Tumgik
#30dayswritingchallenge
sastrasa · 2 years
Text
Bahwasannya benar bersyukur adalah sebuah harus. Tidak menunggu arus. Tidak melihat yang lain berdengus. Perlu syukur yang tulus.
Syukur pada nafas yang seringkali dilupa jadi manusia. Mengeluh kesini-kesana, padahal cukup duduk dan merasakan nafas yang ada.
Syukur pada sehat badan yang seringkali dilalaikan. Terserang sakit sedikit merasa jadi manusia paling menyedihkan. Padahal sehat yang lalu begitu saja diabaikan.
Syukur pada semua. Tentang yang baik dan buruk, suka dan duka. Mensyukuri semua cerita yang sudah Tuhan tentukan sejak dahulu kala. Bukankah suka dan duka hanya bagian dari cara pandangnya saja?
Bersyukur, sebelum kemampuan bersyukur dihilangkan begitu saja.
- Sastrasa
130 notes · View notes
qiftiyaa · 8 months
Text
kesepuluh: books as my best friend
who is your best friend? absolutely, books!
my definitely answer. hehe. gak ada yang lebih setia dari buku. lol. maksudnya, kita gak akan dikhianati sama buku. meskipun buku adalah benda mati. sama halnya seperti bantal yang menjadi saksi bisu kalau pernah sesenggukan sebelum tidur.
seperti kata pepatah, khoiru jalisin fi kulli amalin kitabun. yang artinya sebaik-baik teman dalam setiap hal adalah buku. maaf kalau terkesan mengglorifikasi wkwkw.
saya bukan yang termasuk bookdragon, karena aktivitas membaca buku belakangan ini sering tidak konsisten. alias kalau sedang ingin saja huhu. rasanya bersalah karena masih punya banyak tumpukan buku yang belum dibaca haha. yaudalahya. kapan-kapan kita buka segelnya :D
kalau sedang penat, gak jelas ingin melakukan apa, coret-coret di kertas kosong adalah salah satu jalan ninjaku. baik kertas fisik maupun catatan digital. sesekali kalau rasanya ingin marah atau menangis tapi kudu diempet, notes hape adalah teman baikku :)
*yassalam. masih sepuluh, ya. rasanya mau nyerah aja haha. so, yeah this is my tenth (short) writing in #30dayswritingchallenge
2 notes · View notes
kuekipang · 9 months
Text
Place I Want to Visit
Bicara soal tempat yang ingin saya kunjungi, ada banyak.
Pertama, saya ingin sekali ke Mekkah. Sholat didepan Ka’bah. Berlama-lama di dalam mensjid melakukan ibadah. Dan kalau boleh berharap, saya ingin sekali pergi kesana bersama pasangan halal saya. MasyaAllah sungguh bahagia membayangkannya. Semoga Allah mengabulkan doa saya.
Tumblr media
Kedua, saya ingin sekali ke bromo. Naik gunung. Waktu kuliah, banyak temen-temen yang sering naik gunung, tapi karena saya penakut dan cupu jadinya saya diem doang dengerin mereka menceritakn serunya. Sekarang baru deh saya bener-bener ingin sangat nyoba naik gunung.
Ketiga, saya ingin ke daerah yang berada di garis khatulistiwa. Garis yang membagi bumi menjadi 2 belahan , utara dan selatan. Mau membuktikan, apa benar kita kehilangan keseimbangan kalau berdiri di garis tersebut 🤔
Keempat, saya ingin nge-camp di pantai. Duduk didepan tenda sambil nunggu sunset, malamnya bakar-bakaran ayam atau rebus indomie juga oke, sebelum tidur liatin hamparan bintang-bintang, paginya ngopi sambil nunggu sunrise. Ah indah banget pasti.
Kelima, aduhh banyak banget ini mah tempat yang ingin saya kunjungi. Di umur saya yang 26 tahun ini, saya merasa menyesal karena saat remaja tidak banyak berkunjung ke tempat-tempat baru. Saya terlalu membatasi diri karena terlalu takut padahal tidak mencoba merupakan suatu kesalahan. Pengaruh dari orang tua juga, ayah saya patriarki. Semua harus nurut sama dia. Sekali dia bilang ga boleh ya jangan dilanggar. Untuk kalian yang masih muda, coba aja lakuin semua yang kalian mau (dalam hal posiitif ya). Karena sangat tidak enak seperti saya yang nggak punya banyak kenangan masa muda. Saya harap, saya masih bisa memenuhi keinginan-keinginan ini satu persatu.
