Tumgik
#masalah orang perfeksionis
journal-rasa · 9 months
Text
Mau dikerjain sekarang,
Atau pun dikerjain nanti.
Intinya tetap sama-sama harus dikerjain, kan?!
Jadi mending kerjain sekarang, sempurnain nanti-nanti.
19 notes · View notes
gizantara · 3 months
Text
Self Awareness (2)
Sebenernya udah pernah ngepost tentang self awareness tapi belum terlalu kupas tuntas. Alasan ngepost ulang soalnya pengen cerita seberapa berdampak self awareness dalam kehidupanku.
Cerita ini bermula waktu aku semester 8 alias semester terakhirku menempuh perkuliahan. Hidupku berjalan agak gila karena masih ngambil 20 SKS (termasuk TA 1 dan TA 2 yang masing-masing 4 SKS). Di semester yang sama juga aku ngajar privat 5 anak berbeda di lokasi yang berbeda (datang ke rumah) dengan jam ngajar hampir 11 jam sepekan alias hampir tiap hari ada jadwalnya. Di situ hidupku udah kaya robot (capek banget gila) tapi aku mematikan semua jenis emosi dan perasaanku karena malas drama. Genre hidupku saat itu hanya boleh romcom alias romusha comedy, hahaha (comedy adalah coping mechanism aku dan teman baikku) jadi hampir ga pernah nangis secapek apapun. Apakah ini bagus? Oh, belum tentu, nanti diceritain di bawah.
Nah, di antara 20 SKS yang aku ambil, ada mata kuliah umum bergenre psikologi yang namanya Manajemen Potensi Diri. Dosen pengampunya adalah psikolog lulusan Psikologi Unpad. Aku excited ngikutin perkuliahannya. Nggak ada materi yang bener-bener diajarkan tapi semua mahasiswa di kelas cuma disuruh nyari inner personal problemnya. Nggak cuma sih, soalnya kita disuruh bikin 3 target yang memiliki jangka waktu untuk kemudian tiap pekannya dievaluasi ketercapaiannya beserta kendala, temuan, improvement, dll. Jadinya tiap pekan kaya muhasabah diri.
Dosen tersebut membagi mahasiswa jadi 5 kelompok utama berdasarkan inner personal problem.
Self Control
Time Management
Communication-Confident
Self-Motivation
Mindset
Kami juga punya kelompok kecil berisikan 3 orang yang disebut buddy untuk saling review target masing-masing. Nah awalnya aku merasa masalah utamaku itu time management (pede banget karena sering ngecap diri sendiri penunda-nunda). Realitanya, separuh benar separuh tidak. Karena as procrastinator, hitungannya aku masih bertanggung jawab. Hampir gak pernah terlambat masuk kelas ataupun ngumpulin tugas. Dengan kesibukan kuliah dan ngajar pun hidupku nggak sekacau balau yang orang pikirin. Artinya, manajemen waktu aku sebenernya ga buruk-buruk amat.
Adapun di momen-momen aku terbiasa menunda, aku mengakui itu memang masalah. Tapi bukan sumber masalah. Jadilah kupakai tools 5 why untuk nyari root problem. Apakah problem di time management itu karena mindsetku yang salah? Di titik itu makin menelusuri kenapa-kenapanya dan jujur capek banget soalnya semua alasan penundaan pernah terjadi di diri aku. Entah itu terlalu perfeksionis, menunggu saat terakhir untuk mengerjakan, malas, memprioritaskan hal lain, menunggu saat yang tepat, maupun moody. Lalu kupikir lagi, lah inimah akarnya bercabang dong? Capek banget.
Sampai akhirnya nemu satu alasan. Alasan dominan aku menunda sesuatu biasanya karena ada hal lain yang lebih ingin atau harus aku kerjakan. Masuknya ke manajemen prioritas dong? Nah tapi prioritas itu soal apa? Biasanya soal sesuatu yang kita sukai. Masuklah aku ke pertimbangan, apakah masalahku di self control ya?
Karena saat itu, aku memang lagi suka-sukanya main satu game (Sky: Children of The Light) dan demen banget scroll twitter dan quora berjam-jam. Oke lah, di pekan itu aku pindah jadi kelompok Self Control. Lalu di pekan yang sama, aku uninstal twitter, quora, dan game tersebut. Kocaknya, 3 target utama yang disetting di awal, masih ga signifikan ketercapaiannya. Salah satunya adalah ngerjain TA. Akhirnya muter otak lagi, kenapa ya TA ini gak maju-maju? Kaya.. iya kok, aku tau dan udah ngeplot apa aja yang harus dilakukan. Otakku nggak mandek kok. Cuma buat eksekusinya itu loh. Padahal aku udah menjauhkan semua hal yang berpotensi bikin aku gak bisa mengontrol kegiatan. Sekarang masalahnya apa?
Sempet mempertimbangkan pindah ke kelompok Self Motivation, tapi kayanya aku nggak se-demot itu. Banyak kok alasan buat dijadiin motivasi, misalnya topik TA yang seru, orang tua, UKT, dll. Jadi aku memutuskan nggak pindah dan bertahan ngulik di masalah Self Control.
Berpekan-pekan berlalu, progres tiap target gak keliatan juga. Sampai di 2 pekan terakhir menuju UAS, bu dosen nyeletuk sebuah kata “self awareness” waktu lagi ngereview inner personal problem seseorang. Aha! Kenapa gak kepikiran ya?
Mulailah dari sana ngulik self awareness itu apa? Bener aja, akhirnya ngerti bahwa aku ga sadar kemampuan diri. Alasan semua targetku nggak ada peningkatan adalah karena aku terlalu sibuk kuliah dan ngajar sampai-sampai tabung energiku habis untuk ngerjain target TA dan target lainnya. Dan bodohnya lagi, aku pun masang target kedua yang idealis yaitu konsisten bikin konten sepekan sekali. Di sana aku gak bisa ngukur diri bahwa untuk bikin 1 konten aja aku harus brainstorm, riset, nulis, dan ngedit. Aku juga gak aware bahwa kapasitas diri aku nggak bisa dipaksa ngerjain banyak hal di satu waktu dengan konsisi yang selalu prima.
Nice movement, akhirnya nemu tuh inner personal problem setelah 5 bulan lebih. Akhir semester banget memang. Tapi itu harta karun berharga buatku. Self Awareness, masalah ini emang nggak termasuk dalam kelompok besar manapun. Tapi ini kuncinya justru. Tanpa kesadaran diri, gak akan ada pertumbuhan. Sederhananya mah, ini tentang kita mendefinisikan titik nol kita, mengukur diri kita. Apa yang kita mau, apa yang kita butuh, apa yang kita tuju, apa yang relevan dengan tujuan, apa yang kita bisa dan tidak, apa yang kita ga suka, apa yang mengancam buat kita, dsb.
Di sini aku baru sadar betapa jeleknya menekan semua jenis emosi. Waktu kelompok Self Control dikasih materi tentang Emotional Agility, wah langsung kena. Relatable pisan! Kelincahan emosi dalam tekanan itu penting. Dan tindakan aku menjadi bottler person yang melarikan diri dari menghadapi emosi justru membuat aku kesulitan menemukan diriku sendiri. Aku ngejalanin kesibukanku tanpa kesadaran apapun. Beneran kaya robot. Tanpa kesadaran diri. Nggak aware dan nggak mindful.
