Tumgik
#februari2024
jurnalweli · 3 months
Text
Sudahkah kamu mendoakan suamimu?
Tidak ada manusia yang sempurna termasuk pasangan kita. Sebelum memutuskan untuk menikah, ada tahapan yang perlu dilakukan yaitu perkenalan untuk mengetahui satu sama lain. Perkenalan ini tidak hanya dilakukan oleh 2 manusia yang akan menikah saja tapi juga melibatkan 2 keluarga karena pernikahan tidak hanya menyatukan 2 manusia melainkan menyatukan 2 keluarga. Perkenalan ini perlu disepakati untuk saling jujur dan terbuka sebagai bekal dalam berumah tangga. Alangkah baiknya jika dalam perkenalan mengikuti syariat Allah sebab ibadah panjang ini perlu diawali dengan kebaikan agar berlimpah berkah, insyaaAllah.
Tidak dapat dipungkiri kita tentu menginginkan pasangan dalam artian suami (karena saya perempuan, hehe) yang paham agama, rajin ibadah sunnah, sholat wajib di awal waktu, cepat dalam mengambil keputusan, sosok pemimpin yang bijaksana, tanggung jawab, tegas, murah hatinya, lembut tutur katanya, perhatian terhadap pasangan, kaya raya, pekerjaan yang mapan dan kriteria sempurna lainnya namun mustahil untuk menemukan suami demikian. Percayalah bahwa suami kita juga bertumbuh seiring berjalannya waktu dan tantangan kehidupan. Adaptasi dalam pernikahan memang perlu dilakukan seumur hidup, tidak cukup hanya di perkenalan awal sebelum menikah. Kesalahan, kekurangan, ketidaksempurnaan, kebaikan, kebenaran akan benar-benar muncul ketika hidup bersama. Jika kebaikan yang muncul akan sangat membahagiakan. Namun jika kesalahan atau kekurangan yang terlihat seolah sirna semua kebaikannya. Sungguh, banyak sekali wanita seperti ini.
Maka jika dalam berumah tangga kita temukan hal yang tidak sesuai dengan perkenalan dahulu, maka itu adalah bagian dari tidak sempurnanya manusia. Coba perhatikan kesalahan atau kekurangan suami kita, apakah dalam hal maksiat dan dosa ataukah dalam hal keseharian yang umum dan tidak merupakan dosa? Lalu jika kita sebagai istri menemukan suami kita tidak sesuai dengan harapan kita bagaimana menasehatinya? Perlukah istri marah?
Ada 2 hal yang menjadi perhatianku setelah mendengar kajian dari Ustadz Oemar Mita tentang cara menasehati suami.
Pertama, ini adalah hal dasar yang harus selalu diyakini bahwa Allah-lah yang mengendalikan hati manusia.
Meyakini bahwa Allah-lah yang berhak memberi hidayah pada manusia yang Dia kehendaki.
Hal ini sangat penting karena seringkali manusia lupa akan hal ini seolah segala yang kita upayakan terhadap suami harus berhasil dan ujungnya suami akan menjadi baik.
Ingatkah kisah Nabi Nuh terhadap istrinya? Istrinya bukanlah istri yang baik. Nabi Nuh berdakwah kepada istrinya sendiri. Sebelum terkena banjir, Nabi Nuh juga mengajak istri dan anaknya menaiki kapal namun tidak mau.
Seperti yang tercantum dalam QS Qasas ayat 56.
إِنَّكَ لَا تَهۡدِی مَنۡ أَحۡبَبۡتَ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ یَهۡدِی مَن یَشَاۤءُۚ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِینَ
Artinya : Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
Ayat tersebut turun ketika Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam merasa gagal dalam mendakwahi Abu Thalib.
Kedua,
doakan suami.
Bisa jadi kurang atau salahnya suami karena kurang tulus dan sungguh-sungguhnya doa kita terhadap suami. Jika ada pertanyaan mana yang lebih dulu untuk didoakan antara suami kita ataukah anak kita? Jawabannya adalah suami. Seperti pola doa dalam QS Furqan ayat 74 yang berbunyi,
وَٱلَّذِینَ یَقُولُونَ رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَ ٰ⁠جِنَا وَذُرِّیَّـٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡیُنࣲ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِینَ إِمَامًا
Artinya : Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa."
Dalam ayat tersebut yang disebutkan lebih dulu adalah pasangan lalu anak-anak. Bukan tanpa maksud polanya demikian. Dalam doa kita tidak bisa menyebutnya sekaligus, melainkan ada urutannya dan ada yang didahulukan.
Demikian 2 poin penting sebagai dasar yang masih sering kuabaikan. Padahal dampaknya bisa lebih tenang apabila berhadapan dengan suami. Semoga kita bisa menjadi sebaik-baik istri untuk suami kita.
Terakhir,
Mintalah pada Allah agar sabarmu lebih besar daripada kesalahan dan kekurangan suami.
9 notes · View notes
rumahzakat-cilegon · 2 months
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Cigeulis, 24 Februari 2024
DESA BERDAYA CIGEULIS PROGRAM MICROFINANCE SALURKAN PINJAMAN MODAL KEPADA 3 PM
"SIMPAN PINJAM TANPA BUNGA"
Penyaluran Program Microfinance ( Simpan Pinjam Tanpa Bunga ) Hadir lagi di tahun 2024 di Desa Berdaya Cigeulis. Penyaluran ini dilaksanakan di rumah Relawan Inspirasi dan diikuti oleh 3 orang PM baru, 1 orang perempuan dan 2 orang laki-laki.
Para PM ini diberikan pinjaman masing - masing berbeda sesuai kebutuhan modalnya. Para PM ini adalah para pelaku usaha mikro yang usahanya masing - masing berbeda.
Berikut daftar PM dan jenis usahanya serta besaran pinjamannya :
Ropiyudin : Bengkel Motor ( Rp. 2.000.000 )
Iis Isnanto : Warung Sembako ( Rp. 1.000.000 )
Omah Siti Rohmah : Warung Sembako ( Rp. 1.500.000 )
Tujuan diberikannya pinjaman microfinance ini adalah untuk membantu menambah modal, agar skala jualan para PM bertambah dan penghasilannya pun bertambah di kemudian hari.
Sistem pengembalian pinjaman dananya dengan cara diangsur sebulan sekali selama waktu yang sudah disepakati bersama kelompok yaitu 10 bulan. Agar uang simpan pinjam bisa bergulir dengan cepat. Masing - masing PM diberikan buku tabungan sebagai bukti simpan pinjam yang berjalan dan dikelola.
"Terimakasih rumah zakat atas bantuan simpan pinjamnya yang tanpa bunga ini, alhamdulillah kami bisa menambah modal usaha kami dan semoga pendapatan kami bertambah juga" Ujar Ibu Omah.
"Alhamdulillah ada bantuan simpan pinjam tanpa bunga dari rumah zakat, jadi saya tidak terbebani jika meminjam modal ini, tidak seperti meminjam ke bank emok atau bank keliling yang belum apa apa modalnya sudah harus bayar lagi. Semoga rumah zakat sukses dan berjaya selalu" Ujar bapak Ropiyudin.
