orang lain lakukan.
Cita2 mulia yang tidak mampu aku wujudkan semoga ada yang mampu mewujudkan. Para ulama, wali, kekasih Allah, orang2 dermawan yang tersembunyi. orang2 tawadhu yang sabar. Siapapun itu aku berharap masih banyak orang seperti mereka.
Karena kebaikan orang2 seperti merekalah hujan turun sama rata. Azab ditahan selama masih ada orang baik didunia. Pertolongan datang tanpa penundaan. Doa2 masih dikabulkan. Yang efeknya kitapun memerlukan
Maka terhadap mereka mengapa harus iri? mengapa ada rasa ingin kebaikan2 itu pergi?
Kebaikan itu menular maka sebisa2 kitapun berusaha mendukung lalu mengikutinya berlomba lewat karya, lewat harta, lewat doa, lewat kata lewat apa saja yang kita bisa...
Bukankah kita mendamba bumi yang lebih baik untuk anak cucu kita?
50 notes · View notes
avrindah · 3 months
Text
Perempuan yang menjaga jarak denganmu, membatasi percakapan denganmu, terkesan jutek membalas pesanmu bisa jadi bukan karena dia tidak punya perasaan apapun.
Tapi, karena dia menjaga diri. Segala rasa dan goda dia tepis mati-matian. Lelah harus melawan gejolak debar yang tidak diharapkan hingga akhirnya memutuskan berhenti sebelum terlalu jauh berinteraksi.
Anganku terlempar pada perkataan Ustadz Felix Siauw tentang apa yang menjamin laki-laki/perempuan tidak akan selingkuh setelah menikah? Tidak ada, kecuali kesadaran bahwa ia seorang hamba yang senantiasa merasa diawasi Allah dan sadar sepenuhnya apapun langkah dan lakunya akan dihisab.
Jika sebelum menikah saja terbiasa untuk saling chat mesra dengan lawan jenis, apakah menjamin itu tidak akan terjadi setelah menikah? Toh, sama-sama menikmati yang belum halal baginya, yang bukan haknya.
3 notes · View notes
leadmetojannah · 2 years
Text
Hal-hal yang Sebaiknya Tidak Ditanyakan Sebelum Menikah
Saya yakin judul post ini memancing beberapa pembaca untuk berkomentar/beropini, entah itu berkomentar secara langsung ataupun dalam hati (kalo sungkan), wqwqwq. Judul post ini juga agak membingungkan dan gak jelas. “Tidak ditanyakan sebelum menikah”, ditanyakan kepada siapa? Ok, let me start ‘lecturing’ you.
Beberapa minggu yang lalu sampe sekarang, lagi viral sebuah Tumblr post yang berjudul “Sebelum Genap”. Silakan baca di sini, di sini, atau di sini. Coba baca komentar-komentar para pembaca.
Berdasarkan pengalaman saya pribadi dan pengalaman teman-teman saya selama berproses menuju pernikahan, saya lebih cenderung pada komentar/reblog-an yang ini. Selain itu, si komentator lebih bijak, lebih tahu kronologinya, dan lebih paham apa alasan selebgram/seleb Tumblr tersebut share atau mengangkat hal-hal semacam itu di Instagram story.
Sekitar 4 bulan lalu, saya pernah menulis tentang ini (SEKUFU). Meskipun saya 80% setuju dengan apa yang disampaikan oleh selebgram tersebut di Instagram story-nya hingga kemudian dirangkum sedemikian rupa oleh viewers-nya/pembacanya, tapi saya TIDAK SETUJU jika kita menanyakan hal-hal terkait pernikahan kepada selebgram atau seleb-seleb yang lain, apalagi meminta nasihat/pertimbangan/saran. Menanyakan hal-hal semacam itu lucu aja menurut saya. Bahkan mungkin bagi sebagian orang itu adalah hal yang bodoh.
Jadi yang saya maksud dalam post saya ini adalah “Hal-hal yang sebaiknya tidak ditanyakan KEPADA ORANG LAIN (siapapun itu, termasuk selebgram dan ustadz) sebelum menikah”. KENAPA? 1) Selebgram gak mengerti background diri kita dan segala upbringing kita. 2) Setiap orang punya prinsip dan value masing-masing. 3) Isi kepala dan sudut pandang setiap orang berbeda.
