Tumgik
#gue yang bisa kasih semua untuk lo
academicus · 1 year
Photo
Tumblr media
Setiap libur, otak gue nganggur Dan setiap nganggur, gue jadi punya banyak waktu ngelamun, merenung Dan satu kalimat yang ga pernah absen di setiap lamunan dan renungan: Gue beruntung Gue beruntung punya skill dan talenta Gue beruntung tahu ini itu Gue beruntung bisa kenal orang-orang di hidup gue sekarang Gue beruntung, karena tanpa itu semua, ya siapa sih gue. Semua titik yang gue pernah lewati di hidup, ya semua karena gue beruntung punya itu semua Hal-hal yang ga ujug-ujug juga semuanya muncul di tangan. Gue dapetin juga dengan kerja dan usaha. Tapi kerja dan usahanya juga bisa gue lakukan, ya karena gue beruntung Gue beruntung bisa punya kesempatan dan keleluasaan mengasah talenta gue Gue beruntung bisa punya kesempatan belajar dari banyak orang dan banyak tempat Gue beruntung bisa dipertemukan dengan orang-orang yang kasih pengalaman Gue beruntung bisa sadar bahwa gue beruntung Karena sungguh cilaka dan layak diazab kalo gue angkat kepala, tepok-tepok dada, dan mikir ya ini semua karena gue jago aja. Meminjam istilah Al-Quran: Kalla. Tidak, sekali-kali tidak It's all privilege. It's all gift Makanya, satu-satunya cara waras untuk mensyukurinya adalah dengan meneruskannya Pay it forward Teruskan talenta lo ke orang lain. Sebarkan ilmu lo ke orang lain. Kenalkan jejaring lo ke jejaring orang lain Kalo kata status mbak mbak facebook: terusin, jangan sampai berhenti di kamu Be the best version of you, so others can have the same feeling of privilege, because you pass it on Be the gift to others❤ — view on Instagram https://ift.tt/028VOT7
57 notes · View notes
faizaalbi · 1 year
Text
Aku ingin dirimu bahagia #2
Perkenalan yang singkat. Fatih bercerita tentang rencananya untuk menetap di sini, setelah 4 tahun menyelesaikan sekolah doktoralnya di UK. Ia mengajak Nami bertemu untuk menanyakan kehidupan di kota ini.
"Kenapa lo milih tinggal disini?" tanya Nami padanya. Mungkin Nami bingung apa bagusnya kota ini.
"Dulu gue maunya kuliah disini. Ngerantau. Suka aja karena orang-orang disini lembut, ramah, dan sopan-sopan. Yang lebih suka lagi makanannya si enak dan murah, Hehe. Memperjuangkan mimpi yang tertunda lah ya istilahnya."
"Rencana lo disini ngapain?"
"Kerja mungkin. Sambil istirahat bentar abis kejar-kejaran di sekolah 4 tahun.." Fatih terdiam sejenak, "Kok jadi cerita tentang gue terus. Lu juga cerita dong. Hana juga."
"Aku janda. Single mom. Tinggal disini udah sekitar 4 tahun lah ya." aku menjawabnya.
Ini menjadi salah satu prinsipku setelah bercerai. Terbuka dengan kondisiku saat ini, 'janda dan single mom', sebelum membangun relasi baru. Dengan siapa pun, entah itu laki-laki atau perempuan. Kupikir itu akan lebih baik daripada menyembunyikan semua itu, kemudian setelah suatu hari orang itu tau, mereka akan menjauh atau men-judge kehidupanku dulu.
Di usia segini, aku tidak lagi memerlukan teman yang melihat 'cangkang'ku saja. Aku hanya butuh teman yang bisa melihatku seutuhnya. Kami. Aku dan Airi adalah satu set. Teman-teman itu akan terseleksi dengan sendirinya.
Satu bulan setelah aku bercerai memang sangat menyakitkan. Beban yang kutanggung sangat berat. Mungkin setiap malam aku menangis dalam tidur. Meratapi kenapa kehidupanku menjadi seperti ini? Bagaimana aku hidup setelah ini? Apakah aku bisa membesarkan Airi sendirian? Meskipun demikian, hatiku lebih tenang karena tidak perlu khawatir lagi akan ada kekerasan terhadap tubuhku.
Salah satu tantangan yang kuhadapi saat itu adalah berusaha untuk tidak tersakiti oleh tatapan dan perlakuan orang lain terhadapku. Aku mencoba mengebalkan telinga dan mataku seperti kulit badak. Berusaha menghibur diri dengan mengucapkan berulang kali seperti mantra, 'Gapapa. Sabar aja. Itu karena mereka ga pernah ngerasain di posisi ini, gimana sulitnya membesarkan anak sendirian.' Itu sebabnya juga aku pindah ke kota ini. Untuk memulai lagi dari nol. Dari awal. Aku khawatir lingkungan itu menyebabkan Airi terluka selama ia bertumbuh.
"Aku selalu kagum sama ibu yang kuat." Fatih tersenyum. Tatapan matanya tidak menghakimi atau kecewa. Malah terlihat tulus, serasi dengan kalimatnya. Mungkin karena dia seorang dokter anak. Sudah terbiasa menunjukkan rasa empati kepada pasiennya. Atau mungkin dia sudah terbiasa juga bertemu dengan single mom lainnya.
Aku tersenyum lega dengan sikapnya. "Terima kasih."
"Permisi Pak, Bu." seorang pelayan membawakan makanan yang sudah kami pesan. Ia meletakkan 3 lemon tea, nasi liwet siliwangi untukku, nasi ayam bakar sereh melayu untuk Fatih, dan nasi ayam betutu untuk Nami.
"Emang ga berubah ya Mi, dari dulu sukanya yang pedes." canda Fatih kepada Nami. Nami hanya membalas dengan tertawa.
Kami memulai makan. Selama lima menit aku dan Nami sibuk dengan makanan kami masing-masing. Tanpa memulai obrolan seperti tadi. Sepertinya Fatih menatap kami bingung dengan tatapan 'Ini dua orang emang lagi kelaperan atau doyan?' atau 'Ini berdua emang kompak banget si'. Kemudian ia tertawa dengan kelakuan kami.
Lima menit kemudian piringku dan Nami sudah bersih, tidak ada yang tersisa. Berbeda dengan piring Fatih yang masih tersisa seperempat porsinya.
"Han, katanya tadi mau konsul gratis?"
"Ga perlu diperjelas juga kali 'gratis'nya." balasku kesal.
Fatih tertawa lagi. Sepertinya dia sangat mudah tertawa ya. Mungkin karena itu juga dia cocok menjadi dokter anak.
"Ini bukannya gimana-gimana si. Aku mau nanya sesuatu aja. Gausah dibawa terlalu serius ya. Sambil makan aja."
"Iya, gapapa Han. Tanya aja. Semoga aku bisa jawab pertanyaanmu itu tapi ya." ujarnya sambil bercanda.
Aku mengangguk.
"Jadi gini. Menurutmu sosok ayah bagi anak seperti apa?"
".....Belum apa-apa udah pertanyaan yang berat ya.", katanya sambil tertawa. "Sebelum itu, aku mau pastiin dulu. Anaknya laki-laki atau perempuan dan sekarang usianya berapa?"
"Anaknya perempuan. Enam tahun."
"Untuk anak perempuan yang usianya masih anak-anak, biasanya masih mempertanyakan dimana ayahnya ada. Teman-temannya ada ayah, tapi kenapa dia gaada, misalnya. Disini kita bisa beri dia pengertian pelan-pelan. Ayahnya kemana. Kenapa ibu dan ayah berpisah."
"Kalau udah mulai besar, gimana Tih?"
"Terus kalau udah mulai remaja, ayah itu bisa jadi role model untuk anaknya. Misalnya untuk membangun hubungan sama orang, bagaimana dia tau hubungan yang baik dan buruk seperti apa, dia melihat hubungan orang tuanya.
"Saat anak udah mulai suka sama lawan jenis, kecenderungan perempuan itu akan suka dengan laki-laki yang mirip dengan sosok ayahnya.
"Tapi sosok ayah itu bisa digantiin kok. Misalnya diganti dengan paman atau kakeknya, diganti ibu juga bisa, Han.", fatih menjelaskannya panjang lebar.
"Gimana cara memerankannya, tih?" Airi gapunya paman maupun kakek lagi. Cuma aku yang bisa gantiin peran itu.