DBF
RumahZakat
Microfinance
RelawanInspirasi
Februari2024
Cilegon
0 notes
jurnalweli · 2 months
Text
Lifelong Learner
Setelah menikah rutinitasku tak lagi sama. Banyak adaptasi baru yang kulakukan sebab tambahnya peran sebagai istri. Mungkin bagi sebagian orang peran perempuan sebelum dan setelah menikah tidak jauh berbeda tapi bagiku aku benar-benar dipaksa oleh keadaan untuk mampu memaksimalkan peran. Misalnya, sebelum menikah aku tidak berteman akrab dan hangat dengan urusan dapur. Jikapun aku membantu ibu, aku hanya membantu sekedarnya dan yang paling mudah. Jikapun aku telah berkali-kali bertanya tentang perbedaan jahe, lengkuas, kunyit, kunci, ketumbar, merica dan meminta untuk ditunjukkan tetap saja besok sudah lupa lagi. Seringkali aku membatin, "Besok kalau aku nikah gimana ya? Aku bisa masak ikan ngga ya? Aku bisa bersihin ayam ngga ya?" Tapi pikiran itu nihil membuatku berteman dengan dapur. Hingga menikah mengubah lebih banyak dari diriku. Iya, aku akhirnya mau tidak mau suka tidak suka secara sadar tetap ingin memaksimalkan peran sebagai istri dan ibu dengan menyediakan makanan bergizi untuk keluargaku sehingga pelan-pelan aku belajar perdapuran. Ini baru satu hal, tapi aku tidak akan membahas ini lebih dalam.
Setelah menikah, menyandang peran sebagai istri dan ibu membuatku banyak merenungi diri. Tentu aku tidak ingin sama seperti ketika masih sendiri. Setelah menikah aku hidup dengan suami dan anak-anakku maka aku ingin tetap aktif dan produktif meski di rumah saja. Aku juga ingin tetap berdaya yang bahagia meski dari rumah saja. Aku resign dari tempat kerjaku sebelum menikah. Lalu, setelah menikah aku merantau ikut suami. Aku sempat bekerja di daerah domisili baruku hanya 1 bulan sebelum keadaan tubuhku melemah. Aku memutuskan resign lagi dengan alasan hamil muda. Sejak saat itu aku menghabiskan banyak waktuku untuk memikirkan jika nantinya bayi ini lahir ke dunia dan menambah peranku sebagai ibu.
Aku ingin menjadi ibu bagaimana dan aku ingin mendidik anakku bagaimana.
Keresahan ini yang menemukan ujungnya bahwa aku ingin belajar. Aku ingin menjadi ibu pembelajar. Aku mencari tempat belajar dan bertemulah dengan salah satu komunitas untuk para perempuan yang digagas oleh Pak Dodik dan Bu Septi. Ibu Profesional, namanya. Di sini aku menemukan banyak wadah dan tema belajar sehingga cukup memudahkan untuk meningkatkan kualitas diri.
Konsekuensi dari mengikuti sebuah komunitas belajar adalah kesungguhan dan komitmen. Terkadang aku menyisipkan jadwal belajar pada daily plan namun tak jarang pula aku sengaja mencari tema tertentu di youtube untuk kudengarkan sendiri meskipun dengan menyambi menyelesaikan domestik.
Aku memiliki cita-cita sebagai ibu pembelajar. Maka, segala hal yang dirasa cocok dengan apa yang ingin aku tahu dan atau yang menjadi keresahan ataupun sesuatu yang aku tertarik aku akan mengambil kesempatan itu, insyaaAllah.
Semoga Allah ridhoi proses belajar ini.
Karena dengan ilmu aku menjadi tenang.
4 notes · View notes
jurnalweli · 3 months
Text
My Role Model, My Superwomen
Aku adalah seorang ibu baru. Sejak Allah amanahkan janin dalam rahimku dan Dia ijinkan merasakan persalinan yang luar biasa, aku jadi banyak belajar hal baru. Dalam menjalani peran sebagai ibu, banyak warna baru yang menghiasi hari-hariku. Semua penuh tantangan dan kejutan.
"Aku sedang mendidik generasi, amanah ini tidak main-main. Ya Allah kuatkan dan mampukan kami, ridhoi ikhtiar kami",
begitu batinku. Menjadi ibu baru yang tinggal jauh dari orangtua seringkali membuatku mengingat segala perjuangan mereka, terutama ibu.
"Aku ingin menjadi ibu seperti ibu, yang selalu kuat di tengah sulit, yang selalu memperjuangkan hak anak sampai titik darah penghabisan, yang tidak pernah mengeluh dan selalu berdiri teguh",
begitu harapku jika kondisiku tak baik-baik saja yang membuatku rindu ibu. Ibuku memang bukan ibu yang sempurna tapi melihat perjuangannya untukku sampai di titik ini sungguh berharga. Setelah aku menjadi ibu, seringkali terlintas, "apakah aku bisa sekuat ibu?"
Aku tidak akan bercerita tentang diriku sebagai ibu dari anakku yang belum ada 1 tahun. Pengalamanku masih sangat minim. Tapi, ijinkan aku melihat kekuatan dari seorang ibu. Tentunya kekuatan ini adalah fitrah perempuan, ada ⬆atas ijin dan kuasaNya.
Pertama. Setelah melewati hamil dan persalinan, aku jadi tahu bahwa proses ini sangatlah tidak mudah. Aku juga jadi tahu mengapa di tempat umum banyak memberikan privilege bagi ibu hamil. Dan benar kata Allah dalam QS Luqman ayat 14, "Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah." Katanya, sakitnya ibu melahirkan ibarat berpuluh-puluh tulang dipatahkan sekaligus. Ah, betapa sakitnya membayangkannya. Bagiku tidak seperti itu, tapi sakit, haha.
Ibu adalah makhluk yang kuat dan Allah yang mampukan ibu melewati lemahnya mengandung dan sakitnya melahirkan.
Super bukan?
Kedua. Belum kudapati sabar, ikhlas, cinta dan kasih sayang yang tulus dari manusia selain ibu.
Jika boleh kuakui, kasih sayang tanpa batas setelah Allah adalah ibu.
Setelah menjadi ibu, aku merasa diuji dengan ini. Jika dulu aku pernah berpikir, "aku bisa sabar ngga ya." Tapi beberapa kali suami bilang, "sabar banget sih". Padahal yang aku rasakan kesabaranku setipis tisu dibagi 2. Membersamai tumbuh kembang anak di bawah 7 tahun memang melelahkan. Tips dari aku pribadi, minta sama Allah agar tetap sadar dan sabar melewatinya sebab tak jarang kita temui dewasa ini ibu berani melakukan hal yang membahayakan buah hati ketika lelah dan emosional. Maka mintalah padaNya. Lagi-lagi aku yakin, sifat ini yg menjadi kelebihan bagi wanita adalah fitrah yang Allah berikan. Super bukan?
Ketiga. Pengorbanan tanpa batas. Pengalamanku menjadi ibu masih sangat minim tapi aku mulai merasakan bahwa prioritasku sekarang bukanlah tentang diriku tapi anak-anakku. Bahkan ketika sedang lelah, jika anakku butuh maka lanjut bismillah. Aku juga belajar banyak dari ibu, semoga aku bisa meneladaninya, menjadi sebaik-baik ibu untuk anak-anakku. Ibuku ikut serta membantu keuangan keluarga. Terkadang akan digunakan untuk membeli bahan makanan, terkadang untuk membayar biaya sekolah. Karena usia ibu telah mencapai batas di sekolah tempatnya bekerja, maka ibu harus terkena PHK sedangkan aku masih kuliah. Singkat cerita, kondisi itu tidak menyurutkan langkah ibu, banyak cara dan ide yang ia lakukan dengan mengembangkan usaha kecil dari rumah. Aku juga sering merenung, "apakah aku bisa seberjuang ini ya di kondisi mepet bahkan sulit?". Dan benar,
seorang ibu tidak sedang berkorban apapun untuk anaknya. Seorang ibu juga tidak meminta dibalas jasanya kembali di hari tua.
Ibuku tidak meminta itu semua. Semoga Allah berkahi usia semua ibu di dunia. Super bukan?
Ibuku adalah salah satu role modelku menjadi ibu karena aku melihat dan merasakan segala kebaikannya untuk anak-anaknya. Menjadi ibu memang luar biasa. Seringkali tak terbayangkan apakah mampu melewatinya. Tapi ternyata demikian fitrah kita dan segala kemudahan serta kekuatan hanyalah karenaNya. Terimakasih Allah, segala puja dan puji hanyalah bagiMu.
