Tumgik
#zindiq
serwubmfjwxo0 · 1 year
Text
Backshot tease Vizinha gostosa exibida se da ricos sentones y la lleno de leche Smalltitted black ts babe dildoing her ass Bucetinha teen gostosa sem calsinha novinha UNE JEUNE FILLE AU SAUNA TAILLE UNE PIPE BAVEUSE ET PREND LE JUS EN BOUCHE Amateur handjob cumshot ejaculation Cute straight pinoy guy masturbating gay xxx Fuck Me In the Ass For Ebony luna corazon gets cumshots lying on the back Japanese bukkake, Marin as schoolgirl
0 notes
Text
*TENTANG SEMBELIHAN*
Diantara hal-hal yang berkaitan dengan _majhul hal_ dan yang mana hal itu menjadi ajang perdebatan pada hari ini adalah _status sembelihan_ di negeri-negeri ini (darul kufr-riddah) bersama keadaan ketidak tahuan si penyembelih dan ada kemungkinan ia itu orang murtad dengan sebab diakuinya keberadaan kaum murtadin diatas kemurtadannya di negeri- negeri yang dihukumi dengan qowanin wadh'iyyah (undang-undang buatan) ini, maka apakah mesti tawaquf dari makan sembelihan di negeri- negeri ini? Dan apakah wajib atas orang yang mau membeli daging untuk tabayun tentang keadaan si penyembelih padahal bisa saja si penyembelih itu bukan si penjual?
Jawabnya :
Bahwa pembahasan masalah ini dibangun diatas pengharaman sembelihan orang murtad, dan ini memang yang benar. Asy-Syaukani rohimahulloh berpendapat bahwa sembelihan orang kafir itu boleh jika dia menyebut nama Alloh diatasnya dan bahwa tidak ada dalil yang mengharamkannya (As-Sail Al Jarror 4/64), dan ini adalah pendapat yang salah, sedangkan dalil pengharaman adalah apa yang dituturkan Syaikh Manshur Al Bahuty dalam ucapannya, *_" Dan tidak Halal sembelihan orang murtad meskipun riddahnya kepada agama ahli kitab, dan tidak halal pula sembelihan orang Majusi, penyembah berhala, zindiq dan juga darwiz, tayaminah dan nushoiriyyah di Syam berdasarkan Kalam Alloh ta'ala_*,
_' Dan makanan (sembelihan) orang- orang yang diberi kitab adalah halal bagi kalian.'_ (Al Maidah : 5)
*_Sedangkan mafhumnya adalah haramnya sembelihan orang- orang kafir selain mereka."_*
[ Kasysyaful Qina' 6/205 ]
Dan atas dasar ini maka sembelihan di negeri ini ada tiga macam :
*1.* Bila diketahui bahwa si penyembelih adalah muslim masturul hal atau ahlul kitab maka ini halal.
*2.* Dan jika diketahui bahwa si pemyembelih adalah orang kafir, seperti orang murtad atau penyembah berhala, maka ini haram, sama seperti bangkai dalam keharaman.
*3*. Dan jika tidak diketahui keadaan orang yang menyembelihnya maka inilah yang menjadi persoalan.
Bila itu di darul Islam maka ulama' telah ijma' akan kebolehan membeli daging yang ada dipasar- pasar tanpa menanyakan tentang kehalalannya, padahal hukum asal pada daging adalah haram (Jami'ul 'Ulum wal Hikam, Ibnu Rojab Al Hambali hal.60 dan Al Mughni ma'asy- syarhil Kabir 4/308), akan tetapi sesungguhnya hal dhohir bahwa kaum muslimin tidak mengakui suatu penjualan yang tidak halal di pasar- pasar mereka, dan keadaan mereka itu dibawa pada kondisi sah dan selamat, maka hukum dhohir ini didahulukan terhadap hukum asal (daging), dan dari sinilah ulama' ijma' akan kebolehan membeli daging di darul Islam tanpa bertanya kehalalannya, sampai- sampai Syaikh Mansur Al Bahuti berkata dalam Syarhul Iqna', *_" Dan halal sembelihan yang dipasarkan ditempat yang halal sembelihan mayoritas orang- orangnya, walaupun tidak diketahui pengucapan basmallah oleh si penyembelih, karena sangat sulit mengecek setiap sembelihan dan sebagai bentuk pengamalan dengan dhohirnya."_* (Kasysyaful Qina' 6/212)
Dan adapun di negeri-negeri yang kita bicarakan, yang mana ada kemungkinan sebagian orang- orang yang menyembelih disana adalah orang-orang murtad, maka kehalalan dan keharaman tergantung pada kekuatan dan kelemahan syubhat. Bila orang-orang murtad banyak disuatu tempat maka kuatlah syubhat pada daging-daging yang tidak jelas (majhul) dan dikedepankanlah keharaman sehingga tidak boleh membeli dari tempat ini. Dan bila sedikit kaum murtadun disuatu tempat maka melemahlah syubhat pada daging-daging majhulah (yang tidak jelas) karena sembelihan kaum murtadun yang mana ia sama dengan bangkai, telah bercampur dengan sembelihan-sembelihan yang halal yang sangat banyak yang tak terhitung, maka boleh membeli (dari sana). Syaikh Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata, *_"Bila bercampur yang haram dengan yang halal yang tak terhitung seperti bercampurnya saudari orang (sepesusuan) dengan penduduk negeri dan bercampurnya bangkai dan hasil ghoshop dengan penduduk sebuah negeri, maka itu tidak menyebabkan pengharaman apa yang ada di negeri itu, sebagaimana bila berbaur saudari (sepesusuan) dengan wanita-wanita lain dan sembelihan dengan bangkai, maka kadar yang disebutkan tadi tidak memestikan pengharaman sembelihan -sembelihan mereka yang tidak diketahui keadaannya"_* (Majmu' Al Fatawa 21/532), dan beliau berkata juga, *_" Dan hal yang haram apabila bercampur dengan yang halal maka ia ada dua macam :
Pertama, ia itu diharamkan karena dzatnya, seperti bangkai dan saudari (sepesusuan), maka ini bila tersamar dengan suatu yang tak terhitung maka ia tidak haram, seperti orang yang mengetahui bahwa di negeri Fulan itu ada saudarinya dari persesusuan namun ia tidak mengetahui orangnya, atau disana ada orang yang menjual bangkai yang tidak ia ketahui barangnya, maka (dalam kondisi) ini tidak haram atasnya wanita dan daging. Adapun jika tersamar saudari (sepesusuan)-nya dengan seorang wanita lain atau sembelihan dengan bangkai maka keduanya haram seluruhnya." (Majmu' Al Fatawa 29/276)
Dan ucapannya, *_"Adapun bila tersamar..."_*, dimaksudkan dengannya : bila ia tersamar dengan jumlah yang sedikit, maka disini syubhat amat kuat dan didahulukan status pengharaman. Dan kaidah, *_halal : bila bercampur yang haram dengan jumlah besar yang tak terhitung dari yang halal_*. Dan *_haram : bila bercampur hal yang haram dengan jumlah terbatas dari yang halal._* Ini telah dikatakan oleh umumnya para ulama'.