"Biasanya, ayah berinteraksi sama anaknya dengan lebih challenging. Kalau ibu kan lembut, maunya yang aman-aman aja. Ayah yang mendorong anaknya biar jadi lebih berani mencoba hal-hal baru. Ini nantinya akan berpengaruh ke self-esteem anak."
Aku menganggukkan kepala berulang-ulang, menunjukkan kepahamanku. Ini hal baru bagiku.
"Tadi katanya jangan dibawa serius. Tapi kayaknya kamu yang jadi lebih serius, Han."
"Maklumin lah, Tih. Begini dia kalo lagi mode belajar."
Keduanya menjailiku.
"Nam, udah jam 2. Aku mau ngajar lagi jam setengah 3.", ucapku tanpa menghiraukan kejailian mereka.
"Oke deh. Kalo gitu, kami duluan pergi ya, Tih."
"Makasih banyak ya, Tih." ujarku sambil tersenyum dan menundukkan kepalaku.
"Sama-sama, Han. Kalo mau konsul lagi, telpon aja." balasnya tersenyum.
*****
Sepanjang perjalanan menuju kampus, aku memikirkan Airi. Bertanya-tanya kapan terakhir kali Airi menanyakan tentang ayahnya.
Bersambung.
10 notes · View notes
Di 10 hari awal Ramadhan kemarin, ummi dan abi gue ga ada di rumah. Mereka ke Jepang buat menghadiri wisuda S3 kakak gue, tentunya sekalian jalan-jalan dong, makanya sampek 10 hari gitu 😂. Gue, adik gue yang pertama, sama adik gue yang paling kecil ditinggal di rumah. Otomatis tahta perumahtanggaan turun ke gue.
Sejujurnya gue seumur hidup belum pernah nyiapin sahur dan masakin bukaan buat orang lain. Paling mentok ya ngurusin sahur dan buka sendiri pas ngekos dulu, itu juga beli. Dan FYI aja, mood gue waktu bangun tidur itu selalu jelek. Tapi karena terpaksa, siapa lagi yang mau diandalkan buat urusan begini selain gue, ya mau begimana lagi?? Makanya gue harap-harap cemas sama jadwal haid gue yang emang diperkirakan ada di tanggal-tanggal ummi abi gue pergi.
Jujur, waktu ternyata gue beneran haid pas banget selama ortu gue gaada, gue lega bangeeettt. Soalnya ga kebayang cuy gimana lemesnya gue kalo gue ngurus rumah tangga pas lagi puasa. Karena gue udah tau, tiap gue gantiin peran ummi gue kalo ummi lagi pergi atau sakit, itu gue pasti capek luar biasa. Lelah lahir batin, jiwa raga, separuh nyawa rontok!! Asli, tiap gue ngerasain jadi ibu rumah tangga, bertambah-tambah respect gue terhadap profesi satu ini.
Jadi ibu rumah tangga tuh the most thankless job ever. Kayak, udah mah lo capek-capek ngurusin semuanya di rumah, tapi jarang banget orang terima kasih ke lo, soalnya ya itu emang udah kerjaan lo gitu. Mau minta diterimakasihin kok berasa kayak gak ikhlas gitu. Belom lagi kalo ternyata yang dimasakin ga suka sama masakan lo, rasanya tuh makan hatiiii. Ya tapi mau gimana lagi, yakan?? Ngerti banget gue rasanya jadi ibu rumah tangga, udah sering ngerasain, padahal belom jadi ibu 🤣🤣🤣. Makanya gue suka sewot kalo ada orang yang ngeremehin pekerjaan ini.
Udah mana kerjaan tuh rasanya gak abis-abis. Padahal mah di rumah gue udah ada mba yang bantuin beberes rumah sama nyetrika, tapi ternyata kerjaan rumah ga cuman itu cuuuyyy. Banyak banget ternyata yang terjadi di balik layar untuk memastikan semuanya berjalan lancar di rumah.
Contoh nih ya, gue kira urusan gue 10 hari itu cuman masak doang kan. Ternyata eh ternyata, tydac semudah itu, Ferguso. Gue harus ngerencanain mau masak apa, terus gue harus ngatur list belanjaan karena ga semua bisa didapetin di tukang sayur langganan gue, gue harus mesen kesana kemari, terus belanja juga tiap hari, terus kelar belanja tuh belanjaan kudu diberesin biar ga berantakan, terus kelar beresin belanja sampah-sampah belanjaan harus disortir, eh liat tempat sampah ternyata belum dikasih plastik, sekalian kasih plastik ke semua tempat sampah di rumah, mati-matiin lampu luar karena udah pagi, terus mandi, kelar mandi nyuci baju, terus kalo lagi gaada mba jemurin baju, terus mulai masak, kelar masak nyiapin bekel adik gue buat dibawa kerja, udah gitu nyuci bekas masak, eh pas mau nyuci ternyata sabunnya abis jadi isi-isiin sabun dulu, udah gitu rak piring penuh jadi beresin barang-barang yang udah kering dulu, abis nyuci piring beresin sampah-sampah sayur, rebahan dikit, bangunin adik gue yang kecil dari tidur siang, terus nyuruh dia mandi, belom daritadi bolak-balik ngurusin makan kucing gue juga, terus ngambilin jemuran, eh liat di meja setrikaan baju yg udah disetrika mba belom dimasukin lemari, terus nutup-nutupin gorden, nyala-nyalain lampu luar, terus nyiapin takjil, terus makan, kelar makan harus nungguin adik gue makan, terus mastiin adik gue sholat dan lain-lainnya sampe dia tidur, terus gue mesen belanjaan buat besok, terus gue baru bisa istirahat, tapi besoknya harus bangun lagi jam 3 buat masak sahur, aaaannd… repeat.
Panjang bener gak tuh?? Kayak, beneran gak abis-abis cuy. Itu juga banyak kayaknya yang kelewat gak gue sebut. Itu juga gak semua yang di rumah gue kerjain ternyata. Misalnya, selama 10 hari itu gue lupa ngelapin meja!!! Bye. Padahal dari bangun sampe tidur lagi kerjaan udah penuh banget, tapi tetep aja ada yang kelewat 😂. Gimana gue ga capek lahir batin. Gue bilang mental juga kena karena seharian itu lo harus terus mikirin abis ini lo harus ngapain, abis itu lo harus ngapain, dan mikirin mau masak apa, pokoknya organizing macem-macem di otak lo sambil fisik lo kerja.
Alhasil, it sent my anxiety through the roof, sampe-sampe di hari keberapa gue gak bisa tidur karena gue mikirin masak apa besoknya gara-gara tiba-tiba tukang sayur langganan gue gak jualan, dan gue gak sempet pesen Sayurbox atau apa gt. Padahal gue akhirnya udah tau mau masak apa, tapi gatau kenapa gue tetep anxious sampe akhirnya tengah malem gue malah ngecek resepnya, ngecek bahan-bahan, dan nyiapin draft WA buat mesen bahan di tukang ikan langganan, hadeuuuhhh… ribet!!
Rasanya tuh mau sujud-sujud terima kasih ke ummi gue karena selama ini udah ngurusin rumah sendirian, tapi gengsi, huehehehehe. Begitu ummi gue balik dari Jepang, apa yang gue lakukan? Tentu saja kembali menjadi anak yang tidak berguna 😅😅😅. Abis udah capek banget cuy abis-abisan di 10 hari itu. Rasanya gue mau istirahat panjang 😂😂😂. Apalagi abis itu haid gue kelar, dan gue harus puasa juga. Jadi gue sekarang udah lemah bangetlah, gak kuat ngapa-ngapain.
Udah sih, gue cuman mau cerita itu aja. Gue juga mau berterima kasih ke semua ibu rumah tangga udah berlelah-lelah sendirian tanpa mengharapkan imbalan. You guys are the best, and no amount of money or possession can repay your hard work.
4 notes · View notes
truegreys · 1 year
Text
Kabar dari Kamar Kecil
Bagian 6 -  Ingatan Kecil Paling Unggul
“Kerja lo, kok, jadi jelek, sih?” Tanya Ara, rekan kerja Moy, beberapa hari setelah pertengkaran akbar itu. Di rooftop kantor, mereka berbagi api. Moy mulai merokok semenjak Tara keguguran. Dari sebatang sehari, jadi sebungkus sehari, bahkan bisa jadi 2 bungkus seandainya saja sebungkus rokok tak begitu mahal. Moy menghisap rokoknya amat dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Moy harap semua beban di pundaknya ikut hilang dengan embusan rokok dari paru-parunya. 
