Tumgik
annisasuryandi · 27 days
Text
Unpopular Opinion About "Keluarga Berencana"
Disclaimer: tulisan ini murni pendapat pribadi dan sebagai penyemangat untuk orang tua dengan anak jarak dekat
Suatu hari, ibu mertua cerita. Waktu kecil, suamiku pernah mengeluh begini ke ibunya:
"Umi, Aido gak mau punya adik lagi. Aido capek! Udah ya Umi jgn punya anak lagi".
Waktu itu suamiku usianya sekitar anak kelas 1-2 SD. Di usia itu, dia sudah punya 4 adik. Iya, empat! Dengan jarak yang berdekatan.
Saat itu ibu mertuaku cerita dia cuma terkekeh menanggapi isi hati anak pertamanya. Ibunya pun menanggapi sekenanya.
"Kenapa capek? Kan gak bantu ngurusin". 🤣🤣
Mungkin saking capeknya suami saat itu sebagai anak kecil, dia lebih memilih tinggal dengan neneknya dari kelas 2 SD sampai lulus SD.
FYI, mertuaku punya anak 5 dgn jarak usia yang sangat dekat. Suamiku lahir 1993, adiknya yang paling bungsu lahir tahun 2000. Hitung sendiri berapa jarak antar anaknya.
Lalu, tinggal merantau jauh dari sanak saudara, dari Banten ke Sumater Barat. Dengan kondisi ayah mertua yg kerjanya belum menentu saat itu karena baru resign dari PNS. Setiap ke Posyandu, semua anaknya dibawa. Ada yg digendong, ada yg dituntun, ada yang dituntun oleh anak lainnya. Pasang surut kehidupan sebagai orang rantau yang diceritakan Ibu mertua kepadaku saat itu, membuatku sulit membayangkan jika aku ada di posisi seperti beliau di kondisiku sekarang.
Belakangan, aku jadi sering ngobrol dgn suami terkait ini. Bagaimana perasaannya dulu sebagai anak pertama dan menjadi kakak untuk 4 adiknya, dan bagaimana perasaannya sekarang setelah semua sudah sama-sama beranjak dewasa.
Satu hal yg kemudian menjadi perenunganku adalah: suami tidak menjadi sandwich generation.
Ya. Saat kami menikah di tahun 2019 lalu, adiknya yang paling bungsu sudah kuliah di sekolah kedinasan. Adiknya yang lain sudah semester terakhir, dan ada yang sudah bekerja.
Saat ramai isu tentang sandwich generation dimana anak pertama yang kemudian menjadi tulang punggung keluarga untuk menopang adik-adiknya yang masih sekolah dan kebutuan keluarga lainnya, suamiku tidak terbebani karena Alhamdulillah kedua orang tuanya masih sanggup membiayai semua anak-anaknya bahkan sampai semuanya menjadi sarjana.
Mertuaku diberi kekuatan oleh Allah untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai pendidikan tinggi meskipun tanpa beasiswa. Mereka masih bisa bekerja keras saat itu dan sekarang saat mulai memasuki usia pensiun (meskipun wirausaha tidak ada pensiun, tp seandainya ayah mertuaku tidak keluar dari PNS waktu dulu mungkin sekarang ini baru masuk usia pensiun), anak-anaknya sudah bekerja semua dan tidak ada yang menjadi tanggungan yang berarti satu sama lain.
Sedangkan di banyak hal aku lihat beberapa rekan orang tuaku yang masih ada tanggungan biaya sekolah anaknya, bahkan beberapa anaknya, sedangkan dirinya sudah pensiun.
Istilah keluarga berencana yang dicanangkan untuk mengatur jarak kelahiran anak menurutku ada benarnya juga. Tapi mesti ditinjau lebih luas lagi. Bahwa bukan sekedar mengatur jarak anak supaya tidak kerepotan mengurusnya waktu kecil saja, tapi juga mengatur diri bagaimana kita sebagai orang tua kelak masih sanggup membiayai anak-anak sampai mereka mandiri agar tidak menjadikan anak kita yang lainnya sebagai sandwich generation.
Dianugerahi anak jarak dekat mungkin terlihat repot saat kita mengurusnya di waktu kecil, tapi membayangkan mereka kelak akan "gede barengan" rasanya bisa menjadi penyejuk hati di tengah kelelahan dan kelemahan ini.