[ Silakan lihat : Al Mughni Ma'asy-Syarhil Kabir 1/51, Badai'ul Fawaid, Ibnul Qayyim, 3/258, Al Qowaid, Ibnu Rojab Al Hambali hal. 241, Al Inshaaf, Alauddin Al Mardawi 1/78-79, Risalah Kasyfu Syubuhat 'anil musytabihat, Asy-Syaukani hal. 16 dalam Ar-Rosail As-Salafiyah, karya beliau ]
Jadi kewajiban atas orang muslim di negeri-negeri ini : adalah berupaya membeli daging dari orang yang menyembelih dari orang yang dia percayai akan agamanya, kemudian bila sulit maka ia bertanya kepada si penjual daging tentang keadaan dan agama si penyembelih, kemudian bila sulit juga maka ia memakai kaidah bercampurnya hal yang haram dengan hal yang halal yang terhitung dan yang tidak terhitung. Dan kehati-hatian dan tabayun ini tidak cukup dengan sekedar membaca bismillah saat makan daging, karena hadits _"Baca bismillah-lah kalian dan makanlah"_ telah datang berkenaan dengan keadaan bila diketahui bahwa yang menyembelih adalah orang muslim akan tetapi diragukan apa dia membaca bismillah saat menyembelih atau tidak. Dan hadits ini tidak datang tentang ketidak tahuan tentang agama di penyembelih. Dari Aisyah rodhiyalllohu 'anha berkata, _"Sesungguhnya orang-orang berkata kepada Nabi shollalllohu 'alaihi wa sallam, 'Sesungguhnya ada kaum datang kepada kami dengan membawa daging yang tidak kamu ketahui apakah disebut nama Alloh atau tidak atasnya', maka beliau berkata, 'Bacalah bismillah kalian terhadapnya dan makanlah.' Ia (Aisyah rodhiyallohu 'anha) berkata, 'Sedang mereka itu baru masuk Islam_. ' (HR. Bukhori : 5507) yaitu bahwa orang-orang yang menyembelih itu baru masuk Islam lagi dekat dengan masa kekafiran, sehingga bisa jadi mereka tidak mengetahui kewajiban baca bismillah saat menyembelih. (Majmu' Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 35/240).
Inilah dan tidak selayaknya masalah sembelihan yang tidak jelas (majhul) ini dan makan darinya menjadi sumber perseteruan dan percekcokan diantara kaum muslimin, karena ia adalah masalah ijtihadiyah. Bisa saja seseorang memandang bahwa syubhat adalah kuat disuatu tempat terus ia tidak memakan dari sembelihannya, namun orang lain memandang dengan pandangan yang berbeda, dan selagi masalahnya mengandung kemungkinan, maka tidak ada pengingkaran dalam hal- hal yang _muhtamal_(mengandung kemungkinan), akan tetapi yang diingkari adalah dalam suatu yang jelas lagi nyata, seperti orang yang makan dari sembelihan orang murtad yang jelas kemurtadannya, maka ini seperti memakan bangkai, mesti diingkari.
◼️ *_Disalin dari :_*
*_Ebook : Status Orang- Orang Yang Diam, bagian dari kitab Al Jami' juz 9, Bab lanjutan ke tujuh, Syaikh Abdul Qodir bin Abdul 'Aziiz, alih bahasa : Ustadz Abu Sulaiman Aman Abdurrohman_*
*# Al Bulury*
_________________________________
3 notes · View notes
akuyanglain · 1 year
Text
ASRABI: ASWAJA RASA WAHABI
Oleh siswanto
Pertama kali saya mengenal term Asrabi dari postingan Mas Lulus Suprapto pada tahun 2016, saat terjadi politik SARA di Jakarta. Asrabi adalah orang atau golongan yang secara kultur keagamaan Islam Tradisionalis (Aswaja), namun tingkah lakunya seperti Wahabi. Yaitu berpikir saklek, tekstualis dan kaku dalam memahami qoul-qoul ulama madzhab dan teks ayat Al-Quran dan Hadits. Selain itu ciri khas lainnya cenderung takfiri mudah mencap munafik, zindiq, bahkan memberi stempel kafir kepada sesama muslim yang tidak sepemikiran dengannya atau beda preferensi (kubu) politik. Golongan Asrabi ini sangat benci secara membabi buta terhadap kaum Wahabi, tapi dilain pihak mereka juga sebarisan dengan Wahabi dalam propaganda politik sektarian. Saya menyebutnya orang yang mengalami gejala psikopat dalam agama. Ibaratnya setiap hari mencaci maki dan mengolok-olok Wahabi, lalu tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba baik-baikin Wahabi, dan menyebutnya sebagai "Mujahidin Ahlussunnah" pejuang Islam, penegak syariat.
Lalu kenapa kaum Asrabi bisa terjebak pada propaganda politik sektarian dan bisa satu barisan dengan Wahabi (baik yang Murji'ah maupun Khawarij) dalam masalah ini?
Jawabannya adalah Golongan Asrabi memegang doktrin Fitnah Akhir Zaman yang merujuk pada dua tanduk setan yang dimaknai dua firqoh, yaitu Wahabi dan Syiah. Maka selain benci Wahabi (hanya dalam bidang agama) secara membabi buta, mereka juga sangat membenci Syiah secara membababi buta pula. Dalam memandang Syiah, golongan Asrabi cenderung berpikir deduktif dan menganggap firqoh Syiah sebagai entitas tunggal yang tidak memiliki macam-macam aliran madzhab fiqh. Padahal Syiah itu sama seperti Sunni yang terdiri dari banyak aliran atau Madzhab Fiqh. Implikasi dari doktrin dua tanduk setan yang dimaknai dua firqoh (Wahabi dan Syiah) membuat golongan Asrabi ini terjebak propaganda politik sektarian yang sebenarnya itu merupakan False Flag Opération yang digunakan oleh NATO untuk agenda Régime Change War di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim yang tidak mau tunduk pada agenda politik imperialisme Barat, dengan Wahabi sebagai bahan bakar dan api penyulut konflik berbungkus sektarian yaitu SYIAH MEMBANTAI SUNNI, yang dibacking MSM BARAT sebagai penyebar propaganda untuk mempengaruhi opini publik internasional, khususnya muslim awam seperti Asrabi.