“Bottling is essentially pushing the emotion down. For example, you’re upset with a person. You’re feeling angry because you feel exploited, and what you do is you tell yourself, ‘I’m just not going to go there, and I’ve got to go to work. I’ve got all this other stuff to do.’ And what you are doing is pushing the emotions down. Often you do this with very good intentions. You feel at some level that emotions are locked up in a bottle, and you have all of this other stuff that you can’t do, so you continue to push the emotions into a bottle, per se. While it may feel safer to avoid painful feelings in the moment and bottle them up, it really just ends up hurting you to hold them in. The best way to move through something faster is to face it, not push it down and pretend it does not exist. I always feel a huge sigh of relief when I have the courage to speak my mind.
Trigger yang bikin aku berhenti jadi bottler person adalah waktu aku pulang ngajar, ditanyain mamah, “kamu emang nggak capek?”
Tiba-tiba nangis aja gitu. Semua jenis emosi yang ditampung langsung runtuh, hahaha. Akhirnya aku menghadapi emosiku dan melihatnya sebagaimana adanya. Aku memanusiakan diriku kembali. Dan dari kesadaran tersebut, I’m walking my why and being compassionate. Tipsnya ceunah, kalo mau berhenti jadi bottlers person tuh gini:
Tumblr media
1. Gentle Acceptance Kita perlu menyadari bahwa nggak semua hal bisa kita kontrol. Daripada berusaha menahan emosi yang malah bikin kita makin nggak nyaman, lebih baik menerima emosi dan keadaan yang ada. 2. Compassion Berbaik hatilah pada diri sendiri dan orang lain. Gunakan compassion untuk memberi kita kebebasan dalam mengenali kembali diri kita sendiri, menghadapi kegagalan, dan mengambil risiko yang memungkinkan kita menjadi benar-benar kreatif. 3. Routine Membangun rutinitas yang sehat akan membantu kita mengelola sense of order dan hidup lebih tenang, karena badan dan pikiran kita sangat terkoneksi dengan kesehatan fisik yang akan berpengaruh juga dengan keadaan psikologis. 4. Connection Cari cara untuk memelihara hubungan dengan orang lain, baik saat kamu bisa dekat dengan mereka ataupun saat berhubungan jarak jauh. 5. Courage Menghadapi emosi kadang memang sulit. Namun, kita perlu tau bahwa keinginan untuk menerima dan belajar dari apa yang kita rasakan adalah sebuah keberanian. Identifikasi apa yang penting dan prioritas untukmu untuk menentukan langkah yang akan kamu tempuh. 7. Reset Setelah menentukan prioritas, ada kalanya kamu merasa bahwa yang kamu lakukan sekarang itu kurang tepat. Perhatikan apa yang kamu pelajari tentang dirimu dan biarkan informasi ini menuntunmu ke depan. 8. Wisdom Di ujung sini, kita dapat menyadari bahwa hidup ini memang penuh dengan ketidakpastian dan kita punya keberanian untuk berjalan dengan rasa takut.
Source: Emotional Agility by Susan David
Nah akhirnya penemuan root problem mengarahkanku menemukan solusi komprehensif dari cabang-cabang masalah yang lain juga. See, akhirnya setelah TA-ku terabaikan selama 6 bulan, aku berhasil kebut seminar di bulan Juli dan sidang di bulan Agustus.
“The ultimate goal of emotional agility is to keep a sense of challenge and growth alive and well throughout your life.” — Susan David
Penutup: sedikit kecewa dapat nilai C hanya karena berkas UAS-ku hilang di dosennya bahkan setelah aku kerjakan ulang. Tapi gapapa, yang penting ilmunya sangat membuatku lebih gacor as human being. Udah ah, udah kepanjangan. Tapi temuan dan pemahamanku tentang self awareness belum semuanya dituangkan. Next time deh kalo mood.
— Giza, senang rasanya bisa menemukan dan mengenal dirinya lagi, hahaha.
16 notes · View notes
hilyahkamilah · 2 months
Text
Krisis Kepercayaan Diri
"Hilyah, kenapa tulisanmu gak dibukukan?"
"Hilyah, bahas konselor pesantren di medsos dong!"
Semuanya aku jawab dengan tidak. Aku berkelakar, "Takut jadi terkenal, nanti privasiku terganggu, terus kalo udah serius di medsos nanti aku cari hiburan dimana?"
Hari ini aku menyadari. Perkataanku di atas hanyalah sebuah mekanisme pertahanan diri. Aku menyadari hal ini tidak hanya terjadi kepadaku. Kakak-kakak, adik, sepupu-sepupu, ponakan-ponakanku pun memiliki situasi yang sama. Ah bahkan, aku juga mengamati santri-santri di tempat aku berkhidmah pun memiliki gejala yang sama.
Ini pertanyaan besar, mengapa? Ini juga tugas besar, bagaimana?
Apakah ada kaitannya dengan pola asuh atau pendidikan?
Aku mengamati dan bermuhasabah. Melihat diriku dan orang-orang terdekatku. Kami memiliki gejala yang sama, yakni: perfeksionis, takut salah, takut kalah, dan mengalami krisis kepercayaan diri.
Menuntut segalanya akan berjalan dengan lancar sempurna sehingga kami takut melakukan kesalahan dan kekalahan. Kalau akan tampil sangat tegang, gemetar, deg-degan, sulit tidur, tapi sangat berusaha untuk mempersiapkan diri dan menampilkan yang terbaik.
Hanya saja kami tidak berani tampil kalau kami belum yakin siap atau menguasai suatu hal. Kok kembali lagi sumber masalahnya ingin serba sempurna.
Kata adikku, "Sebetulnya bagus begitu, karena kita jadi berusaha untuk menguasai dan memberikan yang terbaik, dibanding kita jadi orang yang sok tau dan sok bisa."
Aku ingin mengatakan bahwa perkataan adikku juga bentuk mekanisme pertahanan diri. Aku jadi sadar, terkadang aku meragukan orang lain. Apakah energi meragukan akan sampai pada krisis kepercayaan diri? Mungkinkah ini salah satu penyebabnya, diragukan (meski hanya dalam hati).
Pada kajian ramadan di Masjid Attaqwa, Ustadz Khudori menyampaikan bahwa manusia terbagi menjadi 4 (beliau juga mengutip):
Pertama, ada seseorang yang mengetahui sesuatu, ia sadar bahwa ia mengetahui sesuatu, maka kita perlu meminta nasihat darinya. Kedua, ada orang yang mengetahui sesuatu, tetapi ia tidak sadar bahwa ia mengetahui sesuatu, maka ia orang yang lalai, ia punya ilmu tetapi tidak dipakai. Ketiga, ada orang tidak mengetahui sesuatu, ia sadar bahwa ia tidak mengetahui sesuatu, maka orang ini harus dibimbing karena ia tahu diri ia butuh ilmu. Keempat, ada orang yang tidak mengetahui sesuatu, tapi ia tidak sadar bahwa ia tidak tahu, maka orang ini bodoh dan sok tahu.