Jadi, apakah sekarang kamu menyesal punya adik banyak jarak dekat? Tanyaku pada suamiku.
0 notes
annisasuryandi · 2 years
Text
Istri meminta izin suami ketika hendak mengambil keputusan untuk melakukan apapun karena dia mengharap ridho dari suaminya.
Sedangkan suami yang meminta izin ketika hendak melakukan suatu hal karena dia menghargai istrinya.
1 note · View note
annisasuryandi · 4 years
Text
#TaarufStory | Proposal Taaruf, Penting Gak Sih?
Suatu hari aku pernah berdiskusi dengan teman. Seberapa penting sih proposal ta’aruf?
Terkait ta’aruf, mungkin sebagian kita akan mudah bersepakat. Taaruf merupakan jalan yang ditempuh dalam proses pencarian jodoh idaman. Tapi teknis bagaimana ta’aruf itu dilakukan, banyak pendapat dan bisa saja berbeda satu dengan yg lainnya.
Misalnya terkait proposal ta’aruf. Temanku berpendapat bahwa ta’aruf bisa saja dilakukan tanpa proposal ta’aruf. Baginya, membaca isi pikiran sang calon dengan bertatap muka langsung dalam obrolan tentu lebih baik dari sekedar membaca tulisan di proposal ta’aruf.
Aku, tentu berbeda pendapat dengannya. Bagiku, proposal ta’aruf is the important thing dalam proses ta’aruf. Jauh sebelum kita mengenal sang calon, ada baiknya kita mengetahui dulu seluk beluk secara garis besar tentang dirinya melalui proposal ta’aruf. Bagaimana dirinya, kepribadiannya, latar belakang keluarganya, misi dan visinya, pandangannya terkait hal-hal kerumahtanggaan, impiannya di masa depan, dan lainnya. Hal-hal lain yang perlu diketahui lebih lanjut, barulah dibicarakan saat nadzhor (melihat langsung). Sehingga ketika bertemu nanti sudah ada gambaran tentang sang calon itu bagaimana.
Aku bahkan sudah membuat proposal ta’aruf ku sejak tahun 2016. Tepatnya, di semester akhir. Saat orang-orang sedang disibukkan dengan rencana penelitian dan judul skripsi. Kegalauan skripsi justeru membuatku malah lebih bersemangat membuat proposal ta’aruf.
Entah kenapa, saat membuat proposal ta’aruf, aku justeru seperti menemukan diriku seutuhnya. Saat menuliskan bagian-bagian di proposal ta’aruf, mau tidak mau kita seperti dipaksa mengamati diri kita lebih dalam. Seperti apa diri kita, bagaimana kepribadian kita, bahkan sejauh apa tujuan hidup kita. Hal-hal yang mungkin sering kita lewatkan karena kita terlalu melihat jauh ke luar sampai lupa bahwa diri kita sendiripun, sungguh kita belum tentu mengenalnya dengan baik.
Keliru kalau kita beranggapan proposal ta’aruf hanya sekedar untuk menuliskan kriteria pasangan yang kita inginkan itu seperti apa, dan kita menghendaki pasangan kita nanti mengetahui tentang diri kita. Bukan itu saja. Tapi justeru inilah, cara kita memandang diri kita seperti apa. Seperti bercermin. Ketika kita hendak menginginkan pasangan yang seperti A, maka sudahkah kita pantas dan memantaskan diri layak bersanding dengan A?
Saking niatnya, aku bikin proposal ta’aruf sampe 10 halaman lebih. Itu pun setelah diperbaiki. Sebelumnya malah lebih dari itu. Entah kenapa aku justeru lebih semangat garap proposal ta’aruf dari pada proposal skripsi. Hehehe.
Itu tadi. Karena ketika aku menuliskan hal-hal di proposal ta’aruf, aku seperti menemukan diriku kembali. Menemukan kembali tujuan hidupku dan bersemangat karena seperti menuliskan satu persatu mimpi. Bedanya ya kalau proposal ta’aruf ini, bukan sekedar mimpi pribadi tapi juga mimpi dengan pasangan kelak. Aku bahkan menuliskan filenya “proposal of life”. Bukan sekedar proposal ta’aruf. Karena sesungguhnya proposal kehidupan tentu lebih panjang dari sekedar untuk ta’aruf saja.
