Tumgik
#albert einsten quote
Text
"Anyone who has never made a mistake has never tried anything new."
—Albert Einstein
203 notes · View notes
talentedfool · 3 years
Text
Tumblr media
https://en.wikipedia.org/wiki/Why_Socialism%3F?wprov=sfti1
6 notes · View notes
othersideale · 3 years
Quote
A realidade é apenas uma ilusão, ainda que muito persistente.
Albert Einsten
1 note · View note
The mind that opens to a new idea never returns to its original size.
Albert Einsten
1 note · View note
windener · 6 years
Photo
Tumblr media
“The distinction between past, present, and future is only a stubbornly persistent illusion...”      -ALBERT EINSTEIN
194 notes · View notes
justdailyquote · 4 years
Photo
Tumblr media
"Se vuoi vivere una vita felice, legala a un obiettivo, non alle persone o alle cose" [Albert Einstein]
JustDailyQuote
0 notes
bigfootfrxd-blog · 5 years
Quote
Ce qui compte ne peut pas toujours être compté, et ce qui peut être compté ne compte pas forcément.
Albert Einstein
0 notes
fromeo007 · 5 years
Photo
Tumblr media
To watch full video on all the Albert Einsten quotes, click the link on the bio. Follow @insidestudents Subscribe to our youtube channel for more. Link in the bio. #students #insidestudentsmind #studystudystudy #studygram #studystudystudy #studytips #studynotes #studymotivation #studyblr #instagram #instagood #happy #me #picoftheday #instadaily #fun #insidestudents #aliabdaal #activerecall #spacedrepetition #waystostudy #richardfeynman #feynmantechnique #tombilyeu #gonein180seconds #goaldigger #garyvee (at San Francisco, California) https://www.instagram.com/p/B075ZCXHg4B/?igshid=18bymog41h1vl
0 notes
kimsquest-blog1 · 5 years
Photo
Tumblr media
“Logic will get you from A to B. Imagination will take you everywhere.”- Albert Einsten 〰️ 〰️ Monday mood! 😛 . . . . . . . . . . . . . . #mondaymotivation #inspire #quotes #dailymotivation #inspirationalquotes #singleparenting #parebtingdaily #momproblems #specialneedsmoms #boymoms #dontbullymybreed #bullybreed #americanstaffy #pitbull #bullymix #mypitbullisfamily https://www.instagram.com/p/B0N0-WRlQJI/?igshid=11vw30kw5va0n
0 notes
Text
Concluding Post
I lied earlier when I said that the previous post would be the last. This is the final conclusion of my semester’s worth of examining news in relation to the field of VR and education. 
I look back towards the first post I made under this Tumblr account and a part of me cringes internally--first, because admittedly while I did keep more informed with up-to-date VR news concerning education, I did not make my updates on my current research and information as regular as I could have. More importantly though, a part of me cringes at my first installment purely because the tone of ambition, of knowing exactly what I was doing and why, feels very contrary to where I stand with my posts today. 
The VR scene is currently very different from what I conceived of it originally, especially in regards to education--my sense of knowledge and understanding underwent several iterations throughout the journey of this semester, and while I find that I am just as lost in regards to the future of VR education as I was when I first started out, there are a few parting shots that COM 600 “Trendspotting Digital Media” left with me, which I will impart as follows:
1. What is happening in the present does not constitute a certain trend for the future.
2. Innovation may appear from the questions and challenges no one else is addressing.
3. Always question the certain.
4. Keeping up to date is key.
5. People think they know what they are talking about when it comes to technological trends. In reality everyone is as lost and clueless as I am.
6. Change is key to development--stagnation is the enemy of technological innovation. 
7. Just when you think something is only just appearing in the fringes of society, it’s already taken off in the present reality. Speed is constantly doubling.
Overall I found that despite VR education being a different experience than I expected,  its growing popularity in the field of academia may still have a longer way to travel as it does with commercial, media and entertainment audiences. Without innovation--without fully addressing the asymmetry between content and curriculum nor the problem of accessibility--VR may not go as far as it could in the classroom experience. This, however, may be my biggest entry point, as a future digital disruptor, as someone with enough knowledge to develop future ideas and possibly unite the converging fields of virtual reality and immersive education. 