3 notes · View notes
jurnalweli · 3 months
Text
Doa Ibu Menembus Batas
"Kenapa sekarang aku nyaman menjadi guru, bukannya dulu aku betul-betul tidak ingin menjadi guru tapi kenapa pilihan, ketertarikan dan arah gerakku tertuju pada guru?", kataku kepada temanku saat itu.
Iya, sejak kecil ketika ditanya tentang cita-cita aku menjawab, guru. Tapi saat itu aku merasa belum paham maksud cita-cita dan belum banyak referensi tentang cita-cita. Beranjak remaja, masih tak jauh berbeda. Aku mulai mengerti tapi tetap belum memiliki pilihan sehingga ketika ada yang bertanya tentang cita-citaku aku belum mampu menjawab dengan tegas. Sampai suatu ketika aku mulai banyak referensi dan tidak memandang guru sebagai cita-cita. Aku juga tidak memiliki keinginan untuk kuliah di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.
Ibuku adalah mantan seorang mahasiswa fakultas keguruan. Ibu sempat mendaftar dan diterima namun karena ekonomi keluarga yang kurang dan belum mendapat restu kakek akhirnya keinginan itu perlahan sirna. Ibu tidak jadi melanjutkan pendidikan. Ibu tidak kuliah dan cukup sampai di SMK. Ketika aku akan memasuki gerbang kuliah, ibu memberi pilihan padaku untuk mendaftar fakultas keguruan dengan tanpa memaksa seolah aku harus melanjutkan impiannya yang terkubur. Ibu tetap menyerahkan keputusan pilihan jurusan padaku. Akhirnya, aku lulus sebagai sarjana psikologi.
Seperti sudah alurnya begitu, seusai kuliah aku mencari pekerjaan. Pekerjaan pertamaku adalah guru TK. Pekerjaan yang jauh dari diriku dan keinginanku. Sudah tentu aku tidak mau guru, ditambah aku tidak menyukai anak kecil untuk belajar dan dididik seperti ini. Beda cerita jika anak kecil hanya diajak bermain dan lucu-lucuan, aku akan menikmatinya. Anehnya, ketika ada lowongan tersebut aku bersegera mendaftar.
Jujur, kujalani pekerjaanku dengan cukup bahagia. Mengeluh sedikit, wajar. Tapi tidak menyesal. Lama-lama justru aku lebih bahagia karena bersama anak-anak yang mungkin beban hidupnya belum banyak, ya hehe. Lalu aku resign karena beberapa hal salah satunya aku harus pulang kampung. Di rumah, aku mencari lowongan pekerjaan lagi. Aku mencoba mendaftar di beberapa lowongan yang mendekati dengan latar belakangku sebagai sarjana psikologi dan potensi lain yang aku punya dan yakini. Lagi-lagi aku mendaftar sebagai pendidik. Kali ini di sebuah pondok pesantren usia anak SMA. Aku menyimak hafalan santri dan ikut serta tinggal di asrama. Karena beberapa faktor, aku melepasnya.
Aku kembali merantau di kota kuliahku dulu. Aku mengabdikan diri di pondok pesantren lagi. Sama seperti sebelumnya, aku tinggal di asrama dan menyimak hafalan santri. Kurang lebih 3 kali aku berganti tempat kerja yang ternyata semua sama-sama sebagai pendidik. Betapa dulu aku sangat menolak bercita-cita sebagai guru, tapi dewasa ini aku didekatkan dengan bidang pendidikan sebagai pendidik dan perlahan aku menikmatinya.
"Jangan-jangan ada doa ibuku di sini", begitu pikirku.
Saat itu, ibu memang tidak memaksaku tapi barangkali ada harap dari ibuku yang ia langitkan. Entah hanya sekedar ucapan atau serius dalam doa. Ibu tidak menaruh harap padaku, ia langsung menaruh harap padaNya. Setiap kali aku meminta ijin untuk daftar kerja, ibuku juga tidak pernah berkomentar. Setiap kali aku bercerita jika gaji guru yang terasa kecil, ibuku malah menenangkanku.
Terimakasih, ibu sudah ridho atas segala pilihanku. Terimakasih, ibu untuk doa-doa baikmu. Aku yakin kebaikan dan keberuntunganku saat ini adalah karena doamu.
3 notes · View notes
jurnalweli · 2 months
Text
Menuju 1 Tahun
Masih tak menyangka bahwa Allah memberiku nikmat hidup hingga saat ini dan merasakan ibadah terpanjang di sisa usia yaitu menikah. Ramadhan tahun lalu aku melahirkan bayi laki-laki. Banyak harapan dan doa baik yang kucurahkan padanya. Tentu harus dibarengi dengan pendidikan yang baik pula dari kami kedua orang tua yang masih terus diupayakan.
Bagaimana kelak nantinya ia, bukanlah menjadi ranah kita orang tuanya.
Beberapa hari lagi akan bertemu Ramadhan, tak terasa waktu berjalan begitu cepat yang berarti anakku juga akan menginjak 1 tahun terhitung berdasarkan tahun hijriyah. Ia lahir pada 16 Ramadhan 1444 H. Tak jarang aku juga mengatakan dengan perasaan haru,
"MaasyaAllah, bayiku udah besar."
Definisi besar ini jika dilihat ketika meletakkannya di atas perlak sudah sangat bertumbuh. Sekarang badannya hampir-hampir memenuhi perlak. MaasyaAllah cepat sekali berlalu. Kenapa demikian perumpamaannya?. Karena aku teringat ketika mengambil foto newbornnya di atas perlak. Kecil, mungil dan tidur. Hehe.
Terkadang, yang lebih aku pikirkan bukanlah tentang pencapaian atau kemampuan anakku
tapi pendidikan apa dan bagaimana yang telah kami berikan padanya.
Jika diingat-ingat lagi pasti masih banyak kekurangan dari kami dalam mendidik anak kami. Tak jarang kami emosi, abai, kesal ketika tangisannya tak kunjung mereda padahal bukan seharusnya bayi ini yang memahami kita tapi kitalah yang memahaminya.
"Nak, kita belajar bareng-bareng lagi ya kedepannya. InsyaaAllah kami akan perbaiki yang kurang," harap-harap cemas dalam hatiku berkata sambil membayangkan rencana-rencana belajar menyenangkan bersamanya.
Lebih dari itu semua, aku bersyukur masih Allah ijinkan untuk bersama-sama suami dan anakku apalagi tak jarang aku menemukan keluarga yang sedang Allah uji kebersamaannya. Yang paling menyedihkan adalah ketika sudah di alam yang berbeda. Semoga Allah kumpulkan mereka yang telah ditinggalkan bersama keluarganya di surga kelak. Aku bahkan tak bisa membayangkannya. Saudara-saudara kita di Palestina adalah contoh paling nyata yang hingga saat ini masih saja dibombardir oleh Israel tanpa henti. Entah terbuat dari apa hati mereka sehingga bisa berperilaku sekejam ini. Allah sebaik-baik pemberi kemenangan kepada Palestina dan yang membalas perbuatan mereka Israel.
"Nak, jadilah hamba Allah yang taat, beradab dan berilmu."
Dari sekian banyak doa dan harapan, barangkali itu adalah pondasi dan yang mewakili. Untuk mewujudkan doa dan harapan itu perlu disertai upaya, ada beberapa hal yang menjadi sorotanku di tahun pertumbuhan anakku selanjutnya.
Tetap memerhatikan pertumbuhan (BB, TB, LK) dan perkembangan (motorik, bahasa, dll)
Ketahui dan kenali tentang fitrah based education sebagai bekal merawat fitrah anak
Atur jadwal bermain bersama yang lebih tersistematis
Tetap apresiasi setiap proses yang ia lalui
Iman sebelum quran, adab sebelum ilmu, ilmu sebelum amal
Sedikit yang menjadi pengingatku ke depannya. Karena parenting bukan hanya tentang mendidik anak tapi yang lebih besar adalah mendidik diri. Setiap proses yang kujalani sebagai ibu adalah proses mendidik diri menjadi sebaik-baik ibu.