Terkait penting atau tidaknya proposal ta’aruf, tentu wajar setiap orang memiliki pendapat yang berbeda. Bergantung kebutuhan dan tentunya karena setiap orang memiliki kecenderungan yang berbeda pula. Ada yang lebih suka segala sesuatu hal yang tertulis karena merasa lebih detil, ada juga yang lebih suka jika dibicarakan langsung saja semuanya agar lebih bebas dan bisa bereksplorasi.
Jadi, kalau ditanya penting gak sih proposal ta’aruf? Aku sih yes. Kalau kamu?
***
0 notes
annisasuryandi · 4 years
Text
#TaarufStory | Habis Patah Terbitlah Taaruf
Bismillah..
Sudah lama rasanya gak nulis di blog. Mungkin sekitar satu tahun. Tepatnya setelah menikah. Bukan apa-apa. Setelah menikah rasanya sudah punya teman berbagi cerita, jadi merasa tak perlu lagi menceritakan ini itu kepada dunia. Cause you are my world, beib hehe.
Baiklah. Ingin memulai tulisan dengan perjalanan dari mana semua ini bermula. Mengulang lagi kenangan bagaimana bisa aku dan dia berjumpa. Supaya semakin menguatkan ingatan, bukan hanya dikenang dari bayangan, tapi juga bisa dibaca kelak melalui tulisan.
Sekitar November 2018, di blog aku pernah menuliskan begini:
Kalau kita tidak disatukan dengan orang yang selalu kita sebut namanya dalam doa, insya Allah.. semoga kita dipersatukan dengan orang yang menyebut nama kita dalam doanya.
Kenapa bisa nulis kayak gitu ya? Hahaha. Kalau tidak salah ((benar inisih)) waktu itu posisinya lagi patah hati. Gak bisa diceritakan lebih lanjut ya patah hati kenapa. Tapi yang pasti, qoute itu kemudian seperti menjadi doa yang diijabah sang Maha Pemilik Hati.
_______
Jumat, 26 Oktober 2018.
Di kantor LBH tempatku magang, kedatangan 2 orang laki-laki anak magang dari LBH Cabang yang mau PKPA. FYI, di LBH ku sering ngadain beasiswa PKPA bagi anak magang. Kebetulan aku udah PKPA di bulan Mei 2018.
Salah seorang dari mereka, bawain makanan oleh-oleh khas daerah yang disimpan di meja makan. Sementara mereka di ruang tengah dan asyik mengobrol. Aku merapikan makanan tersebut dan menyajikannya ke mereka.
Kami pun berkenalan. Gak ada kepikiran apapun. Bahkan untuk menghafal nama mereka aja aku agak kesulitan karena sering ketuker-tuker.
Agenda Hari Jumat, seperti biasa yaitu rapat rutin pekanan untuk membahas jadwal sidang dan evaluasi perkara. Karena ini rapatnya feel free to join, jadi dua orang baru tersebut ikut masuk rapat. Mereka pun diminta memperkenalkan diri.
Salah satu senior yang bertindak sebagai penanggung jawab terkait persidangan, menjadi pemimpin rapat sekaligus membuka rapat. Kemudian mempersilakan salah satu dari mereka untuk membacakan ayat suci Al-qur'an.
Salah satu dari mereka lalu mengambil Al-qur'an di tasnya dan bersiap untuk membacanya. Tapi kemudian entah karena terburu-buru atau apa, Al-qur'an jatuh tepat di dekat kakiku. Aku pun bersegera menunduk dan mengambil Al-qur'an tersebut dan menyerahkan pada teman di sampingku, karena aku ingat bahwa aku sedang berhadats. Temanku pun memberikannya ke dia.
Senior tadi, kemudian membercandai kami dengan candaan khas bullyan jomblo di kantor.
"Semoga kalian berjodoh ya. Yang tidak sengaja menjatuhkan Al-qur'an dan yang bersegera mengambilkannya". Kurang lebih begitu katanya.
Aku pun menyeringai. Saking seringnya bercandaan demikian disini jadi sudah aku anggap biasa saja.