3 notes · View notes
journalofautumn · 1 year
Text
Day 11 : Talk About Your Siblings
Haaah... Tulisan hari ini sepertinya akan emosional. Tema hari ini adalah Your Siblings. Aku anak ke 2 dari 2 bersaudara. Mengapa emosional? Karena aku sudah menjadi anak tunggal sejak akhir bulan Oktober tahun 2014. Almarhum kakakku meninggal akibat sakit. Ya makanya ini akan menjadi tulisan yang emosional.
Aku berbeda 3 tahun dengan almarhum kakakku. Almarhum kakakku laki-laki. Kami sama-sama lahir dan besar di Surabaya. Almarhum dari lahir sampai lulus SMA di Surabaya, sedangkan aku hanya sampai lulus SMP saja. Almarhum melanjutkan kuliahnya di UNISBA Bandung setahun dan melanjutkan lagi di UIN Bandung. Seluruh catatan pendidikannya dari sekolah swasta islam, sejak TK sampai almarhum lulus kuliah. Almarhum meninggal beberapa bulan setelah wisuda. Almarhum sempat menyelesaikan tanggung jawab studinya dan juga sempat sembuh.
Kesukaan dan hobi almarhum yang paling besar ada 3 hal yaitu otomotif, menggambar, dan merakit mainan. Almarhum punya keahlian menyetir yang handal, yang dikenal keluarga sebagai supir paling halus cara menyetirnya. Semua kendaraannya dimodifikasi sedemikian rupa, semua mainannya pun hampir sepenuhnya dimodifikasi. Kesukaannya pada menggambar pun sangat ditekuni. Keinginannya dulu kuliah di program studi desain grafis tapi orang tua ku kurang setuju dengan pilihannya karena almarhum punya kelebihan di program studi manajemen, akhirnya almarhum dan orang tua ku berdiskusi tentang cita-cita almarhum, sehingga sepakatlah orang tua ku dan almarhum memutuskan kuliah di Manajemen yang nantinya akan membuka usaha bengkel, sesuai dengan hobi dan keahliannya. Bagaimana cita-cita dalam menggambarnya? Menurutnya itu bisa dicari dengan cara lain. Pemikiran almarhum selalu efisien, walaupun kadang almarhum sedikit clueless tapi almarhum senang berdiskusi agar rasa itu terpenuhi.
Almarhum juga suka bergaul. Teman-temannya banyak, sahabatnya pun banyak. Banyak orang yang terkesan dengan almarhum selama hidup. Bagaimana aku tahu? Aku melihatnya ketika almarhum meninggal. Banyak sekali orang yang datang untuk takziyah dan hampir seluruhnya merupakan teman, sahabat, dan kerabatnya. Almarhum dikenal murah senyum dan tak banyak bicara, sekalinya bicara almarhum dikenal ramah. Yang mengantar almarhum ke makamnya pun banyak. Ya Allah.. Aku seakan kembali ingat apa yang terjadi pada hari itu. Tentunya ada rasa menyesal yang melekat.
Almarhum meninggal di hari Kamis. Aku rutin menjenguknya setiap akhir pekan. Waktu itu almarhum tinggal di Tasikmalaya dengan Mamaku, Papaku masih bekerja di Surabaya, sedangkan aku kuliah di Bandung. Awalnya almarhum dirawat di Surabaya tapi almarhum ingin terus pulang ke Tasikmalaya, sehingga kami sepakat setiap akhir pekan kami akan berkumpul di Tasikmalaya, Papaku juga rutin 2 minggu sekali berangkat ke Tasikmalaya hanya untuk menemani anaknya. Jam tidur kami pun diatur. Subuh sampai sore ditemani oleh Mama dan papaku, aku baru bisa menemani di sore sampai subuh, kadang aku juga bertukar dengan Papa. Mengapa begitu? Karena almarhum selama sakit kesulitan untuk tidur dan makan. Berat badan almarhum ketika sakit turun drastis selama beberapa bulan, awalnya almarhum 65 kg dan menyusut menjadi 35 kg. Ya.. Almarhum tidak punya rambut, karena almarhum kanker. Walaupun tidak merasakan chemotherapy tapi pengobatan alternatifnya memiliki efek yang hampir sama dengan chemotherapy.
Ada sebuah percakapan yang melekat sebelum kepulangannya. Percakapan tatap muka terakhir. Hari itu hari Minggu, aku dan Papa akan pulang ke kota masing-masing, sebelum kami pulang kami memutuskan untuk pergi berdua makan bebek goreng H. Slamet di daerah Dokar. Setelah makan siang kami bergegas pulang untuk bercakap-cakap sebentar dengan almarhum. Ketika Papa sedang asyik mengobrol aku merapikan barang-barang bawaanku, karena begitu aku sampai aku langsung datang ke kampus di Jatinangor untuk rapat mingguan. Ketika itu aku sedang aktif acara kepanitiaan.