I leave you, dear reader, with these final words as quoted from Albert Einsten:
Tumblr media
Don’t forget to also check out the Newhouse School official website for more news on trends and innovative communication: http://newhouse.syr.edu/
0 notes
diskusikamissore · 7 years
Text
Si Penulis Nyamuk Asal Kebon Jeruk: Gie, Sang Idealis-Kritis yang Menentang Dehumanisasi
Oleh: Gugun Gunaedi
Jujur saja, tulisan ini tidak akan selesai jika tidak ditopang dengan alunan lagu dari Joan Baez yang berjudul Donna Donna serta asupan kopi hitam dan gu**dang gar**am filter (tidak boleh menyebut merk)! Sesungguhnya tulisan ini jauh dari kata sempurna, karena sempurna hanyalah milik Andra & The Backbone. Tulisan ini didedikasikan untuk Guru Lintas Alam saya, Gie! Selamat membaca…
“….Mahameru berikan damainya, didalam tugu Arcapada. Mahameru sebuah rentetan tersisa, puncak abadi para dewa…."
Itulah sepenggal lirik lagu dari grup band Dewa 19 yang berjudul Mahameru untuk mengawali tulisan ini. Pada lirik tersebut Mahameru memang memberikan damainya, entah damai dalam keadaan sesaat karena melihat keindahannya, atau damai selama-selamanya dan menyatu dengan ukiran bentang alamnya. Ya, itulah yang dirasakan Gie.
Perkenalan singkat tentang Gie dan pergolakan pada fase remaja
Soe Hok Gie adalah manusia biasa keturunan Tionghoa yang dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 di Jakarta, dimana perang tengah berkecamuk sangat dahsyat di kawasan Asia-Pasifik. Gie, sapaan akrabnya--walaupun di dalam film GIE besutan Riri Riza dan Mira Lesmana Gie lebih memilih dipanggil Soe ketika berkenalan dengan Soemitro-- mulai bersekolah di Sin Hwa School[1] pada umur lima tahun, lalu melanjutkan pendidikannya di SMP Strada, setelah itu melanjutkan studinya di SMA Kanisius dan kelak setelah lulus menjadi bagian mahasiswa Sejarah Universitas Indonesia (kelak ia akan menjadi dosen di tempat tersebut). Pergolakan pemikirannya mulai terbentuk pada saat Gie duduk di bangku SMA. Pada fase ini ia telah banyak melahap buku-buku sejarah, sosial, filsafat dan sastra. Atas hal itulah Gie remaja sudah mengenal tokoh-tokoh seperti Gandhi, Kahlil Gibran, Lenin, Karl Marx hingga Friedrich Nietzsche. Pada masa itu pula Gie sangat gemar menulis catatan harian— kelak catatan hariannya tersebut dibukukan oleh LP3ES pada tahun 1983 atas seizin dari sang kakak, Arief Budiman--. Kegemaran Gie dalam hal menulis nampaknya menurun dari sang ayah. Gie tumbuh dalam sebuah kultur keluarga yang ramah akan ilmu pengetahuan. Ayahnya, Soe Lie Piet adalah redaktur dan jurnalis dari berbagai surat kabar dan majalah. Sang ayah juga seorang penulis yang produktif di eranya.