Tumgik
gizantara · 1 day
Text
Tumbuhkan mimpi yang besar dalam dirimu, terlalu besar sehingga untuk menceritakannya kepada orang yang berfikiran kecil, kamu merasa sangat janggal.
Sehingga kamu sedar, mimpimu terlalu besar untuk jatuh di tangan-tangan penggosip, terlalu berharga untuk menjadi topik bualan murahan.
Ketika mereka sedang giat bercerita tentangmu, kamu sedang bekerja merealisasikan mimpimu.
Mereka berhabis tenaga mencari salahmu, ketika kamu sedang berhabis tenaga membangun rumah masa depanmu.
— M. Hafizul Faiz
instagram
3 notes · View notes
gizantara · 2 days
Text
Kalibrasi Penilaian
Dulu beberapa kali mengalami ini: Ketika ada orang nyebut nama siapa gitu, gue langsung nyeletuk "oh yang a b c ya", tanpa menyadari bahwa penilaian gue terhadap dia itu gue buat 2, 5, bahkan 10 tahun lalu.
Sangat gak bijak gue di situ mengasumsikan orang akan terus stagnan dan sama aja isi pikiran atau sikapnya terhadap sesuatu setelah sekian tahun berlalu. Dalam waktu satu hari aja orang bisa menemukan ratusan bahkan ribuan pengetahuan baru yang mungkin mengubah signifikan cara pandang dan sikapnya.
Dari situ gue mulai membiasakan diri melakukan kalibrasi penilaian. First, second, third impression mesti selalu bisa gue ubah atau koreksi lagi mengikuti fakta-fakta terbaru.
It's not just "pausing judgement" but "continuously recalibrating judgement"😊
— Cania Citta
Tumblr media
0 notes
gizantara · 4 days
Text
Untung Allah Ciptakan Doa
Berdoa, mau itu spesifik atau umum, ga masalah. Doa yang spesifik itu bagus kalau spesifikasinya memang berangkat dari awareness kita akan kebutuhan (terutama kebutuhan akan selamat) dan efisiensi dalam mencapai tujuan. Doa yang umum juga bagus kalo emang kita beneran gatau mau berdoa apa, belum ada gambaran tentang masa depan, dan ga tau apakah itu bakal baik atau buruk kalo terkabul.
Yang penting terus berdoa aja dengan adab yang benar yang diajarkan para nabi. Nabi Yunus dan Nabi Musa misalnya, doanya umum. Tapi di sisi lain Nabi Muhammad sering juga kok berdoa yang spesifik, contohnya pas mendoakan salah satu dari dua Umar agar masuk Islam.
Kalaupun spesifikasi doanya keliru atau terlalu muluk, nanti juga Allah perjalankan hati kita mencapai hikmah bahwa spesifikasi versi Allah jauh lebih baik dan Allah Maha Tepat atas semua keterjadian. Kalaupun doa yang terlalu umum ternyata hasilnya kurang memuaskan, nanti juga Allah perjalankan kita untuk semakin mengenal diri dan mengenal kebutuhan agar dapat mendoakan sesuatu yang tepat guna.
Doa yang spesifik tidak menandakan kurangnya kepasrahan. Doa yang umum juga tidak menandakan kurangnya self awareness. Baik spesifik maupun umum, yang namanya doa mah pasti berangkat dari keterbatasan kita. Spesifikasi yang kita mohon dalam doa juga pasti sudah berdasarkan hasil riset ke dalam diri sendiri dan memang sebatas itulah sudut pandang kita. Doa yang hanya meminta kebaikan juga pasti berangkat dari keterbatasan cara pandang juga. Begitulah kita, diciptakan serba terbatas agar memohon kepada Yang Maha Tak Terbatas.
— Giza, doanya lagi ganti-ganti kadang spesifik kadang umum
17 notes · View notes
gizantara · 5 days
Text
Bila muda-muda macam ni, I only have 1 advice. Follow your curiosity, and deep dive into it. Someday, you'll look back and see how everything fits together and you are always where God wants you to be. Usaha sehabis baik, and the rest let God performs His miracles.