Golongan Asrabi juga disebut kelompok Islam Post-Tradisionalis/Khilafis. Karena mereka juga punya agenda ingin mendirikan negara (ilusi) agama Khilafah versi penafsiran mereka sendiri. Seperti yang sudah disinggung pada paragraf pertama. Golongan Asrabi merujuk pada kelompok yang sebagian besar ikut menunggangi politik SARA pada 2016, dengan gerakan politik 212, yang diisi oleh NUGL+FPI tokoh-tokohnya seperti UAS, Idrus Ramli, Luthfi Bashori, dan orang-orang yang dibarisan mereka. Adapun negara yang menjadi kiblat preferensi geopolitik golongan Asrabi adalah Turki yang notabene anggota NATO, dan juga Qatar di mana tempat Syaikh Al-Qardhawi pentolan Ikhwanul Muslimin tinggal. Mereka sering disebut warga Turki KW dengan label Turkimen dan Turkiyem karena menganggap presiden Turki, Yang Mulia Sultan Recep Tayyip Erdoğan sebagai presidennya.
NB: Asrabi juga merujuk pada tokoh yang kalah dan sakit hati dalam pemilihan Ketua Umum NU Muktamar Jombang 2015, yang kemudian mendirikan NUGL untuk melawan PBNU kepemimpinan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj. Yang nama tokohnya sudah disebutkan di atas. Berkolaborasi dengan pentolan Wahabi, Farid Ahmad Okbah mendirikan MIUMI.
Tumblr media
6 notes · View notes
philippequeau · 1 month
Text
Un soufi "zindiq"
“Passion soufie” ©Philippe Quéau (Art Κέω) 2024 Ḥallâj, soufi, mystique et martyr, affirma publiquement des idées nouvelles, dans une époque cruelle, peu préparée à les entendre, et encore moins à les accepter. Accusé d’hérésie (zandaqai), il fut crucifié en 922 (l’an 309 de l’Hégire) à Bagdad. Louis Massignon qualifia sa vie de « Passionii », avec un P majuscule, choisissant avec ce mot…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
rinaimimpi · 7 months
Text
Muhasabah VS Self Blaming | Riyaadhush Shaalihiin
Tumblr media
jika kamu menghitung nikmat Allaah, maka kamu tidak bisa menghitungnya. tugas kita adalah berusaha bersyukur dan istighfar atas kelalaian kita.
keberhasilan itu karena 2 hal, yaitu: dengan ilmu dan jiwa besar (semangat yang tinggi dan besar) -> himmah.
seseorang memiliki ambisi yang besar itu artinya tidak punya mimpi yang lebih rendah daripada syurga. dia tidak memiliki tujuan kecuali syurga. -> ulul himmah.
syurga itu ditutup, dipagari, dan dihalangi hal-hal yang tidak menyenangkan atau memuaskan syahwat kita. sehingga yang berjuang ke syurga itu tidak banyak, karena jalan menuju ke syurga itu tidak disukai oleh syahwat dan hawa nafsu kita. meskipun ada beberapa hal yang bisa dijadikan jalan menyalurkan syahwat namun tetap diakomodir melalui jalan yang jelas dan sesuai syariat serta memiliki batasan-batasan.
maka, kita perlu minta tolong sama Allaah.
"orang yang mengetahui apa yang ia kejar, maka perjuangannya akan terasa ringan."
syurga itu indah, enak, dan menyenangkan.. maka jika seseorang tahu betul apa yang sedang dia perjuangkan, maka insyaAllaah akan ringan.
hidup ini memang berat, tidak mudah dan tidaklah ringan. tapi jika kamu sabar, insyaAllaah dapet syurga. bersabarlah karena pahala sabar itu tidak ada batasnya. ujian memberikan kita kesempatan mendapatkan pahala sabar.
hidup itu gaboleh lihat dari satu sisi saja, nanti kita babak belur jika hanya mengandalkan satu sisi penilaian saja. lihat secara utuh, lihat secara 360 derajat. dan jangan lupa minta tolong sama Allaah.
Allaah merahmati orang yang tahu kapasitas dirinya. kita diperintahkan hidup sesuai kapasitas diri kita. setiap orang beramal sesuai kotaknya masing-masing. bahkan jika dia bermain di atas levelnya atau diluar kotaknya, maka Allaah akan jatuhkan dia. dan jatuh itu sakit.
setelah mengaji, kita amalkan, kita menjadi manusia yang berakhlak mulia, menjadi helpfull, menjadi seseorang dengan empati yang besar. maka biidznillah, Allaah akan membantunya, Allaah akan membantu kita memperbaiki diri kita, profil kita. inilah hal yang paling penting dari mengaji.
pentingnya 360 derajat cara pandang agar bisa mengetahui konsep utuhnya. misalkan kita belum tahu bagaimana gajah, lalu kita dihadapkan dengan suatu gambar yang hanya menyuplik sebagian anggota badan dari gajah (misalkan belalainya saja), terus disuruh jelasin tentang hewan yang bernama gajah, emang bisa kita menjelaskan dengan baik? kan engga... kita belum mampu menyimpulkan. kita baru bisa menyimpulkan kalo melihat secara utuh.
muhasabah itu beda ya dengan self blaming. arah muhasabah itu bukan untuk merusak mental kita. thats why kita perlu tadzkiratus sami (perlu ada persaan cinta, cemas/khawatir dan harap).
apabila seorang hanya mengedepankan salah satu saja di antara ketiga hal itu dalam beribadah maka ia akan menjadi kaum yang tersesat. Dahulu sebagian salafush shalih mengatakan:
مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِالْحُبِّ وَحْدَهُ فَهُوَ زِنْدِيقٌ، وَمَنْ عَبَدَهُ بِالْخَوْفِ وَحْدَهُ فَهُوَ حَرُوْرِيٌّ، وَمَنْ عَبَدَهُ بِالرَّجَاءِ وَحْدَهُ فَهُوَ مُرْجِيءٌ
“Siapa yang mengibadahi Allah dengan perasaan cinta saja maka ia adalah seorang zindiq. Siapa yang mengibadahi-Nya dengan perasaan takut saja maka dia adalah seorang Haruri (Khawarij). Dan siapa yang mengibadahi-Nya dengan perasaan harap saja maka dia adalah seorang Murjiah.” (Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil Aqidah: 13)
bagaimana agar menjadi hamba yang utuh? anda harus kuasai 3 konsep tersebut.