“Berantem, ya, lo, sama istri?” Tebak Ara. Ia bertanya sambil membawa misi dari atasannya karena kinerja Kismoyo begitu buruk. Moy melakukan kesalahan-kesalahan yang biasanya dilakukan oleh anak magang, padahal sudah bertahun-tahun Moy bekerja dan bahkan sampai pernah mendapatkan gelar karyawan teladan. 
Moy tersenyum getir saat mendengar pertanyaan Ara. Ia lalu menceritakan apa yang terjadi padanya, Tara, dan apa yang Bunda bilang. Ara mendengarkan dengan seksama sambil sesekali memantik api dan memulai batang rokok baru. Ara adalah gadis yang tak pernah mau menikah. Baginya, pernikahan adalah hal yang tidak mudah. Hidup sudah susah, dan ia tak perlu menambah masalah dengan yang namanya pernikahan.
“Lo nikah selama ini cuma buat bikin cucu yang dipengenin nyokap lo?” Ara bertanya dengan nada heran. Pertanyaan itu seperti menyimpulkan kehidupan yang Moy jalani dengan Tara selama ini. Moy tak serta merta langsung menjawab. 
“Udah, gak usah dijawab. Gue gak bisa kasih saran karena gue gak mau nikah. Gue cuman mau ngingetin tujuan lo nikah selama ini apaan. Karena dari cerita lo, kok, kayaknya keputusan nikah aja karena nyokap, sih? Nih, sekarang, lo pikir lagi. Abis lo pikir, lo kelarin masalahnya, dan fokus lagi sama kerjaan.” Ara lalu menepuk pundak Moy. 
“Gue akui, soal keluarga itu emang rumit, Moy. Tapi semua bisa ketemu jalannya kalau akar masalahnya udah ketemu. Dan, gue rasa, lo bisa menemukannya dari diri lo sendiri dulu.” Ara membuang puntung rokoknya dan langsung pamit karena ada meeting yang harus dipersiapkan. Ara berlalu meninggalkan Moy dengan sebuah fakta yang menohok.
Moy mulai sadar jika selama ini dia tidak memaknai pernikahan sebagaimana mestinya dan malah  ngikut tujuan Bunda yang ingin punya banyak cucu. Moy sadar pula bahwa keputusannya dari dahulu selalu ditentukan oleh Bunda. Ia tak pernah punya pilihan. Lambat laun, seluruh ingatan di masa kecilnya menjadi yang paling unggul dari ingatan-ingatan masa kininya. Ia tak pernah bisa memilih. Ataukah sebenarnya…..ia bisa memilih? Ya. Seharusnya, selama ini ia bisa memilih sendiri apa yang ia inginkan. 
Bersambung...
Silakan klik ini untuk membaca Bagian 7!
Bagian 5 dapat dibaca di sini!
3 notes · View notes
ubiwrites · 1 year
Text
The Vow
Tumblr media
“Muara, cinta pertama dan abadi-ku, aku ngga mau bilang cinta terakhir, karena aku akan melanjutkan cintaku untuk anak-anak kita kelak. Ra, kalau dulu ada orang yang bilang sepuluh tahun lagi kamu bakal jadi istri aku, kayaknya aku ngga akan buang-buang waktu sampai selama ini buat nikahin kamu. I would marry you first thing in the morning”
Aku menatap haru pria tampan di hadapanku yang kini sedang berdiri sambil memegang secarik kertas bertuliskan janji pernikahan kami yang ia ucapkan dengan tenang namun penuh kesungguhan.
“Ra, janji pernikahan kita terlalu singkat kalau cuma sebatas satu tarikan nafas, jika Tuhan menghendaki, aku akan habiskan sisa hidup aku buat buktiin kalau kesetiaanku bukan cuma janji semata, semua pengorbanan kita untuk sampai di titik ini dan seterusnya ngga akan jadi percuma, karena kamu dan aku punya selamanya untuk dihabiskan bersama”
Sabda Agung Tjokroadinata, bahkan setelah sepuluh tahun lelaki ini masih membuatku merasa jadi perempuan paling beruntung di dunia. Siapa sangka, manusia paling digemari satu sekolah —yang kebetulan tetanggaku— kini secara sadar dan suka rela melepas julukan Most Eligible Bachelor dan menggantinya menjadi Suaminya Muara.
Aku masih ingat hari di mana Sabda muncul di hadapanku dengan seragam SMA-nya yang tidak begitu rapi duduk di atas sepeda motor klasik milik ayahnya sambil menatapku dalam.
“Muara, gue disuruh Bunda berangkat bareng lo ke sekolah, lo baru pindahan kan?”
Belum sempat aku menjawab, ia sudah menyerahkan helm berwarna cokelat muda ke arahku.
“Buruan naik, nanti keburu telat”
Entah apa yang terjadi padaku hari itu, tapi aku seperti dibuat bisu dengan kehadiran laki-laki itu —yang baru aku tau namanya Sabda dari badge di dada kirinya. Tepat ketika aku mendudukkan badanku di atas motor Sabda, aroma tubuhnya tercium sangat jelas, campuran musk dan citrus. Saat itu, tidak pernah terpikir olehku bahwa bertahun-tahun kemudian aroma itu menjadi candu yang jika sehari tidak bersapa dengan indra penciumanku dunia rasanya mau runtuh.
“Muara, terima kasih udah mau kompromi dengan keras kepalaku, ngga ada hal di dunia ini yang bisa bayar kelembutan hati kamu kecuali Mcflurry dan sushi”
Tawa para tamu yang didominasi oleh keluarga dan kerabat dekat memenuhi ruangan yang disulap sangat cantik dengan dekor penuh bunga. Aku pun tak kuasa menahan senyumku, memang benar Sabda menghabiskan sepuluh tahun dari hidupnya untuk mempelajari apa yang aku suka dan aku benci.
“Muara, from now on, i will let you to decide which movie we’re going to watch every weekend and which song we’re going to listen every time we get stuck in traffic. Aku udah siap nonton Harry Potter setiap minggu dan dengerin Taylor Swift nyanyi setiap hari, tapi kamu juga harus mau ya ikut nobar MU sama aku”
Sabda, nonton orang lewat sambil denger suara jangkrik juga aku mau, asal sama kamu.
“Muara Djiwa Ayu, aku ngga bisa pastiin kalau hidup sama aku akan selalu berjalan mulus, tapi selama ada tangan kamu untuk aku genggam, bahu kamu untuk aku bersandar dan tubuh kamu untuk aku peluk, aku usahain semua akan baik-baik aja, aku akan selalu berdoa biar dikasih sehat, tapi kalau pun sakit, aku harap bukan aku penyebabnya. Muara untuk Sabda selamanya”
Sabda menyelesaikan janji sucinya tepat ketika satu tetes air mata turun membasahi pipiku. Waktu berjam-jam yang kuhabiskan untuk merias wajahku tadi subuh tidak ada artinya dibanding apa yang baru saja Sabda ucapkan padaku ditonton puluhan pasang mata yang aku harap ikut mengamini harapan yang Sabda curahkan dalam ucapannya tadi.
Sabda memajukan tubuhnya ke arah tubuhku, ia meletakkan satu tangan hangatnya di atas pipiku dan tangan yang lainnya di pinggangku. Ia lalu mendekatkan wajahnya ke wajahkaku, sebelum jarak benar-benar terkikis, ia berbisik tepat di depan bibirku
“Istriku”
———
“Kamu mandi duluan deh, aku masih lama, mau bersihin make up dulu”
Pesta perayaan pernikahan kami akhirnya selesai juga. Aku dan Sabda kini berada di kamar utama sebuah rumah yang Sabda bangun dua tahun lalu untuk kami tinggali sesudah menikah.
“Emang aku mau mandi duluan! Heran deh aku, kamu kalo mandi lama banget ngapain sih? masang ubin?”
Aku memutar bola mataku lalu melempar handuk yang akan Sabda gunakan sambil menjawab “apasih bercandaan kamu masih aja remed” Sabda menangkap handuk tersebut lalu terkekeh pelan sambil membalikkan badannya menuju kamar mandi.
Kegiatanku membersihkan riasan wajah terpaksa kuhentikan kala pandanganku mengarah ke satu objek yang membuatku secara otomatis mengeluarkan decakan sebal, jas yang Sabda pakai tadi tergeletak begitu saja di lantai depan kamar mandi, Sabda dan kebiasaannya, here’s to forever picking up his clothes. Aku memungut jas tersebut dan hendak meletakkannya ke dalam keranjang baju kotor sampai perhatianku mengarah pada sesuatu yang menyembul keluar dari saku jas, kertas berisi janji pernikahan milik Sabda. Aku mengeluarkan kertas tersebut dan dengan perlahan membukanya. Padahal tadi siang aku sudah mendengar langsung isi kertas itu dari mulut Sabda, namun bersamaan dengan aku membuka lebar kertas tersebut, hatiku pun ikut berdebar kencang, entah kenapa seperti berharap ada tulisan lain di kertas itu.