Semoga Allah mampukan kita mendidik generasi yang cinta Allah, Rasul dan QuranNya.
1 note · View note
jurnalweli · 2 months
Text
Dosamu adalah Dosaku
Menyambung pembahasan tentang tulisan kemarin yaitu pendidikan terakhir untuk istri. Diperbolehkannya memukul, menjadi peringatan terakhir sebelum yang paling puncak adalah seolah sang suami berkata kepada istri,
"Aku adalah suamimu. Tugasku adalah membimbing kamu ke surga. Jadi, dosamu adalah dosaku. Kalau kamu masih bermaksiat dan aku tetap suamimu, aku dosa maka aku pukul untuk mengingatkanmu."
Tentu diperbolehkan memukul dengan 3 syarat yang disebutkan kemarin. Jika masih belum berubah, yang paling terakhir adalah talak. Talak ada 2 jenis.
Pertama. Talak 1, talak 2 dan talak 3.
Jika suami mengatakan 'kamu saya talak' atau semisal yang maknanya sama seperti 'sekarang kita bukan lagi suami istri' atau 'mulai hari ini saya pulangkan kamu ke orang tuamu' atau yang semisal bermakna sama. Maka, dalam hal ini suami sebagai kepala rumah tangga perlu belajar agama karena perkata talak bukanlah main-main dan jangan bermudah-mudahan dalam mengucapkannya. Jika suami telah mengucapkan talak maka jatuhlah talak 1 bagi istri dan setelahnya berlaku masa iddah.
Masa iddah adalah masa tunggu hingga cerainya sempurna. Masa iddah terhitung 3 kali masa suci perempuan setelah haid. Selama masa iddah, istri tidak boleh keluar rumah. Meskipun telah talak tapi ia masih terhitung istri. Istri juga tetap tinggal di rumah suami sebab barangkali dalam menunggu 3 kali suci istrinya sadar kembali. Hal inilah merupakan pendidikan sang suami.
Jika sebelum 3 kali suci, suami dan istri baikan misal dengan perkataan 'kita balikan yuk' atau 'mulai hari ini kita suami-istri lagi yuk' atau dengan suami mengajak berhubungan badan maka itu sudah terhitung rujuk.
Jika setelah rujuk ternyata timbul pertengkaran suami-istri lagi dan suami menjatuhkan talak lagi maka terhitung talak 2. Berlaku kembali masa iddah. Apabila dalam masa iddah dan menunggu 3 kali suci suami-istri baikan dan balikan dengan perkataan atau ajakan yang semisal seperti di atas maka terhitung rujuk. Jika ternyata terjadi prahara rumah tangga lagi dan suami menjatuhkan talak lagi maka sudah genap terhitung talak 3. Sudah sempurnalah cerai di sini dan tidak bisa rujuk lagi kecuali dengan 1 hal. Yaitu mereka harus menikah dengan pasangan yang baru lalu cerai dan hal ini tidak boleh disengaja atau disetting.
Lain hal dengan perkara ini. Jika semisal suami menjatuhkan talak kemudian selama masa iddah tidak ada niat baik untuk kembali hingga tercapai 3 kali suci maka terhitung sempurna perceraiannya. Mereka tidak lagi sebagai suami-istri. Jika sebelumnya istri masih diperkenankan untuk tinggal bersama maka jika sudah sempurna perceraiannya, mereka harus pisah rumah. Jika suatu saat laki-laki tadi ingin kembali lagi dengan perempuan tersebut maka harus dengan akad lagi. Tidak bisa hanya sebatas perkataan rujuk.
Kedua. Langsung talak 3.
Jenis kedua ini apabila seorang suami berkata 'saya talak 3 kamu' maka sudah terhitung talak sempurna.
Talak bukanlah merupakan hal yang haram dilakukan tapi talak merupakan hal yang dibenci oleh Allah. Maka, ibadah menikah yang menjadi ibadah terpanjang di sisa usia sangat perlu diupayakan untuk menggapai sakinah, mawaddah wa rahmah dengan semangat belajar selalu. Semoga dengan ilmu menjadikan kita semakin taat kepadaNya.
Semoga Allah mampukan dan kuatkan kita untuk menyemai cinta dengan mengharap ridhoNya di dalam rumah tangga yang penuh berkah ini dan kita dijauhkan dari godaan jin yang tidak pernah lelah menggoda suami-istri. Aamiin.
0 notes
jurnalweli · 2 months
Text
Pendidikan Terakhir Untuk Istri
Aku tertarik dan penasaran ketika muncul judul tersebut di beranda youtubeku, "Pendidikan terakhir? Apa ini? Belasan menit pula, tonton aah." Sebelum sampai pada pembahasan yang ingin kutulis juga di tulisanku kali ini sebagai ilmu dan pengingat diri, apakah teman-teman sudah bisa menebak? Cluenya adalah karena disebutkan bahwa untuk istri maka tentunya pendidikan ini hanya bisa didapatkan dalam pernikahan dari suami untuk istri. Dan hal ini penting untuk diketahui oleh suami dan istri agar tidak menyepelekan betapa sakralnya akad yang terucap dan mulianya kehidupan rumah tangga. Ibadah terpanjang ini memang haruslah dijalani dengan serius dalam menggapai ridho Allah.
Disclaimer, apa yang aku tulisankan adalah rangkuman berdasarkan yang aku pahami terhadap apa yang Ustadz Felix Siauw sampaikan pada video ini. Teman-teman juga bisa menyimak sendiri, ya.
youtube
Dalam pernikahan, pendidikan awal ketika suami mendapati istrinya bermaksiat adalah berbicara yang baik dengan menasehati istrinya. Perlu hati yang besar dan kesadaran dari suami bahwa barangkali kesalahan istri adalah karena suami gagal mendidik istri. Tidak mudah memang, tapi intropeksi diri sang suami ini mungkin untuk dilakukan. Bicaralah dengan baik dan lembut kepada istrimu. Fokusnya istri ada pada telinganya dan bukan matanya maka kunci utamanya adalah bicara baik dan lembut, bukan marah ataupun mengamuk. Jika hal itu terjadi, jangan heran jika berdampak pada hubungan yang menjadi tidak baik. Namun, apabila suami mampu menasehati dan memberi pengertian dengan lembut atas izin Allah hati istri akan mudah luluh.
Kalau masih belum bisa berubah lebih baik, masih maksiat, belum bisa diyakinkan dan masih marah, lakukan cara selanjutnya yaitu pisah tempat tidur. Berikan waktu kepada istri untuk merenungi kesalahan yang telah ia lakukan dengan batas maksimal adalah 3 hari.
Jika masih saja belum menemukan titik terangnya maka selanjutnya adalah menunjuk hakim untuk masing-masing yaitu suami sendiri dan istri sendiri. Dua hakim ini kemudian saling berbicara untuk mencari penyelesaian secara objektif yang perlu disepakati oleh suami-istri untuk dijalankan.
Jika ternyata sampai cara ini belum ada perubahan, selanjutnya adalah boleh memukul istri. Hah?! Dengan syarat tidak boleh di area wajah, tidak boleh berbekas dan tidak boleh menyakitkan. Memukul adalah cara terakhir sebelum satu hal lagi. Sebagai bentuk dan harapan sang istri akan mampu berubah. Pukulan ini seolah berbicara bahwa yang dilakukan istri sudah sangat salah.
Dan selanjutnya adalah pendidikan terakhir yang sempat aku singgung di awal. Apakah itu? Iya, talak. Wahai para suami, janganlah kamu bermudah-mudahan mengucapkan kata talak baik secara tersurat ataupun tersirat yang bermakna sama atau semisal bahkan hanya bercanda. Ada 3 hal yang bercandanya adalah serius yaitu nikah, talak, dan rujuk.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
ﺛﻼﺙ ﺟﺪﻫﻦ ﺟﺪ ﻭﻫﺰﻟﻬﻦ ﺟﺪ : ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻭﺍﻟﻄﻼﻕ ﻭﺍﻟﺮﺟﻌﺔ .