Dari kutipan di atas, apakah kami termasuk orang yang lalai? Sebab perfeksionis, takut salah, takut kalah, dan krisis kepercayaan diri ini menghambat kami untuk berkontribusi dan sharing ilmu.
Yaa Rabb.
Aku tidak ingin menyalahkan pola asuh dan pendidikan yang kami terima. Harus dicari penyebab dan solusinya. Ada adik-adik dan santri-santri yang menjadi tanggung jawab untuk dibimbing.
Oke, cukup disini dulu renungannya, saatnya bergerak mulai menguraikan benang kusut, memintal benang menjadi kain. Kalo perlu, beli benang baru. Begitu perumpamaanya. Mengurai masalah dan membuat solusi.
Tangerang, 25/03/2024.
4 notes · View notes
ifadhilaa · 11 months
Text
Apa Kata Abi
"Abi, kalau mba berhenti gimana?"
Pembuka pembicaraan kami beberapa malam lalu. Tugas bedah buku keempat membuatku mampir ke ruangan Abi. Abi yang sedang sibuk dengan pekerjaannya sejenak berhenti. Sebentar saja, lalu kembali membuka pesan-pesan yang belum terjawab.
Masih diam, mungkin pikirnya aku cuma iseng.
"Ngga papa ya Bi? Aku capek" lanjutku sambil ikut duduk di sebelah Abi. Abi yang sedang menatap layar laptopnya, mengalihkan pandangan ke sebelah.
"Mba lagi sibuk apa sekarang?"
"Mmm, sibuk ini" kataku menjelaskan.
"Iya ngga papa, mba bilang aja kalau mba mau fokus. Mba mau fokus ngerjain apa?"
Aku terdiam. Lama, sambil membuka-buka buku keempat tanpa tujuan.
"Sebenarnya mba sedih aja, kalau tugasnya ngga berjalan dengan baik. Kayanya masih banyak yang lebih pantas buat menjalankan tugas ini. Mba nyerah aja ya, mba mau fokus kuliah" kataku menggerutu.
"Mba juga mau, kaya orang-orang yang bisa fokus sama cita-citanya" lanjutku.
Abi masih terdiam, kali ini memberi waktu untuk melanjutkan.
"Kalau tugasnya ngga sempurna, gimana Bi?"
Abi menarik nafas panjang. Terdiam sejenak sebelum menjawab.
"Target-target itu, dari dulu memang tidak pernah tercapai mba"
Aku kaget, tapi membiarkan Abi melanjutkan kalimatnya.
"Dulu, misalnya target kita 50 karena jumlah yang sedikit. Sekarang, dari 50 itu sudah berkembang jadi 100 bahkan lebih, dengan target yang jauh lebih besar. Ngga masalah, target itu disusun untuk mengukur ketercapaian, bukan keberhasilan atau kegagalan" akhirnya Abi menjawab panjang. Sedikit.
Aku masih terdiam. Entah karena sedih atau merasa sudah diujung tanduk. Laptop masih menyala, hening.
"Bukan masalah, kalau ngga mencapai target" kata Abi.
"Kalau kita orientasinya hasil, jumlah, kita pasti kecewa kalau ngga tercapai. Banyak, orang-orang yang orientasinya hasil. Kalau tidak tercapai? Ya pasti mereka sedih, bahkan kecewa."
"..."
"Seperti yang mba tau, banyak orang-orang hari ini yang kecewa dan memutuskan berhenti atau berdiri di barisan yang lain."
Aku menyimak penyampaian Abi. Jarang-jarang, ngobrol sama Abi perihal beginian.
"Tujuan kita itu, bukan target-target itu mba. Tujuan kita itu, surga dan ridho-nya Allah. Orang yang bekerja karena Allah, maka dia tidak akan kecewa. Makanya ngga usah terlalu perfeksionis, salah dan gagal itu biasa."
Jawaban klise, tapi iya juga.
Dan ternyata, sisi perfeksionis ku masih ada juga. Kukira setelah mengalami hal-hal tidak ideal, lalu itu akan hilang begitu saja.
Sambil memilah pesan-pesan penting, Abi melanjutkan: "Kalo sekarang, gimana kondisinya?"
"Yah, tapi ngga semua berjalan dengan baik Bi. Aku ngga selalu fokus, temen-temen juga sibuk. Ada yang lagi ini, itu." kataku mengakhiri jawaban panjang dari pertanyaan Abi.
"Ya, pasti semua orang sibuk" jawab Abi sambil melanjutkan pekerjaannya.
"Abi dan temen-temen Abi, siapa orang yang ngga sibuk? Semua sibuk."
Aku terdiam.
"Tugas kita, sesama manusia memaklumi. Melapangkan hati, menerima masing-masing kurang dan lebihnya, menerima kesibukannya."
"Berteman sepuluh tahun atau bahkan lebih lama dari itu pun, pasti ada hal-hal yang saling mengganjal di hati. Sebagai teman, kita memaklumi hal yang memang biasanya dilakukan oleh manusia. Kalau salah ya diingatkan, ambil hikmahnya."
Aku sepanjang duduk di sebelah Abi lebih banyak terdiam dan berpikir. Menerima kembali semuanya, untuk tidak terlalu berorientasi pada hasil dan berharap pada manusia.
***
Hari ini, mungkin aku, mungkin juga kamu. Tengah berpikir bahwa kita gagal, tugas kita tidak tunai, kita lelah. Ingin menyerah, lalu berpindah pada hal lain yang lebih produktif menurut kita.
Tetapi, daripada sibuk mengeluh, sibuk sedih dan berasa buruk, mari lebih sibuk untuk memperbaiki dan memperluas ruang-ruang di dalam hati.
Toh, hidup juga sebenernya cuma 10% dari yang kita usahakan. 90% lainnya, adalah bagaimana kita merespon hal-hal yang datang kepada kita.
***
Jadi dear aku, tetep berjalan kedepan dan jangan lupa bahagia yaa! ❤️
*ditulis sebagai buah dari obrolan ke sana ke sini.
12 notes · View notes
khoridohidayat · 11 months
Text
Ada Takarannya
Kalau dipikir-pikir, semua hal baik itu tak lagi menjadi baik kalau dosisnya berlebihan.
Perfeksionis itu bagus. Dia akan membantu memastikan pekerjaan kita selesai secara bagus dan sempurna. Tapi jika melampaui takaran, perfeksionis justru menarik kita kepada tak menghasilkan apa-apa. Ingin memulai ini takut kurang. Ingin memulai itu takut dikritik.
Begitu pula dengan peduli. Memberikan atensi pada suatu masalah memanglah hal yangbagus. Tapi terlalu memperdulikan pilihan dan omongan orang lain justu akan membuat kita menjadi berat memikul omongan mereka.
Maka, bijaklah dalam memberikan takaran. Agar apa yang kita perhatikan memang sesuatu yang pantas untuk diperjuangkan.