Tetes demi tetes air mata turun dari wajahku membasahi selembar kertas dalam genggamanku yang kini telah sempurna terbuka. Semua di luar dugaanku. Untaian kalimat yang sepersekian detik lalu kuharapkan akan muncul nyatanya tergantikan dengan sebaris kalimat sederhana yang memberiku dampak luar biasa.
“Muara, aku cinta kamu”
5 notes · View notes
lonewolflady12 · 2 days
Text
It Starts with a Death - #7.
Satria melirik layar ponselnya. Sudah pukul setengah 2 siang, yang artinya sudah jelas mereka akan sampai di tempat tujuan terlambat dari yang dia prediksi sejak awal. 
Diliriknya arah toilet, tak jauh dari tempat ia berdiri di samping mobilnya. Harsya masih ada di dalam sejak percakapan mereka di pinggir jalan tadi. 
Dada Satria sesak; bukan cuma ia terpaksa membuka kembali kenangan yang seharusnya ia kubur dalam-dalam. Kini Harsya juga harus tahu setelah entah beberapa tahun berlalu. 
Harsya yang lebih ekspresif menunjukkan dukanya terhadap kepergian Ibu, pun yang lebih lantang menyuarakan kekecewaannya terhadap Ayah setelah Ibu tidak ada. 
Bertahun-tahun Satria memendam segalanya sendirian, bersikap seolah dia tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi antara orangtuanya. Salah satunya demi menjaga perasaan Harsya. 
Alasan lain adalah karena ia tidak tahu cara meruntuhkan tembok antara Ayah dan Ibu -- tidak di saat Satria bahkan tidak tahu cara menyembuhkan lukanya sendiri atas apa yang dia lihat hari itu. 
Satria menggelengkan kepala mengusir pemikiran-pemikiran yang mampir di benaknya, sebelum membuka kaleng kopi yang sejak tadi dia pegang. 
“Cih…” dengusnya setelah satu teguk, baru menyadari ia membeli varian yang salah. 
Diteguknya minuman itu satu kali lagi sebelum melangkah menuju toilet tempat Harsya berada. 
***
Entah sudah ada berapa orang yang ia dengar lalu-lalang di luar, tetapi Harsya masih berdiam di salah satu bilik tempat toilet itu. Biasanya dia paling tidak suka berlama-lama di fasilitas publik semacam ini. 
Bedanya, saat ini Harsya tidak punya alasan untuk keluar, ketika dia terlalu murka dan tidak tahu ke mana perasaannya harus dia alamatkan. 
Apakah ke Ibu, yang mengkhianati Ayah, Satria, dan Harsya, yang ia simpan rapat-rapat hingga ke liang kubur? 
Atau ke Ayah, yang memilih lari mengurusi dukanya sendiri tanpa ingat bahwa Harsya dan Satria juga sama berdukanya dan butuh ayah mereka? 
Atau ke Satria, yang menutupi semua dari Harsya dan tidak memberikan dia ruang untuk memahami segalanya sendirian? 
Ibu, Ayah, dan Satria adalah tiang bersandar Harsya saat ia tumbuh besar. Orang-orang yang jadi rumah tempat dia pulang, seperti definisi keluarga yang Harsya tahu selama ini. 
Orang-orang yang pada akhirnya membiarkan Harsya tumbuh sendiri dalam ketidaktahuan, hanya untuk kemudiannya menghancurkannya bergantian. 
Harsya mengusap kasar air mata yang kembali jatuh ke pipinya. Mendadak ia merasa mual dan entah untuk keberapa kalinya kembali memuntahkan isi perutnya -- atau apapun yang tersisa. 
“Harsya?” ketukan di pintu mendistraksinya. “Sya? Masih di situ?” 
Tanpa menjawab Harsya membuka pintu biliknya. “Berisik,” gumamnya sebelum melangkah ke wastafel dan mencuci wajahnya, sementara Satria mengamati di belakang tanpa kata-kata. 
Baru ketika Harsya mengelap wajahnya dengan tisu Satria kembali buka mulut. “Lo mau gue beliin teh? Atau…”
“Nggak usah,” Harsya melirik kakaknya dari cermin. “Gue udah gede, Sat. Lo nggak perlu capek ngurusin gue,” 
Satria bergeming, sementara Harsya berbalik dan kini mereka tengah berhadapan. “Kenapa sih lo nyembunyiin ini semua? Mau jagain perasaan gue?” 
Anggukan Satria membuat Harsya berdecak pelan. “Alasan itu lagi. Basi,” 
“Trus lo berharap gue jawab apa, Sya?” 
“Yang gue harapkan adalah lo liat gue bukan sebagai anak kecil yang lo harus jagain terus. Lo bisa kasih tau gue jauh sebelum ini,” 
“Emang apa bedanya, Sya, antara sekarang dan dulu? Gue ngasih tau lo sekarang aja reaksi lo gini,” 
“Don’t mock me,” 
“I don’t,” Satria menghela napas.
“Sori,” sebuah suara menginterupsi mereka. Seorang lelaki berdiri di depan pintu, mengamati kedua bersaudara Wismoyo itu antara takut dan khawatir. “Kosong kan ya?” 
“Iya, Pak. Silakan,” Harsya yang lebih dulu buka mulut di antara mereka berdua sebelum ia meninggalkan toilet laki-laki di rest area itu. 
“Gue belom selesai,” Satria mengejarnya. 
“Tapi gue udah. Gue mau pulang,” 
“Lo mau dengerin penjelasan gue nggak sih?” sentak Satria, kali ini berhasil menangkap pergelangan tangan Harsya. “Gue minta maaf, Harsya,” gumamnya. 
Telat, Mas. Lo udah telat. 
“Bisa nggak kita ngomong di mobil aja? Kalo setelah ini lo mau pulang, fine. Tapi gue juga perlu ngomong sama lo tanpa kita diliatin orang.” 
***
Satria memindahkan posisi mobil mereka ke area parkiran yang agak jauh di rest area itu. 
Suara samar-samar gemuruh petir mulai terdengar, dan kedua bersaudara tersebut bisa melihat langit mulai mendung. 
Rencana untuk sampai sebelum malam ke tujuan sepertinya harus sudah mulai dilupakan. 
“Jadi,” kata Harsya, matanya memandang kosong ke arah luar. “Apa lagi yang mau lo jelasin, Sat?” 
“Gue minta maaf ke lo karena udah menyembunyikan ini semua sendirian. Waktu pertama gue tau, gue bingung, Sya. Gue bingung harus ngapain,” Satria menghela napas berat. 
Perasaan yang ia kira sudah terkubur jauh di alam bawah sadarnya kini seolah kembali menghantui; marah, kecewa, sedih, hingga takut, bercampur menjadi satu yang tak bisa Satria definisikan namanya. 
 “Gue selama ini taunya Ayah sama Ibu nggak pernah ada masalah. Seenggaknya, mereka nggak pernah ribut di depan gue, apalagi di depan lo. Dan sampe Ibu nggak ada, gue nggak pernah tau kenapa…” 
“Kenapa Ibu melakukan itu?”
“Betul,” cetusnya Satria. “Gue tau gue juga salah. Gue diem karena gue nggak berani ngomong, karena gue mikir ini urusan Ayah sama Ibu. Nyatanya sampe Ibu nggak ada, Ayah nggak pernah ngomong apa-apa.” 
Satria tak sekalipun melirik adiknya selama bertutur. 
Bukan tanda ketidakpedulian, melainkan karena kehilangan keberanian ketika ia terpaksa berhadapan kembali dengan luka yang ia pendam sendirian. 
“Kalo lo tanya kenapa gue nggak pernah ungkit ini di depan lo, alasan utamanya adalah karena gue sendiri juga nggak tau harus gimana, Sya. Untuk nanya ke Ibu atau ngomong ke Ayah aja gue nggak berani, gimana gue harus nyampein ke lo?” 
“Gue nggak mung---” Satria berhenti sejenak. “Gue nggak bisa menjelaskan ke lo kalo gue sendiri sulit memahami apa yang terjadi saat itu. Dan gue tau itu kesalahan terbesar gue.” 
Untuk pertama kali Satria menengok ke Harsya, meski adiknya masih menatap kosong ke pemandangan di depannya. 