“Ada 3 hal yang seriusnya serius, dan bercandanya dianggap serius, yaitu : nikah, cerai, dan rujuk.”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Pernikahan merupakan ikatan suci bagi laki-laki dan perempuan yang Allah takdirkan bersatu. Ibadah panjang ini perlu dikuatkan dengan semangat belajar dari masing-masing agar menjadi sebaik-baik pasangan seperti yang Allah mau. Pembahasan kali ini mengingatkan istri untuk belajar taat terhadap suami dan tetaplah berada dalam koridorNya. Sedangkan bagi suami, mulutmu adalah harimaumu maka jika terjadi masalah dalam rumah tangga, dinginkan otak terlebih dahulu, tetap jaga kesadaran sehingga tidak bermudah-mudahan dalam mengucapkan talak.
Pembahasan talak kita bahas lain kali, ya. Semoga tidak lupa, hehe. Sekian dan semoga bermanfaat.
0 notes
jurnalweli · 2 months
Text
Lemahnya Mengandung
"Aku jarang banget sakit tapi kenapa ya hamil terasa selemah ini kayak orang sakit padahal ngga ada sakit apa-apa", gerutu seorang perempuan yang tengah hamil muda setelah 3 bulan menikah.
Setelah perempuan ini kontrol kehamilan pertama kali untuk memastikan apakah tespek yang digunakannya benar-benar valid, semua terasa berubah apalagi fisiknya yang tak seoptimal biasanya. Padahal sebelum ia melakukan kontrol, semua terasa biasa saja.
"Ada keluhan, Mba? Mual muntah?", tanya seorang perawat ketika screening awal kontrol kemarin.
"Tidak ada, Mba," jawabnya. Namun ternyata jawaban itu tak bertahan lama. Esoknya semua berkebalikan.
Meski begitu, karena ia masih bekerja di ranah publik di sebuah sekolah dan selama fisiknya masih bisa diajak kerjasama maka ia tetap masuk sekolah meski ia menjadi tidak kuat untuk berdiri lama-lama ketika sedang mengajar. Begitupun dengan teriak, jika ia mengeluarkan volume cukup keras maka akan memicu mual dan pusing. Hingga suatu ketika ia memutuskan resign dari tempat kerjanya karena sempat mengalami pendarahan yang membuatnya cukup panik karena ini adalah kehamilan pertamanya. Bersyukurnya, pendarahan ini hanya sejenak dan ketika esoknya kontrol ke obsgyn masih terbilang aman. Hanya diberi obat penguat kandungan, diminta bedrest dan melakukan pemantauan.
Hari-harinya banyak digunakan di atas kasur untuk meminimalisir segala kemungkinan terburuk. Bersyukurnya lagi, suaminya sangat meminta istrinya untuk istirahat saja. Urusan rumah tangga banyak diambil alih oleh sang suami. Tak jarang sebelum suaminya memasak selalu bertanya terlebih dahulu step by stepnya. Ia lebih senang mendengar resep istrinya daripada resep dari youtube. Sejak saat itu ia mulai mahir memasak hingga memiliki keingan untuk memberi warna baru dari masakannya. Ia mulai nyaman berteman dengan dapur. Sejak merasakan mual dan muntah, Mba Ari yang sedang hamil muda itu lebih menyukai masakan hambar atau yang tidak memiliki rasa yang kuat di lidah. Maka hampir setiap harinya ia dan suaminya makan sop lagi dan lagi.
"Mau makan apa, sayang?", tanya suaminya padanya.
"Kalau sop lagi Aa bosen ngga? Soalnya kayaknya sekarang aku lebih suka yang ngga kuat rasanya. Tumis, santan, balado aku ngga mau", jawabnya sambil memikirkan menu selain sop.
"Enggak, kok. Sayang ngga bosen?"
"Enggak, ngga papa."
Atau kadangkala jika suami tidak memasak, maka mereka akan membeli sayur dan lauk siap makan di warung sekitar rumah. Lagi-lagi tetap dengan syarat yang sama. Rasa yang tidak strong di lidah.
Kalau dihitung, di kehamilan pertama Mba Ari ini ia tidak menyentuh urusan rumah tangga hampir selama trimester pertama hingga awal trimester kedua. Masuk bulan kelima kehamilan barulah ia menyentuh urusan dapur dan mulai memvariasikan masakan selain sop. Ia juga mulai bisa makan dengan nyaman, nikmat dan lahap.
"Ternyata bener ya kata Al Quran yang bilang ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah," Mba Ari berusaha merenungi hikmah kehamilannya agar tak sering berkeluh kesah seolah paling menderita.
Berikut firmanNya pada QS Luqman ayat 14 yang berbunyi
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٖ وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيۡكَ إِلَيَّ ٱلۡمَصِيرُ
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Akulah kembalimu."
0 notes
jurnalweli · 2 months
Text
a Day in My Life : ke Bazar Buku
Pagi tadi kami pergi ke sebuah toko buku murah yang kami dapatkan informasinya dari seseorang yang membagikan ceritanya di instagram. Semesta buku, namanya. Kami menempuh jarak yang cukup jauh yaitu sekitar 30 menit. Aku tak heran karena setiap kali bepergian di Jogja dari satu tempat ke tempat yang lain kurang lebih menghabiskan waktu selama itu. Semakin terasa lama karena melewati ring road dan jalanan besar lainnya. Meski begitu, sejauh apapun tempatnya masih tetap kami datangi dan meskipun hanya 20 menit pun bagi kami sudah terasa lama, hehe.
Bazar buku ini diadakan di salah satu penerbit buku yang cukup terkenal yaitu Gramedia. Buku-buku yang dijualnya pun kebanyakan adalah dari penerbit dan kelompok penerbit tersebut. Aku pun baru mengetahui ada kelompok penerbit Gramedia ketika sedang memilah-milah buku dan ternyata cukup banyak. Aku tidak mengingat apa saja nama-namanya. Aku tertarik untuk datang ke bazar tersebut apalagi kalau bukan karena murahnya. Harga yang dipasang sangat jauh dari harga aslinya. Mereka menggunakan harga range misalnya harga buku asli 0-30.000 dijual dengan harga 5.000, buku dengan harga asli 100.000-165.000 dijual dengan harga 30.000. Selain itu ada juga buku yang menerapkan sistem diskon sekian persen saja untuk buku tertentu. Penerapan sistem potongan ini tidak berlaku di semua buku, jika teman-teman ingin tahu lebih bisa coba datang saja, hehe. Pameran buku ini masih berlangsung hingga 3 Maret 2024.
Kami, aku dan suami melakukan perjalanan bersama anak kami yang masih bayi. Sebelum ke lokasi Semesta Buku kami menyempatkan untuk belanja bulanan terlebih dahulu. Setelah itu kami mampir ke rumah sebentar untuk menaruh barang belanjaan tersebut dan menyempatkan untuk memasak nasi terlebih dahulu agar sepulang dari bazar buku kami bisa langsung menyantap makan siang. Kami memang tidak berekspektasi macam-macam tentang lokasinya dan ternyata sesampainya kami di sana bazar buku tersebut sangat padat dan penuh.
Kami baru masuk saja sudah terlihat padatnya. Pergi ke sana, kami tidak mengincar untuk membeli judul buku tertentu sejak di rumah. Murni untuk ingin melihat langsung dan mencari di tempat. Kami pun langsung memasuki hingga bagian ujung. Apa yang dirasakan? Padat, penuh, sesak, mengantri. Mungkin karena ini weekend jadi seramai ini. Buku-bukunya pun ada dalam masing-masing kotak buku yang ketika kami sampai di sana sudah sangat tidak beraturan yang membuat kami sangat pusing memilihnya. Akhirnya kami hanya berkeliling sejenak melihat-lihat sebentar lalu keluar. Kondisi tersebut membuatku kehabisan energi setelah bertemu dengan banyak sekali manusia. Iya, jiwa introvertku meronta-ronta, haha. Aku merasa kelelahan dan kehabisan tenaga. Kami pun memutuskan untuk pulang tanpa membeli buku.