11 notes · View notes
anisahmahar · 2 years
Text
Bermain dan Bekerja
Dikiranya jalan-jalan, padahal kerja. Dikiranya main-main, padahal sedang serius mengerjakan yang lain. Tak apalah. Hal ini menjadi salah satu yang ku syukuri karena tidak semua orang mendapatkan kesempatan. Meskipun orang lain tak mengetahui suka duka dibaliknya (banyak sukanya insyaAllah), aku menikmatinya. Padahal, mereka belum tahu, kalau dapat tugas ke luar kota, aku bisa berangkat dini hari. Sarapan di rumah, makan siang di kota A, makan malam dan menginap di kota B, besoknya harus ke kota C. Alhamdulillah. Saat ini lebih bisa mengatur waktu karena bekerjanya fleksibel di hari apa. Itulah profesiku saat ini, menjadi auditor di bidang halal. Kalau orang lain mengira mudah saja, kayaknya banyak santainya, ya alhamdulillah. Ku aamiinkan saja :)
Ternyata kalau diingat-ingat, bakat profesi ini terlihat sejak SD. Sejak dulu, aku menjadi siswa yang suka bertanya, bukan karena pingin ngetes gurunya lho ya. Karena memang pingin tahu ilmunya. Kata orang, pandanganku sepertinya lebih jauh beberapa tahun ke depan. Bisa dibilang, suka kepo untuk hal-hal berfaedah (dan hal receh juga sih). Aku juga mempersiapkan segala sesuatu dengan detail. Istilahnya, perfeksionis untuk urusan teknis.
Semakin ke sini, aku belajar untuk memperbaiki banyak hal. Bukan berarti meniadakan sifat perfeksionis, tapi lebih ke belajar mengelolanya agar sesuai kebutuhan dan keadaan. Dulunya, aku sangat berambisi mencapai sesuatu. Berusaha menjadi nomor satu. Sekarang bagaimana? Tentunya, aku saat ini berbeda dengan 5 dan 10 tahun lalu. Misalnya nih, kalau ikutan proyek dan belum mencapai target, ya terus berusaha. Jeda sebentar tak apa, buat mengembalikan semangat dan terus ingat pada niat. Kalau gagal, ya dicoba lagi. Ga semuanya harus tercapai saat ini. Ada waktunya.
Menuju proses seperti itu tentunya tak mudah. Latar belakang keluarga (ini paling banyak menempaku), pertemanan, bacaan, lingkungan, memberikan pengaruh besar bagiku. Aku sungguh berterima kasih pada orang-orang yang pernah mengkritikku. Rasanya pas belum paham ilmunya, ya sakit sih, masih ingat sih. Namun, apa yang disampaikan memang benar. Nyatanya aku perlu perbaikan di beberapa hal. Tidak masalah bagiku, jika itu untuk kebaikan. Juga pada orang yang pernah merendahkan, meremehkan, dan sejenisnya aku sangat berterima kasih. Ya wajar sih. Mungkin saat itu aku memang belum bisa meyakinkan. Hehe. Jika ada orang berkomentar, itu wajar. Mereka punya mulut untuk berbicara, tapi kita diberikan telinga untuk mendengarkan atau tidak. Sabar.
Aku sadar, belum tentu yang ku rasa nyaman dijalani, nyaman bagi orang lain. Apa yang menurut kita mudah, belum tentu mudah bagi yang lain. Semua orang punya preferensi masing-masing. Jangan gampang menilai orang lain, apalagi sampai ngata-ngatain. Dijaga adabnya ya. Mungkin sebaiknya kenalan lebih dalam. Barangkali bisa kolaborasi bisnis, ya kan? 
Mari perluas pertemanan dengan bekerja dan bermain. Seriuslah untuk bermain, tapi jangan pernah bermain-main saat bekerja. Biar waktunya berkah.
24 notes · View notes
ifahnotes · 2 months
Text
Kajian Wanita (88)
Hati-Hati, Amalanmu Bisa Rusak | Kajian Kitab Al Wabilush Shayyib
Dulu para sahabat ketika mengajak kajian sama artinya dengan mengajak menambah iman. Mereka datang ke kaijan bukan untuk menambah wawasan mereka saja, tapi juga semakin menambah keyakinan kepada Allah.
Ibnu Jauzi membawakan seorang nama besar, Hunaidah, beliau ahli ibadah, beliau selalu bangun malam (di tengah atau sepertiga malam terakhir), beliau juga membangunkan anggota keluarganya.
Wanita sholehah punya dampak bagi sekitarnya.
Dan mengenal apa saja yang dapat merusak amal-amal kita saat kita kerjakan maupun setelah kita kerjakan, itu adalah hal yang sangat penting untuk dicari dan diketahui oleh seorang hamba. Ia harus bersemangat mencari ilmu tentang itu dan berhati-hati agar tidak terjatuh untuk merusak amalan
Saat kita melakukan amalan baik, ada hal-hal yang merusak amalan tersebut. Saat melakukan amal, bisa jadi semua baik-baik saja. Tapi kita melakukan hal yang merusak amalan setelah amal tersebut dilakukan.
Contoh: ibu-ibu yang sudah menjalankan peran rumah tangga di suatu hari, lalu tidak sholat ashar.
Nabi bersabda, "siapa yang tidak sholat ashar, maka amalannya akan hancur" (HR Bukhari)
QS Al Baqarah:264 -> larangan untuk mengungkit pemberian.
Seringkali kita mengungkit pemberian saat berselang waktu pemberian itu diberikan, misal beberapa tahun kemudian.
contoh menceritakan perjuangannya saat sa'i dengan tujuan ingin dipuji. Amalan itu
Imam Ibnu Qayyim membawakan suatu riwayat,
"Sesungguhnya seorang hamba benar-benar melakukan satu amalan secara sembunyi-sembunyi yang tidak diketahui oleh seorang pun selain Allah, tetapi kemudian ia menceritakan amalan yang telah ia lakukan itu sehingga berpindahlah dari amalan secara sembunyi-sembunyi kepada amalan secara terang-terangan. Apabila ia menceritakan amalannya karena tujuan sum'ah (ingin didengar oleh orang lain) dan meminta kedudukan dan jabatan di sisi selain Allah Ta'ala, maka amalannya akan terhapus, sebagaimana apabila ia melakukannya dengan tujuan seperti itu."
misal orang tua yang membanggakan kehebatan anaknya -> perlu hati-hati
menjaga keikhlasan itu sulit. Jika kita ikhlas dan kita sembunyikan amalan, itu lebih baik.
Resume tanya jawab:
- Bagaimana menghadapi anak perempuan yang sudah baligh? -> Ingat hadits-hadits tetang anak perempuan, mengedukasi anak perempuan harus sabar, mengedukasi tidak boleh putus-putus, harus diluruskan, tidak bisa perfeksionis, tegas, tidak memaksa, melihat dari banyak perspektif, lihat dan maksimalkan kelebihannya, dan jadi pendengar yang baik. Doakan anak perempuan dan keluarga kita
- Solusi untuk bangkit dari keterpurukan?