— (at)sirennextdoor di X
0 notes
gizantara · 5 days
Text
Ikhlas
Kita kadang mensifati ikhlas dengan sesuatu yang tidak ada dalilnya, misal kaya buang air besar yang setelah dilepaskan jadi plong, atau tidak menyebut-nyebut suatu amalan seperti surat al-Ikhlas yang tidak ada kata ikhlas di dalamnya, atau juga merasa ringan melakukan suatu amalan. Definisi ini tidak ada di dalam Al-Qur'an.
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ikhlas kok saat berkurban, tapi berat perasaannya. Justru kalau Nabi Ibrahim merasa ringan, dipertanyakan keayahannya dan kemanusiaannya.
Artinya yang berat juga bisa ikhlas, yang ringan belum tentu ikhlas. Dalam beberapa kondisi, ga ada korelasi antara ikhlas dan perasaan berat atau ringan. Karena ikhlas sebenarnya bukanlah jenis perasaan melainkan kebersihan niat/motif, langkah, dan tujuan. Itulah ikhlas, jangan diembel-embeli perasaan ringan atau berat.
Makanya ketika memerintahkan jihad fi sabilillah, Allah mengatakan, "berangkatlah dengan ringan dan berat," karena Allah tau perasaan itu pasti beragam tingkatannya dan tingkatan perasaan itu nggak bisa serta merta jadi tolok ukur keikhlasan seseorang.
Jangan sampai ketika dalam perjuangan, kita melihat orang yang sedang sama-sama berjuang, dan mereka merasa berat, lalu kita mengatakan,
"Ini kamu berat? Ngga ikhlas tuh, ngga dapet pahala."
"Gimana rasanya capek atau seneng? Kok senengnya dikit? Kok capek? Harusnya Alhamdulillah dong."
Loh siapa bilang "Alhamdulillah" ga bisa diucapkan oleh orang yang capek? Toleransi rasa keberatan orang itu berbeda. Masih mau berjuang aja udah syukur, berarti dia tetep menyambut perintah Allah. Menerima seruan tersebut sebagai orang yang terpaksa tuh bukan perbuatan dosa. Kenapa juga dipertanyakan segitunya? Namanya juga proses, jangan terlalu judgemental atas respon hati seseorang selama respon fisik dan pikirannya masih dalam ketaatan. Perasaan itu seperti anak kecil, emang dididiknya dengan pembiasaan. Jangan berharap instan.
Yang ringan juga belum tentu ikhlas, bisa aja seseorang merasa ringan melakukan sesuatu karena pelarian (escaping) dari masalah lain. Atau dalam perintah tersebut terdapat sesuatu yang sejalan dengan keinginannya.
"Pahalamu sesuai dengan kadar kepayahan yang engkau rasakan," begitulah sabda Nabi kepada Aisyah. Dan betul, Allah memvalidasi ujian Nabi Ibrahim.
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰٓ ؤُا الْمُبِيْنُ
"Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata." (Ash-Shaffat (37) : 106)
Ga mungkin disebut "suatu ujian yang nyata" kalau Nabi Ibrahim tidak merasa berat. Ga ada ujian yang lebih nyata daripada sesuatu yang menyangkut hal yang paling kita cintai. Makanya Allah mengapresiasi keteguhan Nabi Ibrahim dalam melaksanakan perintah kurbannya ketika super berat rasanya. Seberat apa sih? Belum pernah rasain, tapi kayanya nanti kalau udah jadi orang tua bakal bisa lebih memaknai perasaan berat yang Nabi Ibrahim rasakan.
"Salam sejahtera bagi Ibrahim," adalah hadiah dari Allah atas keinginan dan usaha Nabi Ibrahim untuk membaca sinyal Allah (berempati secara kognitif atas mimpinya) serta melaksanakan perintah dalam mimpinya (compassionate servant). Bayangin, orang bisa tetep compassionate ngelakuin sesuatu yang dia rasa paling berat di dunia ketika dia punya pilihan untuk uncompassionate? Emang cuma Allah sih yang bisa menghargai usahanya.