“Gue juga punya andil bikin hubungan kita jadi jauh, termasuk saat tinggal kita bertiga. Ketika Ayah mulai berubah seharusnya gue juga mikirin lo, bukan cuma mikirin perasaan gue.” 
Entah mengapa perasaan perih kembali mencengkeram batin Harsya saat mendengar tutur kata kakak semata wayangnya. 
Harsya tahu dia tidak pantas diperlakukan seperti ini; dibiarkan hidup dalam ketidaktahuan dan tumbuh besar dalam kemarahan yang semua akarnya datang dari duka dan luka. 
“Sat, lo denger nggak sih lo tuh barusan ngomong apa?” sergah Harsya, untuk pertama kali sejak beberapa menit terakhir memberanikan diri melihat Satria. “Lo juga anaknya Ayah sama Ibu,”
“Gue tau…”
“...yang artinya mereka juga nggak pantes memperlakukan lo kayak gini. Apapun yang terjadi sama mereka, bukan tugas lo atau tugas gue untuk bikin keluarga kita tetep…”
“Tetep normal?” 
“Iya,” Harsya menghela napas putus asa. “Dan lo kenapa nggak pernah ngomong sama Ayah setelah Ibu nggak ada?” 
“Karena udah terlambat, Sya,” suara Satria gemetaran. Untuk pertama kali sejak perjumpaan mereka kembali, Harsya bisa melihat mata Satria berkaca-kaca. “Udah terlambat. Ibu udah nggak ada,” 
“Kalopun Ibu udah nggak ada, bukan kita yang harus jadi tempat Ayah melampiaskan kemarahannya. Bukan cuma Ayah yang kehilangan, Mas. Gue dan lo juga. Dan dia sama sekali nggak memikirkan itu.”
Perasaan Harsya yang sudah berkecamuk kian tidak karuan sekarang setelah ditambah kemarahan yang bukan cuma untuk dirinya, tetapi juga untuk Satria. 
“Kalo mereka cuma mikirin perasaan sendiri, trus perasaan lo yang liat semuanya gimana?” 
Air mata kembali jatuh ke pipi Harsya. Tapi dia tidak sendirian. Di hadapannya, air mata Satria ikut tumpah. 
“Harsya…” 
Mendadak, Harsya iba sekali dengan dirinya dan kakaknya.  
0 notes
notesbeforewesleep · 13 days
Text
Tumblr media
MENIKAH ITU MEMANG UNTUK MEREKA YANG SIAP
SIAP ITU BUTUH ILMU YA!
Enggak kerasa sebentar lagi pernikahan gue dengan suami sudah mau memasuki usia 3 tahun. Belum apa-apa memang, masih seumur jagung, tapi sudah banyak nano-nano yang dirasakan oleh kami. Alhamdulillah.
Sebelum gue memutuskan untuk menikah, ada banyak nasihat yang gue terima dari teman-teman ataupun saudara dekat bahwa pernikahan itu adalah gerbang permulaan, gerbang dimana kita mulai harus belajar kembali. Belajar memahami diri, belajar memahami orang lain, belajar sabar, belajar mendewasakan diri, belajar memilah ego, belajar menerima diri, menerima orang lain, dan belajar segalanyaaaaa. Karena emang sebanyak itu gaes proses belajar dalam sebuah pernikahan wkwkwk. Totally true, bahwa pernikahan itu adalah tempatnya kita belajar semua hal yang (mungkin) belum pernah kita pelajari secara serius sebelum terjun ke dunia pernikahan. MasyaAllah, semoga Allah SWT berkahi selalu pernikahan kami dan juga pernikahan kalian, bagi yang sudah menikah.
Gue menulis ini sebenarnya bukan untuk memberikan wejangan bagi yang belum menikah, karena mungkin gue jauh dari kata mumpuni dan berpengalaman, ya baru juga seumur jagung. Tapi karena gue dikelilingi teman-teman yang masih single dan banyak juga yang sering bertanya:
"Gimana lo bisa yakin untuk menikah?"
Jadi gue mau sharing beberapa insight aja terkait pernikahan yang menurut gue penting perlu diperhatikan dan dipersiapkan bagi kalian yang terpikir mau nikah atau bahkan sedang mempersiapkan pernikahan. Karena, kalo soal yakin mah tiap orang beda-beda gaes. Somehow, kita enggak minta diyakinkan, tapi yakin itu Allah datangkan sendiri, karena Allah tahu memang waktunya sudah tepat untuk kita.
Barangkali hal-hal yang gue akan tulis ini bisa membantu mereflesikan diri kita kembali bahwa pernikahan memang perlu diluruskan niatnya hanya untuk Allah SWT (note to my self). Supaya apa ... supaya selalu siap dalam menghadapi apapun dalam perjalanan pernikahan. Karena, percayalah bahwa pernikahan itu lebih dari sekedar pesta pernikahan semata. Mikirin perayaan nikahnya emang pusing dan harus disiapin, tapi dunia setelah pesta pernikahannya selesai justru yang harus lebih dipersiapkan. Butuh ilmu untuk itu, ilmunya juga enggak semudah mengangkat jari telunjuk dalam praktiknya, dan ilmunya juga enggak sedikit, tapi banyakkkk baaaangeeeet gaesss, praktiknya juga sepanjang kita menjalani kehidupan rumah tangga hehehe. Maap ya kalo sok tua, tapi emang begitu gaes, tanya aja emak bapak kalian yang udah puluhan tahun mengarungi lautan rumah tangga.
Menikah Jangan Hanya Mikirin Pestanya!
Banyak diantara kita yang pusing dengan hal-hal materi saat menuju pernikahan dan bahkan takutnya justru saat materi belum siap. Belum punya rumah, belum punya duit banyak buat pestanya, belum punya mobil, belum punya pulau, belum punya negara,dan belum punya materi yang lainnyaaaaa. Ya enggak sepenuhnya salah sih, cuma mungkin jangan sampe fokus hanya ke hal-hal materi yg sebenernya masih bisa di cari dan jelas tolak ukur kesiapannya. Misal nih kita mau nikah, butuh uang sekian untuk pesta pernikahan sekian, artinya hal-hal materil itu bisa kita ukur dengan estimasi yang mendekati pasti karena sifatnya mereka memang bisa diukur dengan andal, kita akhirnya bisa dikatakan siap menikah saat uang kita mencapai plan pesta pernikahan yang diinginkan tadi. Jelas parameternya. Tapi ngomong-ngomong soal pesta pernikahan, mau kasih tips sedikit, kita harus punya sikap menghadapi pesta pernikahan yang kita mau seperti apa, jangan sampe menyita pikiran lebih dominan daripada hal-hal lain yang lebih penting. Apalagi yang selama ini ada tuntutan dari orang tuanya harus begini, harus begitu, harus ngundang ini, ngundang itu. Okesip, gue yakin itu pasti pusing. Tapi gaes, maksud gue jangan sampai fokus kesitu aja, harus bisa juga mengedukasi keluarga terutama terkait hal ini. Karena, kita loh yang akan mengarungi rumah tangga ini ke depannya. Urusan yang non-materil, atau non-moneter kali ya bahasanya wkwkwk yang sifatnya juga jangka panjang bahkan daily problem, yg enggak kalah penting, bahkan harusnya lebih penting daripada urusana moneter tadi. Urusan setelah menikah itu akan jauh lebih memusingkan kalo enggak dipersiapkan juga. Bagi yang belum menemukan calon, yuk ubah mindset jangan cuma mikirin uangnya aja buat ngelamar dan nikahin anak orang, apalagi laki-laki, karena urusan setelah menikahnya anda butuh lebih banyak persiapan, kan lo calon pemimpin! Siapin ilmunya juga dong, bos! hehehe
Siapin ILMU untuk mengarungi rumah tangga juga salah satu hal penting dan paling penting!
Satu, ikut kajian pra nikah, bahkan kalo bisa ikut sekolah rumah tangga juga, minta calon pasangan juga ikut. Enggak perlu kajian bareng, ya di tempat masing-masing aja, tapi sama-sama menyimak materinya.
Dua, ikut juga kelas parenting dan kehamilan, kan kalian calon orang tua toh, enggak perlu deep, ya akan better kalo deeply, but at least basic you understand. Kalo deeply, mungkin nanti after sudah bersama dia dalam satu atap juga bisa. eeaaak.