Pertama kita butuh ilmu, kedua butuh guru, dan ketiga butuh teman yang sholeh atau sholehah. Tidak ada orang yang luput dari kegagalan. QS Ali Imran:140 -> Allah mempergilirkan keadaan, untuk mengetahui siapa yang beriman kepada Allah. Bersungguh-sungguhlah mengupakan yang bermanfaat untuk kita dan minta pertolongan kepada Allah.
- Bagaimana jika kita khilaf menceritakan kebaikan kita? -> jika itu tidak riya atau sum'ah, tidak masalah. QS Adh Dhuha -> nikmat tuhan, sampaikanlah, maksudnya ke orang yang terpercaya.
youtube
0 notes
iniakunisna · 2 months
Text
Buku Is it Bad or Good Habits karya Sabrina Ara (Recommended Book to Change Yourself Be Better)
Insight #1 Terimakasih telah membaca sampai akhir
Kebiasaan itu muncul dari suatu peristiwa yang diulang ulang. Berbeda dengan rutinitas yang tertata. Kebiasaan muncul karena ketidaksadaran, dalam artian munculnya di alam bawah sadar dan otomatis terulang. 
Beberapa sub bab di bab 1 itu lebih mengenalkan tentang Bagaimana kebiasaan dapat terbentuk, ya karena adanya sinyal, rutinitas dan reward. Membahas juga cara kerja pikiran dan kekuatannya yang seberpengaruh itu dalam kehidupan.
Jujur banyak banget belajar dari kekuatan pikiran, karena selama ini 24 jam sehari "tanpa disadari" bukan mengendalikan pikiran tapi malah lebih banyak dikendalikan pikiran.
Pikiran itu sama kaya komputer yang menyimpan banyak file² memori peristiwa dalam folder perasaan, dari sekian peristiwa tersebut akan membentuk mindset yang diyakini.  Pikiran juga menggerakan fisik, mempengaruhi sikap dan perilaku yang akhirnya akan berorientasi pada hasil kinerja.
Gak kalah penting juga pikiran itulah yang menbentuk kebiasaan seseorang serta paling parahnya pikiran berdampak pada kejiwaan. Adanya file memori yang menyimpan trauma², maka saat peristiwa yg sama itu terulang akan membuat peristiwa lama terbuka dan tidak sadar terfikirkan sehingga berdampak pada emosional kejiwaan. 
Lanjut bab 2 "Bad Habit or Good Habit"
Ada quotes yg menarik yg pengen aku kutip.
_"Mimpi menjadi kenyataan adalah hasil dari tindakan Anda dan tindakan Anda sebagian besar dikendalikan oleh kebiasaan"_ ~John C. Maxwell
_"Kemalasan sebenarnya nama lain dari kebiasaan beristirahat sebelum kita lelah"_ ~Jules Renard
Insight yg aku dapet di awal bab 2
1. Berani memaksa diri untuk berkata tidak pada "kebiasaan buruk" kalo perlu ada hukuman
Kebiasaan buruk umumnya kuat dari yg kita harapkan, karena adanya kenyamanan dan kesenangan yang lahir dari setiap tindakan. Walaupun kita udah tau dampak buruknya. Kayak malas²an enak ga ngapa-ngapain, udah tau ujungnya overthinking, insecure dll tapi rasa senang pas malas² itu ibarat candu. 
2. Ternyata banyak banget ciri² bad habits dari buku ini yg masih dinormalisasi (Harus diminimalisir dan perlu dihindari)
- Menunda pekerjaan dengan dalih menunggu mood, berpikir lama, bimbang, perfeksionis, gampang terdistraksi (Intinya kamu melarikan diri dari tanggungjawab)
- Tidak menghargai waktu
- Menahan diri. 
- Membatasi diri
- Cari aman
- Merasa paling benar (ga terima kritik saran)
- Mudah mengeluh 
- Gabisa nolak (Saat selalu bilang "iya" Ujungnya akan menyiksa diri karena terpaksa, ga ikhlas juga)
- Berpikir negatif
- berlebihan (dramatisir, kalap, boros)
- Timbun barang (kalo ga kepake ya buang, atau sumbangin)
- Mudah marah (ingat kita yg mengendalikan emosi diri bukan orang lain)
- Mager (Kebanyakan medsos)
- Mengungkit (ciri tidak ikhlas)
3. Tulis bad habits setiap hari yg sekarang kamu sadari, kalo perlu ingat² detail seharian ngapain aja dari hal yg menurutmu remeh pun ditulis. Cari tau pemicunya, cari kesamaan situasi yg terjadi. Pas udah tau pemicunya, latihan untuk mencari rutinitas lain yg menghindari pemicu bad habits tadi. 
Ada juga Kebiasaan Baik yang harus dipertahankan dalam diri atau dibangun kalau belum punya.
1. disiplin dan tepat waktu
2. Hidup Sehat
3. Berpikir positif (menghindari suudzon, bersyukur, memakai sudut pandang positif, circle positif)
4. Berpikir logis
5. Menabung, atur keuangan (ada banyak hal yg membutuhkan uang)
6. Pantang menyerah, gigih
7. Selesaikan masalah sampai tuntas
8. Haus belajar
9. Membaca buku
Evaluasi semua kebiasaan, apa perlu dipertahankan atau diubah karena berpotensi menghambat ?
1. Kebiasaan yg merugikan (alasan merugikan karena apa?)
2. Kebiasaan positif
3. Kata mereka tentang anda (minta penilaian orang lain, biar ada sudut pandang external)
@ini.isna.ini
1 note · View note
nendaandintya · 3 months
Text
Menitih Ketaatan...
Dua ribu dua puluh tiga menyimpan banyak narasi, dikala itu Andin berumur tiga puluh tahun adalah usia yang cukup terbilang matang. Saat itu dia merasa sudah cukup dewasa dalam berpikir, menahan ego, menangani masalah serta memiliki tingkat kesabaran yang cukup baik. Seperti layaknya manusia biasa Andin menjalani hari-harinya dengan cukup monoton.
Andin adalah tipekal orang yang perfeksionis, ketika dia punya tujuan dia akan konsisten dengan tujuannya dan mendorong diri agar tujuannya tercapai. Selama tujuh bulan tepatnya sampai bulan Juli 2023 Andin merasakan perubahan dalam hidup, dia mengalami peningkatan dalam ketaatan. Dorongan dan paksaan dari dirinya sendiri untuk melakukan puasa sunah serta dia tidak pernah melewatkan puasa senin kamis di tahun itu, masyaAllah aku bangga dengan diriku sendiri yang sudah berusaha sedemikian rupa tanpa ada support system dari keluarga, sahabat, maupun guru.
Menitih ketaatan sangatlah berat untuk seorang Andin, jika seseorang mungkin ada support system dalam berhijrah akan tetapi Andin berusaha menitih ke istiqomahannya seorang diri. Dia bukan dari keluarga yang paham agama, bukan alumnus pesantren dan belum memiliki circle pertemanan yang sama-sama atau mendorong untuk berhijrah. Alhamdulillah dengan berjalannya waktu dia masih konsisten untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif itu, jika mengingat masa-masa itu aku sangat bangga dengan diriku sendiri walau diluar terlihat selalu ceria tapi dalam hati kecil ini aku adalah seseorang yang sangat mudah menangis ketika menjalani kala itu dan mengingat setiap proses saat ini.