— Giza, hasil nyimak Ibrahim Series-nya Ust. Salim A. Fillah
2 notes · View notes
gizantara · 5 days
Text
Cinta Selain Allah
Kita sering berpikir semua jenis siksaan akan dibalaskan di akhirat. Tapi yang tidak kita sadari adalah bahwa kepedihan akibat mengambil sesuatu selain Allah dan mencintainya seperti kita mencintai Allah akan menyiksa kita dalam kehidupan ini.
Kamu paham cara kerjanya? Allah telah merancang alam semesta ini dengan spesifik termasuk hati manusia. Jika kamu mengubah desain itu, jika kamu menentang cara kerja desain itu, kamu akan merasakan sakitnya. Karena kamu melawan hukum alam semesta. Hukum apakah itu? “Laa ilaaha illallah.”
“Laa ilaaha illallah” bukan hanya sebuah pernyataan yang kita ucapkan. Melainkan kamu mengakui bahwa tidak ada yang layak diletakkan di pusat kehidupanmu, kecuali Allah. Tidak ada lagi yang layak memenuhi pikiranmu sepanjang hari. Tidak ada lagi yang layak untuk dianggap penting kecuali Allah.
Allah membuat hati kita sedemikian rupa, sehingga hanya bisa diisi oleh-Nya. Jadi, jika kamu mengisi sesuatu dengan substansi yang tidak semestinya mengisinya, dia akan hancur. Ketika kamu mengisi tangki bensin dengan jus jeruk, kamu telah mengisinya dengan sesuatu yang tidak dirancang untuknya. Bukan keputusan yang cerdas, kan?
Sama halnya jika kamu memilih untuk mengisi hati dengan kehidupan ini, dengan "ad-dunya" seperti harta, gelar, maupun lawan jenis. Hatimu tidak akan pernah merasa tenang. Hati tidak akan terasa damai hingga dia dipenuhi dengan apa yang dirancang untuknya.
— Yasmin Mogahed
41 notes · View notes
gizantara · 5 days
Text
Menggali
Belakangan ini yang hilir mudik di kepala adalah mempertanyakan motif diri sendiri dalam mencapai satu keinginan. Mungkin karena sadar bahwa keinginan kali ini benar-benar baru dan kaya ngerasa lebih butuh pertolongan Allah. Beda sama keinginan di masa lalu yang rada ecek-ecek (maklum anaknya emang jarang punya keinginan yang wow).
Walaupun dipikir-pikir, kesucian niatku sebenarnya ga menentukan keinginanku bakal terkabul atau enggak. Di kabulkannya do'a itu juga nggak menunjukkan bahwa Allah mencintai orang yang memanjatkannya atau dekat dengan orang tersebut. Hasilnya pasti udah ada di depan. Ikhtiarku juga udah Allah jatahin batas maksimalnya segimana. Cuma tetep ngerasa bersalah aja gitu kalau menginginkan hal seberharga itu tapi motifnya duniawi. Makanya hari ke hari kerjaanku terus menggali lebih dalam terkait hal tersebut. Jangan sampai jadi hamba yang doanya palsu. Bilang ke Allah untuk penunjang ibadah, eh nanti kalo udah dikabulin malah menunggangi mimpi tersebut dengan nafsu terselubung. Beda tipis kan? Makanya jangan sampai.
"Emang kenapa sih mau itu?"
"Emang apa sih yang dikejar?"
"Emang kalau enggak, kenapa? Kalau iya, terus apa?"
"Emang yakin bakal lakuin seideal itu kalau terkabul?"
"Yakin 100% nih motifnya cuma pengen ridha Allah? Banyak juga loh benefit duniawinya. Apa gapapa kalo kehilangan itu?"
Sekarang masa depan menyajikan kemungkinan-kemungkinan yang salah satunya akan terjadi. Kadang hati bisa terlatih buat nothing to lose, tapi juga kadang ga kebayang di mana lagi aku bisa jadi versi terbaikku kalau mimpi yang satu itu ngga terwujud?