Papa sudah selesai mengobrol dengan almarhum, sekarang giliranku yang mengobrol sambil berpamitan. Ketika obrolan kami berakhir aku pamit,
"A, aku berangkat sekarang ya, soalnya mau langsung ke kampus, acaraku minggu depan soalnya"
"Iya gapapa. Dek, kamu hari kamis ada kuis atau ujian ngga? Kalo ngga ada kamu kesini lagi ya jangan nunggu hari jumat atau bolos aja."
"Iya nanti hari kamis kalo ga ada kuis aku bolos kesini. Kenapa emang?"
"Ya gapapa sepi aja"
"Yaudah, nanti aku kesini lagi ya, aku berangkat ya, Assalamualaikum.."
"Waalaikumussalam.. Hati-hati ya.."
Posisi saat kami berpamitan adalah kakakku sedang duduk di kasur menghadap komputer dan aku yang berdiri di pintu kamarnya. Kami berhadapan, aku sudah menenteng tas ransel dan almarhum yang memeluk lututnya karena hanya posisi itulah almarhum nyaman ketika duduk. Duduk sambil memeluk lutut. Ya Allah.. Bahkan aku ingat warna baju yang dikenakannya.
Hari Kamis aku menepati janjiku. Aku pulang ke Tasikmalaya dengan hati yang hancur. Almarhum meninggal setelah adzan subuh, meninggal dengan tenang, meninggal dengan menyebut nama Allah. Aku datang jam 9 pagi. Aku datang memeluk Mamaku yang histeris. Papaku? Papaku masih di perjalanan dari Surabaya, bahkan papaku tidak melihat anaknya untuk terakhir kali. Almarhum dimakamkan beberapa saat setelah kedatanganku, sekitar jam 10 pagi. Aku sempat mencium keningnya untuk terakhir kali. Aku sempat memeluknya untuk terakhir kali. Papaku menelpon agar segera dimakamkan ketika aku datang, tak perlu menunggunya, kasihan almarhum katanya. Papa baru datang sore harinya. Aku pergi menjemputnya dengan sepupuku. Kami hanya menangis di mobil, menangis sambil berpelukan, menguatkan satu sama lain padahal kami sama-sama hancur.
Sejak almarhum meninggal, orang tuaku setiap hari pergi ke makamnya, tak mengenal itu pagi siang malam bahkan subuh. Aku hancur melihat almarhum pulang, aku pun hancur melihat orang tuaku hancur. Setiap subuh mamaku menangis berteriak, aku hanya bisa memeluknya dan menuntun istigfar. Padahal hatiku remuk. Lebih dari sebulan bagi mamaku kembali stabil, menangis setiap setelah sholat subuh karena ketika almarhum meninggal mamaku sedang sholat subuh, ketika salam terakhir mamaku mendengar kalimat, "innalillahi wa innailaihi rojiuun". Saudaraku yang menuntun talqin pada almarhum kakakku. Kata saudaraku meninggalnya almarhum seperti tertidur.
Almarhum adalah gerbang pertamaku. Almarhum adalah penjagaku. Almarhum adalah teman terbaikku. Almarhum adalah panutanku dalam bergaul. Almarhum adalah seseorang yang sangat menyukai anak kecil. Almarhum adalah seorang yang setia kawan. Almarhum adalah anak yang sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Almarhum adalah manusia yang mau menerima segala cobaannya secara ikhlas. Demi Allah, seumur hidupku belum ada yang bisa menandingi keikhlasannya ketika almarhum menahan rasa sakit hampir 3 tahun, padahal semua dokter yang merawatnya berkata bahwa rasanya sakit sekali. Untuk mengeluh pun almarhum tak pernah mau menunjukkannya.
Tak akan pernah habis cerita tentang almarhum segala kebaikannya, segala kecintaannya, segala kesukaannya, dan segala kemurahan hatinya. Memang rasanya kehilangan kakak/adik berbeda dibanding rasanya kehilangan anak/orang tua, tapi percayalah yang namanya kehilangan itu benar-benar tidak enak. Butuh 1 tahun untukku berubah, menjadi aku yang baru karena di tahun 2014 aku kembali menjadi 0. Mungkin sebagian besar karakterku masih melekat, tapi yang berubah adalah menerima. Aku menerima menjadi peran baru yaitu anak tunggal.