________
5 November 2018.
Pagi hari menerima WA dari seorang teman kantor yg isinya undangan pernikahan seseorang. Kaget. Sedikit. Oke. Biarlah. Sudah terlatih patah hati.
Malam harinya. Dari teman yg sama, sebuah pesan WA masuk lagi. Kali ini bukan hanya membuat terkejut, tapi sungguh terkaget-kaget dan sangat tidak terduga.
"Apakah kamu sudah siap walimah?" Tembaknya.
"Hah? Siap aja kalau mau ada yg serius". Jawabku nantangin.
"Kalau dengan ini kamu siap?". Dia menyebutkan salah satu nama anak baru itu.
Deggggggg....
Allahu...
Rasanya baru saja tadi pagi aku hendak patah sepatah-patahnya karena mendengar kabar menikahnya seseorang. Tapi masyaaAllah malam harinya langsung mendengar kabar lainnya yang mungkin aku rasa mengagetkan tapi cukup menggembirakan. Seseorang yang tidak pernah ku bayangkan, baru saja aku kenal beberapa hari, mengajakku taaruf. Sungguh, rencana Allah memang jauh lebih tak terkira dari yang manusia duga.
***
0 notes
annisasuryandi · 5 years
Text
Sabar. Istighfar. Kelar. Beberapa hal terkadang hanya butuh itu saja. Cukup
Annisa Suryandi
0 notes
annisasuryandi · 5 years
Text
Sereceh Prinsip
Seberapa receh prinsip hidupmu?
Seorang kawan pernah menegurku waktu aku menyetel "lagu galau" dari youtube sambil mengerjakan tugas kerjaan. Katanya, lagu-lagu semacam itu tidak baik untuk kualitas hidupku, apalagi jika nanti sudah berumah tangga. Ia menasihati sampai sejauh kekhawatiran jika nanti aku punya anak. Khawatir kebiasaan galau demikian akan terbawa.
Pikirku, aku hanya sekadar menikmati sebuah karya seni dalam balutan musik pop. Tidak benar-benar mendalami kegalauan dari lirik lagu tersebut. Posisinya saat itu aku memang sedang tidak galau. Happy-happy saja. Dan memang sesekali saja mendengarkan lagu-lagu demikian.
Meskipun aku agak sedikit menyanggah, toh nasihat tetaplah nasihat. Aku manggut sambil menyelami lebih dalam mengapa Ia menegurku demikian. Husnudzonku, mungkin karena memang Ia hafidz Qur'an yang hapal beberapa juz Al-qur'an dan mungkin Ia khawatir aku bisa mengganggu hapalan Qur'annya karena lagu-lagu galau yang kuputar di dekatnya.
Ah, tapi kan itu hanya lagu biasa! Toh playlist music di HP maupun di laptopku lebih banyak isinya murottal Al-qur'an dan lagu-lagu nasyid. Itu hanya hiburan. Sesekali saja! Mengapa Ia sampe sebegitunya sih? Suudzonku.
Hingga suatu hari..
Suara HP-ku berdering. Panggilan video call WhatsApp dari seorang teman laki-laki yang aku tahu ini akan membahas mengenai pekerjaan. Aku abaikan. Sekali, dua kali, hingga tiga kali. Aku keukeuh tidak mengangkatnya. Setelah panggilan pertama, aku mengirim pesan meminta maaf dan menjelaskan bahwa aku tidak bisa mengangkat panggilan video. Kesalnya, Ia tetap melakukan video call hingga panggilan ketiga dan aku bersikukuh membiarkannya. Hingga kemudian komunikasi bisa dilanjutkan melalui pesan singkat WhatsApp.
"Maaf tidak menerima vidcall dari lawan jenis dalam urusan apapun ya!" Tulisku di WA Story beberapa saat kemudian.
Meskipun aku tahu sebenarnya aku membatasi orang yang bisa mengakses WA Story-ku dengan menyembunyikannya dari semua list kontak laki-laki di WA. Jadi memang hanya teman-teman perempuan saja yang bisa melihat, itupun aku batasi lagi hanya kepada teman perempuan yang memang aku merasa nyaman dan akrab.
Lalu, seorang teman perempuan berkomentar.
"Ini sangat extreme". Katanya.
"Ini sudah incraht hehe". Imbuhku.