Makanya, saya pribadi menganut konsep “MENGENALI DIRI SENDIRI” dan “MENINGKATKAN KAPASITAS DIRI”, seperti yang saya tulis di post saya tentang “sekufu”. Semakin kita mengenali diri sendiri dan semakin kita meningkatkan kapasitas diri, kita akan semakin paham apa saja yang kita butuhkan + inginkan dalam pernikahan, semakin bertambah kedewasaan + sudut pandang kita tentang pernikahan, dan akan berubah pula cara berpikir kita tentang pernikahan.
Ketimbang bertanya pada orang lain, ustadz, selebgram, atau seleb-seleb lain yang isi kepalanya berbeda-beda, lebih baik jika kita menyimak atau membaca cerita/kisah orang-orang yang share (secara cuma-cuma) pengalaman mereka sebelum menikah, saat proses menuju pernikahan, dan saat menjalani kehidupan pernikahan/rumah tangga. Biasanya dari situ kita bisa mendapat insights, pelajaran, atau hikmah — meskipun lagi-lagi kita gak harus sependapat dengan apa yang mereka share.
Kalo kita mengaji dan berguru pada ulama yang ilmunya tinggi, ahli tafsir, dan se-alim Gus Baha’ pun, pasti beliau menyarankan dan seringkali dawuh yang kurang lebih seperti ini: “Cari jodoh itu gak perlu ribet-ribet, yang penting sholat dan puasa.”. Nah, apakah itu make sense dan cocok bagi semua orang? Ya pastinya tidak.
Meminta saran, nasihat, pendapat, atau arahan itu ya boleh-boleh aja — terutama kepada orang-orang sholih(ah), orang-orang yang berilmu, dan orang-orang terdekat kita (seperti keluarga misalnya). Tapi lagi-lagi, saran/nasihat mereka gak harus kita ikuti. Lagi-lagi kembali pada keputusan kita sendiri, sebab yang lebih tahu segala hal tentang diri kita adalah DIRI KITA SENDIRI. Dan mohonlah selalu petunjuk dari Allah, yang Maha Membimbing.
Bagi kita yang sering hadir di majelis-majelis ilmu (kajian) dan pernah ngaji kitab-kitab tentang pernikahan + rumah tangga, pasti seringkali kita temui guru-guru atau kyai-kyai kita yang menyarankan untuk mengamalkan doa atau dzikir ini itu untuk mempermudah memperoleh jodoh, agar lancar proses pernikahannya, agar dikaruniai pernikahan yang samawa, dsb. Menurut saya, cukup amalkan maksimal 3 doa saja, gak perlu banyak-banyak. Pilih aja yang menurut kita maknanya paling kita sukai dan sesuai dengan kebutuhan kita. Sebab amalan/doa-doa yang berkaitan dengan jodoh dan pernikahan itu banyak banget, gak mungkin kita mengamalkan banyak doa apalagi semuanya. Wqwqwq.
Lebih enak lagi kalo (misal) kita adalah seorang santri dan nama kita dikenal di kalangan para guru dan orang-orang sholih. Sudah pasti kita bisa minta bantuan istikhoroh dari guru dan orang-orang sholih yang kita percayai. Jadi kalo mereka setelah istikhoroh bilang gak ‘sreg’ atau gak cocok, ya kita tinggal ikut aja apa kata mereka. Enak toh?
Hal yang PENTING BANGET kita pahami adalah, perkara jodoh dan bagaimana perjalanan kehidupan pernikahan adalah tentang TAKDIR, bukan perkara “siap/gak siap” atau “sudah menyiapkan ilmunya atau belum”. Proses menuju pernikahannya mulus dan berasa semuanya baik-baik aja, tapi bisa jadi di tengah-tengah kehidupan rumah tangganya tiba-tiba terjadi konflik yang menyebabkan perceraian. Who knows? Saya pernah mendengar beberapa cerita/kisah yang seperti ini, yang berujung pada perceraian. Saya sendiri pun juga pernah dicurhati oleh beberapa teman saya yang mengalami kasus serupa, tapi untungnya mereka masih bisa mempertahankan rumah tangganya. Iya, itulah takdir. Kalo sampai bercerai, ya berarti mereka gak ditakdirkan berjodoh sampai surga.