Ternyata bener kata seorang arif tentang gerahnya pengaturan sendiri. Tapi kalau mau diuji sebenarnya simpel, kemurnian tekad kita bakal keliatan kalo kita merasa rugi secara duniawi saat keinginan itu ga tercapai. Makanya di kepala sendiri sering bilang "what if tidak terealisasi" dan ngelatih diri buat ga ngerasa rugi. Karena dari awal motifnya harus cuma pengen Allah seneng. Karena dari awal berdoanya adalah, "semoga impian itu adalah kendaraan untuk menghamba dan berdedikasi dengan versi terbaikku."
Ada beberapa hikmah di balik penciptaan rasa butuh pada diri manusia, di antaranya Allah hendak menguji manusia dengan membuatnya membutuhkan berbagai hal, apakah mereka akan berusaha meraihnya lewat akal dan pengaturannya sendiri ataukah mereka akan kembali kepada pembagian dan ketentuan Allah?
Ini mah murni karena keterbatasan cara pandangku. Tapi langit selalu mempunyai jalan-jalan, jadi jika itu tidak terwujud semoga rencana indah-Nya dapat ditangkap sebagai sesuatu yang tepat oleh sudut pandangku. Dengan kata lain.. semoga aku selalu dikaruniai mata indah yang mampu memandang ketetapan-Nya adalah ketepatan, yang jika meleset justru akan mendatangkan mudharat yang lebih besar. Sekarang aku hanya tidak tau saja. Tapi jika nanti sudah tahu, aku ingin menambah syukurku dengan sebaik-baiknya.
— Giza, makin mendekati deadline, makin intens mikirinnya. Mudah-mudahan, jika terkabul dapat disyukuri dengan baik. Jika tidak terkabul, diberikan insight untuk mengabdi dengan jalan lain tanpa mengabaikan potensiku
3 notes · View notes
gizantara · 13 days
Text
Dua Kurcaci dan Pokèmon
Dua hari ini aku ngabisin waktu bernostalgia ke masa lalu. Kemarin nonton film pilihan si bungsu, Pokemon Horizon. Aku baru sadar diriku sekudet itu ketika dua kurcaci kecilku sekarang hafal banget nama-nama pokemon generasi baru. Yang pernah nempel di ingatan terakhirku cuma sampai generasi V dan itupun cuma beberapa. Maklum, udah pensi lama banget dari dunia game. Terakhir main game di komputer tuh SMP awal. Pas kuliah sempet lumayan intens setahun lebih main game Sky: Children of The Light di HP, cuma udah setahun lebih pensi juga karena mager ngerjain daily quests.
Waktu nonton Pokèmon Horizon kemarin bahkan aku beneran gatau nama pokemon punya si tokoh utamanya.
"Hah itu siapa? Kok Giza gatau?"
"Sprigatito, ini mah beda Za sama yang di game soalnya ini mah udah generasi IX."
Dari zaman aku TK dan SD, aku udah diperkenalkan cara main game di Game Boy Advance (GBA) emulator, mulai dari Harvest Moon, Pokemon, Mario, Avatar, Naruto, dan Bomberman. Nggak cuma walkthrough-nya, tapi juga sekalian diajarin sama cara nge-cheatnya. Part ini aku emang agak pick me soalnya dulu emang langka banget punya temen sesama cewek yang ngerti main ginian. Beda sama sekarang, permainan udah lebih variatif, target marketnya juga bukan cuma cowok melainkan juga cewek.
Dulu aku emang sedekat itu sama si Aa (kakak sulung). Pas kecil kadang aku mainnya dipangku sama dia bahkan kami beberapa kali kesetrum bareng wkwk. Dia juga yang memperkenalkan semua video lucu atau jumpscare dan lagu warnet 2000-an ke aku. Dia yang selalu nyuruh aku ngadepin musuh sebisaku dulu sampai dia turun tangan kalau menurutnya aku emang udah ga bisa. Dia yang sering pamerin pencapaiannya di game untuk mengesankanku (wkwk bocil) dan juga sebaliknya, aku pamer pencapaianku dan dia bangga (karena ternyata pengajaran gamenya berpengaruh wkwk).