[2] Kegiatan yang berbau literasi memang telah akrab dalam diri Gie. Di dalam buku Catatan Seorang Demonstran Gie kerap acapkali mengunjungi toko buku dan menulis catatan hariannya pada malam hari, --maka dari itulah secara sepihak saya memberi judul tulisan ini Si Penulis Nyamuk Dari Kebon Jeruk, dimana binatang ini identik keluar pada malam hari-- (semoga tidak terjadi kecemburuan sosial dalam bangsa kelalawar yang tidak dimasukkan ke dalam judul tulisan ini, Aamiin…). Pada fase remaja inilah jiwa ke-kritis-an Gie lahir dan tumbuh. Ia sempat berdebat alot --sealot kerupuk warteg yang tempatnya dibiarkan terbuka—dengan salah satu guru di SMA-nya. Gie berdebat dengan gurunya yang bernama Pak Effendi, guru Bahasa Indonesia di SMA Kanisisus. Perdebatan itu terjadi akibat keitdaksepahaman antara Gie dengan gurunya mengenai siapa pengarang prosa “Pulanglah dia si anak hilang”. Gurunya mengatakan bahwa pengarang prosa dari “Pulanglah dia si anak hilang” adalah Chairil Anwar, namun Gie membantahnya dengan argumen bahwa prosa tersebut dikarang oleh Andre Gide sedangkan Chairil Anwar hanya menerjemahkannya saja. Akibat perdebatan yang tak seimbang tersebut Gie meluapkan kekesalannya dengan menulis di catatan hariannya:
“Tentang karangan saja dia lupa. Aku rasa dalam hal sastra aku lebih pandai. Guru model gituan. Yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau”[3]
Gie memang dikenal idealis terhadap apa yang ia anggap benar. Dan karena sikapnya itu  Gie merasa terasingkan dan jiwanya merasa sepi, namun Gie telah memutuskan bahwa akan bertahan dengan prinsip-prinsipnya, yaitu lebih baik diasingkan daripada menyerah kepada kemunafikan.[4] Quote atau slogan semacam itulah yang sekarang masif kita lihat di status berbagai kalangan di media sosial serta tulisan diatas meja mahasiswa dalam ruang kelas.
Idealis muda yang menentang dehumanisasi
Nah, pada bagian ini anggur merah, ehh. intisari –maksudnya-- dari tulisan akan dibeberkan secara kurang mendalam, karena yang dalam adalah palung laut. Monggo di-read…
Sebelum lebih dalam menyelam ke palung laut, saya akan memberikan definisi apa itu dehumanisasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dehumanisasi adalah penghilangan harkat manusia. Dehumanisasi merupakan antitesa dari humanisasi, yang dalam pengertian singkat, padat dan jelasnya adalah memanusiakan manusia. Bagi pejuang pendidikan asal Brasil, Paulo Freire, dehumanisasi yaitu penindasan yang tidak manusiawi, apa pun alasannya, dan merupakan sesuatu yang menafikan harkat kemanusiaan.[5]
Tidak semua kematian dapat meraibkan kehidupan. Ya, rasa-rasanya memang begitu (Kalo enggak gitu, ya tolonglah gituin…). Kematian bisa berkata lain, “yang pernah hidup tetap hidup”. Inilah sebuah dunia paradigma atau memoar yang membuat kita masih tetap bisa “hidup bersama”, mengenang mereka para manusia ekstrak –lintas alam--, yakni mereka yang menjadi sari pati bagi dunia ini. Tengoklah wacana-wacana filsafat yang hingga detik ini masih terus “dihantui” Socrates, Thomas Aquinas, Immanuel Kant ataupun Jean-Paul Sartre. Pemikiran filsafat mereka masih menjadi kiblat filsafat dan etika hingga sekarang. Begitupun ketika kita membicarakan teori relativitas, yang diingat pastilah sosok bapak tua berambut putih yang lidahnya selalu menjulur, abah Albert Einsten! Komunitas sastra juga tetap merindukan Kahlil Gibran dengan The Prophet yang imajinatif ataupun W.S Rendra dengan burung meraknya.