Di kehidupan nyata saya, TAKDIR sudah seringkali membuktikan bahwa kesiapan bukanlah tolok ukur (kesiapan ilmu, finansial, mental, fisik, dsb.). Sebab kesiapan itu adalah menurut pandangan kita (sebagai manusia), bukan menurut pandangan Allah. Tapi ya bukan berarti kita berhenti belajar dan mempersiapkan. Lanjutkan segala persiapan kita!
Apakah TAKDIR itu bisa dirubah dengan doa ataupun ikhtiar, hanya Allah yang tahu, ilmu kita gak mampu menafsirkan. Sepengetahuan saya, para ulama juga berbeda-beda pendapat tentang ini.
Dan berhubung ini adalah bulan Syawal, pasti banyak yang nikah, wqwqwq. Ada sebuah hal yang membuat saya terus mempertanyakan karena saking minimnya ilmu saya, yakni terkait sighat ijab dan qabul. Beberapa hari lalu sempat saya tanyakan kepada salah satu santri alumni Lirboyo, tapi beliaunya belum berani menjawab.
Tumblr media Tumblr media
Kepada para netijen & netijat yang berkapasitas secara keilmuan dan kebetulan lagi baca post ini, hamba yang faqir ilmu ini mohon pencerahan, komentar, dan ilmunya terkait screenshot di atas. Hehehe.
Jember, 8 Mei 2022 (7 Syawal 1443 H)
56 notes · View notes
rachdie · 1 year
Photo
Tumblr media
‏‎اترك أبواب حياتك مفتوحة ليدخل من يدخل .. ويخرج من يخرج لا تتعلق بداخل .. ولا تحزن على مغادر فلن يبقى معك .. إلا الله ! Biarkan "pintu" kehidupanmu terbuka. Yang mau masuk silakan masuk, yang mau keluar silakan keluar. Namun jangan bergantung dengan orang yang berada di dalam dan jangan pula sedih dengan orang yang pergi. Karena tidak ada yang selalu membersamaimu kecuali Allâh semata. #nasehat #advice #wanita #isteri #wisdom #rumahtangga #sabar #kebaikan #kesabaran #pernikahan #suami #wisdom #quotes #abinyasalma #abinyasalmapost (at Masjid Al Haram Makkah - مسجد الحرام مكه المكرمه) https://www.instagram.com/p/CpDvHlpBGmt/?igshid=NGJjMDIxMWI=
7 notes · View notes
Text
SALE, WA 0821-2237-8089, Buku Ilmu Rumah Tangga Coach Hafidin
Tumblr media
KLIK https://WA.me/6282122378089, Buku Suami, Buku Suami Isteri, Buku Suami Isteri Paling Bahagia, Buku Suami Sejati, Buku Nikah Suami Istri, Buku Agar Disayang Suami, Buku Menjadi Suami Yang Baik, Buku Harian Suami, Buku Suami Hebat
Suami Qowwam adalah, Suami TERCERAHKAN secara Mental dan Spiritual, sehingga sangat relevan dengan Istri, Seluruh Masalah Keluarga dan Masyarakat.
SPESIFIKASI BARANG: Judul Buku: Serba 4 Menjadi Suami Qowwam Pengarang Buku: Coach Hafidin Harga Buku: Rp. 150.000 Halaman Buku: 168 H Kualitas Buku: JERNIH
No pesanan : @rojali (wa 0821–2237–8089)
Jalumprit, RT.04/RW.01, Waringinkurung, Kec. Waringinkurung, Kabupaten Serang, Banten Kode Pos 42453
Lebih lengkapnya kunjungi juga : https://www.tokopedia.com/samawapublisher
Media Sosial : https://www.instagram.com/coach.hafidin/ https://www.youtube.com/@samawafamilyid https://www.youtube.com/@idingjoss8455
2 notes · View notes
ibnufir · 3 months
Text
Berumah tangga, bukan soal rumah yang selalu rapih
Sedang di fase penyesuaian baru dalam pernikahan. Bertambah keturunan, bertambah pula amanah yang diemban.
Ada begitu banyak penyesuaian yang saat ini betul-betul butuh menurunkan ego.
Berbagi peran satu sama lain, yang kadang bikin kepala lebih keras. "Harusnya aku engga gini, tugasku bukan ini"
Menjadi suami siaga yang bilang gpp kalau harus nyuci baju, yang mau bilang gpp kalau harus nyetrika, cuci piring dan harus masak.