ulama-ulama itu tahu bahwa pasti memiliki dosa, mereka itu suatu kesalahan yang sangat-sangat perlu untuk diperbaiki dan ditaubati. tapi mereka gapernah kehilangan kepercayaan dia, mereka sangat optimis. karena apa? karena mereka mengamalkan seluruhnya, seluruh secara utuh, tidak parsial.
dosa itu fungsinya bukan menjadikan diri kita minder, terpuruk, dan putus asa. fungsi dosa adalah kembali kepada Allaah dengan penuh kerendahan, pengharapan, dan penuh rasa cinta. sehingga hasilnya akan positif. kita punya Rabb yang mahabaik. Allaah senantiasa memaafkan dosa dan kesalahan kita, maka kita akan cinta sama Allaah.
hidup itu diputar sama Allaah, ga selamanya kita di atas. gaselamanya fisik kita akan selalu oke. bahkan ketika kita menjenguk seseorang yang stroke, yang untuk mengangkat tangannya saja perlu usaha dan effort yang berat, betapa tidak mudahnya menjalani hal tersebut dan memiliki penerimaan yang baik.
jangan pernah beruburuk sangka sama Allaah. sesungguhnya Allaah adalah pihak yang paling sayang sama kita, kita gaboleh pesimis, dan senantiasa memuji Allaah. selalu bersyukur dan semoga Allaah selalu memberikan kita ilmu nafi'.
Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri حافظه الله
Sukoharjo, 5 November 2023 | 07.00 wib
0 notes
al-kutahyawi · 1 year
Text
Tumblr media
Wer waren die Jahmiyyah?
Jahmiyyah sind eines der ersten Sekten, welche im Laufe des Islams, auftauchten. Muattila und Jabriyah al Halisah werden sie auch genannt. Sie wurden von manchen [Gelehrten] als Zanadiqa [pl. von Zindiq= einer, der die Akhirah leugnet] betitelt.
Die Jahmiyyah sind durch die Niyyah Allah vor Verähnlichungen erhaben zu erklären, in starken Tawil [=Uminterpretieren eines Wortes oder Satzes] geraten. Unter anderem haben sie dem menschlichen Verstand, Vorsprung über den Verständniss der Sahaba gegeben. Gerade weil sie die Einheit des islamischen Gedankenguts der Muslime gespalten haben und zu großem Widerstand der Salaf [=Vorreiter des Islam] gestoßen sind, wurden sie nicht dem Islam zugeschrieben.
0 notes
tawakkull · 2 years
Text
ISLAM 101: SPIRITUALITY IN ISLAM: PARTN 65
Tasawwuf is To Reach Perfectıon Through The Qur’an And The Sunnah
Part 5
Imam Rabbani has said:
‘Giving importance to the inward aspect of Islam requires that one give importance to the outer form (That is, it is essential that the inner and outer aspects are in harmony). A person who occupies himself with the inner but ignores the outer aspects is an unbeliever (zindiq). All of the inner states that he arrives at are istidraj1. The best measure of the wellbeing of our inner state is how we order ourselves according to our outer worship. This is the path of uprightness (istiqama)’.
In this respect then, however many expressions about tasawwuf that one may hear from a person, if they do not organize their lives according to the Qur’an and the sunnah and ignore the outer responsibilities of the religion, that person cannot be a true person of tasawwuf.
For example, a believer who denies the divine commands when it comes to the matter of inheritance because it does not benefit him personally, cannot be considered to have progressed along the spiritual path.
In the same way, a person who does not abide by the Islamic rulings when it comes to family life can- not be said to live a life according to the principles of tasawwuf. Parents who deprive their children of learn- ing the Qur’an because they are only concerned with their worldly future, thus endangering their eternal life, cannot be said to develop spiritually. For such parents to consider themselves people of tasawuuf is an open sign of heedlessness.
Also to infringe on another’s rights, to act in a way proscribed by Allah in order to obtain some worldly benefit, to compromise by saying ‘Let me just do this one time, then I won’t do it after that’ – these are the greatest forms of oppression a person can subject themselves to and they will harm one’s spirituality.
The words from the Holy Qur’an, of the brothers of the prophet Yusuf, who tried to kill him due to their jealousy of him, are an example of the traps that the nafs sets for itself to make one commit the unlawful:
‘Slay Joseph or cast him out to some (unknown) land, so the favor of your father may be given to you alone: (there will be time enough) for you to be righteous after that!’ (Yusuf, 12:9).
Thus to delve into the haram today thinking that one will reform themselves the next day, which may or may not arrive, is to make light of tawbah (repentance) and to become a slave to the whims of one’s own ego. This state, however, is no different than pouring poison over one’s spiritual state.
We should never forget the following principles given to us by Umar (ra) in regard to this matter:
‘Do not look at the prayer a person prays or their fasting. Rather ask:
When they speak, do they speak the truth?
When they are entrusted with something, do they honor the trust?
When they are busy with the world, do they abide by the haram and the halal? This is what you should consider’.
In short, it is meaningless to expect advancement in the Sufi path from a person who does not abide by the standards of the shari’ah in their worship, their transactions with others, their character, and the order in their life.
Let us not forget that the shari’ah, which can be called the outer rulings of Islam, is like the skeleton that keeps the body upright. A body without a skeleton or a spine cannot stay upright. However, a life that only consists of the skeleton-like certain people try to show it to be purposely- puts forth a view of Islam that is frightening, cold, repulsive, and without spirit.
In this respect then, the true Sufi path consists of perceiving the spiritual nature of the Messenger of Allah (saw), his noble Companions, the righteous predecessors, and the God-conscious believers and struggling to live like they did, with great love, ecstasy and enthusiasm.