Tulisan hari ini sungguh menguras emosi.
5 notes · View notes
nightingalewinter · 2 years
Text
Hari Kelima - Penikmat Kuku
Ruang kecil tanpa sekat ini sungguh semrawut. Orang-orang berbicara semaunya. Menuturkan kata sesukanya dengan bungkusan nasihat sarat makna. Lalu mendiamkan seraya mengamati dari kejauhan kapan dapat bergerak untuk menemukan kejanggalan yang dapat dikomentari. Di sini orang saling tuding dengan nada tinggi, berdialog sembari melampiaskan emosi, berkompetisi dalam ambisi, dan tentunya gemar mengkritisi.
Seiring dengan usia yang bertambah, aku belajar bahwa dalam dunia ini ada panduan yang telah dirumuskan dalam diam. Panduan tersebut tak berbentuk dan cenderung semu. Berisi perintah dan aturan yang mesti dilafalkan pada setiap kesempatan datang. Kesempatan tersebut pun kasat oleh mata. Hanya yang penuh takwa berpegang pada panduan kehidupan saja yang dapat melihat. Aku bukan salah satunya. Dengan demikian, aku menjadi bidikan latihan hafalan yang sudah mereka lantamkan.
“Hah? Kok bisa ada orang suka musik jelek kayak begitu?”
“Hitam mulu pakaiannya. Mau ke pemakaman, Kak?”
“Tanganmu halus sekali. Gak pernah bantu-bantu orang tua di rumah ya?”
“Dunia ini bukan cuman kamu doang yang menempati. Jangan terlalu asik sama duniamu sendiri. Kayak orang autis.”
“Perempuan kok gak tahu dapur.”
“Kamu tuh dah tua. Malu tau kalau masih pecicilan segala. Kayak anak-anak.”
“Berhenti gigiti kukumu!”
Aku tertegun. Terlalu bising suara di luar dan di dalam sampai aku harus terdiam sejenak untuk mencari sumber suara. Barulah kemudian aku melihat barisan jemari yang terpaut dekat mulut dengan penampakan kuku bergerigi seperti habis dikopeki.
“Maaf…”
“Kebiasaan…”
Dikira aku mau punya kebiasaan begini. Menggigiti kuku sampai habis sampai nanti sisa jari untuk kunikmati. Setidaknya resahku pun turut tergerus oleh kuku yang semakin kurus.
“Gak baik tau. Nanti kukumu itu infeksi. Kuman-kuman gak jelas bisa masuk lewat mulut…”
Lucu. Dikira dia bersikap mulia dengan mengatakan fakta yang sudah kutahu. Justru aku lah yang terlalu berbaik hati di sini. Menahan fakta bahwa karena dia lah aku berakhir menjadi si penikmat kuku yang tak laku-laku.
7 notes · View notes
yasmijn · 2 years
Text
Tumblr media
Mau pake prompt ini untuk nulis fiksi lagi he-he semoga istiqamah. Starting in the middle of the month cos why not.
8 notes · View notes
kosongisikosongisi · 2 years
Text
Day 30: About What Do I Feel When I Write
Aku termasuk orang yang moody untuk menulis. Ga bisa konsisten nulis sesuatu. Ikutan challenge 30 days juga ga bisa bener-bener 1 hari nulis 1 topik. Terlepas dari sibuk atau engga, kayanya emang lagi ga ada mood untuk nulis aja. 
Tapi pernah juga ada saatnya random pengen nulis sesuatu. Padahal ga lagi ikutan challenge. 
Menulis buatku bukan seperti menulis status atau story di sosial media. Butuh like dan komentar yang banyak. Butuh exposure yang tinggi, butuh attention sana-sini biar postingannya viral. 
Engga.
Nulis tanpa niat di atas. Menuliskan apa yang aku rasakan dan yang aku pikirkan. Apa-apa aja yang mungkin lebih enak tertuang dengan tulisan daripada tertuang di telinga orang lain. Karena sebenernya, tulisanku ga begitu penting untuk orang lain dengar. Ga begitu harus dimengerti untuk orang lain pahami. 
Bebas aja rasanya. Menulis sesuatu tanpa ada niat apa-apa. Kalo aku dulu suka nulis diary. Ya mirip-miriplah. Media notebook yang pake gembok itu. Hahaha lucu kalo diinget-inget. Isinya ceritain keseharian sekolah, pertemanan, dan percintaan. 