Ketika adek kecil menangis, kakaknya juga ikut menangis. Sama-sama minta digendong, sama-sama minta didekap.
Kalau bukan karena kasih sayang, tidak mungkin semua bisa berjalan tenang.
Yang ada pasti saling menggantungkan. "Kamu aja"
Padahal pernikahan ini milik bersama, butuh hati yang saling menguatkan.
Ternyata pembagian peran di dalam rumah tangga yang menanangkan itu fleksibel.
Pembagiannya tidak harus selalu sama. Dan mungkin akan terus berubah, bergantian.
Jika hari ini istri mengerjakan tugasnya, maka esok hari mungkin tidak sempat lagi. Suami butuh menggantikan perannya.
Gpp jika suami harus bangun tengah malam buat gendong. Gpp jika suami menyuapi, dan memandikan.
Sebab berumah tangga, bukan soal rumah yang selalu rapih.
Berumah tangga bukan soal tidur yang selalu pulas.
Berumah tangga, bukan soal membangun atap yang paling kokoh.
Tetapi perihal menguatkan punggung dan meredakan tangis satu sama lain.
Tidak ada pondasi yang paling kuat di dalam pernikahan, selain kesediaan untuk memahami satu sama lain.
—ibnufir
225 notes · View notes
o-agassy · 9 months
Text
Menjadikan Prioritas
Ternyata, menjadikan keluarga sebagai prioritas itu tak segampang teorinya. Butuh pengalaman pahit dan effort yang luar biasa untuk dapat mewujudkannya. Dan tentunya, sikap saling mengingatkan dan mendukung sangat dibutuhkan selalu untuk mengoptimasi semangat ini.
Pasca menikah, kita punya 'peran' yang harus dilakoni. Peran menjadi suami, peran menjadi seorang ayah, peran menjadi seorang anak kepada ibu dan bapaknya, dan juga peran untuk menjadi diri sendiri. Kadarnya sudah berbeda ketika kita masih lajang seperti waktu dulu.
Menjadikan keluarga sebagai prioritas adalah sebuah kewajiban yang harus ditunaikan. Seberapapun kita sibuk bekerja, sibuk sekolah, meeting sana meeting sini, ternyata semua akan percuma jika kita tak menjadikan keluarga menjadi yang utama.
Banyak bapak yang kehilangan momen bersama keluarganya karena ia terlalu sibuk bekerja dengan dalih "untuk keluarga". Tak ada momen kehangatan yang terjadi antara anak dan bapak. Meskipun bapak nya masih hidup dan sehat, ternyata bisa juga seorang anak mengalami fase fatherless, karena ia hanya mendapati fisik seorang bapak, bukan hati dan perhatiannya. Pun begitu pula dengan sosok seorang ibu, yang utamanya menjadi cinta pertama dari anak-anak nya.
Sekali lagi, porsi peran kita untuk menjadi diri sendiri memang sudah mulai sangat sedikit pasca kita berumah tangga. Masih ada sedikit bukan berarti hilang. Ambisi dan mimpi harus sudah disesuaikan, beda keadaan dengan mereka yang masih lajang. Bebas kemana saja tanpa adanya keterikatan.
Jadi, mau dibawa kemana keluarga kita? akankah kita menyajikan kehangatan di rumah kita? atau hanya sekadar formalitas bahwa kita sudah hadir di rumah tanpa adanya sisi emosional yang melekat dengan keluarga?
Tumblr media
6 notes · View notes
theshytmblr · 10 months
Text
Tulisan Random Eps.2
Kembali lagi membahas sebuah cuitan di sosial media baru baru ini tentang seorang suami yang sepulang kerja tidak langsung masuk rumah tetapi duduk sejenak di halaman apartment nya.