Jika dibandingkan antara waktu perjalanan yang kami tempuh dengan keberadaan kami di sana lebih lama perjalanannya. Seolah baru menginjakkan kaki di tempat kami pun langsung kembali pulang. Sudahlah menghabiskan jarak tempuh yang cukup jauh ditambah padatnya bazar buku tersebut dan rasa lapar yang melanda membuat kami semakin merasa lelah. Dan di tengah perjalanan hujan turun dengan derasnya. Beberapa belas kilometer sebelum sampai rumah kami mampir membeli ketoprak sebungkus berdua, ea. MaasyaAllah, perjalanan kali ini sangat menguji mood kami tapi bersyukurnya tidak ada penyesalan, saling menyalahkan ataupun menunjukkan raut muka yang tidak enak. Kami menikmatinya
0 notes
jurnalweli · 2 months
Text
Tantangan Ekonomi IRT
Sebagai seorang perempuan yang masa singlenya banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan bekerja lalu kemudian memutuskan untuk menjadi IRT tentu tidak mudah. Ia meninggalkan pekerjaannya yang mungkin adalah cita-citanya dulu, ia tak lagi mendapat setoran rutin dengan nominal pasti bernama gaji, ia juga merelakan meninggalkan teman-temannya demi mengurus keluarga, ia perlu meyakinkan diri bahwa rejeki sudah tertakar dan tidak akan tertukar, ia perlu belajar percaya dengan suami pemegang tanggung jawab nafkah keluarga, dan tantangan lainnya. Apakah mudah? Tidak bisa dipukul rata untuk semua perempuan. Ada yang merasa mudah dan ada yang merasa berat hati.
Lalu, bagaimana IRT memandang tentang perekonomian keluarga? Apakah kita perlu memberdayakan diri dengan menghasilkan uang juga? Apakah pernah khawatir dengan keuangan keluarga? Apakah pernah terpikirkan jika nantinya kita akan ditinggal pergi suami baik oleh kematian atau perceraian padahal kita tidak perlu menunggu keduanya karena bisa jadi Allah uji dengan kondisi seperti yang dialami oleh sosok perempuan yang satu ini?
Ada beberapa insight yang aku dapatkan setelah menonton obrolan oleh Mba Addien sebagai pembawa acara dan Mba Tiara sebagai narasumber. Video ini berdurasi sekitar 40 menit. Jika didengarkan untuk menemani menyelesaikan pekerjaan domestik yang ringan tidak akan terasa lama, hehe.
Mba Tiara adalah seorang IRT 6 tahun yang kemudian harus menjadi tulang punggung keluarga karena sang suami sakit. Mba Tiara dan suami telah dikaruniai 3 orang anak. Sebelum menikah, Mba Tiara bekerja di sebuah bank syariah lalu memutuskan resign setelah mengetahui hamil karena kondisinya lemah saat itu. Setelah resign ternyata Mba Tiara mengalami keguguran. Singkat cerita, Mba Tiara dihadapkan dengan kondisi suami yang sakit pasca kecelakaan. Berikut yang menjadi pengingat untuk diriku sendiri :
Mba Tiara masih tetap berpikir positif atas apa yang dialaminya. Kecelakaan suaminya adalah momentum untuk mengetahui penyakit suaminya yang sudah lama diderita tapi belum diketahui diagnosanya karena ternyata termasuk penyakit langka jenis autoimun.
Bagi Mba Tiara yang akhirnya mengharuskan diri untuk banyak berkiprah di luar rumah karena menggantikan suami justru ia melihat hal ini sebagai kesempatan untuk memberdayakan diri setelah 6 tahun banyak di rumah saja.
Mereka meyakini bahwa dibalik segala ujian yang Allah berikan sudah sepaket dengan solusinya. Begitupun yang dirasa, dibalik kesulitan pasti ada kemudahan dibaliknya. Allah memberi ujian pun pasti sudah terukur sesuai dengan kemampuan hambaNya. Siapa sangka dibalik suami yang sudah tidak bekerja, Allah menuntun Mba Tiara untuk membagikan cerita menunggu suami di rumah sakit dan mendapat banyak perhatian dari teman-teman mereka sehingga banyak yang berkunjung dan memberi donasi. Padahal niat awalnya hanya untuk membagikan cerita tentang apa yang dilakukan Mba Tiara ketika bosan menunggu di rumah sakit tapi Allah yang mengetuk pintu hati teman-temannya sehingga turut membantu. MaasyaAllah.
Rejeki tidak hanya tentang nominal. Selain yang berupa nominal pun merupakan rejeki seperti teman yang baik, anak-anak yang sehat, istri/suami yang sholeh, dll.
Dengan adanya masalah atau ujian membuat kita untuk terus bertumbuh karena dari situ kita akan berusaha untuk mencari solusi.
Roda kehidupan bahagia dan sedih akan terus berputar, tidak selamanya kita di atas pun sebaliknya. Jika sedih, terimalah sedih itu sambil mengatur ritme kehidupan. Ibarat waktu 1 jam tidak akan kita gunakan untuk mengerjakan tugas, mungkin akan kita sela dengan bermain HP sejenak. Begitupun juga hidup.
Percaya pada takdir Allah. Kita tidak pernah meminta untuk diberikan ujian berat tapi ketika kita dihadapkan dengan ujian itu fokuslah pada bagaimana cara menjawabnya karena nilai ujian sekolah dilihat bukan dari apa pertanyaannya tapi bagaimana jawabannya.
Kendalikan dan lakukan apa yang menjadi ranah kita. Komentar orang tentang kehidupan kita pasti ada. Jika kita tidak bisa menutup mulut semua orang, maka cukuplah kita menutup telinga kita.
Sekian. Teman-teman bisa tonton fullnya, ya. Semoga bermanfaat.
0 notes
jurnalweli · 2 months
Text
Stag
Tulisan hari ini entah tentang apa, aku hanya ingin curhat tipis-tipis, haha. Sejujurnya 3 hari terakhir ini aku mulai kehabisan ide untuk menulis. Meskipun belum ada ide tapi aku tetap ingin mengumpulkan setoran tulisan dari kelas yang aku ikuti, KLIP. Sehingga jadilah tulisan yang yaaa begitulah. Kalau teman-teman membaca mungkin akan terasa bedanya dan terlihat memaksa meskipun memang sejak awal aku masih harus banyak belajar tentang kepenulisan. Aku masih sangat ingin untuk tetap menulis dan menyetorkan setiap harinya. Jika pun aku tidak mengumpulkan itu adalah karena alasan seperti ngantuk berat hingga ketiduran seperti beberapa kali terjadi. Alasan selain itu aku tetap ingin mengusahakannya semampuku sekalipun kehabisan ide, haha.
Sebenarnya ada tema pekanan yang bisa digunakan untuk tema tulisan tapi lagi-lagi aku belum dapat poin yang ingin kutuliskan seolah tak ada gambaran ataupun pengalaman terhadap tema tersebut. Tema pekan ini adalah tradisi keluarga. Kalau diingat-ingat kok aku tidak mengingat baik tradisi keluarga, ya. Tapi aku merasa bahwa aku memang tidak lahir dari keluarga yang hangat. Keluarga hangat yang kumaksud adalah yang memiliki family time rutin, waktu dan ruang diskusi baik hal serius maupun tidak, waktu makan yang harus satu meja, dll. Maka tentang tradisi keluarga seperti itu aku tak mengingatnya. Aku hanya terbayang akan tradisi lebaran ketupat atau biasa dijuluki 'bodho kupat' pada H+7 lebaran idul fitri yang rutin diikuti ibu. Ibu memasak lontong sangat banyak lalu aku bertugas membagikannya kepada tetangga dan beberapa orang memberi timbal balik berupa uang. Tidak dipungkiri aku sangat senang mendapat tambahan angpau. Tapi kalau perayaan spesial ataupun ucapan selamat ulang tahun di hari ulang tahun masing-masing dari kami pun tak ada. Ya, meski begitu aku tetap bersyukur.