Aku adalah support system ku....
0 notes
mocafrio · 4 months
Text
Capek hahsjbejebnej (habis ngerjain orderan bolak-balik ngulang karena diriku yang perfeksionis 💔)
Anyways, tebak siapa yang dapet nui lilia cuma 20k ☝️🥹
School lilia itu lho, yang pake jas, tapi yg ini no jas 😂
Pribadi aku gak masalah (udh punya versi lengkapnya 🤭) karena dengan begitu aku GAK PERLU operasi nui lilia yg gym kemarin (untung belum diapa-apain 😭) pengen aku dress up dia kalo udah dateng WAHAHAHAHAH jodoh tak akan ke mana~
Btw nyelem di live shopee boneka anime memang banyak yang jual nui twisted murce 🥹 paling murah aku pernah nemu yg kicik-kicik itu 15k sebiji plis 🫢
Tapi ya harus rebutan alias manfaatkan typing-mu secepat kilat itu ⚡😂 atau cari yang sellernya gak nerapin sistem random-random gitu/gak terlalu rame. Aku punya seller andalan dan dia sampe hapal kalo aku suka nyari lilia 🤣🤣🤣
Semua ini berawal dari aku beli mochi ramuda live ☝️ pertama kali aku beli live itu. Ternyata menjalar sampe aku bisa ngelengkapin keluarga Diasomnia 🥰
Tapi aku agak sebel kalo orang beli terus dijual lagi, kadang mahal DUA kali lipat. Tololnya aku pernah kena ... (dia jual nui lilia yg 15 cm 120k dan yg 10 cm 100k ... padahal hitungan sekarang nui twst 15 cm aja masih di bawah 80k ... ANJER. Apalagi yg 10 cm, di bawah 60k rata-rata ... hshshsh berasa kena tipu 😣)
Ya, aku paham, sih, kalo beli buat dijual lagi, lagi pula mereka modal uang sendiri ... tapi untuk para kolektor yang genuine pengen kabulin WL-nya terus dibeli sama org yg buat jual lagi rasanya agak nyesek.
Btw, yg Diasomnia aku tuh baru komplit yg dorm 15 cm. Aku masih maju-mundur koleksi silver & sebek di versi lainnya sebab ... ya mereka bukan top prio aku juga sih 🥹 banyaknya aku koleksi lilia & malleus.
Pengeluaran juga bengkak pake BANGET NGET NGET. Tabungan bank-ku ambrol plis ... (lagi nunggu gajian belum turun 😔)
Aku pengen nata altar liliaku ... tapi belum beli lemari 😵‍💫
Pengen nabung buat plush lilia AAAAAA 😭
0 notes
cabananaa · 4 months
Text
Introduction
Tahu kan, bagian introduction atau pendahuluan dalam sebuah artikel ilmiah? Menurutku ini adalah bagian yang tidak mudah untuk dibuat. Aku jarang banget membuat pendahuluan terlebih dahulu kalau mau nulis artikel ilmiah. Biasanya setelah selesai mengolah data dan menyajikan hasil dalam bentuk tabel atau chart, yang aku kerjakan dulu adalah kesimpulan. hehee
Mungkin ada yang sama denganku. Kesimpulan menjadi bagian yang pertama dikerjakan, lalu nulis metode atau mendeskripsikan hasil ke dalam kalimat, lalu membuat abstrak, lalu membahas hasil dibagian discussion/pembahasan, atau apapun itulah yang penting bukan pendahuluan dulu.
Ya, karena bagiku pendahuluan itu ditulis di akhir aja. Bagiku itu adalah bagian yang paling susah. Salut banget aku sama orang yang bisa menulis pendahuluan ini. Menganalisis masalah kemudian menemukan gap antara masalah dan kondisi ideal lalu merumuskan bagaimana solusinya adalah sebagai latar belakang dalam sebuah pendahuluan di artikel. Ini bagiku lebih abstrak dibandingkan abstrak itu sendiri gaes. Pendahuluan buatku bersifat abstrak, menulis sesuatu yang tidak di depan mata seperti hasil penelitian yang udah jelas. So, aku selalu nulis bagian ini di paling akhir.
Aniway, kamu mungkin pernah membuat tulisan ilmiah seperti manuskrip jurnal, atau skripsi, tesis, dan sebagainya. Ya, ini memang sesuatu yang perlu disabari. Belum lagi kalau nulis tugas akhir yang musti berinteraksi dengan dosen yang juga turut andil dalam penulisan kita. Mengakomodir pemikiran orang lain dalam tulisan kita itu merupakan sesuatu yang patut diacungi jempol lho. Sukur pembimbingnya tunggal, lha kalau lebih dari satu... kita harus mengakomodir beberapa pemikiran yang kadang kita juga bingung gimana sih maksudnya ibu ini, bapak itu. Tapi ya begitulah namanya tugas akhir. Alhamdulillah kalau dapet dosen yang kooperatif, gampang ditemui -kalaupun engga- gampang diajak diskusi, lha kalau dapet dosen yang gak kaya gitu, waduuhh... kadang ini juga yang membuat kita sebagai mahasiswa susah move on. Ini adalah ujian gaes.
Kamu musti tetep rajin berprogres. Dalam menulis, usahakan selalu ada progres setiap hari. Ada sih, tipikal orang yang perfeksionis, banyak pertimbangan, nanti mau kaya gini kaya gitu di artikel atau skripsinya. Dalam pikiran dia itu perfek banget tapi kalau ga dimulai dengan menuliskannya ya kapan mau selesai. Kalau saran aku sih langsung tulis aja apa yang kepikiran atau yang paling mudah. Entah itu bagian kesimpulan, hasil, metode, abstrak, pembahasan atau kalau menurut kamu pendahuluan itu bagian yang paling gampang, tulis aja.
MULAI AJA DULU
Itu adalah koentji.
1 note · View note
manusiaquat · 4 months
Text
Menjadi Ibu yang "Legowo"
Tahun ini merupakan tahun ketiga menyandang status sebagai Ibu. Tetapi mengapa ya rasa excitednya hanya di awal saja? Apa mungkin diri ini sudah tidak se-enjoy dulu? Setelah melihat kilas balik sejak akhir tahun 2021 menjadi ibu, aku sungguh belajar banyak hal tanpa sengaja. Legowo berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti ikhlas dan sabar atas setiap masalah yang hadir. Legowo sendiri selalu aku sematkan dalam hati ketika apa yang terjadi tidak sesuai dengan isi hati. Sehingga aku tidak terlalu pusing dengan hal yang pastinya juga akan berlalu tersebut.
Aku adalah pribadi yang dari dulu perfeksionis dan koleris. Bisa dibayangkan ya bagaimana kakunya diriku ini. Tahun pertama menjadi ibu, aku mempunyai segudang aturan untuk anakku yang bahkan mungkin membuat suami kaget, contohnya saklek dengan jadwal anak padahal jadwal sebetulnya bisa fleksibel tergantung kebutuhan anak karena kadang hari ini tidak sama kebutuhannya dengan hari kemarin.
