Lots of people visit Kuala Lumpur, Jakarta, most of Java, and Bali. Not as many people head to Borneo, and of those who visit Borneo, most stay in Malaysia and very few venture into Kalimantan (the Indonesian part of Borneo). Rainforest, orangutans, leopards, and beaches, and it's way less crowded than Bali!
After a few weeks, it's finished then. Probably will make another Dathomirian zabrak have a collaboration of Borneo/Dayak tribes. I'm having a lot of mood to make this collaboration.
Indonesian traditional music instruments kromong from jakarta
Kromong
I will make a high quality recording of indonesian music instruments.
What Is Kromong?
Kromong is part of gambang kromong ensemble, it made of alumunium steel, sounds like a bell.
1 set kromong consist of 2 octave pentatonik scale
The Notations are:
D4-E4-F#4-A4-B4-D5-E5-F#5-A5-B5
sample:
Ondel Ondel, Betawinese traditional song
The Gears
Logic Pro X DAW
Macbook Pro
Zoom Audio…
Namanya bepergian lintas pulau, Sangatta termasuk daerah yang paling sering kudatangi. Bukan... Bukan karena ada gunung atau pantai pasir putih pun destinasi alam lainnya seperti air terjun yang menjulang tinggi. Semua itu tak ada. Bahkan sampai saat tulisan ini kubuat masih bingung di Sangatta tu bisa main ke mana yaa 😅. The only one reason is ada banyak keluarga di sana. Ada 3 orang adeknya mama yang merantau dan berkeluarga di sana, banyak sepupu dan sekampungnya mama. Pada intinya termasuk sasaran rantauan para pencari nafkah karena di sana ada tambang batu bara.
Menurutku area rekreasi di sana suatu kebutuhan. Namanya orang kerja di tambang yaaa tekanan kerja lumayan tinggi. Ada sih sebenarnya tempat seru di sana, sebatas taman. Jadi kaya ada taman bintang, taman matahari, pokoknya tema tata surya. Buat nongki-nongki aja yang kalau sering dipake tanpa di rawat yaaaahh. Pernah diajak sama Om dan spupuku ke pantai. Sampai sana yaa ampun pantainyaaa 😅😅😅 apa mungkin limbah perusahaan sampai segitunya. Sejak saat itu gak mau lagi di ajak-ajak ke pantai mending kulineran, jajan sore-sore. Lumayan kok makanannya enak-enak.
So... I wanna talk about how to get there. Biasanya naik kapal dari Pare-Pare ke Samarinda atau Bontang lanjut naik mobil. Tapi kali ini jalurnya beda. Saya berangkat dari Tarakan karena waktu itu lagi Solo travelling ke Sebatik (Perbatasan Indonesia-Malaysia) pas mau pulang di telpon sama tante disuruh lanjut ke Sangatta. "Ika... Temani kakakmu lahiran di sana" karena masih ada waktu libur cusss lah ke sana.
Di Tarakan ini kan banyak keluarga mama juga, pas tau saya mau ke Sangatta. Ya ampun tadinya outfit udah kece, barang bawaannya cuma 1 ransel sambil nenteng gopro. Eh tapi keluarga di Tarakan titipannya banyak cuyyy. Akhirnya saya jalan dengan beberapa karung ikan, udang, kepiting, milo, daaann banyak lagi tentengan lainnya. Serasa perantau lama yang baru mudik 😄.
Arahnya dari dermaga ambil tiket perahu ke Tanjung Selor (waktu tempuh kurang lebih 2 jam) dibumbui adegan perahu macet ditengah sungai terus klakson dibunyikan 3x di daerah tertentu, kata penumpang yang duduk di sebelahku yaaa memang begitu tiap kali lewat sana. Sebagai anak baru di jalur itu manggut-manggut aja. Dari Tanjung Selor tinggal ambil mobil ke Sangatta, di dermaga juga banyak buruh yang tawarin travel ke sana.
Jaraknya sekitar 450 km melewati Muarawahau dengan waktu tempuh 11-12 jam. Mobil berangkat sore Ba'da Ashar tiba di Sangatta pukul 04.00 subuh. Perjalanannya wuuihhh jangan ditanya lagi. SIM supir harusnya gak kaleng-kaleng, tanjakan turunan belokan ckckckc. Tantangan utamanya adalah jalanan berkabut, tebal pula kabutnya. Sampai gak bisa tidur loh pas tengah malam saking takutnya. Kebetulan saya duduk di tengah. Jantung sampai dagdigdug karena laju mobil kencang sekali. Dalam hati membatin, supir lewat mana sih. Atau sudah hapal tiap belokannya kan gsk mungkin. Jarak pandang pendek sekali, salah sedikit waduh bahaya.