Kembali ke tak ada ide tadi, ya. Hal itu yang membuatku mengakhirkan menulis. Di Februari aku belajar untuk menulis dengan menyicil di waktu sela ketika menemani anak tidur. Nah, ketika bosan dan kehabisan ide seperti ini membuatku mengulur waktu menulis sembari tetap mencari ide tema yang tetap saja tak kunjung datang. Akhirnya aku menulis tanpa menghadirkan kesadaran yang utuh atau bahasa gaulnya adalah mindful.
Aku tidak menyerah, aku tetap mencari beberapa inspirasi ide dari google, buku, youtube, ataupun pengalaman sehari-hari meskipun hasilnya tetap saja. Nihil. Maka, ini adalah salah satu contoh tulisannya. Curhat colongan di tumblr. Haha
Apa yang ingin kusampaikan dari apa yang kutulis?
Entahlah. Maaf, ya.
Apakah teman-teman ada saran?
1 note · View note
jurnalweli · 2 months
Text
Bun, kurang lebih satu setengah bulan lagi anak laki-laki pertamamu akan menginjak usia 1 tahun. Bagaimana rasanya menjadi ibu dan memutuskan full time mom at home?
Bun, hampir setengah jalan kamu menyusui anakmu secara langsung. Ingatkah perjuangan untuk bisa mengasihi dengan nyaman dan bahagia? Apakah kamu masih ingin mengupayakan setengahnya lagi? Menyusui adalah perintah Allah, jika lillah insyaaAllah bernilai ibadah, bukan?
Bun, hampir 1 tahun ini sudah sangat terlihat perbedaan kemampuan anakmu dalam menggerakkan tubuhnya, ya. Saat baru lahir ia banyak tidur sampai-sampai kamu kesulitan membangunkannya namun sekarang ia sudah mampu eksplorasi rumah dan mulai mengacak-acak rak bukumu ya, Bun. Apakah ia bisa dengan sendirinya? Bagaimana kamu membersamai agar motoriknya berkembang dengan baik? Apakah kamu juga masih sering membandingkan pencapaian perkembangan anakmu dengan anak orang lain? Apakah tumbuh kembangnya sesuai dengan usianya?
Bun, sekarang sedang di fase MPASI. Bagaimana perjalanan MPASInya? Apakah ia juga sempat tidak mau makan, tutup mulut atau melepeh makanan? Khawatir ya bun jika gizinya tidak terpenuhi? Tapi sekarang aman, bukan?
Bun, perjalanan ke depan masih sangat panjang, ya. Siap untuk menghadapinya kembali?
Masa golden age adalah momentum yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin karena otak anak berkembang pesat. Dan 2 tahun awal adalah masa krusial. Apa yang akan kamu persiapkan ke depannya? Rasanya banyak yang harus dilakukan, ya. Tapi yakinlah bahwa Allah selalu bersamaMu, mintalah kekuatan dan kesabaran yang luas dalam mendidik amanah Allah sesuai fitrahnya.
Bun, apakah kamu cukup untuk menjadi sebaik-baik orang tua. Sudah cukupkah kamu untuk menjadi teladan lagi bagi anak-anakmu? Apa yang kamu memiliki itu?
Bun, apakah kamu telah memiliki kurikulum yang jelas untuk anakmu agar ia mendapat pendidikan yang tepat sejak dini?
Bun, mungkin sudah banyak hal yang kamu upayakan dalam mendidik anak menjadi pribadi yang baik namun jika hasilnya tak sesuai dengan ekspektasi, apakah kamu siap, bun? Apa yang akan kamu lakukan?
Bun, ada yang lebih penting dari sekedar mempertanyakan dan menyusun pendidikan anak yaitu dengan bersegera melakukan segala rencana karena jika hanya dalam angan semuanya tetap nihil.
Semoga Allah mampukan, ya. Semangat, bun!
0 notes
jurnalweli · 2 months
Text
Menggali Hikmah dengan Journaling
Satu jam sebelum jam cinderella Allah membangunkanku setelah sebelumnya aku ketiduran ketika menemani anak untuk tertidur kembali dari bangunnya. Dan ketika bangun aku masih teringat tentang pekerjaan yang belum selesai dikerjakan karena ketiduran. Yang menarik adalah aku agak terkejut ketika bangun karena ketiduran dan langsung membayangkan bahwa aku belum membuat tulisan KLIP hari ini. Setelah melihat jam di HP, aku pun beranjak dari tempat tidur untuk menulis. Satu jam lagi sebelum jam cinderella, insyaaAllah masih cukup waktu untuk mengupayakan.
"Aku harus bangun tapi aku mau sholat dulu ah karena aku belum sholat", batinku tak lama dari bangun. Lalu aku pun turun dari ranjang dan mengambil mukena. Suamiku pun masuk ke kamar.
"Masih ada 1 jam lagi sebelum jam 12, aku mau nulis tapi aku mau sholat dulu", kataku.
"Loh, bukannya tadi udah sholat?", dengan sedikit tertawa dan memberi pelukan kecil suamiku pun mengingatkanku bahwa aku sudah sholat isya.
"Loh iya ta?", aku bertanya sambil mengingat.
"Oiya, aku udah sholat", seketika teringat dengan cepat bahwa usai adzan isya tadi aku langsung menunaikan sholat.
"Alhamdulillah", aku pun keluar kamar dan menuju kursi belakang untuk mulai menulis.
Satu kata, dua kata sampai akhirnya satu kalimat terangkai. Kalimat kedua. Hapus semua. Sejujurnya aku belum ada ide tema tulisan apa yang akan disetorkan hari ini. Bahkan untuk menuliskan apa yang terjadi hari ini pun seolah tidak ada yang menarik. Tapi aku teringat kembali ketika aku menuliskan apapun tentang apa yang terjadi hari ini aku jadi lebih memaknai apa yang terjadi hari ini. Respon-respon yang muncul ketika dihadapkan dengan situasi apapun bisa menjadi pelajaran untuk ke depannya. Ketika akan menuliskannya, aku seolah kembali mengurai berdasarkan munculnya kejadian dan responku terhadap kejadian tersebut. Respon baik maupun buruk tetap bisa kita ambil sebagai pelajaran. Ketika menulis otak diajak kembali merenungi apakah respon terhadap kejadian tadi tepat atau tidak yang akhirnya mengajakku untuk menjadi manusia penuh syukur dan ingin mengupayakan yang lebih baik ke depannya.
Meski aku tak tahu pasti konsep journaling tapi bagiku proses dari menulis ini bisa dianggap demikian.
Kuncinya adalah aku belajar memaknai dan menghadirkan diri secara utuh setiap detik waktuku.
0 notes
jurnalweli · 2 months
Text
Terimakasih, Dakaru
Dakaru adalah suatu program dari Keluarga Pembaharu.
Kami mengikuti Dakaru di usia pernikahan kami yang masih sangat muda yaitu menuju 2 tahun. Kami sadar masih banyak kurangnya dalam menjalani rumah tangga yang penuh dinamika. Kami juga sadar akan kurangnya dalam merealisasikan visi misi yang telah kami bicarakan di awal-awal pernikahan yang masih belum sampai titik hingga saat ini. Ternyata, bagi kami mendiskusikan arah pernikahan ini butuh waktu panjang. Pikiran dan sudut pandang yang berbeda serta keinginan yang beragam perlu ditarik titik tengahnya agar sama-sama nyaman sebab ini bukan lagi tentang mimpi masing-masing melainkan telah menjadi mimpi bersama. Mimpiku adalah mimpimu dan mimpimu adalah mimpiku, begitu kiranya. Karena pernikahan adalah bagian dari ibadah terpanjang maka cita-cita jangka panjang adalah bersama meraih ridhoNya menuju surga.