Hari demi hari dijalani dengan kepribadianku yang kaku ini ternyata tidak pas karena aku kurang bisa mendengar saran dari orang lain bahkan suamiku sendiri. Hal ini tidak boleh terjadi terus menerus, aku harus belajar meluweskan diriku. Kemudian, aku mencoba untuk memahami siklus tidur anakku, menganalisa apa yang membuatnya tidak nyaman bahkan hingga hari ini. Sehingga aku mulai menjadi ibu yang lebih legowo. Ketika anak tidak mau makan, tidak langsung memaksa dan marah akan tetapi lebih ke atur nafas dan mencari tahu penyebab anak belum mau makan. Apalagi sekarang aku baru beberapa bulan pindah ke rumah mertua di Jepara, wah rasanya adaptasi kembali seperti pola pengasuhan yang jauh berbeda. Ketika anakku tiba-tiba dibelikan jajanan tanpa seizinku, dulu hal yang aku lakukan adalah marah kepada suami dengan harapan dia menasihati ibunya. Hasilnya memang cukup efektif sih, tapi "marahku" membuatku lelah sendiri HAHA. Akhirnya sekarang lebih kepada komunikasi dua arah dengan suami ataupun mertua, dan kadang anakku memang aku beri kesempatan untuk mencicipi sedikit sembari aku beri tahu bahwa jajanan ini kurang sehat dengan menjabarkan poin-poin yang menyebabkan makanan itu tidak sehat. Alhamdulillah anakku mau mendengarkan bundanya. Ternyata hal-hal yang aku takutkan dulu tidak semenyeramkan itu ketika aku memiih untuk lebih legowo.
Sekarang aku jadi merasa lebih diterima oleh anakku dan suamiku. Anakku lebih bisa mendengarkanku dan akupun juga belajar mendengarkannya. Semoga Allah selalu bimbing kami dalam menelusuri jalan kebaikan dalam rumah tangga kami, Aamiin.
0 notes
fallenlily · 5 months
Text
Overthinking itu Bisa jadi Berkah
Salah satu kelemahanku adalah overthinking. Yes, aku sering sekali overthinking kalau ada suatu masalah. Kalau aku ilustrasikan seperti ini. Ketika ada suatu hal, aku tiba-tiba kepikiran "gimana ya kalau hasilnya gak maksimal?", "gimana ya kalau misalnya ada kejadian ini apa yang harus aku lakukan?", dan masih banyak lagi hal-hal yang menjadi bahan overthinkingku.
Kalau jujur, ini menyiksaku. Karena inilah aku suka takut untuk mencoba hal yang "high risk". Selain itu, aku juga suka menyusahkan orang-orang sekitarku karena bahan overthinkingku. Aku juga sering dinasehatin "Jangan overthinking", "Jangan memikirkan sesuatu yang belum terjadi", dan lain sebagainya. Tapi ini seperti setelanku ketika menghadapi suatu masalah.
Sebenarnya, overthinking ini ada kaitannya dengan perfeksionis. Kita mau hal-hal yang kita lalui berjalan dengan sempurna sehingga kita cenderung akan memikirkan hal-hal buruk yang possible terjadi. Kombinasi ini cukup mematikan karena kita gaakan bisa mengambil step kedepannya.
Mungkin itu hal-hal buruknya. Tapi sebenarnya aku menemukan hal baik dari overthinking ini.
Pekerjaanku sangat berhubungan dengan attention to detail, karena overthinking dan perfeksionisku aku jadi bisa menemukan hal-hal yang tidak terpikirkan orang lain. Selain itu, aku bisa dengan mudah menemukan titik lemah dari solusi yang ada sehingga nantinya bisa dicarikan solusi alternatif yang minim risikko.
Karena overthinking dan perfeksionis juga aku bisa mengukur mana pekerjaan yang possible dikerjakan dan mana yang tidak, sehingga tidak membuang waktu dan biaya.
Fakta menarik lainnya, sebenarnya kita membutuhkan orang yang bisa membatasi overthinking kita. Misalnya, kita punya pertanyaan yang meragukan, orang lain bisa memberikan jawaban yang mendukung atau menyanggah pikiran kita. Atau orang tersebut dapat membatasi pikiran kita yang sudah sangat meluas.
Jadi, menurutku overthinking gak selalu buruk. Kuncinya adalah komunikasi dengan orang lain terkait dengan pikiran kita.
-Fallen Lily-
0 notes
desiekri · 6 months
Text
Observasi astrologi 4.0
- Kemungkinan besar tipe ideal lo adalah orang yang punya rising yang signnya sama dengan sign venus lo.
- Virgo dan Taurus placement pada jago masak, atau minimal punya taste yang bagus.
- Punya Virgo dan Gemini di big 6 indikasi pada jago nulis, termasuk 3H stellium dan MC Gemini.
- Jupiter 3H ngasih lo keberuntungan dengan punya temen2 cerdas.
- Saturn 7H ga melulu hubungan romantis yang penuh challenging, tapi bisa jadi pasangan yang lebih tua atau delay marriage. Yang jelas, kalaupun delay marriage, hubungan romansanya bakal membaik kalo udah berhasil melewati masa saturn return pertamanya.
- Scorpio moon itu paling intense secara emosional dibanding scorpio placement yang lain.
- Coba tanya temen lo yang Capricorn sun, pernah sakit gigi? Mostly Capricorn placement punya masalah gigi. Atau, giginya gede-gede bahkan ada yang ga beraturan.
- Virgo placement pada doyan kopi, padahal paling rentan dengan cemas karena overthinking dan tipekal perfeksionis. Sedangkan virgo sign emang ruling bagian perut.
- Libra dan Taurus rising or sun adalah placement orang2 cakep, tapi paling cakep kek model itu orang dominant neptune.
- Posisi pisces atau neptune di natal chart lo itu ngasih tahu bagian mana lo delusi atau ga realistis.
- Uranus 5H kadang indikasi hubungan yang suka tiba2 berakhir.
- Orang2 pikir Taurus placement itu luarannya sederhana, padahal mereka aslinya materialistis. Bahkan lebih batu dari yang dipikir.
0 notes
farahraihanah · 7 months
Text
Belajar menerima ketidaksempurnaan.
Sebagai seorang perfeksionis, mengerti dan memegang pemahaman itu nyatanya butuh waktu yang lama. Namun, aku rasa aku sedang dalam proses menerima pernyataan itu. Karena nyatanya, mengharapkan sebuah kesempurnaan adalah sesuatu yang lebih sulit dan menyakitkan.
Karena kondisinya aku habis project-an. Jadi kayaknya tulisan ini bakal mengarah pada situasi project: kerja sama, hasil kerja, dan lain sebagainya.
Kasus terkait ketidaksempurnaan ini ada banyak sekali. Tapi aku akan mengambil tiga kasus.
Menerima ketidaksempurnaan diri sendiri 🫠
Untuk kasus yang ini, aku di masa lalu sering menolak kesalahan yang kuperbuat. Misalnya, aku akan berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam sebuah project. Namun hasilnya seringkali tak sesuai ekspektasi.