Sekarang, budaya menulis diary dianggap naif. Padahal kalo kita ngobrol sama psikolog, kadang disarankan untuk mengekspresikan perasaan dan emosi (please note, emosi ga selalu bentuknya marah ya.. seneng, haru, bangga, nangis juga termasuk emosi) melalui apa pun, termasuk menulis diary.
Aku ga pengen orang terdekatku tau kalo aku nulis tumblr. Tapi kalo ternyata dari mereka ada yang mengikuti dan membaca, feel free aja. Toh yang aku tulis bukan bentuk kejahatan atau ujaran provokasi. 
Tumblr ku cuma sebatas tempat anak labil yang doyan menulis, mengomentari, dan mengkritik hidupnya sendiri. Aku ga semenarik itu untuk dikepoin hahaha.
Makanya kadang lucu kalo ada yang stalk aku, atau kepoin aku. Kamu cari apa sih? Hidupku ga semenarik itu tau, jangan menyesal scroll down - scroll down, bikin cape sendiri. Scroll ecommerce aja gih banyak diskon itu lohh
LOL
Intinyaa, aku seneng nulis. Menulis bisa jadi another way untuk mengisi energiku kembali. 
Btw, kalo misalnya ada tulisanku yang mungkin dirasa memojokkan satu pihak atau menyakiti pihak lain. Mohon dimaafkan. Aku ga bermaksud memojokkan atau menyudutkan.
Maafkan.
Kalo dipikir-pikir, pada akhirnya tulisan ku jadi terasa penting bagi orang yang menganggapku penting. Sebaliknya, tidak akan lg menjadi bookmark dibrowser kamu, kalo aku cuma pinggiran pizza yang keras dihidupmu, yang kalo dimakan alot apalagi kalo udah dingin. HAHAHAHA
Ya walaupun url tumblrku ga kamu bookmark-in, semoga aku tetep jadi yang selalu kamu cari yaa, kalo kamu mau pulang.
2 notes · View notes
toebeanss · 2 years
Text
Tumblr media
Day 1:
My agre age differs from being as small as 2 all the way up to 4! Although in dont always know what age i am
3 notes · View notes
annisasuryandi · 10 days
Text
Unpopular Opinion About "Keluarga Berencana"
Disclaimer: tulisan ini murni pendapat pribadi dan sebagai penyemangat untuk orang tua dengan anak jarak dekat
Suatu hari, ibu mertua cerita. Waktu kecil, suamiku pernah mengeluh begini ke ibunya:
"Umi, Aido gak mau punya adik lagi. Aido capek! Udah ya Umi jgn punya anak lagi".
Waktu itu suamiku usianya sekitar anak kelas 1-2 SD. Di usia itu, dia sudah punya 4 adik. Iya, empat! Dengan jarak yang berdekatan.
Saat itu ibu mertuaku cerita dia cuma terkekeh menanggapi isi hati anak pertamanya. Ibunya pun menanggapi sekenanya.
"Kenapa capek? Kan gak bantu ngurusin". 🤣🤣
Mungkin saking capeknya suami saat itu sebagai anak kecil, dia lebih memilih tinggal dengan neneknya dari kelas 2 SD sampai lulus SD.
FYI, mertuaku punya anak 5 dgn jarak usia yang sangat dekat. Suamiku lahir 1993, adiknya yang paling bungsu lahir tahun 2000. Hitung sendiri berapa jarak antar anaknya.
Lalu, tinggal merantau jauh dari sanak saudara, dari Banten ke Sumater Barat. Dengan kondisi ayah mertua yg kerjanya belum menentu saat itu karena baru resign dari PNS. Setiap ke Posyandu, semua anaknya dibawa. Ada yg digendong, ada yg dituntun, ada yang dituntun oleh anak lainnya. Pasang surut kehidupan sebagai orang rantau yang diceritakan Ibu mertua kepadaku saat itu, membuatku sulit membayangkan jika aku ada di posisi seperti beliau di kondisiku sekarang.
Belakangan, aku jadi sering ngobrol dgn suami terkait ini. Bagaimana perasaannya dulu sebagai anak pertama dan menjadi kakak untuk 4 adiknya, dan bagaimana perasaannya sekarang setelah semua sudah sama-sama beranjak dewasa.
Satu hal yg kemudian menjadi perenunganku adalah: suami tidak menjadi sandwich generation.
Ya. Saat kami menikah di tahun 2019 lalu, adiknya yang paling bungsu sudah kuliah di sekolah kedinasan. Adiknya yang lain sudah semester terakhir, dan ada yang sudah bekerja.