Rumah penduduk juga jarang, mayoritas kanan kiri jalan hutan. Wuihhh ngeri euyyy. Hatiku baru lega saat mobil singgah di warung. Huufhhh Allah masih selamatkan. Sekitar 2-3 rombongan mobil penumpang singgah di sana, warungnya keciiill sekali, jendelanya cuma ditutupi kain. Daerah pedalaman, udaranya sangat sejuk tapi jalurnya bikin degdegan. Pas mobil jalan lagi tetap gak bisa tidur. Lewat sana ngantuk tu hilang. Mobil melaju kencang di kabut tebal.
Menjelang adzan subuh Alhamdulillah... Alhamdulillaaah sekali sudah tiba di rumah tante dengan segambreng tentengan. Huufhh perjalanan panjang yang menegangkan. Habis shalat subuh gak mikir apa-apa lagi langsung tidur saaampai siang. Memang tuh yang namanya tidur nyenyak cuma bisa pas pikiran dan hati lagi tenang. Pas bangun langsung kusamperin spupuku. Dia tengah bahagia menggendong anak pertamanya. Gak kerja apa-apa banyak keluarga yang bantu. Waktu dapat telpon disuruh ke Sangatta saya bingung juga mau bantu apa 😅, toh tante-tante yang berpengalaman banyak di sana. Yaaahh mungkin euforia calon nenek baru. Saya yang harusnya sudah pulang tetap di suruh ke sana. Yaahh kusempatkanlah ganti popok 1x hehehe sambil kupandang-pandangi bayi itu. Duhh nak demi ketemu kamu, bertaruh nyawa loh diperjalanan 😅.
Daripada bingung mau ngapain di Sangatta setelah ketemu keluarga, bikin acara, makan-makan. Sekalian kulanjutlah perjalananku ke Sangkulirang atau Sandaran. Yaaaakali meskipun mutar-mutar siapa tau dapat jalur sampai Berau 🤭.
"Jelang hari raya Idul Fitri esok, ada kenaikan permintaan Avtur di Kalimantan Barat dari rata-rata penyaluran harian normal sebesar 77 Kiloliter (KL) menjadi 83 KL," kata Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Kalimantan, Arya Yusa Dwicandra
Bukan sandaran hati 😅 tapi nama kecamatan di Kab. Kutai Timur Kaltim. Dari segi tempat jujur tidak begitu menarik. Melewati sungai, rawa, tanahnya kering, air bersih susah, kalau hujan airnya pasang sementara mayoritas rumah berdiri di atas tanah basah, sebagian lagi menjadi rumah terapung.
Saya pernah ke sini waktu TK sekitar 1998, waktu itu aksesnya lebih paraaahh lagi. Dulu mah kalimantan waduh ngeri. Setelah wisuda S1 saya mengunjungi Tante dan Om lagi di sini (Adeknya Bapa). Sayangnya, untuk ukuran waktu sejak saya TK sampai lulus S1 kok perubahannya tidak masif. Listrik nyala pas maghrib aja, air bersih cuma di rumah-rumah tertentu dan yaaaa begitulah. Pun masih banyak WC warga yang "eek" nya langsung nyemplung ke sungai 😅. Masih seperti dulu.
Suatu pagi, saya pasang hammock warna pink di depan rumah Tante, dua ujung talinya di lilitkan pada batang pohon kelapa, pemandangannya bukan pantai berpasir putih tapi deretan pohon kelapa ditengah rerumputan. Saya rebahan menatap langit.
Enak juga ya rasanya, desa versi wilayah perairan, meski tak ada pemandangan laut biru cerah tapi tetap adem. Makan pisang goreng pagi-pagi, ngobrol sama keluarga tanpa gangguan gadget, jalan kaki ke rumah tetangga yang jauh, sempat juga temani Tante pelatihan kurikulum K13 di desa sebelah menumpang di bus perusahaan sawit.
Sambil menunggu acara itu selesai, saya jalan kaki liat-liat pemukiman yang jumlah rumahnya tak seberapa lalu berhenti di depan satu rumah kayu, depannya ada banyak tanaman bunga, tepat di pinggir sungai kecil yang airnya sedang surut, ada jembatan penghubung terbuat dari kayu.
Kupasang hammock ku depan rumah itu, tepatnya diantara dua pohon kelapa. Hari itu cuaca cerah, saya rebahan dan sesekali duduk menyaksikan kupu-kupu beterbangan di atas tanaman bunga. Cantik sekali. Saya sangat menikmati hari itu dan hari-hari selama di Sandaran. Dan saya bahagia.