Aku hanya membalas demikian. Tanpa perlu menjelaskan panjang lebar.
Bagiku, ini sangat prinsip. Membatasi komunikasi dengan lawan jenis memang menjadi salah satu prioritas dalam prinsipku. Menjaga dengan tidak menerima vidcall dari lawan jenis dan juga menyembunyikan WA story dari kontak lawan jenis. Tentu banyak hal yang menjadi pertimbangan.
Salah satunya untuk meminimalisir interaksi yang berlebihan dan melampaui batas dengan lawan jenis yang bisa saja semua itu bermula dari komentar di WA story atau vidcall. Aku memilih menutup celah itu. Aku cukup merasa nyaman ketika WA story-ku hanya bisa dilihat oleh teman-teman dekat perempuan saja. Begitu.
Terdengar receh dan sepele? Iya mungkin. Tapi bagiku itu prinsip. Dan aku berusaha menggenggamnya apapun yang terjadi. Terserah mau dibilang ekstrim atau apalah. Prinsip tetaplah prinsip.
Besar atau kecilnya itu bukanlah hitungan. Tapi bagaimana kita mampu menggenggam prinsip yang sudah kita yakini kebaikan dan kebermanfaatannya, itulah yang utama.
Prinsip seorang dengan orang lain tentulah tak akan sama. Akan banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Bergantung level keyakinan. Bisa jadi demikian.
Seperti halnya tadi. Seorang teman yang menegurku karena mendengarkan lagu galau di dekatnya, bisa jadi itulah prinsip hidupnya; pantang mendengarkan lagu galau yang bisa membuat kualitas hidupnya menjadi menye-menye dan melunturkan hapalan qur'annya. Meski menurutku, hal demikian sangatlah receh dan terkesan sepele. Bersebab keyakinanku memang belum sampai level seperti itu.
Pun dengan temanku yang lain. Yang menurutku mempunyai prinsip receh. Seperti pantang dibonceng/membonceng lawan jenis, tidak mau berhutang, pantang tidur larut malam, dan lainnya.
Jadi.. jika kita beranggapan bahwa hal-hal sepele yang teman kita lakukan atau tidak dilakukan karena memang suatu prinsip hidupnya, mungkin yang terbaik adalah perlunya kita membesarkan prasangka bahwa kitalah yang belum sampai pada level keyakinan yang sedemikian.
Dan pada teman-teman yang memiliki prinsip yang orang lain itu anggap prinsip receh, percayalah bahwa betapa berharganya kamu. Karena untuk sekelas prinsip yang receh saja bisa dijaga sedemekian rupa, apatah lagi prinsip yang besar, yang memang perhatiannya bukan lagi pada benar dan salah, tepat dan tidak tepat, tapi lebih dari itu; dosa dan pahala. Maka pada yang demikian, aku salut padamu!
- Annisa Suryandi -
0 notes
annisasuryandi · 5 years
Text
Tidak ada istilah "setengah memiliki". Jika sesuatu itu benar milikmu, maka ia akan datang padamu seutuhnya. Jika bukan, lapangkan saja ruang penerimaanmu.
Annisa Suryandi
0 notes
annisasuryandi · 5 years
Text
Nanti kita cerita tentang hari ini. Nanti saja tapi ya. Kalau aku mood...
Annisa Suryandi
0 notes
annisasuryandi · 6 years
Quote
Kamu percaya apa itu hampa? Seketika aku memercayainya setelah kehilangan bahkan sebelum aku sempat memperjuangkan.
0 notes
annisasuryandi · 6 years
Quote
Oneday, you must be graduated. Graduated dalam hal apapun. Bahkan graduated yang paling ditunggu adalah graduated dari kehidupan dunia
Neneng Annisa Rahmah
0 notes
annisasuryandi · 6 years
Text
aku disini. lebih dekat denganmu. tapi tak sedikit pun kujumpai. bahkan bayang semumu itu.
kaulah ilusiku. yang tak akan pernah menujuku. 
1 note · View note
annisasuryandi · 6 years
Text
kalau kamu sudah bisa berlari dengan langkah pasti jangan meremehkan orang yang bahkan untuk berdiri pun belum sanggup. semua orang hidup dengan kapasitas dan kapabilitas yang berbeda. hargailah!