1 note · View note
syam1974 · 2 years
Photo
Tumblr media
bacadengantenang _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ FILSAFAT HARAM Hukum filsafat haram dan ia pintu kekafiran. Tidak ada dalam filsafat kecuali kebodohan dan kebingungan. Imam Syafii berkata: مَا شَيْءٌ أَبْغَضُ اِلَيَّ مِنَ الْكَلاَمِ وَأَهْلِهِ Tidak ada sesuatu yang lebih aku benci daripada ilmu filsafat dan ahli filsafat. (Tarikh Al Islam li Adz- Dzhabi 14/322 ) Imam Syafi'i juga berkata: Hukuman bagi para ahli filsafat agar mereka dipukul dengan pelepah kurma, di angkut di atas unta lalu di arak di kampung-kampung, lalu diserukan kepada mereka, inilah balasan orang yang meninggalkan Al-Quran dan hadist lalu mengarah ke ilmu filsafat. (Manaqib Asyafii) Bahkan Imam Ahmad bin Hambal pun berkata: “Pemilik ilmu filsafat tidak akan beruntung selamanya. Para ulama filsafat adalah para zindiq”. Talbiis Ibliis 1/75 Imam Adz-Dzahabi berkata: "Hampir tidak ada orang-orang yang memperdalam ilmu filsafat kecuali ijtihadnya akan mengantarkannya kepada pendapat yang menyelisihi kemurnian Sunnah. Karenanya para Ulama Salaf mencela mempelajari ilmu orang-orang kuno, karena ilmu filsafat lahir dari para Filosof yang berpemikiran Dahriyah (Atheis). Barangsiapa yang dengan kecerdasannya berkeinginan untuk mengkompromikan antara ilmu para Nabi dengan ilmu para Filosof, maka pasti ia akan menyelishi para Nabi dan juga menyelisihi para Filosof". (Mizaanul I’tidaal 3/144) https://dakwahmanhajsalaf.com/2019/08/hukum-belajar-ilmu-filsafat.html --------- Instagram: @ittibarasul1 http://Instagram.com/ittibarasul1 Grup WA: http://wa.me/6289665842579 Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf1 🔎 Ig @ittibarasul1 ====================== @bacadengantenang @abu_dirda 📝 Silahkan dishare, dengan tidak merubah isi (di Kapuas Kota Air - Kalteng) https://www.instagram.com/p/CkUvG-eBziu/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
shirajoko · 2 years
Photo
Tumblr media
Pendusta Agama “Jika anda melihat seseorang mencaci para sahabat Rasulullah ﷺ, maka ketahuilah bahwa dia adalah seorang zindiq (pendusta agama), karena al-Quran dan sunnah dalam pandangan kita semuanya benar, dan para sahabatlah yang mengantar keduanya kepada kita..." (Dinukil oleh al-Khathib al-Bagdadi, al-Kifayah fi Ilmi al-Riwayah, hal. 97) (di Dpd Kutub Blitar) https://www.instagram.com/p/CjG9MnhBW8s/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
ilmtest · 4 years
Text
From Those Who Fabricate Narrations
The Third Issue: The Categories of the Fabricators (of Ḥadīth) (المسألة الثالثة): في أصناف الوضّاعين. Know that the fabricators (of ḥadīth) as mentioned by Ibn ʿIrāq in the introduction of his book Tanzīh al-Sharīʿah are of seven types: اعلم: أن الوضّاعين على ما ذكره ابن عراق رحمه اللهُ تعالى في مقدّمة كتابه "تنزيه الشريعة" سبعة أصناف: The first type are the zanādiqah (heretics) who are foremost in this; it is their disdain for the religion that causes them to fabricate ḥadīth and deceive the Muslims. [الصنف الأول]: هم الزنادقة، وهم السابقون إلى ذلك، والهاجمون عليه، حملهم على الوضع الاستخفاف بالدين، والتلبيس على المسلمين. Muḥammad b. Ādam al-Ethiobī, Qurrah ʿAyn al-Muḥtāj fī Sharḥ Muqadimmah Ṣaḥīḥ Muslim b. al-Ḥajjāj 1/334 محمد بن آدم الأثيوبي، قرة عين المحتاج في شرح مقدمة صحيح مسلم بن الحجاج ١/٣٣٤ https://shamela.ws/browse.php/book-148896/page-334 Telegram: https://t.me/ilmtest Twitter: https://twitter.com/ilmtest_ Instagram: https://instagram.com/ilmtest Facebook: https://facebook.com/ilmtest Tumblr: https://ilmtest.tumblr.com Website: https://www.ilmtest.net
15 notes · View notes
Photo
Tumblr media
I Qurandan kənar saxta şəriət sistemi ilə idarə olunan ölkələrin qəzəb və kinlərinin əsas qaynaqlarından biri həmin bu uydurma hədislərdir. İslamın hökmü kimi ortaya atılan belə bir qayda Quranda qətiyyən mövcud deyildir və Quran bu cür düşüncəni tamamilə qadağan edir. Quranda fikir və inanc azadlığını ifadə edən ayələrdən bəziləri belədir: Dində məcburiyyət yoxdur... (Bəbqərə surəsi, 256) Sizin dininiz sizə, mənim dinim də mənədir! (Kafirun surəsi, 6) ... Sən onları məcbur edən deyilsən... (Qaf surəsi, 45) De: “Haqq Rəbbiniz tərəfindəndir. Kim istəyir iman etsin, kim də istəyir inkar etsin”. (Kəhf surəsi, 29) Əgər Rəbbin istəsə idi, yer üzündə olanların hamısı iman gətirərdi. İnsanları mömin olmağa sənmi məcbur edəcəksən? (Yunis surəsi, 99) (Onlara) nəsihət ver! Sən yalnız nəsihətçisən. Sən onların üstündə hökmdar deyilsən. (Ğaşiyə surəsi, 21-22) Quranda təsvir edilən İslam dinində hər kəs istədiyi inancı qəbul etmək azadlığına malikdir. Qurandakı dində müsəlman yalnız gözəl əxlaqı təbliğ etməklə məsuliyyət daşıyır. Hidayət Allahın əlindədir. Müsəlmanın vəzifəsi odur ki, insanlar inanıb-inanmasalar da, onlara qarşı şəfqətlə yanaşmalıdır. Müsəlmanı bir qatil kimi göstərməyə çalışanlar Qurandakı bu həqiqətin üstünü örtməyə çalışırlar. #quran #ayə #surə #ixlas #islam #iman #əxlaq #hzəli #tövbə #təqva #dinipaylasimlar #hədis #Allah #evdəqal #namaz #din #zindiq #kafir #mürted #batil #bidat #xurafat #saxta #sahte #hadis https://www.instagram.com/p/CTwHOUrMvTz/?utm_medium=tumblr
0 notes
abuwildanasrul · 5 years
Photo
Tumblr media
DUSTA SENJATA... #dusta #bangkrut #zindiq Join & share @annajiyahdesign www.annajiyahdesign.com https://www.instagram.com/p/BzK0FhaFFNq/?igshid=expsv2w6kyt8
0 notes
kayyishwr · 3 years
Text
Agar Tak Selamanya ‘Semangat’
Sebenarnya ini diitulis sebagai coretan kasar materi besok, diminta membahas mengenai Toxic Positivity. Saya sadar bukan ahli dalam hal ini, maka setiap diminta untuk ‘berbicara’ di forum, saya lebih suka menyebutnya sebagai diskusi, besar harapan ada juga input yang masuk kepada saya.