Leonardo da Vinci, Mozart John Lennon juga Kurt Cobain akan selalu dikenang para penikmat seni. Para humanis juga akan tetap hidup bersama semangat Mahatma Gandhi, Martin Luther King Jr dan Mother Teresa.[6] Ketika kita membicarkan pergerakan mahasiswa angkatan ’66 maka yang terlintas di benak kita adalah 3 suku penggalan kata: Soe – Hok – Gie. Ya, sang demonstran yang moralis! Intelektual muda yang begitu bergairah, gigih, dan konsisten dalam memperjuangkan keadilan serta menentang setiap tindakan dehumanisasi dan dekandensi moral. Sikap kritis Gie dalam menentang dehumanisasi bukanlah tanpa alasan. Setidaknya ada 3 penguatan dalam menganalisis permasalahan ini. Penguatan pertama, Gie menilai bahwa pada rezim Orde Lama dibawah kekuasaan Soekarno telah terjadi ketimpangan serta ketidakadilan yang mencekik leher masyarakat bawah. Hal itu dibuktikan dengan naiknya harga kebutuhan barang-barang pokok, melonjaknya pengangguran, korupsi yang merajalela dan hal itu sangat kontras dengan kehidupan di dalam Istana Negara yang menurut Gie (di dalam catatan hariannya) sedang berfoya-foya ditemani para selir. Penguatan Kedua, (mungkin disini Gie sangat subjektif) Gie menilai Soekarno sebagai pemimpin yang immoral dengan gila kekuasaan dan gila wanita. Wow, kritik yang sangat tajam kepada individu sekaliber Soekarno! Dalam hal ini Gie mempunyai pendapatnya sendiri mengenai Soekarno, yaitu:
“Sebagai manusia saya kira saya senang pada Bung Karno, tetapi sebagai pemimpin tidak. Bagaimana ada pertanggungjawaban sosial-isme melihat Negara dipimpin oleh orang-orang seperti itu? Bung Karno sebagai Ariwijadi penuh humor-humor dengan mop-mop cabul ada punya interes yang begitu immoral … Kesanku hanya satu, aku tidak bisa percaya dia sebagai pemimpin Negara karena ia begitu immoral.”[7]
Penguatan tiga, Gie menganggap Soekarno sebagai raja Jawa yang se-enaknya dalam bertindak. Jadi Soekarno mempunyai 3 aspek. Gelar raja-raja Jawa juga sama dengan gelar politik (Kawula ing tanah Jawi),[8] tentara (Senapati ing ngalaga),[9] dan agama (Syekh Sahidin Ngabdulrachmad).[10] Presiden Soekarno adalah lanjutan daripada raja-raja tanah Jawa. Karena itu dalam tindakan-tindakannya ia bersikap seperti raja-raja dahulu. Ia beristri banyak, mendirikan keratin-keraton dan lain-lain.[11] Ditambah pula terciumnya kediktatoran Soekarno yang tertuang dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 semakin bulat tekad Gie dalam menentang kekuasaan Soekarno.  Dalam perspektif Machiavelli, fokus politik itu hanya pada kekuasaan, dan politik itu hanya pada kekuatan, dan politik bukanlah tempat yang tepat untuk menyemai benih-benih moralitas. Politik harus dilepaskan dari kewajiban moral. Franz Magnis Suseno menilai bahwa bagi Machiavelli politik dan moral merupakan dua bidang yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya.[12] Selaras dengan Gie yang konsisten memperjuangkan moralitas diatas kekuasaan, Bertrand Russel secara elegan menyatakan bahwa cinta akan kekuasaan, seperti nafsu, merupakan suatu alasan yang begitu kuat sehingga mempengaruhi tindakan kebanyakan orang lebih daripada yang seharusnya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa etika yang akan menimbulkan konsekuensi yang paling baik adalah etika yang membenci cinta akan kekuasaan lebih daripada yang dapat dibenarkan oleh akal budi.[13] Pernyataan Russel tersebut seakan-akan menjadi pembenaran bagi perjuangan moral Gie. Dalam permasalahan yang dihadapi oleh Gie ini, saya akan mengambil pandangan hubungan antara penindas dan tertindas dari Freire. Freire mengingatkan bahwa status, kekuasaan dan dominasi dari penindas tidak mungkin ada tanpa eksistensi kaum tertindas. Dia meletakkan pemahaman kesalinghubungan ini satu langkah ke depan dalam konsepsinya, bahwa penindas dan tertindas merupakan manifestasi dari dehumanisasi. Freire mengklaim bahwa tugas kemanusiaan kaum tertindas adalah membebaskan dirinya sendiri dari penindas-penindasnya.