0 notes
annisasuryandi · 7 years
Text
Duhai..
Tentang Teman Seperjuanganmu
Jangan kamu sakiti hati teman seperjuanganmu dengan mengatakan apa-apa yang sebenarnya tidak kamu ketahui tentang perjuangannya. Langkahnya mungkin terlihat lamban, geraknya bagimu mungkin kurang cekatan, atau jalan berpikirnya mungkin terkesan tak sepadan dengan bagaimana kamu menyelesaikan permasalahan. Tapi, kamu tidak pernah benar-benar mengetahui bagaimana ia berjuang. Karenanya, dengarkanlah dulu apa yang ingin diceritakannya lalu santunlah padanya dan jangan kecilkan hatinya.
Jangan kamu patahkan semangat teman seperjuanganmu dengan membandingkan hasil-hasil perjuangannya dengan apa-apa yang menurutmu ideal. Katamu, idealnya begini, idealnya begitu, harusnya begini, harusnya begitu, dan seterusnya hingga seolah perjuangannya tak bernilai. Meski apa yang kamu katakan itu benar adanya, tapi hati tetap perlu disapa perasaannya. Kamu tidak pernah benar-benar mengetahui bagaimana ia berupaya melampaui apa yang pernah dilakukannya sebelumnya. Karenanya, hargai dulu dan tahanlah hatimu untuk tidak menggores luka yang mungkin akan membekas lama pada relung hatinya.
Lihat, dengar, dan rasakan sosoknya, ia adalah teman seperjuangan yang membersamai langkah-langkahmu dalam kebaikan. Jika suatu hari ia bersalah, tegurlah dengan cara yang tidak menyakitinya, lalu maafkanlah sebagaimana ia pun bermudah-mudah dalam memaafkan. Jika suatu hari terlihat jelas ketidaksempurnaannya, ingatlah bahwa penilaianmu itu tak selamanya tepat sebab standarmu boleh jadi memang tak sesuai jika digunakan untuk menilai aspek-aspek hidup orang lain.
Sama sepertimu, setiap hari ia sedang belajar. Sama sepertimu, setiap hari ia juga kerap melakukan kesalahan. Dan sama seperti halnya bahasa-bahasa semesta, kesempurnaan itu tidak pernah ada pada diri seorang manusia. Selamat (kembali) berjuang!
612 notes · View notes
annisasuryandi · 7 years
Text
Ekspresif itu Anugerah
Jadi gini... Setiap orang diberikan karunia dalam ekspresi dan air muka. Ada yang mampu mengekspresikan wajahnya sesuai kondisi mood, ada juga yang selalu bisa tampak biasa saja apapun keadaan dan moodnya. Kita dapat membaginya menjadi 2 kategori: ekspresif dan datar. Menjadi manusia dengan karunia wajah ekspresif merupakan suatu anugerah yang tidak dapat diindahkan. Kenapa? Karena tidak semua orang bisa diberi anugerah dengan air muka yang gampang berubah dalam beberapa waktu saja juga mampu melukiskan hal yang dirasakan tanpa perlu menjelaskan. Menjadi ekspresif, kadang juga dibilang berlebihan dalam merespon suatu isu atau informasi. Padahal seharusnya bisa biasa saja, tapi bagi orang ekspresif, ini luar biasa! Raut mukanya langsung berubah, menyesuaikan dengan situasi terkini. Karenanya, sulit untuk berdusta apalagi menyembunyikan rasa. Sialnya, orang ekspresif tidak akan mampu menyembunyikan perasaan apapun yang meletup-letup dalam diri karena suatu keadaan yang membuat teramat sedih atau terlalu gembira. Rona wajah tergambar jelas. Mood di permukaan menyembul tanpa instruksi. Ekspresi tak bisa dikontrol. Diam? Bukan pilihan. Baginya, diam merupakan alarm peringatan. Bahaya! Maka, marilah me-reka. Eskpresif merupakan salah satu anugerah dari Tuhan untuk hamba-Nya bagi insan bernama wanita. Eskpresif dalam merespon setiap hal lalu mengalirkan menjadi suatu kebaikan. Tidak perlu banyaj merisaukan perkataan orang lain. Eskpresif itu Anugerah!