Tiga, ikut juga kelas edukasi seks menurut islam tapi ya. Ini sering dianggap tabu, but very important gaes, apalagi kita orang yang baru akan terjun ke dunia tersebut secara halal ya kan ya dong. Hal ini enggak bisa dianggap tabu lagi, karena ini pun butuh ilmu sodara sodari, serius gue enggak boong sangat penting untuk mengarungi kehidupan rumah tangga, harus di take noted!.
Empat, belajar mengenal otak laki-laki dan otak perempuan juga ini penting sekali, supaya bisa saling memahami, jadi enggak mudah berasumsi nantinya tentang apa yang dirasakan dan dipikirkan pasangan kita. Apalagi perempuan, sangat butuh terkait ini, taulah ya kadang perempuan itu lebih pinter berasumsi tentang pasangannya dan hal lainnya wkwkwk.
Lima, perbanyak baca buku serba-serbi ibadah dalam pernikahan, adab pernikahan, dan sebagainya.
Enam, belajar manajemen keuangan rumah tangga. Ini bahasan soal duit ya. Tapi titik beratnya bukan di uangnya itu sendiri, tapi bagaimana uang dalam rumah tangga harus dikelola. Uang itu sensitif, ga terkecuali dalam rumah tangga. Makanya perlu ilmu juga toh. Belom lagi belajar komunikasi soal keuangan dengan pasangan, itu lain hal lagi itu, ilmu yg lain lagi.
dan masih banyak lagi......
Serius gue, konsep pesta pernikahan ya penting sih, materi juga penting, tapi bukan satu-satunya yang terpenting. Tapi soal ilmu, ini jauh lebih penting dan seringkali banyak ke skip sama orang-orang yang merasa sudah siap utk menimah, jadi jangan dilupain ya.
Sekenal Apapun Kalian dengan Calon Pasangan, Pasti Ada yang Belum Kalian Kenal!
"Gue udah tau bgt calon gue, jelek dan baiknya dia, gue yakin bgt sama dia!"
Ada beberapa orang di sekitar gue yang akan menikah, mengutarakan hal tersebut. Tapi, menurut gue pribadi, percayalah saat kita sudah menikah, akan ada ... at least satu hal aja yang kalian baru akan tahu tentang pasangan kalian, saat kalian sudah menikah, sudah satu rumah dan sudah satu kamar dengan dia hehehe. Karena ... please atuhlah, kalian itu berasal dari latar belakang keluarga yang beda, selama ini kan enggak pernah satu rumah, apalagi satu kamar, referensi kalian pun beda toh, budaya keluarga kalian juga berbeda, jadi harus siap juga menghadapinya. Makanya jangan merasa paling tahu dengan calon pasangan sebelum beneran nikah, harus ditanamkan mindset bahwa kita dan calon pasangan itu adalah dua manusia yang pasti beda, jadi mau enggak mau harus siap-siap dengan perbedaan apapun yang akan dihadapi antara kita dengan pasangan nantinya. Ilmu kontrol diri, belajar dewasa, meredam ego, perbedaan otak laki-laki dan perempuan dan belajar komunikasi yang efektif dengan pasangan sangat kepake sekali saat menghadapi masalah macam begini.
Menikah itu Berarti Siap Menerima!
Menerima yang dimaksud bukan hanya menerima diri pasangan loh ya, tapi juga menerima apapun yang membersamai pasangan. Keluarga besarnya, budaya keluarganya, pola pikir keluarganya, referensi keluarganya, bagaimana keluarganya bersikap, dan semua hal yang membersamai pasangan kita itu perlu sekali kita terima. Kenapa terima doang??? >>> sebenarnya bukan hanya terima aja sih, tapi karena sebuah penerimaan itu adalah sesuatu yang kita perlu lakukan di awal secara sadar dulu, sebelum masuk ke tahap mindfulness (eeeaaakkk). Saat ada perubahan ataupun perbedaan yang kita temukan akan mengganggu tatanan kehidupan kita, otak kita perlu dibantu untuk menyadari dulu perubahan dan perbedaan tersebut, sampai akhirnya otak kita menerima semua itu, barulah setelah itu otak kita bantu untuk menyusun ulang strategi dan mapping ulang gimana menghadapi semua perbedaan dan perubahan itu (kata seorang pakar psikologi pada saat gue ikut seminar, gue lupa lagi namanya siapa, maap wkwkwk). Karena pastiiiii bgt ada perbedaan yang kita temukan antara apa yang kita bawa dan apa yang pasangan kita bawa. Enggak sedikit loh, hal kaya gini kalo enggak bisa dilewati, bisa jadi masalah terus. Jadi harus siap, bahwa ini bisa jadi akan kita alami, jadi harus kita sadari bahwa kita harus belajar menerima dulu, sebelum akhirnya masuk ke tahap mindfulness dan komunikasi lebih lanjut hehehe.
Perbaharui dan Sinkronkan Selalu Tujuan Pernikahan!
Tujuan pernikahan itu harus selalu kita sinkronkan dengan pasangan. Karena, ya namanya juga manusia, banyak khilafnya gaes. Jadi penting sekali untuk mengingat kembali dan meluruskan kembali tujuan pernikahan kita, bukan hanya dunia aja, tapi juga utk kehidupan setelah kita meninggalkan dunia yang fana ini. Makanya penting sekali deep talk dengan pasangan. Kadang ada juga pasangan yang mungkin enggak mau diajak deep talk, tapi menurut gue sebenarnya bukan enggak mau sih, cuma kitanya aja yang musti pinter menentukan waktu dan momentumnya, kapan kita bisa melakukan deep talk tersebut. Karena gue sebelumnya berangggapan demikian, but when i know when is the right time dan momen yang pas, yes i got him! hahahaha. Pelan-pelan, pasti nanti akan tahu sendiri kapan waktu yang pas untuk bisa deep talk dengan pasangan. Terkait deep talk ini juga jangan sampe kita mematok standar tertentu pembicaraan macam apa yang bisa dikatakan deep talk, karena setiap rumah tangga akan punya gaya masing-masing saat ngobrol. Jangan sampe karena kita sering denger deep talk itu biasanya sebelum tidur, lantas kita menyamakan gaya kita dengan pasangan harus seperti itu. Bisa jadi, kita punya gaya lain, bukan saat sebelum tidur, tapi saat makan bareng, atau saat kerja bareng, atau saat lagi naik motor bareng, atau saat-saat lainnya. That's your world, you and your mate who know the best time to do it!
Kumpulin Memori Tentang Semua Kelebihan Pasangan!
"Rumput tetangga memang lebih hijau!"
Sering kan denger ungkapan macam begini, seringkali setan itu bikin kita kerjaannya lihat rumput tetangga mulu. Padahal rumput dirumah kita sendiri lupa kita rawat, lupa kita siram, padahal kalo dirawat dengan penuh cinta, telaten dan sabar, bisa jadi akan jauh lebih hijau dari rumput tetangga. Manusia memang puasnya suka enggak terbatas. Makanya dalam rumah tangga kita harus pintar-pintar mengolah pikiran dan hati kita. Kita itu menikah dengan manusia, karena kita manusia, kan enggak mungkin nikahnya sama hewan toh. Manusia itu memang sudah fitrahnya banyak salah dan banyak kelemahannya. Tapi, disamping kelemahan, Allah sertakan juga kebaikan dan kelebihan dalam diri manusia. Nah itu yang harus kita banyakin di dalam tangki memori kita kalo dalam pernikahan, kelebihan pasangan harus kita catat baik-baik, kalo perlu di list down di notes, selalu harus kita ingat. Supaya saat kita dihadapi kelemahan pasangan yg kita rasa susah bgt kita nerimanya, kita bisa inget terus kelebihannya yang lain, supaya bantu kita utk lebih banyak bersyukur sama Allah. Allah pasti akan ngasih apa yang kita butuhkan, ketimbang apa yang kita inginkan. Saat kita mulai sering mengeluhkan tentang pasangan kita yang kok beda ya dengan pasangan tetangga sebelah, coba kita duduk dan merenung sejenak aja, take our time to see in deeper side, pasti ada kelebihan lain yang ada pada diri pasangan kita yang enggak dimiliki sama pasangan tetangga dan coba tengok juga diri kita dengan serius, diri kita juga punya kelemahan loh yang mungkin kalo dengan orang lain, mereka enggak akan betah dengan itu, tapi pasangan kita justru sabar sekali menghadapi kelemahan kita. Semoga Allah mudahkan kita untuk selalu melihat kebaikan dari pasangan kita ya. Harus siap ya menghadapi kelamahan pasangan dan juga mengakui kelemahan diri kita! karena kita sama-sama dibekali kelemahan sama Allah. Tapi bukan untuk insecure, tapi untuk mencari celah agar tetap bersyukur.