Alasan yang si suami kemukakan adalah karena dia lelah sepulang kerja dan stress. Tapi tidak berhenti sampai situ. Si suami juga bilang anaknya tantrum teriak teriak dan istrinya misuh misuh…
***
Hingga detik opini ini ditulis, saya sering sekali membaca tulisan yang berbunyi “kunci berumah tangga itu adalah komunikasi” awalnya karena belum berumah tangga, kuanggap hal itu ada benarnya juga. Tetapi setelah berumah tangga, suami mempunya pendapat lain. Beliau berkata “kunci rumah tangga itu adalah saling menghargai dan menghormati” kenapa begitu? Karena suami istri yang hanya mengandalkan komunikasi, mau nrocos sampe berbusa busa kemungkinan cara komunikasinya nggak akan baik, dan nggak akan menghasilkan solusi…
Nah harapannya, ketika suami-istri saling menghargai dan menghormati, mau komunikasi apapun itu jadi enak, karena cara komunikasinya pasti akan dengan cara yang baik, kepala dingin, dan dengan saling memahami satu sama lain insyaAllah akan keluar solusi yang bisa dibilang pas.
***
Kembali lagi ke cuitan netizen diatas. Ternyata adu nasib itu tidak hanya terjadi pada beberapa ibu ibu di kehidupan nyata dan maya tetapi juga pada bapak bapak…
Si bapak di cuitan netizen itu sedang lelah, penat, stress bahkan katanya bisa gila. Tapi si bapak sepertinya tidak sadar bahwa seharusnya dia cukup mengatakan “saya lelah dan stress” tanpa harus menjelek jelekkan istrinya yang suka misuh misuh.
Alhasil beberapa perempuan ter-trigger karena tidak terima si suami menjelek jelekkan istrinya. Dan tidak sampai situ, beberapa lelaki pun juga tidak terima dengan para perempuan yang ter-trigger itu haha aku hanya bisa ngakak membaca komen netizen yang saling tersinggung.
Padahal komentar mereka itu sama sama ada benarnya.
Si pembuat cuitan bilang, jika dia hanya meng-Highlight masalah mental health-nya. Dia ber empati pada seorang bapak yang sedang stress karena kerjaan dan keluarganya.
Si perempuan yang ter-trigger meng-highlight tentang “mungkin istrinya misuh-misuh itu karena stress juga, tapi dia tidak bisa duduk duduk sejenak untuk melepas penat karena kesibukkannya dengan urusan rumah dan anak, alhasil dilampiaskan ke suami dan anaknya, akhirnya anaknya pun ikutan tantrum karena meresap emosi stress dari sang ibu”.
Para lelaki yang tidak terima dengan komen perempuan yang ter-trigger tadi mengatakan “halah lagian cuma duduk duduk bentar, habis itu masuk lagi ke dalam rumah, enggak kabur juga, kena tekanan dikerjaan, pengen resign tapi punya tanggungan keluarga/cicilan rumah dan cicilan lainnya, kena tekanan juga dari keluarga harus ini itu”
Alhasil kolom komen menjadi ajang adu nasib haha..
Selain cuitan netizen tersebut, banyak juga ditemukan komen perempuan yang sedih dengan kondisi rumah tangganya dikarenakan suami yang kurang/tidak bertanggung jawab, yang kurang/tidak saling membantu istri, yang dapat tekanan dari keluarga sendiri/ keluarga mertua, hingga yang dapat tekanan juga dari tetangga.. dan lain sebagainya.
Tapi alangkah bijaknya, jika memang sangat tidak tahan ingin komentar adu nasib, maka sebaiknya jangan sampai mengumbar aib keluarga.
Ceritakanlah keresahanmu pada Allah (bagi yang beragama islam) atau jika kamu butuh bantuan orang yang berprofesi sebagai psikolog/psikiater, maka ceritakan ke mereka.
Cukuplah Allah, keluargamu, dan tenaga profesional yang mengerti keresahanmu. Jangan sampai seantero dunia maya tahu, apalagi dunia nyata. Karena sungguh itu sangat tidak bijak dan tidak ada manfaatnya.
Mereka yang membencimu dan lalu membaca, melihat, dan mendengar keluh kesahmu akan sangat amat senang dan bahagia. Sementara jika mereka membaca, melihat, dan mendengar kebahagianmu akan sangat iri dengki yang bahayanya bisa menimbulkan ‘ain.
Baiknya kita semua mulai belajar untuk bijak dalam berkomentar. Jika ter-trigger sebaiknya jauhi bukannya malah komen yang macam-macam. Terutamanya, jadikan sosial media itu untuk sekedar melepas penat, bukan melampiaskan amarah hehe.
Sekian opiniku kali ini. Semoga ada hikmah dan manfaatnya.
3 notes · View notes
ruanguntukku · 1 year
Text
Ada miniatur kehidupan yang dianalogikan dengan sebuah bahtera.