Seiring si Aa bertambah dewasa dan makin jauh dari rumah, dua kurcaci ini tetep punya sosok "Aa" lewat aku yang tomboi. Kan anak kecil suka adu bangga-banggaan kakak ya, nah waktu itu dua kurcaci ini lagi di teras rumah dan ngobrol sama para bocil lainnya. Buah bibir para bocil ini biasanya kakak cowok, soalnya keliatan keren dan kaya mengetahui segala hal. Tapi di obrolan itu, dua kurcaci ini bilangnya, "teteh aku mainnya udah sampai X terus udah punya ABCDE, terus bisa ngajarin nge-cheat juga."
Di situ aku merasa lucu ngeliat para bocil lain terpukau dengerin ocehan adikku. Terus kocak, hal kek gitu doang dibanggain, hahaha dasar bocil.
Karena pengetahuan perpokemonan adikku selalu lebih dulu mereka peroleh dibandingkan temen-temennya, mereka sering jadi trendsetter di komplek. Misalnya trend ngumpulin kartu pokemon lewat beli choki-choki. Terus pernah sekali aku keluar rumah, temennya adikku mastiin, "teteh kamu teh yang itu bukan, yang pokemonnya udah jauh?" Hari itu hatiku ketawa tapi merasa tersentuh juga. Kenapa sih bocil tuh manis dan polos amat?
Hari ini aku dan dua kurcaci + satu adikku yang lain menghabiskan sisa liburan ke Gramedia. Tujuanku nyari buku dan tujuan si bocil nyari kartu pokemon, hahaha. Sebenarnya ini juga berangkat dari keinginanku membentuk "core memory" si bocil supaya pas gede mereka inget pernah seseneng itu diajak jalan-jalan sama tetehnya buat nyari barang favoritnya. Mungkin karena dulu juga aku punya "core memory" yang menyenangkan dari mamah bapak, makanya sekarang ketika mamah bapak udah bertambah tua dan ga bisa nemenin mereka main banyak-banyak, giliran aku yang nemenin. Jadi sadar juga sih sepanjang hari ini bahwa yang menyenangkan hati tuh sebenarnya ga harus yang muluk-muluk.
Gara-gara itu juga, aku jadi coba main Pokèmon Go tadi dan mereka ikut berbinar pas tau itu karena mereka udah dari lama pengen main cuma aku larang terus. Rencana awalnya sebenarnya biar badanku lebih gerak dan lebih banyak keluar, terutama di pagi hari, itung-itung hunting pokemon.
Sekarang coba dikit-dikit main game lagi untuk memperkuat bonding sama mereka sebelum mereka tambah dewasa dan sebelum aku sibuk kerja atau lanjut studi. Sekaligus ngasih semacam reward juga buat mereka berdua karena mereka berhasil khatam Al-Qur'an di bulan Ramadhan (tentu dengan intensitas main yang diatur). Jadinya aku ikut excited lagi setelah belasan tahun gak ngikutin info tentang pokemon.
Rasanya hari ini kaya ada kebahagiaan tersendiri ketika punya kapasitas dan compassion untuk menyenangkan orang tersayang. Tentu ada aja kondisi-kondisi tertentu ketika aku ga memenuhi permintaan mereka, baik karena aku ga mampu maupun emang ga mau. Cuma sekarang jadi kebayang gimana caranya menuhin tabung kasih sayangnya adik-adik. Kalau kata mamski mah, "ka dulur mah tong sok itungan" aku setuju banget. Aku juga pernah bilang ke mereka, "nanti akan ada masanya kalian naksir perempuan, tapi jangan katrok ya pas jatuh cinta! Kan tabung cinta kalian udah penuh sama mamah, bapak, aa, dan teteh-teteh."
Adik-adikku mungkin ga akan baca ini, tapi aku sebagai teteh beneran berterimakasih atas kehadiran kalian. Bukan aku yang membesarkan kalian, tapi kalian yang mendewasakanku. Aku ingat betapa bersyukurnya aku waktu kelahiran si Kakak (adik pangais bungsu). Waktu itu aku yang kelas 5 SD sampai shaum daud sebulan untuk menunaikan nazarku atas kelahiran adik cowok. Sejak lahirnya kalian berdua, keluarga ini jadi seru abiezt. Teteh dan aku juga pernah bilang, kalian berdua tuh hidupnya seru terus wkwk. Ada aja hal-hal simpel yang bisa bikin kalian ketawa, gembira, dan nggak bosen hidup.