Kelamahan itu juga sebenarnya kan sesuatu yang bisa diperbaiki bersama, jadi mintalah ke Allah supaya kita juga dikasih jalan untuk selalu sepakat dengan pasangan untuk memperbaikinya ya.
Marriage is a very long journey!
"Menikah itu ibadah terpanjang."
Pernah dengar kan kata-kata itu kan?
Yes betul. Karena panjangnya itu lah harus siap kita bersamai dengan terus belajar sepanjang pernikahan. Karena, dalam pernikahan itu harus menjamin satu hal, kita dan pasangan harus berproses menjadi lebih baik. Proses loh ya, dan itu enggak instan. Jadi ya ilmu sabar akan kepake bgt disini. Ujian kampus aja yang cuma beberapa hari kita belajarnya ekstra keras. Apalagi pernikahan, belajarnya juga harus lebih ekstra. Jangan mudah dan sering mencari pembenaran terkait pemenuhan hak kita terus, somehow kita juga perlu belajar dan bertanya apakah kewajiban kita sudah kita penuhi atau belum. Harus siap dengan itu ya.
Sebelum Memutuskan Menikah, Banyakin Dialog tentang Prinsip dan Value kalian dalam Pernikahan!
Lagi dan lagi jangan hanya sibuk membahas persiapan pesta pernikahan, bahkan bukan hanya sekedar aku sayang kamu, kamu sayang aku, buktinya mana dan apa. Tapi hal yang esensial dalam pernikahan kita lupakan. Masa depan keluarga, posisi Allah dalam keluarga, pola asuh anak, pola asuh keluarga besar terhadap pasangan selama ini, keuangan, prinsip dan value keluarga, sebagai istri apakah sudah paham dengan hak dan kewajibannya, sebagai suami sudah sesiap apa utk menjalani hidup sebagai pemimpin tertinggi dalam rumah tangga, dan segala hal prinsipal lainnya itu perlu dibahas. Jangan sampai hal-hal semacam ini justru baru dibahas pada saat sudah terjun ke rumah tangga. Ya enggak apa-apa juga sih kalo mau dibahas entar-entaran, selama bisa tetap stay cool dan enggak kaget aja setelahnya. Karena, hal semacam ini. sudah dibahas sebelum pernikahan aja kadang ada aja salah pahamnya, apalagi belum di bahas hehehe. Menurut gue hal-hal yang sifatnya prinsipal harus tetap dibahas di awal, untuk menentukan kelanjutannya juga antara kita dengan si calon pasangan. Cocok atau enggak cocok, mau lanjut atau enggak dengan si dia, yg penting harus siap menghadapinya bersama! Once ternyata terlanjur menikah dan baru tau, it's okay bro sis, sudah dibahas diawal bukan berarti menjamin tidak ada problem-problem yang hadir. Pembahasan di awal itu hanya berusaha menyamakan arah pandang hidup, bahan pertimbangan dan meminimalisir konflik setelahnya aja sebenarnya, karena kan kita akan berjalan di atas perahu yang sama setiap hari loh, setiap waktu, setiap detik. Rumah tangga itu penuh dengan dinamika, jangan langsung merasa insecure ya, mulai banyakin dialog dan diskusi dengan pasangan terkait ini sampai klop.
Hmmm ... apalagi ya ... masih banyak sih sebenernya. Cuma mungkin itu yang terpenting dan perlu kita persiapakan menurut gue. Bukan berarti rumah tangga gue sudah jauh dari kata problematika ya gaes, namanya juga rumah tangga ya, dinamis hehehe. Sekali lagi, ini hanya sharing insight aja dari gue yang udah lebih dulu terjun ke dalamnya. Barangkali bisa mencerahkan bagi yang mau menikah ya.
Mungkin kalo ada yang notice, dari poin satu sampai akhir, enggak lepas dari kata "harus siap", karena memang sebenarnya pernikahan itu adalah soal kesiapan menghadapi dan menjalaninya. Jadi, karena ini soal kesiapan, pasti mereka-mereka yang SIAP-lah yang akan berani dan tangguh menghadapi lika-liku perjalanan rumah tangga nantinya. Karena menikah bukan hanya perkara aku cinta kamu, kamu cinta aku. Tapi, soal bagaimana kita SIAP mengambil peran dalam rumah tangga kita masing-masing. Yang tau sudah siap atau belum adalah diri kita masing-masing.
Rumah tangga itu unik, tidak bisa disamakan antara lampu rumah tangga satu dan lainnya. Jadi, saat nanti kita menikah, jangan sering melihat tetangga yang lampunya nyala terus menerangi rumah lainnya, tapi lihatlah rumah tangga kita sesekali, barangkali kita merasa rumah tangga kita gelap karena memang lampunya belum dinyalain. Susah nyalainnya??? minta pasangan untuk bantu menyalakannya ya, supaya satu sama lain yang ada di dalam rumah tersebut bisa saling terlihat, sehingga kita bisa sadari bahwa kita tidak lagi sendirian.
Selalu libatkan Allah dalam rumah tangga kita nantinya ya! :)
Semangat untuk kalian yang sudah SIAP!
1 note · View note
thepoemsail · 17 days
Text
tacenda
Tumblr media
Manusia itu gila, setengah sinting, sisanya hanyalah ketidakwarasan.
Adarian Wiracaka mungkin serampangan, dengan baju yang tak pernah ditata seperti anak-anak jurusan akuntansi lainnya, tapi dia selalu tahu batasan antara kesopanan yang dibuat-buat dan tata krama yang menyebalkan. Setidaknya ada batasan kecil antara sopan untuk menghormati lawan bicara atau sengaja merendahkan ketundukkan mereka pada hukum tata krama yang berlaku.
Tapi ini?
Wah, Adarian benci ini.
Hidup itu lucu benar, deh! Orang sinting mana yang mau melihat rumah yang berantakan seusai urusan kampus selesai di siang yang indah seperti ini. Baju yang tercecer di mana-mana, sepatu yang tidak diletakan pada tempatnya. Bahkan selusin pakaian dalam tersebar di lantai? Sinting!
Apalagi yang salah, ya?
Namun, belum sempat Adarian meloloskan murka begitu saja dan mendapatkan jawaban dari amukannya sendiri, dilihatnya sepasang manusia saling memangku di atas sofa ruang tamu dengan suara kecupan basah mengisi kosong di ruangan.
Manusia itu setengah gila, setengah sinting, sisanya hanyalah sebuah keegoisan semata. Adarian mengingat foto kecil yang selalu terpajang di lorong ruang tamu. Tampak bahagia dan makmur. Tanpa perlu khawatir soal keuangan kuliah atau jajan adik-adikmu yang bahkan belum bisa pergi ke sekolah sendirian, atau uang bensin yang selalu menipis setiap akhir pekan. Tidak ada sebersit pikiran untuk meninggalkan semuanya dan membiarkan Mama dan saudaranya dalam kesulitan yang tidak menyenangkan. Tapi usahanya mungkin kurang, atau memang manusia diciptakan untuk jadi makhluk tidak tahu terima kasih, dan Adarian benci semua kemungkinan yang ada.
Sebab begitu menemukan Mama berada dalam rengkuhan lelaki lain, sedang Papa belum pulang dari shift kantornya dan waktu untuk menjemput adiknya dari sekolah belum tiba, mendadak meletuskan bom tak kasat mata yang lebih menyakitkan. Bak ditusuk begitu saja oleh pedang tak kasat mata tepat di dada. Ingatan soal pukulan yang diterima karena kesalahan orang dewasa tercetak jelas di tubuhnya, atau tangisan-tangisan ketika malam tiba lewat seperti potongan film. Ingatan yang ingin dilupakannya.
“Gila, lo, ya?” Suaranya lolos begitu saja, dengan wajah merah padam. Adarian biasanya mampu menahan amarah yang meletus untuk Mama, sebab rasa kesalnya akan teredam dengan cambuk keras yang melayang dari ikat pinggang Papa. Namun suaranya kali ini berhasil membuat laki-laki yang nyaris melucuti baju Mama sampai habis itu menoleh panik dan segera menjauh. Jadi, Adarian sudah tidak peduli lagi. “Anjing, sinting.”
“Ian…” Mama merapikan bajunya yang berantakan dan mengaitkan kembali kancing bajunya, tampak panik begitu melihat wajah Adarian yang, daripada kelihatan marah, justru tampak jijik. “Mama bisa jelasin.”