Saat ramai isu tentang sandwich generation dimana anak pertama yang kemudian menjadi tulang punggung keluarga untuk menopang adik-adiknya yang masih sekolah dan kebutuan keluarga lainnya, suamiku tidak terbebani karena Alhamdulillah kedua orang tuanya masih sanggup membiayai semua anak-anaknya bahkan sampai semuanya menjadi sarjana.
Mertuaku diberi kekuatan oleh Allah untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai pendidikan tinggi meskipun tanpa beasiswa. Mereka masih bisa bekerja keras saat itu dan sekarang saat mulai memasuki usia pensiun (meskipun wirausaha tidak ada pensiun, tp seandainya ayah mertuaku tidak keluar dari PNS waktu dulu mungkin sekarang ini baru masuk usia pensiun), anak-anaknya sudah bekerja semua dan tidak ada yang menjadi tanggungan yang berarti satu sama lain.
Sedangkan di banyak hal aku lihat beberapa rekan orang tuaku yang masih ada tanggungan biaya sekolah anaknya, bahkan beberapa anaknya, sedangkan dirinya sudah pensiun.
Istilah keluarga berencana yang dicanangkan untuk mengatur jarak kelahiran anak menurutku ada benarnya juga. Tapi mesti ditinjau lebih luas lagi. Bahwa bukan sekedar mengatur jarak anak supaya tidak kerepotan mengurusnya waktu kecil saja, tapi juga mengatur diri bagaimana kita sebagai orang tua kelak masih sanggup membiayai anak-anak sampai mereka mandiri agar tidak menjadikan anak kita yang lainnya sebagai sandwich generation.
Dianugerahi anak jarak dekat mungkin terlihat repot saat kita mengurusnya di waktu kecil, tapi membayangkan mereka kelak akan "gede barengan" rasanya bisa menjadi penyejuk hati di tengah kelelahan dan kelemahan ini.
Jadi, apakah sekarang kamu menyesal punya adik banyak jarak dekat? Tanyaku pada suamiku.
0 notes
niant111 · 2 months
Text
Notes from Akusuka 03
Menyempurnakan puasa dengan tarawih.
1. Berpeluang gugur dosa
2. Berpeluang mendapati malam al qadr (lailatul qadr)
3. Mendapat ketenangan hati dan jiwa
youtube
1 note · View note
amiamira · 4 months
Text
2024 baru 2 hari dan target #30haribercerita sudah gagal😅
Yah, begitulah aku dengan target2ku.
Ternyata konsistensi, kedisiplinan memang sesusah itu.
Dab kembali lagi tentang cerita 2 hari di tahun 2024 yg sudah kulalui ini.
Dan ternyata masih menakutkan.
Perasaanku masih dikuasai oleh ketakutan dan kekhawatiran.
Optimistik terhadap tahun baru entah hilang kemana.
Dan entah kenapa susah mempercayai harapan di tahun 2024 ini.
Tapi entah darimana bisikan itu datang.
"Kenapa kamu harus takut dengan apa yang terjadi, ketika kamu punya Allah? Bukannya Allah adalah yang Maha Membolak-Balikkan segalanya? Bukannya Allah yang Maha Mewujudkan segalanya? Bukannya Allah bisa merubah yg tidak mungkin menjadi terjadi? Jadi kenapa kamu harus takut?"
Deg... Rasanya kesejukan itu tiba2 melanda. Kenapa aku harus takut pada hal-hal yg mungkin saja tidak terjadi.
Kenapa aku harus khawatir pada hal-hal yg mungkin saja tidak terwujud.
Aku hanya perlu berusaha sebaik-baiknya, dan memasrahkan diri kepada Allah.
Aku yakin, usaha tidak mengkhianati hasil.
Allah tidak akan meninggalkan hamba-hambaNya.
Aku yakin pertolongan Allah itu nyata?
Bukannya selama begitu banyak keajaiban yg Allah perlihatkan kepadaku?
Jadi kenapa aku harus ragu?
Kenapa aku harus takut?
Yuk mir, just doing well, just doing your best.
You're incredible.
Allah always staying with you.
-Semarang, 3 Januari 2024-
0 notes
sastrasa · 2 years
Text
Hidup manusia selalu berubah. Tak pernah ada yang sama dalam sejarah. Ombak yang kamu lihat hari ini akan berbeda dengan esok hari. Angin yang berhembus menerpa wajahmu akan berbeda dengan yang lusa menerpamu. Semua tidak ada yang sama, sebab hidup manusia selalu bergulir, berubah mengukir cerita yang berbeda setiap harinya. Lantas, jika aku hanya diijinkan untuk merubah satu hal dalam hidupku, dengan lantang aku akan menyebutkan hidup itu sendiri. Bukankah hidupku adalah satu?