Karena Dakaru,
Kami jadi memiliki waktu bersama satu keluarga yang meskipun singkat namun berkualitas.
Menjadi momentum untuk ngobrol berdua karena si bayi belum bisa diajak berdiskusi, hehe. Kami mengobrol bersama dengan suasana yang nyaman membicarakan tentang arah hidup keluarga. Meskipun hanya 1 jam, kami merasa tercukupi.
Karena Dakaru,
Jujur saja, kami memiliki keinginan untuk merealisasikan misi dengan rapi tapi satu dan lain hal kami merasa kesulitan harus memulai darimana sehingga tak jarang arahnya menjadi tidak jelas dan tak tertuju pada tujuan. Kami masih merasa menjalaninya seperti air mengalir. Kami ingin lebih serius lagi. Dan di sini
kami jadi memiliki gambaran bagaimana memulainya.
Maka, mulailah dari yang sederhana. Teman-teman bisa intip penjelasan lebihnya pada judul "Menyusun Project Keluarga" atau klik saja hastag Dakaru di bawah ini.
Karena Dakaru,
Kami bisa saling sharing pengalaman berumah tangga dari keluarga lain tanpa saling membuka aib. Sudut pandang kami jadi terbuka semakin luas apalagi usia pernikahan kamilah yang paling muda diantara 9 keluarga lainnya. Setiap keluarga memiliki perjalanan masing-masing. Setiap keluarga memiliki ujiannya masing-masing. Mereka mampu melewatinya tentu atas pertolongan dariNya. Meski kami hanya mengetahui cerita kulitnya saja, tapi
kami banyak belajar bahwa kami tetap harus saling berpegangan tangan dengan apapun yang terjadi di depan tanpa melupakan untuk selalu meminta petunjukNya.
Karena Dakaru,
Seperti yang disebutkan pada blog sebelum ini yaitu "Surat Cinta Untuk Dakaru". Kekhawatiranku terhadap mengajak bayi mengikuti kegiatan orang tuanya ternyata tidak semenyeramkan itu. Tentu banyak hal yang menjadi pertimbangan termasuk bagaimana kegiatannya, berapa lama, dimana tempatnya, apakah ramah anak atau tidak dan lain-lain. Tapi dari sini kami jadi belajar untuk mempersiapkan keperluan bayi dengan membuat list apa yang harus dibawa.
Kami jadi bekerja sama satu sama lain karena tak jarang bayi cranky ketika persiapan.
Karena Dakaru,
Proses mengenal satu sama lain akan terus berjalan hingga nanti. Dengan mengikuti kegiatan bersama ini menjadi wadah saling mengenal lagi dan lagi. Dalam proses sebelum menuju Dakaru tak jarang akan bertemu dengan kejadian yang tidak diprediksi yang akhirnya memunculkan respon yang tidak biasa dari kami.
Konflik terjadi tapi memaafkan harus diutamakan. Komunikasi tak boleh abai karena diam bukan solusi.
Tumblr media
Terimakasih Dakaru, kami bertumbuh.
Tak lupa. Terimakasih untuk suamiku yang sudah berkenan mengikuti kegiatan ini setiap bulannya dan mengusahakan yang terbaik. Perjalanan bertumbuh kita masih panjang. Kita lanjutkan lagi, ya.
0 notes
jurnalweli · 2 months
Text
[Surat Cinta Untuk Dakaru]
Dear Dakaru,
Aku sempat merasa ragu di awal karena khawatir bayiku tidak cukup mampu mengikuti kegiatan orang tuanya yang katanya hanya 1 jam itu. Ternyata bayiku tenang saja dan tak terasa kegiatannya terkadang menghabiskan lebih dari 1 jam.
Siapa lagi kalau bukan Allah yang menenangkan bayiku. Siapa lagi kalau bukan Allah yang menenangkan kami berdua jika bayiku tiba-tiba rewel.
Dear Dakaru,
Aku sempat khawatir karena mengikuti Dakaru di saat bayiku berusia 5 bulan. Tandanya 1 bulan lagi akan MPASI sedangkan aku merasa banyak belum siapnya saat itu. Tapi ternyata menyediakan dan membawa bekal MPASI tidak semerepotkan itu terlebih bayiku juga masih minum ASI. Aku juga bisa memilih untuk membawa cemilan aman, aman dalam artian tidak perlu repot penyimpanan dan memikirkan tahan lamanya. Jika tidak mau repot buah adalah kuncinya.
Dear Dakaru,
Aku sempat khawatir akan jam tidur dan makan bayiku yang tidak teratur nantinya. Tapi tak apa aku siap dengan kondisi tidak ideal. Bayiku juga tetap bisa tidur di perjalanan dan terbangun ketika sampai tujuan. Bayiku juga tetap bisa makan kudapan di tempat jika ia mau dan makan berat ketika sampai di rumah. Waktu kegiatan tidak semengganggu itu. Selain itu, aku juga berharap ketika di tempat kegiatan bayiku bisa tidur, tapi nihil. Bersyukurnya ia terlihat menikmati dan tenang.
Siapa lagi kalau bukan Allah yang membuatnya nyaman.
Dear Dakaru,
Banyak keraguan dan kekhawatiran di awal ketika memutuskan ikut Dakaru. Untuk lebih menenangkan kubertanya kesana kemari bagaimana gambaran kegiatannya. 1 jam bagiku tak lama, mungkin menghabiskan total sekitar 2 jam jika perjalanan dan lain-lainnya dihitung. Kekhawatiran terbesar adalah karena membawa bayi, ini anak pertama dan tentunya menjadi adaptasi pertama berkegiatan dengan bayi. Tentang menyusui, MPASI, jam tidur, tiba-tiba rewel, BAB di tempat dan lain-lain. Ternyata dari sekian banyak kekhawatiran tersebut yang terjadi hanya sedikit.
Maka percayalah padaNya, pada anakmu dan pada dirimu.
Lebih-lebih aku merasa nyaman membawa bayi di kegiatan ini karena memang ramah anak-anak. Aku tak perlu takut bayiku akan mengganggu. Karena ini adalah program keluarga.
Dear Dakaru,
Aku sempat khawatir jika ada momen yang mengharuskan aku dan suami untuk berdiskusi serius sedangkan bayiku rewel. Tapi ternyata nihil. Kami bisa berdiskusi dengan nyaman sedangkan bayi kami sedang memerhatikan sekitar tanpa rewel.
Dear Dakaru,
Meskipun kegiatan telah berlangsung beberapa pertemuan, aku masih sering merasa ragu terhadap suami. Aku merasa kegiatan ini adalah keinginan sepihak, hanya aku yang ingin. Ini adalah kegiatan pertama bagi kami berdua. Kegiatan yang harus diikuti oleh suami dan istri. Kegiatan yang mengharuskan full team anggota keluarga hadir. Tapi ternyata dengan kami selalu hadir dan tidak pernah absen adalah lebih dari cukup bahwa suami juga ingin. Ditambah dengan segala hal yang suami upayakan sebelum, ketika dan setelah kegiatan berlangsung. Pulang Dakaru pun lebih bahagia.
Dear Dakaru,
Beberapa kali aku dan suami sempat sedikit bermasalah sebelum berangkat kegiatan tapi kami harus cepat untuk saling memaafkan dan ikhlas lalu kembali mengobrol dengan nyaman lagi, hehe.
Dear Dakaru,
Meskipun banyak khawatirnya tapi aku percaya banyak kemudahan yang datang dariNya. Bukankah kekhawatiran hanya terjadi pada dia yang belum menyerahkan sepenuhnya urusannya pada Allah?
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
0 notes