Pendidikan mamah dan bapak ke kalian adalah hasil trial and error dari pendidikan mereka ke aa dan teteh-teteh. Syukurlah kalian sekarang hidup ketika mamah, bapak, aa dan teteh-teteh udah punya awareness atas banyak hal. Oiya kadang kalian jadi bahan bayangan aku kalau aku punya anak cowok. Ngeliat model interaksi kita, kayanya ketika jadi orang tua nanti, aku bakal jadi tipikal ibu yang sohib banget sama anak-anaknya, ya walau mungkin nggak akan selemah lembut ibu-ibu lainnya.
Banyak "pertama kali" yang kalian belum lalui. Kaya tadi, kalian pertama kali liat judul-judul buku yang aneh, nyentrik, bahkan kalian juga pertama kali liat Alkitab dan merasa asing kan? Itu wajar. Tapi satu hal, di semua "pertama kali"-nya kalian, semoga teteh-teteh bisa selalu hadir dan ngasih tau what's that, why did that happen, and how to response it. Oh iya, kalian juga suka banget sama hal-hal berbau lifehack, jadi aku akan dengan senang hati belajar jadi teteh yang cerdas supaya kalian punya jalan yang lebih pintas dari apa yang pernah aku lalui.
Yang paling utama, teteh-teteh selalu pengen kalian selamat. Seseneng apapun kalian sama sesuatu, teteh-teteh juga bakal tetep jaga kalian supaya punya pondasi din yang kuat serta ngebantu kalian maintenance interaksi kalian dengan Al-Qur'an. Aku tau, kesenangan kalian terhadap hal tertentu akan ada masanya. Jadi selagi kalian masih suka, ayo manfaatkan perasaan dan kesan itu untuk membentuk memori yang baik. Ilmu dan hikmah mah bisa masuk dari mana aja kok, main pokemon juga banyak hikmahnya kalau kita mainnya mindful. Pinter-pinter ngambil hikmah aja.
Nanti, saat hobi kalian udah berbeda dan aku mungkin udah ga bisa lagi mengikutinya, semoga aku selalu bisa meningkatkan level mendengar dan understanding-ku. Semoga aku selalu punya telinga yang excited dengerin cerita-cerita kalian yang beranjak dewasa. Semoga aku selalu punya respon yang nggak ngeremehin dalam setiap "pertama kalinya" kalian. Semoga aku selalu dapat mengenal kalian bagaimanapun kalian berubah. Semoga kalian juga tidak menganggap bercerita itu jadi suatu hal yang merepotkan.
Aku punya sesuatu yang mungkin nggak dikatakan kepada kalian. Aku lumayan senang kalau kalian main game di HP-ku atau sekedar nonton YouTube. Algoritma minat kita bertiga jadi nyampur di satu akun dan akhirnya aku punya banyak pembahasan yang sama dengan kalian berkat tontonan yang sama. Pokoknya aku senang mengenal dan mempelajari kalian.
Nanti kalau Allah izinkan, aku mungkin akan sibuk di dunia orang dewasa. Tapi pulang ke dunia yang ada kaliannya selalu dapat menyenangkan hati. Nanti ketika kalian sudah tahu lebih banyak hal, kalian nggak akan bertanya lagi. Tapi semandiri apapun kalian, kalian selalu jadi dua kurcaci kecilnya teteh-teteh. Nanti kalau Allah izinkan, aku akan punya keluarga baru. Jadi sebelum itu, aku mau manfaatkan kedekatan dengan keluarga yang sekarang sebaik mungkin. Semoga kita sekeluarga reuni lagi di surga! Ngomong-ngomong tentang surga, jadi inget si bungsu pernah setuju dengan pernyataan:
"Pas masuk surga, pasti mau minta ada di dunia pokemon."