- Sastrasa
71 notes · View notes
qiftiyaa · 9 months
Text
kesembilan: happiness
dahulu saya pernah berpikir bahwa akan menyenangkan jika bisa bersekolah di kampus kenamaan, jurusan populer, berparas cantik/tampan, punya teman baik-suportif, memakai pakaian-jilbab-jam tangan-tas-sepatu bagus (atau mungkin bisa dibilang mahal), pergi jalan-jalan, dan banyak hal materialistis lain.
yhaa ada benarnya. tapi nampaknya esensinya tidak semua ada di sana. bersekolah hingga kuliah sarjana dimanapun tempatnya adalah kemewahan. yang penting dikelilingi keluarga, teman dan lingkungan suportif-kooperatif.
membeli barang yang bukan merek kenamaan, bukan berarti turun status seseorang. meski kadang peribahasa “ada harga ada rupa” berlaku. tapi, ya belum tentu. yang penting saat memakai dan menggunakan ada rasa senang. minimal dibandingkan-dihitung dulu kemampuan beli dan karakteristik barangnya. dan kalau bisa banget, saat membeli tidak berhutang :D no more paylater. supaya rasa senang tidak diburu rasa waswas.     
lahir dengan wajah biasa (tidak cantik/jelek) membuat salah satu kerabat berseloroh, “kenapa wajahnya tidak seperti ayahnya, ya? ayahnya kan ganteng?” atau ada lagi, “kok gak perawatan suntik salmon, endabre endabre?! WKWKWKW. lah, dikira saya bisa memilih citra wajah mau niru siapa ha?! dikira punya uang banyak (amin) itu untuk saya gunakan pribadi?! kan tidak! ada alokasi-proporsinya :( kesel.
oh, oke. saya sedikit emosi.
ternyata, meskipun wajah saya biasa saja, selalu ada saja yang berkomentar wkwk. bersyukur atas apa-apa yang diberi Sang Pencipta adalah hal utama dan paling utama. dengan begitu akan kebal terhadap komentar (yang baik bahkan buruk oleh) orang wkwk.
pernah saya menulis tentang happines di sini. pada akhirnya, kalau sendirinya saja tidak senang, bagaimana akan berterima kasih/bersyukur? bukankah sudah diingatkan kalau bersyukur, Allah akan menambah nikmat kepada kita? bersenang dan berterima kasih. mugi Allah paring welas asih.
happiness comes from within.        
2 notes · View notes
hellotokyo · 8 months
Text
Day 9 ㅡ Write about happiness
Ngobrolin happiness di usiaku sekarang sebenarnya kurang relevan. Definisi kebahagiaan ketika aku masih kecil, dengan aku yang saat ini jauh berbeda. Dulu bahagia rasanya ketika bisa makan sesuatu yang aku inginkan, atau memiliki gadget yang trendy. Sekarang nampaknya definisi itu mulai bergeser arahnya.
Bahaha untuk hari ini aku bahkan tidak bisa mendefinisikan kebahagiaan sekompleks milik orang lain. Sesederhana melihat keluarga dan temanku sehat saja aku bahagia. Atau sekedar aku bisa makan dengan mindfully, aku bahagia. Ketika aku bisa mensyukuri semua yang ada di sekitarku, aku bahagia. Sesederhana itu.
Aku penasaran dengan sudut pandang orang lain tentang kebahagiaan. Pastinya kita semua memiliki definisi yang berbeda untuk itu. Semuanya layak diperjuangkan. Bahkan untuk definisi kebahagiaan yang paling sederhana.
That's for today. My energy isn't fully charged untuk menulis. Setiap orang punya musim dalam hidupnya. Mungkin sekarang bukan musim menulis di kehidupanku hehehe. But it's nice to take a visit here. See u on the next post!
0 notes
kuekipang · 9 months
Text
If I Could Run Away, Where Would I Go?
Pantai.
Tempat pertama yang langsung terucap. Seandainya, saya bisa kabur dari semua keruwetan hidup, saya akan pergi ke pantai. Duduk tanpa alas diatas pasir sambil memandang lautan dengan suara ombak yang menyertai.
Persetan dengan semua masalah yang sedang terjadi, saya asik menyeruput kopi sambil menikmati matahari yang mulai bergerak ke arah barat; perlahan menghilang.