Oh ya, sebelumnya, coba pejamkan mata, dan tarik nafas dalam-dalam, lega yak? Alhamdulillah, nikmat yang seperti ini kadang luput kita sadari, selain hari ini mungkin ada yg sedang Allah uji dengan penyakit (semoga Allah segera angkat penyakitnya, sehingga bisa kembali seperti semula), nikmat menarik nafas kemudian membuangnya, sering kita lupakan karena terlalu sibuk dengan kerjaan. Sehingga saat diminta bernafas sebentar dengan sadar, kita kemudian baru sadar, MasyaAllah, ternyata senikmat itu untuk bernafas yak :)
Kembali soal Toxic Positivity, mari kita sadari bahwa ya, hidup kita tidak selamanya baik-baik saja. Itu wajar. Dan bukan sebuah aib atau dosa juga. Karena begitulah sunnatullah hadir.
Tubuh kita, sudah Allah design dengan berbagai keajaiban yang jika kita pelajari hanya akan membuat kita semakin sadar, ya kita tidak bisa apa-apa, jika Allah tak mengizinkan. Tubuh kita, Allah rancang dengan berbagai macam mekanisme yang jika kita pelajari, akan menambah pengetahuan dan (semoga) menambah keimanan kita juga.
Allah sediakan dalam tubuh kita ada bagian bernama otak, yang didalamnya terdapat bagian-bagian yang memiliki fungsinya sendiri-sendiri. Otak bagian depan, otak bagian belakang, dan otak tengah. Masing-masingnya memiliki bagian lagi yang lebih spesifik, seperti otak tengah yang memiliki bagian bernama sistem limbik.
Sistem limbik ini yang kemudian memiliki fungsi salah satunya adalah pengaturan emosi. Lalu apa kaitanya dengan bahasan kita? Secara sederhana pengaturan emosi dapat dibagi menjadi emosi “bertahan hidup” dan emosi “keterikatan”. Menariknya, emosi “bertahan hidup” ini memiliki kaitan dengan pelepasan hormon kortisol. Padahal hormon ini lebih erat kaitan produksinya ketika kita sedang stress, sehingga emosi “bertahan hidup” ini meliputi rasa takut, marah, jijk, malu dan sedih, atau kita rangkum dengan bahasa awam, memiliki konteks negatis. Sedangkan, hormon “keterikatan” sebaliknya, lebih erat kaitannya dengan pelepasan hormon oksitosin, dimana hormon ini dikenal dengan hormon cinta.
Pengetahuan ini penting, karena inilah sunnatullah itu. Bahwa, tidak selamanya kita bisa merasakan kesenangan terus, tidak selamanya kita akan bahagia terus, tidak selamanya kita butuh “semangat”, karena justru yang akhirnya membuat kita bertahan, tetap bergerak, membuat harapan, menyiapkan agenda, bukan selalu dari hal-hal positif, tapi justru datangnya dari kekhawatiran, ketakutan, kecemasan, dan lain sebagainya.
Sehingga, ketika kita membaca apa Toxic Positivity itu, merupakan konsep berfikir bahwa selamanya kita harus tetap berada dalam kondisi ‘positif’ dan menganggap itu merupakan solusi yang tepat. Ibarat ingin menyembuhkan penyakit, tapi dengan bahan yang justru menambah parah penyakit tersebut.
Lantas, bagaimana sikap kita? Apalagi kita sebagai seorang muslim? Setidaknya bisa kita ambil pelajaran dari perkataaan Ibnu Taimiyah, “Barang siapa menyembah Allah dengan cinta saja maka sungguh ia Zindiq. Barang siapa menyembah Allah dengan harap saja maka ia adalah Murji’. Barang siapa menyembah Allah dengan takut saja maka ia Haruri.Mukmin bertauhid menyembah Allah dengan ketiganya; takut, harap, dan cinta”
Mungkin kita paham, perkataan tersebut lebih dekat kepada konsep ibadah, tapi ada pelajaran yang bisa kita ambil, dan sejalan juga dengan apa yang Allah sampaikan di al Quran, bahwa kita harus menjadi umat pertengahan. Tidak berlebihan ke satu sisi saja. Berusaha seimbang. Proporsional.
Pemahaman yang akhirnya mengantarkan, ya bahwa apa yang terjadi kepada kita, baik atau buruk, nikmat atau musibah, semua sudah ditakdirkan, dan semuanya baik bagi kita, selama kita bersyukur dan bersabar. Mari kita contoh apa yang terjadi pada Nabi dan Rasul terdahulu serta para shahabat. Saat Rasulullah begitu khawatir akan kekalahan pasukan muslim, saat para shahabat takut dibilang munafik, saat Nabi Yusuf diberi berbagai ujian, atau yang momentum paling dekat, saat Nabi Ibrahim diminta menyembelih putra tercintanya.
Rasulullah tetap menunjukkan kekhawatirannya hingga akhirnya memanjatkan doa, para shahabat merasakan rasa takut itu hingga akhirnya memiliki semangat untuk terus memperbaiki diri, Nabi Yusuf ‘menikmati’ ujian yang dihadapinya dengan sabar, Nabi Ibrahim tetap melakukan perintah itu dengan harap-harap cemas, hingga akhirnya diganti dengan domba. Maka, dengan apapun yang kita rasakan hari ini, jangan pernah menyangkal dengan pikiran bahwa kita harus selalu “semangat’’.
Percayailah ketetapan yang sudah Allah hadirkan untuk kita, saat segalanya sudah terjadi, dan kita merasakan hal yang kurang mengenakan, segera refleksi, bangkit kembali dan perbaiki. Terakhir, teruslah untuk saling menasehati, teruslah saling memahami, teruslah saling mengerti, karena kita semua manusia biasa. Ketakutan, kekecewaan, kekhawatiran yang hadir, mari resapi dengan baik, kemudian jadikan perasaan-perasaan itu untuk bergerak, terutama bergerak mendekati tuhan kita, Allah subhanahu wa ta’ala, karena,”Allah bukan hendak menguji kemampuan” kata Ustadz Salim A Fillah,”melainkan kemampuan, untuk berjuang, kembali padaNya dan bersandar padaNya”
Tumblr media
*Menyampaikan titipan panitia, barangkali bisa bertemu meski via daring. Tentunya kita diskusi dan saling menasehati.
87 notes · View notes
riskaamira · 4 years
Text
Journey With Qur’an #3
Oleh Ust. Oemar Mitta  Kaidah ke 5, 6 & 7 
Tumblr media
Kaidah ke-5
“...Dan sungguh merugi orang-orang yang mengada-adakan kedustaan”.  (Q.S Thaha: 61) 
Ibnu Qoyyim berkata, “Bangsa yang besar ialah bangsa yang setiap komponennya meletakkan kejujuran dalam kultur kehidupan mereka”.