Aku sering berdiam diri. Menyesal akan kesalahan yang kuperbuat. Meminta maaf atas dampak yang telah kuperbuat. Dan perasaan merasa bersalah ini berpengaruh pada kegiatan sehari-hari. Padahal projectnya dah lama selesai.
Padahal, bukankah saat itu aku sudah melakukan yang terbaik?
Mengapa merasa bersalah terlalu berat?
Nyatanya, orang lain tidak merasa berat karena hasil dari kerja keras kita tidak sempurna (selama kita sudah mengusahakan yang terbaik - kalau menghilang saat mengerjakan tugas, itu beda cerita). Overthinking berlebihan dan memaksa diri melakukan hal yang sempurna. Kalau dipikir-pikir sekarang, wah, dulu aku terlalu banyak merasakan dan memikirkan hal-hal yang memberatkan diriku sendiri.
2. Menerima keadaan yang tidak sempurna 🥲
“Kenapa aku harus megang project yang susah?”
“Kenapa aku harus megang project yang masalahnya banyak?”
Kerja sambil mikirin masalah. Huft, rasanya kalau diterusin, hari-hari  kerja bakal terasa gak nyaman. Pada kasus ini, seringkali disebabkan oleh perasaan kurang bersyukur dan tidak tahu bahwa keadaan/project yang kita terima seringkali adalah impian orang lain di luar sana.
Mengeluh sesekali itu tidak masalah menurutku. Tapi kalau keterusan, seringkali kita jadi tidak bisa menemukan hal baik dibalik ketidaksempurnaan keadaan tersebut. Seseorang pernah berkata padaku, 
“Kadang, kita dihadapkan oleh badai yang tak bisa kita hadapi, namun harus kita lewati. Dan ternyata sambil bersusah payah, terlewati juga. Tanpa disadari, setelah melewati badai tersebut, kita menjadi sosok yang berbeda. Ketika kita melewati badai yang sama di masa depan. Kita akan dengan mudah melewatinya.”
3. Menerima ketidaksempurnaan orang lain 🙌
Heum, ketika ada beberapa pekerjaan dan ada beberapa orang yang siap menerima pekerjaan. Satu pekerjaan kuambil, pekerjaan lain diisi orang lain.
Rasanya, hati akan terasa nyaman ketika kita kompeten dalam pekerjaan A dan orang lain kompeten di pekerjaan B. Hasil akan terlihat bagus, rasanya senang sekali.
Namun bagaimana jika orang yang melakukan pekerjaan B kerjanya gak sempurna? Waah, di masa lalu seringkali aku merasa jengkel. Namun, huft, keadaan seperti itu, kalau kita intervensi sedangkan ia sudah mengerjakan yang terbaik. Rasanya gak baik.
Pada fase ini, kita harus sadar bahwa orang lain sedang melewati prosesnya untuk menjadi “bisa”. Kalau terlalu banyak intervensi padahal dampak dari ketidaksempurnaan kerja orang lain gak berpengaruh banyak. Justru kita yang sedang menghambat proses orang lain.
Di titik ini, aku rasa langkah yang tepat adalah tetap tenang dan gak banyak nge-judge. Gak masalah, toh ia sudah melakukan yang terbaik. Kalau kita bisa melakukan hal yang dapat membantunya dari belakang/samping. Maka bantulah, rangkullah. Semangati ia. Jadilah support system yang baik. Jangan menjatuhkannya.
Gapapa. Ketidaksempurnaan ini menyenangkan jika dipeluk erat.
Karena kalau dipikirin terus, bakal capek. Waktu dan tenagamu akan lelah memikirkan ketidaksempurnaan yang tak akan bisa disempurnakan. Lebih baik memanfaatkan waktu lebih banyak untuk hal-hal yang menyenangkan.
Usahakan yang terbaik. Jika belum sempurna, gak masalah buat tersenyum bodoh dan meminta maaf secukupnya dengan hati yang tulus.
Menerima diri sendiri yang belum sempurna dan akan selalu tak sempurna.
Menerima keadaan yang sayangnya juga tak sempurna.
Menerima orang lain yang nyatanya juga manusia seperti kita.
Hhh … aku nulis apa sih. Gatau malam-malam tiba-tiba pengen nulis tentang ketidaksempurnaan. Hwhw
0 notes
senseasons · 8 months
Text
Gundah
Sudah 1 minggu aku tidak melakukan apapun. Saat ini aku sedang menunggu giliran untuk melakukan wawancara beasiswa. Sejujurnya persiapanku harus lebih banyak. Tapi entah kenapa aku...sedang merasa bahwa aku belum layak mendapatkan beasiswa itu. Aku melihat kembali essay ku dan aku kembali merasa semakin tidak layak.
Entah apakah panelis akan mengerti urgensi dan perhatianku terhadap masalah yang kubawa, aku yakin ini penting tapi aku tidak yakin aku bisa menyampaikannya dengan baik. Well, sederhananya...aku takut. Ada masa dimana aku sungguh takut untuk melihat misteri masa depan yang aku tidak tahu.
Aku ada di titik bosan mengulang semua materi yang kutulis, pekerjaan juga sedang lesu, aku tidak dapat fokus melakukan hal lain karena antrian wawancara ini terasa seperti gunung besar di pundakku. Rasanya ingin segera ku akhiri dan move on.
Sudah kucoba menyibukkan diri dengan hal produktif lainnya. Merapikan portfolio, mengikuti kegiatan volunteer, membaca banyak jurnal dan artikel, namun tetap saja. Dasarnya aku ini perfeksionis, keras kepala, dan tidak bisa diam.. aku merasa bersalah karena belum "menghasilkan" apapun hingga saat ini.
Kata Tyo "Fokus aja satu-persatu, yang didepan mata saat ini ya wawancara, jadi fokus itu dulu" Ya, dia benar. Ibu pun bilang begitu. Dan disaat seperti ini. Saat aku sedang dihadapkan dengan sesuatu yang penting, selalu ada suatu oase yang muncul. Oase ini entah apakah tanda dari Tuhan untuk aku sadar bahwa yang kuusahakan saat ini bisa jadi bukan jalanku, atau sebuah ujian untuk melihat seberapa tangguh aku dalam perjalanan panjang mengejar beasiswa ini. 2 tawaran pekerjaan penuh waktu yang terlihat sangat menggoda, Oh Tuhan, aku sangat ingin melakukannya, tetapi jika kulakukan...aku akan jatuh ke lubang yang sama.
Okay, saat ini..aku menulis.. aku akan menulis untuk mengeluarkan seluruh isi kepalaku. Aku juga sempat terpikir untuk menjadi content creator. Belum tau akan membuat apa.. tapi.. we'll see.
24 tahun dan krisis identitas, aku rasa aku tidak sendirian. Aku sedang dalam perjalanan untuk suatu niat yang baik. Semoga semesta mengamini segala niat baik ini.
Aku akan lanjut sekolah, aku akan lebih banyak mengenal dunia, dan akan kubagikan seluruh yang aku tahu ke lebih banyak orang.
Setiap aku bersujud, aku selalu menyelipkan do'a "Ya Tuhan, aku hanya bisa ini, tidak ada yang bisa menolongku selain keajaibanmu"
Wish me luck!
Tumblr media
0 notes