Tidak ingin tahu tentang apapun, saya menikmati angin yang berhembus (walaupun sedikit terganggu karena jilbab saya jadi tidak simetris lagi😊)
Saat cahaya dari matahari mulai meredup, saat itulah air mata mulai menetes. Tapi siapa peduli, orang-orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Suasana dan aroma pantai membuat saya lemah, seakan berbisik "jangan dipendam sendiri, tubuhmu ada batasnya". Tapi juga memberikan semangat baru "hiduplah untuk dirimu sendiri, bukan untuk menyenangkan semua orang".
That's why i choose pantai.
1 note · View note
nightingalewinter · 2 years
Text
Hari Kedua - Si Penyiar dan Sang Ilmuwan
PENYIAR
“Selamat malam, warga dunia! Meski ada begitu banyak bahasa di dunia, tapi suatu sapa akan tetap bermakna sama. Kembali lagi dengan saya, Diandra, pada segmen BBM: Bincang-Bincang Melulu. Sudah bergabung bersama kita seorang seniman dalam ilmu pengetahuan yang baru saja mematenkan penemuan pertamanya selama sepuluh tahun. Wow! Bukan waktu yang singkat untuk dihabiskan. Tanpa banyak cing-cong, basa-basi tanpa arti lagi, mari kita sambut ilmuwan kita, Krisna!”
PENYIAR
“Selamat malam, Mas Krisna.”
ILMUWAN
“Malam.”
PENYIAR
“Tadi sempat saya singgung ke pendengar sekalian tentang penemuan barunya Mas Krisna ini. Pasti pada penasaran dengan penemuan pertama Mas Krisna ini yang viral di media sosial itu. Boleh diceritakan gak, Mas?”
ILMUWAN
“Hmmm… Ya… Jadi, seperti yang sudah dilihat, ini saya namakan YaTi atau Cahaya Hati. YaTi ini…. Uhm… seperti namanya, bisa bercahaya. Lampu yang bisa… uhmm… menerjemahkan isi hati kita. Ketika disentuh, dia bisa mengeluarkan warna yang menggambarkan keadaan hati kita saat itu.”
PENYIAR
“Wah… Menarik sekali ya YaTi ini. Kira-kira terinspirasi darimana ini Mas sampai kepikiran membuat YaTi ini?”
ILMUWAN
“Ya… Awalnya karena saya bukan orang yang ekspresif. Jadinya… ya… saya cari cara lain buat menunjukkan… anu… perasaan saya.”
PENYIAR
“Seberapa akurat YaTi ini dalam menunjukkan perasaan orang yang menyentuhnya?”
ILMUWAN
“Sampai saat ini… hmm… 65% lah.”
PENYIAR
“Berarti ada kemungkinan menunjukkan perasaan yang salah dong? Bagaimana kalau orang yang dituju itu malah salah sangka? Misal, warnanya merah seperti sedang marah padahal sebenarnya tidak. Itu gimana?”
ILMUWAN
“Makanya masih dalam tahap pengembangan. Begitu.”
PENYIAR
“Menghabiskan sepuluh tahun hanya untuk menunjukkan perasaan? Kenapa tidak langsung bilang saja? Bukankah lebih ringkas dan mudah?”
ILMUWAN
“Hmmm… Memang ringkas, tapi tidak mudah –“
PENYIAR
“ – Kalau diucapkan saja seperti biasa, Mas Krisna gak perlu repot kan menghabiskan sepuluh tahun untuk mengembangkan sesuatu yang belum akurat?”
ILMUWAN
“…Benar kata Mba Diandra. Buat apa? Mudah saja. Marah bilang marah. Suka bilang suka. Seperti kalimat di opening tadi yang bilang ‘dengan begitu banyak bahasa, suatu sapa akan tetap bermakna sama’, harusnya semudah itu. Nyatanya tidak. Kita hidup di tengah masyarakat yang hanya bisa memahami satu bahasa saja. Marah bisa digambarkan dengan berbagai cara, demikian juga dengan rasa suka. Namun kita terbiasa merumuskan satu pemahaman saja sehingga kita tidak bebas untuk berekspresi. Jadi YaTi ini untuk menjawab keresahan itu. Tapi ternyata keakuratannya masih belum sempurna. Tadi Mba Diandra bilang tentang kemungkinan salah paham. Memang jika diungkapkan dengan kata, kita tidak bisa salah paham? Banyak hubungan yang rusak karena salah paham dan YaTi belum ada saat itu. Orang bercerai dan berpisah. Sama saja. Kalau perasaan manusia yang buatan Tuhan saja bisa disalahartikan, apalagi buatan manusia?”
PENYIAR
“Itu bisa menyatakan perasaan Mas Krisna sendiri. Mudah kan?”
ILMUWAN
“Siapa bilang?”
3 notes · View notes