[14] Disini Gie memposisikan dirinya sebagai orang yang tertindas dan selalu konsisten dengan para kaum yang tertindas. Bahwasanya tak ada yang lebih mulia selain membela kaum-kaum tertindas. Gie bukan sekedar mengecam dan membenci kekuasaan yang selalu diyakini sebagai biang raibnya konteks kemanusiaan. Namun lebih dari itu ia bertindak dengan melangsungkan berbagai protes serta demonstrasi secara masif bersama kalangan mahasiswa lainnya yang mengakibatkan rezim Orde Lama dibawah kekuasaan Soekarno tumbang dari singgasana perpolitikan Indonesia. Kekuasaan dalam perspektif Gie selalu dan pasti non-humanis! Segala hal yang tak seimbang adalah bentuk penindasan antara mereka yang (mengutip kosa kata dari Friedrich Nietzsche) superior—berkuasa-- terhadap mereka yang inferior—budak--. Menurut Erich Fromm didalam bukunya yang berjudul Escape from Freedom menjelaskan bahwa otoritas merupakan hubungan superioritas dan inferioritas. Ada pihak yang memandang kuat dan hebat, dan ada pihak yang memandang (terpaksa) tunduk dan mengakui sang superior.[15] Realitas semacam itulah yang muncul pada pemerintahan Soekarno. Gie menganggap pemerintah (read: Soekarno) telah sewenang-wenang dalam kepemimpinannya, sedangkan rakyat harus (dipaksa) tunduk dengannya. Atas dari itulah Gie selalu memposisikan dirinya dipihak rakyat yang tertindas. “Aku bersamamu orang-orang malang” ungkapnya….
Tumblr media
Sumber: Politiktoday.com
Peng-ibaratan Gie adalah seorang Nahkoda
Ibarat nahkoda di tengah laut Samudera Hindia, Gie adalah nahkoda yang terus menerjang ombak-ombak ganas bernama dehumanisasi. Namun sayang, belumlah selesai tugas menepikan kapal yang ia kemudikan Gie wafat dalam usia yang masih muda. Sangat muda mungkin….
Salam perpisahan untuk si penulis nyamuk
Dengan segala hormat, Gie, saya akan menutup tulisan ini dengan salam perpisahan…Selasa, 16 Desember 1969, mungkin pada hari itu Indonesia sedang diguyur air. Bukan! bukan air hujan yang mengguyur bumi Indonesia, melainkan Indonesia sedang diguyur air mata duka, air mata yang melambangkan kepedihan amat mendalam. Tepat pada tanggal itu sosok pemuda yang dikenal sebagai tokoh pergerakan mahasiswa angkatan '66 yang dikenal sangat kritis dan humanis, pecinta alam yang ulung (Pendiri Mapala UI) dan salah satu anggota dari GeMSos (Gerakan Mahasiswa Sosialis)[16] yang bernama Soe Hok Gie menghembuskan nafas terakhirnya di atap pulau Jawa, --Mahameru-- puncak dari Gunung Semeru. Dia meninggal bersama kawan seperjuangannya, Idhan Lubis, karena menghirup gas beracun yang keluar dari kawah Mahameru. Jenazahnya “ditemani” sehari semalam oleh sahabat karibnya dalam melakukan pendakian, Herman Lantang. Namun hingga saat ini tagline, perjuangan dan cita-citanya dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang terbabas dari hal-hal yang berbau dehumanis belum sepenuhnya terwujud. Terkhusus bagi mahasiswa, Gie memimpikan tidak ada mahasiswa yang mementingkan ras, golongan, agama, suku ataupun ormasnya. Bagi Gie, mahasiswa adalah individu yang diharuskan bebas, ber-idealis dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan juga kejujuran. 
Mahameru, pada tanggal 16 Desember 1969 menjadi saksi. Indonesia kehilangan sosok pemuda yang kritis pada zamannya. Pemuda yang bernama Soe Hok Gie itu kembali menyatu bersama alam dengan damai. Dingin dan hempasan pasir Mahameru menyelimuti jasad Gie yang telah membiru dan kaku. Atas wasiat Gie sewaktu masih hidup, tulang belulangnya di kremasi, lalu di taburkan di "lembah kasih" Mandalawangi, Gunung Pangrango, yang menjadi tempat pelarian Gie dalam mencari kesunyian. Kini ia meninggalkan karya-karya tulisan, harapan dan prinsip hidup untuk para pemuda di Indonesia.Atas nama alam raya yang terbalut selimut kerinduan.  selamat jalan Gie…
"Mahkluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada, berbahagialah dalam ketiadaanmu" Soe Hok Gie 1942-1969 !