Yang membedakan hamba beriman dan munafik adalah masalah kejujuran, kerena jujur ialah mahkota bagi hamba beriman, dan munafik itu senantiasa berdusta yang menjadi hiasan hati mereka.  Bukan hanya dalam konteks agama, bahkan dalam urusan bisnis pun sejatinya memerlukan kejujuran, karena proses keberhasilan bisnis adalah mendapatkan kepercayaan dan itu tak akan diraih hingga seseorang jujur dalam semua lini. 
Dusta akan menjauhkan dari keimanan, dan kaum beriman terbentuk wataknya dari berbagai macam sifat, tapi tidak ada kaum beriman yang terbentuk dari sifat pendusta. 
Apakah ada orang yang beriman bakhil? Ada,  Apakah ada orang beriman pengecut? Ada,  Apakah ada kaum beriman yang berdusta?  Maka Rasul menjawab, “Tidak ada”  Maka sesungguhnya kejujuran itulah salah satu tanda orang beriman.
Dusta yang menyebabkan kerusakan pada diri dan kehidupan kita: 1. Dusta kepada Allah, sehingga berani dan lancang untuk mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah.  Siapapun yang berani berdusta dihadapan Allah dan mengotak-atik syariat, maka dipastikan hidupnya tidak akan tenang.  Ada yang berdusta dihadapan Allah untuk mendapatkan posisi dihadapan manusia.  Ada yang berdusta karena untuk mendapatkan harta dari kalangan orang munafiq. 
2. Kedustaan atas nama rasul, 1). Menyebarkan hadits disandarkan kepada Nabi padahal Nabi tidak menyampaikan Motifnya antara lain:  - Zindiq - Uang - Tujuannya supaya umat melakukan sesuatu dengan hadits palsu
Yang paling berani berdusta atas nama Rasul disebut “Rofidhoh”.  Pemalsu Abdul Karim bin Al Auja’ yang memalsukan 4000 hadits. “Pastikan untuk mengecheck terlebih dahulu, ketika men-share satu hadits”. 
2). Mendustakan hadits Rasul, memilih mana yang cocok dan mana yang tidak cocok, memilih hadits sesuai seleranya.  Imam Nawawi menyampaikan kisah tragis orang yang mati dalam keadaan tangan dan pantatnya busuk disebabkan dia mendustakan hadits Rasul mengenai mencuci tangan sebelum wudhu setelah bangun tidur. 
3. Mendustakan ulama yang menjalankan amar makruf nahi munkar.  Rasul berkata, “Barangsiapa yang memusuhi wali-ku, maka aku permaklumkan perang”.  Dalam sejarah, terdapat seorang wali Allah bernama Said bin Jubair yang didzalimi oleh Hajjaj bin Yusuf, maka Allah hinakan Hajjaj bin Yusuf ketika hidup hingga mati 
4. Dusta kepada sesama orang beriman.  Siapapun yang mendzhalimi pasti akan dibalas cash dan kontan.  Kalaulah anak kecil yang jujur, membahagiakan hati bapak ibunya. apalagi seorang yang dewasa yang jujur. 
Kaidah ke-6
“... Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)...” (Q.S An-Nisa: 128)
Allah itu mencintai perdamaian, tidak sebagaimana tuduhan para pendengki kepada Islam.  Semangatnya Islam itu mempersaudarakan dan persaudaraan itu salah satunya ialah dengan perdamaian.  Kenapa Allah membuat perbedaan dalam kehidupan manusia?  Karena Allah ingin menguji mereka untuk mengetahui siapa yang berkomitmen dalam perdamaian. 
Filosofi orang yang beriman itu selayaknya air yang mendinginkan dan jarum yang merekatkan yang terkoyak.  Dan bukan sebagaimana api dan gunting, sifat api membakar dan gunting yang sejatinya mengoyak apa yang terjalin. 
Jadilah pembawa perdamaian didalam kehidupan orang tuamu, aktifitas dakwah, dan antara suami istri.  Pahala bagi yang senantiasa mendamaikan antara dua hati yang bergesekan ialah lebih baik dari pahala shalat ataupun shadaqah.  Bahkan diperbolehkan untuk berbohong ketika dengan niat mendamaikan.
Ada beberapa dusta yang diperbolehkan:  1. Dusta dalam peperangan (Dengan niat untuk mengamankan kelompoknya) 2. Dusta seorang suami kepada istrinya dalam konteks kebaikan (Dengan niat membahagiakan istrinya) 3. Dusta dalam mendamaikan manusia (Dengan niat untuk membantu manusia yang lain yang sedang bergesekan untuk berdamai)
Rasulullah mendamaikan Suku Aus dan Khazraj , mendamaikan antara penduduk Quba, antara Mughits dan Bariroh. Menunjukkan komitmen Rasulullah selalu mendamaikan.  Jangan menjadi syaithan dalam bentuk manusia yang mencintai permusuhan, tapi jadilah penengah juru damai.  Kaidah ke-7
“..Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S At-Taubah: 91) 
Kaidah ini sangatlah indah ketika direalisasikan terutama yang terlibat dalam pekerjaan bersama, bahwa tidak semua memiliki kapasitas yang sama dengan kita.  Sebagaimana dalam Perang Tabuk, bahwa tidak semua sahabat mampu bergabung ke dalam barisan jihad, karena keterbatasan finansial, maka Allah tidak mencela mereka.  Sikap seorang mukmin haruslah memiliki seni memaklumi kepada saudaranya apabila ada kekurangan.  Kekecewaan kepada seseorang tidak boleh melupakan kebaikan yang pernah ia lakukan. Menuntut kesempurnaan itu wajar, tetapi memberikan empati apabila kita mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai ekspektasi, maka itu wajib hukumnya.  Sebagaimana orang lain, kadang melakukan kekurangan, bukankah kita juga identik dengan kekurangan.  Maklumi kekurangan orang, maka orang akan memaklumi kekurangan kita. 
Ditulis: Jakarta, 16 September 2020
5 notes · View notes
lacikata · 5 years
Text
Been there, Done that.
Mengutip pernyataan Uki حَفِظَهُ اللهُ, “... pengalaman hidup bertambah dan pengetahuan pun harus bertambah, maka tujuan hidup pun mulai berubah.”