Nanti kita minta ke Allah biar bisa keliling surga naik Latias dan Latios yak! Yang penting, sekarang selamat aja dulu. Nanti di surga bisa main dan jadi trainer pokemon sepuasnya! Kocak juga, pokemon bisa jadi motivasi pengen masuk surga tapi ya namanya juga anak kecil wkwk.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
— Giza, kenang-mengenang keluarga yang bukan hanya sekedar indah, tapi takkan terganti. Aku suka keluarga ini 😌
6 notes · View notes
gizantara · 20 days
Text
Sekarang lagi coba ningkatin level nothing to lose terhadap keinginan-keinginan (terutama ketika lagi melihat kenikmatan di hidup orang lain):
Bukan sekedar, "gapapa kalau belum mendapatkannya sekarang, mungkin nanti. Sekarang tetep lanjutin perjalanan aja ya, sebisa-bisanya."
Melainkan, "dan gapapa kalau memang gak pernah ditakdirkan untuk mendapatkannya seumur hidup. Percaya kok, Yang Maha Bijaksana tahu mana yang lebih tepat guna."
— Giza, yang diprioritaskan harus selalu ketenangan hati
21 notes · View notes
gizantara · 20 days
Text
Justru itulah konsep titik terendah: untuk membangun ulang pondasi sebelum ke kerangka berpikir. Jadi sangat wajar kalau di kepala, semuanya kaya berantakan. Sebenarnya bukan berantakan, tapi sedang dikembalikan oleh-Nya ke tempat asalnya.
— Giza, suka ada aja pemikiran baru kalo lagi ngewaro temen yang cerita
6 notes · View notes
gizantara · 21 days
Text
Pada hal-hal sekejap yang akhirnya membuat kita jarak, pada cerita-cerita yang akhirnya membuat kita prasangka, dan pada semua yang akhirnya menamatkan sebuah sapa.
Aku harap engkau tahu. Kalaupun ada sedikit benci yang terbalut, intinya tetap cinta, kalaupun kita kini hanyalah dua raga yang saling bergelut melupakan, dipertemukan di awalnya tetaplah takdir yang berharga.
Aku akhirnya mengerti; kemaafan bukan bererti kita sudah menghapus luka, tapi sebuah tekad untuk menutup cerita, sebuah usaha untuk melangkah ke depan, sebuah perjuangan untuk memulai hidup yang baru; tanpa kamu.
— Hafizul Faiz
7 notes · View notes
gizantara · 25 days
Text
Namun terkadang, tidak ditanggapi membuat kita merasa sangat sakit hati dan marah hingga membuat kita mundur dari hubungan, bahkan bertahun-tahun.
— Michael P. Nichols, The Lost Art of Listening
2 notes · View notes
gizantara · 25 days
Text
Sebagaimana rasa sakit tidak didengarkan ketika kamu sedang bersemangat mengenai sesuatu yang istimewa, menyakitkan juga ketika tidak merasa didengarkan oleh seseorang yang spesial—seseorang yang kamu harap akan memedulikanmu.
— Michael P. Nichols, The Lost Art of Listening
9 notes · View notes
gizantara · 25 days
Text
Inti dari mendengarkan dengan baik adalah empati, yang hanya dapat dicapai dengan menangguhkan keasyikan kita pada diri sendiri dan memasuki pengalaman orang lain.
— Michael P. Nichols, The Lost Art of Listening
13 notes · View notes
gizantara · 26 days
Text
Mencegahmu dari kecelakaan adalah bentuk sayang. Aku masih mendoakanmu selamat.
— Giza, mudah-mudahan masih dipakai Tuhan sebagai perpanjangan kasih sayang-Nya
5 notes · View notes
gizantara · 1 month
Text
Kadang permintaan maaf itu hanya upaya menyudahi konflik bukan upaya melakukan perbaikan sehingga terdengar lebih menyebalkan ketika tidak berangkat dari kesadaran akan kesalahan. Lebih baik tidak usah sama sekali.
— Giza, memberi maaf bukan karena perbuatan seseorang layak dimaafkan, melainkan karena hatinya lebih layak mencapai kedamaian
19 notes · View notes
gizantara · 1 month
Text
Perempuan, dengan menjaga dirinya saja, dengan menjaga kehormatannya saja, itu sudah sangat membantu laki-lakinya.
— Ust. Felix Siauw
24 notes · View notes