Catatan Kaki
[1] Sin Hwa School adalah sekolah dasar yang diperuntukan untuk keturunan Tionghoa [2] Agus Santosa, Memoar Biru Gie, Yogyakarta: Gradien Books, 2005. Hlm 20 [3] Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, Jakarta: LP3ES, 1983. Hlm 64 [4] Ibid Hlm 166 [5] Listiyono Santoso, Epistemologi Kiri, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015. Hlm 130 [6] Agus Santosa, Memoar Biru Gie, Yogyakarta: Gradien Books, 2005. Hlm 20 .Telah disadur oleh penulis guna kepentingan tulisan ini [7] Ibid. Hlm 117 csd [8] Bahasa Jawa, kaula (abdi) tanah Jawa [9] Panglima pertama: gelar yang digunakan oleh Raja Mataram [10] Gelar Pangeran Diponegoro sebagai pemimpin agama [11] Ibid. Hlm 94 [12] Franz Magnis Suseno, Kuasa dan Moral, 2000, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hlm 8 [13] Bertrand Russel, Kekuasaan, Sebuah Analisis Sosial Baru, 1988, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, Hlm 205 [14] Ibid. Hlm 133 [15] Erich Fromm, Escape from Freedom, 1969, Avon Books, New York, Hlm 186 [16] GeMSos adalah underbow dari Partai Sosialis Indonesia dibawah pimpinan Sutan Sjahrir
Daftar Pustaka
- Fromm, Erich. 1969. Escape from Freedom. Avon Books, New York
- Russel, Bertrand. 1988. Kekuasaan, Sebuah Analisis Sosial Baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
- Santosa, Agus. 2005. Memoar Biru Gie. Yogyakarta: Gradien Books
- Santoso, Listiyono. 2015. Epistemologi Kiri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
- Soe Hok Gie. 1983. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta: LP3ES
- Soe Hok Gie. 2005. Zaman Peralihan. Depok: Gagas Media
- Suseno, Franz Magnis. 2000. Kuasa dan Moral. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
P.s: Penulis adalah manusia biasa yang secara konsisten bernapas dengan paru-paru,Tidak ada spesifikasi khusus, melainkan hanya berjenis kelamin laki-laki,Sila kontak : [email protected], @gugungunaedi (twitter) atau gudangkata20.blogspot.com
*Tulisan ini dibuat untuk Diskusi Kamis Sore tanggal 23 Maret 2017.
0 notes
fromeo007 · 5 years
Photo
Tumblr media
To watch full video on all the Albert Einsten quotes, click the link on the bio. Follow @insidestudents Subscribe to our youtube channel for more. Link in the bio. #students #insidestudentsmind #studystudystudy #studygram #studystudystudy #studytips #studynotes #studymotivation #studyblr #instagram #instagood #happy #me #picoftheday #instadaily #fun #insidestudents #aliabdaal #activerecall #spacedrepetition #richardfeynman #feynmantechnique #tombilyeu #gonein180seconds #goaldigger #AlbertEinsten #Einsteinquotes (at San Francisco, California) https://www.instagram.com/p/B0pjAkpnY6i/?igshid=ka4d8j0ecqyk
0 notes
fromeo007 · 5 years
Photo
Tumblr media
Do you know who Albert Einsten is??? Want to know the best, life changing quotes coming out of his mind?? If yes, watch this video till the end. (Link on the bio) Follow @insidestudents For more. #students #insidestudentsmind #studystudystudy #studygram #studystudystudy #studytips #studynotes #studymotivation #studyblr #instagram #instagood #happy #me #picoftheday #instadaily #fun #insidestudents #aliabdaal #activerecall #spacedrepetition #richardfeynman #feynmantechnique #tombilyeu #gonein180seconds #goaldigger (at San Francisco, California) https://www.instagram.com/p/B0i9ZVindaR/?igshid=1p3ut3y6fex2m
0 notes