Jika dulu galau hanya karena seseorang terlambat membalas pesan darimu, sekarang galaulah jika kamu terlambat untuk melaksanakan salat fardu tepat waktu atau tidak bisa bangun untuk salat Tahajud. Karena sesungguhnya seseorang itu ketika berbuat dosa, bisa jadi akan diharamkan (susah melakukan) salat malam. (Hasan Al-Basri rahimahullah)
Jika dulu saban minggu keasyikan berkelana ke mana-mana, sekarang bernyaman-nyamanlah kamu untuk betah di rumah karena sebaik-baiknya hijab bagi seorang muslimah adalah rumahnya. (QS. Al-Ahzab: 33)
Jika dulu minder dengan penghasilan orang lain yang lebih besar darimu, sekarang minderlah ketika kamu mendapati seorang pedagang asongan dengan penghasilan yang mungkin lebih kecil darimu namun di sela-sela ketika ia menunggu seorang pembeli ia luangkan waktunya untuk membaca Alquran. (QS. Shad: 29)
Jika dulu tujuanmu mengenakan kaos kaki agar terlindungi dari terik matahari, sekarang teladanilah ketika kamu melihat seorang Ibu yang mengenakan kaos kaki meskipun di halaman rumahnya hanya untuk menyapu karena sadar bahwa kaki adalah bagian dari aurat. (QS. An-Nur: 31)
Jika kamu benar-benar mencintai Allah Subhanahu Wata’ala, maka ikutilah tuntunan Rasulullah shallallahu ��alaihi wa sallam sebagaimana tertulis di dalam Alquran,
“Katakanlah (Muhammad): ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.‘ Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran: 31)
Cintailah Allah Subhanahu Wata’ala, sebagaimana Allah Subhanahu Wata’ala ingin dicintai. Bukan dengan caramu sendiri.
Sebab siapa saja yang mencari-cari pendapat yang sesuai hawa nafsunya, maka dalam dirinya terdapat sifat zindiq atau kemunafikan. (muslim.or.id)
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapa yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat?) Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jatsiyah: 23)
P.S: kamu diberi waktu yang sama setiap harinya 24/7 tetapi tidak dengan umur. Tergerak dan bergeraklah! Terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali, karena ada indah di setiap pindah :)
234 notes · View notes
abdulchamid-blog2 · 4 years
Text
PENDAHULUAN Fiqh dalam konteks yang sekarang ini telah mengurung umat islam ke arah stagnasi yang cukup dalam. Persoalan fiqh membawa umat islam hanya mengurusi hubungan vertikalnya saja yakni hubungan mereka dengan tuhannya saja. oleh karena manifestasi kehidupan di dunia ini fiqh hanya berkutat dalam persoalan halal-haram, kafir, kufur, zindiq, dll. Kondisi itu menempatkan fiqh sebagai alat untuk mengukur dan mengklaim status seseorang hanya berdasarkan ke dhohirannya saja sedangkan secara subtansialnya terabaikan, akibatnya agama islam dengan kacamata fiqhnya oleh kaum awam menganggap sebagai agama yang kaku, agama yang dogmatis, dan mudah memberikan klasifikasi antar sesama tentang mana yang ahli surga dan neraka. Fiqh yang seharusnya menjadi acuan prinsip serta landasan hukum beretika oleh kaum muslim tampak tertatih-tatih dalam merespon problem yang muncul dari masa ke masa. Namun tidak hanya itu fiqh yang seharusnya menggandeng peradaban islam ke gerbong kesejahteraan malah menjadi sesuatu yang kejam dan sangat sulit memiliki sifat dinamis. Untuk itu fiqh harus mengalami pergeseran secara subtansial agar mampu bersifat dinamis dan mampu berdialektika terhadap problematika umat yang semakin kompleks sampai akhir zaman. Agar paradigma masyarakat tidak mengalami stagnasi dalam mendiagnosis dan menciptakan sebuah hukum. Berangkat dari sana, dalam peranannya Kiai Sahal ingin merubah stigma semacamam itu dengan upaya mentransformasi fiqh agar kembali ke khittahnya. Yakni dengan cara mencipatakan sebuah metodologi yang dinamis sehingga mampu merevitalisasi fiqh menjadi sebuah pemahaman yang tidak memberatkan kaum muslim. Metode ini berbentuk produk pemikiran yang bertujuan untuk menghadirkan fiqh sebagai fiqh yang kontekstual berdasarkan fakta yang aktual namun tidak mengurangi esensi fiqh terdahulu. Didalamnya terdapat dua madzhab, madzhab qouli dan madzhab manhaji. Dalam uraiannya madhzab qouli merupakan metode penetapan sebuah hukum atas kejadian yang datang dengan menelisik pendapat-pendapat para ulama serta melalui pengembangan kaedah ushuliyyah dan fiqhiyyah. Sedangkan dalam madzhab yang selanjutnya, merupakan madzhab yang memiliki fungsi antisipatif, dimana ketika qouliyyah tidak mampu menyikapi persoalan yang ada, langkah selanjutnya adalah peran madzhab manhaji dalam mengatasi dan menetapkan hukum terhadap problematika ummat yang semakin bertambah kompleks. Melalui kerangka berfikir (metodologi ) fiqh sosial diatas menjadi salah satunya untuk memberikan solusi untuk merealisasikan dua kewajiban manusia diciptakan di dunia, yakni Ibadatullah dan Imarotul Ard, dimana fiqh disini bukan hanya sepihak untuk memperbaiki ibadah manusia saja, namun juga untuk memperbaiki hubungan antar manusia. Dimana tujuan ini memiliki maksud sesuai yang tercantum didalam konsep maqashidussyari’ah yang jumlahnya ada lima: menjaga agama, menjaga Jiwa, menjaga akal, menjaga harta dan menjaga keturunan. Agar dalam dalam prakteknya hukum yang tercipta tidak bersifat asal-asal dan munculnya tidak bersumber dari nafsu semata. Selanjutnya, setelah memahami prolog yang telah disampaikn dimuka, supaya lebih mengetahui secara aplikatif tentang fiqh sosial kiai sahal, penulis mencoba mengimplementasikan konsep metodologi fiqh sosial tentang pangan dan kependudukan. PEMBAHASAN Pangan dan kependudukan merupakan salah satu unsur pokok kebutuhan didalam kehidupan bermasyarakat memiliki perhatian lebih, khususnya di fase yang kita hadapi, pasalnya apakah teks fiqh berbicara persoalan pangan dan kependudukan ini belum banyak ditemukan, Persoalan tentang fiqh yang penulis sering jumpai, menurut subjektifnya tidak banyak yang merespon problem yang bermunculan di era yang kita hadapi. Kalaupun ada memiliki persentasi yang sedikit. Untuk itu peluang dekat kepada kiblat berfiqh sosial haru dimanfaatkan dan dioptimalkan. Cukup perlu untuk melihat upaya-upaya kiai sahal dalam merespon permasalahan sosial modern menggunakan paradigma beliau. Agar memiliki gambaran yang lebih kongkrit bentuk alur pemikiran fiqh soail. Selain untuk meneladani track record
2 notes · View notes