Bahtera yang diisi oleh dua insan yang telah terikat janji yang sangat kuat. Janji yang diikrarkan di hadapan Allah yang Mahakuasa.
Bahtera itu bisa berukuran kecil namun kokoh, tapi bisa juga berukuran besar namun rapuh.
Bahtera itu tidak selalu karam karena terpaan ombak atau karena menabrak karang. Terkadang bahtera itu rusak karena ketamakan penghuninya.
Ada kalanya bahtera itu masih kecil, namun dipaksakan menerima ratu yang baru. Bahtera yang kecil itu acap kali menjadi area pertarungan antara ratu lama dan ratu yang baru. Lucunya, seringkali ratu yang lama bersama anak-anaknya diusir melompat ke lautan karena hadirnya ratu kedua.
Ada pula bahtera yang begitu besar dan megah akhirnya karam karena penyakit yang sama. Ya, bahtera itu terlihat kokoh, padahal nyatanya telah banyak digerogoti oleh ketamakan penghuninya. Sehingga banyak sekali kerusakan-kerusakan kecil yang berangsur membesar hingga akhirnya porak poranda.
Besar kecilnya bahtera tidak menjamin ia akan tetap kuat mengarungi samudera.
Bahtera yang kuat sampai akhir adalah bahtera yang disinari oleh cahaya iman dan takwa.
Sekuat apapun material yang dipakai untuk membuatnya, pada akhirnya bisa karam jika tidak memiliki cahaya yang menuntun kepada keselamatan. Begitu pula sekompak apapun manusia yang ada di dalamnya, jika mereka tidak memiliki pondasi agama yang benar, maka masing-masing akan saling membinasakan.
Seringkali terpaan ombak atau besarnya batu karanglah yang disalahkan. Padahal rusaknya bahtera bisa diperbaiki jika siapapun yang ada di dalamnya berusaha menepi sejenak dan memperbaiki apa yang rusak, tapi nyatanya kerusakan itu tidak bisa dibenahi karena tidak adanya kesadaran dan daya upaya penghuninya untuk memperbaiki.
Hakikat samudra tidak akan pernah bisa berubah. Ia akan selalu diramaikan oleh ombak yang datang silih berganti dengan berbagai ukurannya. Namun seringkali dijadikan kambing hitam dari ketidakmampuan insan yang mengarunginya.
Seringkali kekuatan diri dan kelihaian di dalam mengarungi, menjadi sebuah keangkuhan, tak perlu lagi pertolongan sang Ilahi. Seakan hamparan langit yang ada di atas luasnya samudera tidak berarti apa-apa. Seakan-akan ia hanyalah sebuah ruang kosong di alam semesta.
—SNA, Ruang Untukku #99
Ahad, 09-04-2023 | 03.56
Venetie Van Java,
Di waktu sahur 18 Ramadhan.
5 notes · View notes
hanamaulida · 2 years
Text
I : Yah, akutuh kalau nggak ada ayah, misal ayah lagi keluar, atau lagi nginep sehari gitu, beneran kangen loh. Percaya nggak?
S : Percayalah..
I : Kalau ayah gitu nggak sih? Suka kangen aku nggak?
S : Ya kangen dong
--The end--
*kemudian si istri senyum2 sendiri*
*lalu kembali melanjutkan aktivitas dengan penuh semangat*
Pesan moral:
Dear para suami.. Perempuan itu nggak butuh banyak kok, cuma butuh validasi (terutama secara verbal) kalau lelakinya itu beneran cinta nggak sama dia, kangen nggak sama dia. Satu kalimat, bahkan satu kata aja juga cukup.
Ya emang sih, yang terpenting itu sikap dan aksi nyata. Tapi menurut saya pribadi, perlu banget kata2 untuk menyuburkan suatu hubungan. Agar tetap segar dan berbunga🌼 Nggak sulit toh? Setidaknya kalau sudah dimulai, nanti juga akan terbiasa :)
Nah buat perempuan, kita juga perlu bilang kalau butuh kata2 penyemangat itu. Jangan dibiasain berasumsi lalu akhirnya overthink sendiri. Itu namanya ngerepotin diri sendiri.
Speak up. Tapi tetep dengan cara yang nggemesin dan tahu waktu ya. Hehe.
22 notes · View notes