0 notes
annisasuryandi · 7 years
Quote
Ada yg tersampaikan lalu terbalas. Ada yang tersampaikan tapi tidak terbalas. Ada yang tidak tersampaikan karena tahu tidak akan pernah terbalas.
0 notes
annisasuryandi · 7 years
Photo
Tumblr media
DAKWAH DAN POTENSI DIRI Seseorang telah menginspirasi saya bagaimana mengembangkan potensi diri beriringan dalam dakwah yang kekinian. Dalam satu agenda, Allah mempertemukan dengannya. Beliau hadir sebagai pemateri. Dalam kondisi hujan awet yang tidak bisa diprediksi. Kemudian acara sempat ngaret beberapa waktu karena menunggu kedatangannya. Alhamdulillah, beliau bisa hadir dan banyak menginspirasi melalui petuah dakwahnya. Selesai kegiatan saya menyempatkan bertanya pada beliau. Hal ini karena didasari rasa penasaran. Kenapa sih beliau mau dan rela datang jauh-jauh dari luar kota (bahkan luar provinsi) hanya utk menghadiri undangan sebagai pemateri di acara yg menurut saya “receh” ini? Padahal, gak ada yang banyak diharapkan dari agenda ini. Bukan agenda gede-gedean. Receh banget pokoknya. Kalau pun beliau memutuskan untuk tidak dapat menghadiri agenda ini, rasanya sah-sah saja mengingat jarak dan kesibukan beliau lainnya. Tapi, kenapa sih beliau menyempatkan hadir plus mau kehujanan pula? Sebagai panitia, saya berkali-kali meminta maaf atas beberapa hal pemakluman yang terjadi di luar kendali. Tentang ini dan itu yang seharusnya bisa dikondisikan dengan baik. Beliau menanggapi dengan jawaban yang sungguh jauh di luar dugaan. “Bahkan saya pernah diundang sebagai pemateri dengan track jalan yang lebih berat dari ini. Undangan mengisi acara dauroh biasa, di daerah puncak, kemudian mengalami musibah kondisi mobil yang hendak jatuh ke jurang. Dalam hati saya berdoa, kalau pun saat itu saya meninggal, semoga Allah catat sebagai amal kebaikan. Mati syahid dalam perjalanan dakwah. Ya, dakwah dengan mengisi dauroh-dauroh kecil” Kalimat itu bisa jadi terdengar biasa, sepele, ya memang begitu jalan dakwah. Ujiannya gitu. Terdengar biasa mungkin tatkala yang mengucapkannya ialah ulama, ustadz atau tokoh dakwah lain nya yang memang tersebab jam terbang dan pengalaman yang mampu menembus berbagai kesulitan. Tapi yang berbeda ialah, kalimat tersebut disampaikan oleh seorang pemuda. Baru merintis karier. Tentunya, belum banyak yang ia dapatkan selain dari bahan bacaan atau pengalaman orang lain. Tapi keyakinannya terhadap dakwah, mampu meyakinkan orang lain untuk bisa melakukan hal yang sama dengannya. Kalimat itu serasa mampu menembus sampai ke ulu hati. Mengorek lagi semangat berbagi dalam setiap kesempatan. Menengok lagi apa pentingnya dakwah bagi kita dan apa pentingnya kita bagi dakwah. Alih-alih menyalahkan keadaan, mengkritik, atau lainnya, beliau justeru malah membesarkan hati dengan banyak memberikan hikmah. Dari beliau saya perlu banyak belajar. Bagaimana kita mampu terus mengisi diri dalam keaktifan dan seruan. Tak peduli seperti apa medan dan implikasinya. Dari beliau pun saya banyak mengambil kebaikan. Salah satunya, mengembangkan potensi diri dengan dakwah adalah suatu keharusan. Sehingga setiap hal yang dilakukan untuk dakwah, bisa dirasakan manfaatnya terutama untuk diri sendiri lebih luas lagi untuk masyarakat. Setiap orang memiliki potensi masing-masing. Bagi setiap muslim yang berafiliasi terhadap dakwah Islam, maka potensi diri tersebut dioptimalkan guna mewujudkan kontribusi nyata: menyumbang bata peradaban. Semoga!
0 notes
annisasuryandi · 7 years
Quote
Sharing. Thanks for inspiring me.
0 notes