“Jelasin apa lagi?”
“Nggak seperti yang keliatannya, kok.”
“Maksudnya gue salah liat, gitu?” Tangan Adarian mengepal erat-erat. “Maksud lo, gue salah liat?”
“Ian…”
“Enak banget lo, kalo bikin masalah, yang kena pukul gue.” Jari telunjuknya mengarah tegas pada dirinya sendiri. Rahangnya mengetat. “Dan lo tinggal lakuin apapun sesuka lo, nggak ngurusin gue sama Dami, sama Cecil, cuma buat selingkuhan lo?” Adarian bernafas dalam-dalam. "Ini terakhir kalinya."
Namun daripada mendengarkan ucapan Mama, Adarian memilih berbalik pergi dan berlari menjauh begitu saja, tanpa menghiraukan seruan Mama di depan pintu. Tidak peduli pada arah yang asal diambilnya atau kertas proposal acara tahunan hima yang berantakan di tangan.
Satu yang pasti ketika kakinya berkelok melewati jalan Cibadak hingga Sudirman, sederet nama dan alamat yang sudah dihafalnya di luar kepala muncul begitu saja. Dia langsung tahu tujuannya.
Judas Hardhian. Cipaku Indah.
0 notes
eschocopanas · 1 month
Text
Gue paling males kalo udah bersinggungan sama orang yang apa apa ilmu apa apa pake ilmu. Ilmu matematika sih gapapa ya 🤣
Capek banget, capeknya tuh lebih ke energi gue sih. Ketariknya sampe banget.
Pernah kerumah salah satu mantan gue, dari awal gue udah ngerasa hawa nya beda tapi kaya ada yang ditutup gitu. Dan gue pribadi kondisi emang ngga fit fisiknya. Ketemulah ini gue sama orang tuanya. Tuhan sakit gue makin parah hahaha. Sedih bercampur seneng, seneng nya karena bisa ketemu orang tua mantan gue, sedihnya karena sudah menyatu. Karena secara batin di depan gue bukan lagi orang tuanya. Tapi setelah ketemu itu beberapa kali gue dateng kesana tanpa adanya beliau gue merasa hawa rumahnya sedikit lebih kondusif. Penasaran ? Jelas dong. Gue selama ini tidak pernah memakai apa yang gue bisa untuk kehidupan gue ini mencoba memakai. Gue ulik semuanya. Kaget ? Buanget. Kea perjanjian apa inii. Sadar gak sih pernjanjiannya bakalan sampe kemana ? Sadar ga sih nyawanya udh di gadaikan. Akhirnya gue memutuskan yaudahlah. Kalo gue lanjutin gue ga akan setega itu melihat orang yang gue sayangin harus berantakan bahkan hancur. Gue ga tega harus tau kemana jiwa nya nanti di tahan. Bagaimana nanti jiwanya di paksa harus menjadi seorang budak.
Gue sakit berapa hari ya waktu itu, selama itu banyak banget gangguan ke gue.
Pernah mantan gue dateng, terus yang pertama gue liat bukan mantan gue. Tapi sosok di belakangnya. Serem ? Banget. Sejenis om uwo lah haha. Gue usir gamau pergi bandel banget. Yaudahlah gue tampung siapa tau bermanfaat.
Balik lagi, kenapa gue males bersinggungan ? Karena kalo gue balikin dengan ilmu yang mereka gunakan. Apa bedanya gue sama mereka ?
Apalagi kalo temen deket gue udah text minta tolong. Bukan lagi pinjem duit cuy wkwk. Capeknya disitu. Banyak pantangan, nunggu jawabannya.
Gue pernah kena gangguan dari salah satu mantan gue. Di pelet wk. Yang kasih tau siapa ? Si cantik merah merona. Niat gamau balikin tapi mulutnya macem perempuan. Dendam ? Nggak ! Cuma iseng dikit.
Gue pernah di tanya salah satu sahabat gue
“ darimana lo punya ilmu selain emang diturunin buyut lo ? Nyari ? “ jawaban gue simple “ dikasih gurunya si *sensor*. Awalnya gue nolak soalnya beban karena gue juga bukan asli orang kalimantan. Tapi lama kelamaan ya nikmatin aja sampe akhirnya bisa. Ga semua gue bisa kaya si *sensor*. Uniknya mereka ga pake mandat atau pun sejenisnya seperti kita di tanah jawa. “
Haaaaahh, jadi ya begitulah. Gue sampe detik ini ngerasa energi gue abis untuk itu.
0 notes
leonathansoe · 2 months
Text
Tumblr media
Pagi yang sibuk, pagi yang pusing.
DISCLAIMER
Cerita ditulis dari sudut pandang orang ketiga serba tahu menggunakan waktu lampau. Karakter (NPC) ataupun jalan cerita yang tertulis merupakan karangan penulis, tidak ada maksud untuk mengikuti atau menjatuhkan siapapun.
Jakarta, 17 April 2024.
Pagi ini Leonathan sudah harus disibukan dengan berbagai berkas tentang perilisan pembaruan game mereka dan di hari tersebut juga mereka harus melaporkan perkembangannya dengan klien, termasuk soal perubahan grafis.
Di tengah kesibukan sang wira, Andreas tiba-tiba masuk sambil memberikan setumpukan berkas yang tidak diketahui isinya oleh Leonathan.
"Apaan ini?" tanya pemuda itu saat melihat tumpukan berkas yang baru saja diberikan oleh sang manajer di atas meja, sedangkan dirinya masih sibuk mencari berkas lainnya.
Andreas tak menjawab dan hanya tersenyum penuh arti kepada pria yang tengah sibuk tersebut. Leonathan yang tau dirinya tak ditanggapi pun langsung melirik ke arah sahabatnya dengan heran.
"Kenapa kok senyum-senyum? Homo ya lo?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir sang wira dan kembali ke kursinya saat sudah menemukan berkas yang ia inginkan.
"Gak mau traktir gue apa?" tanya Andreas masih dengan senyumannya.
Manik Leonathan yang sejak tadi terfokus pada pekerjaannya kini menatap heran pada sang atasan.
"Ngapain? Orang lo banyak duit," ucapnya dengan santai dan kembali fokus pada pekerjaannya.
Sang manajer pun langsung tertawa sambil menatap Christine, wakil tim pengembangan game yang sejak tadi berdiri di sana sambil merapikan berkas yang akan mereka bawa nanti saat bertemu klien.
"Tine, gak mau bantu kasih paham?" ucap Andreas yang kemudian mendapat tatapan heran lagi dari Leonathan, sedangkan Christine yang fokusnya terpecah pun ikut berpikir sejenak setelah akhirnya paham dengan maksud pria tersebut dan ikut tersenyum.
"Hah? Apa? Kenapa?" tanya sang wira yang kini tampak semakin bingung dengan perilaku kedua rekan kerjanya.
Andreas memberikan isyarat pada gadis itu untuk memberitahukannya kepada orang yang sedang kebingungan dihadapan mereka itu.
"Kemarin siang ngapain sama Mbak Michelle, Pak?" tanya Christine sambil menahan tawanya.
Leonathan yang mendengar pertanyaan tersebut langsung menjadi salah tingkah dan berpura-pura kembali fokus dengan berkasnya.
Sedangkan di dalam hatinya sibuk melontarkan makian karena panik, bagaimana kedua orang itu bisa mengetahuinya padahal dirinya yakin sudah sangat berhati-hati kemarin. Tetapi pemuda itu kembali menetralkan kondisi di dalam dirinya, sebelum nanti menjadi gosip antar pegawai, terlebih sang sahabat yang suka sekali menjahilinya.
"Itu... kita cuma bahas soal kerjaan kok, karena kerjaannya bagus jadi sekalian traktir. Kan dia baru masuk kantor kita, jadi juga butuh cobaini makanan baru juga, siapa tau dia bosen makanan katering kan," ucapnya asal.
Tetapi hal itu tampaknya malah menjadi sasaran empuk bagi kedua rekan kerjanya itu.
"Oh... jadi habis makan siang bareng ya?" ungkap Andreas, sang sahabat memang awalnya tidak tahu apa yang dilakukan oleh keduanya kemarin.
Awalnya Andreas hanya berpikir jika mereka tidak sengaja bertemu saat makan siang, tetapi jawaban Leonathan seolah menjawab semua rasa penasarannya.
Saat kejadian kemarin, ternyata Christine juga berada di tempat kejadian, sehingga membuat Andreas dan gadis itu sempat membicarakan ketua tim pemograman tersebut sebentar setelahnya dan hanya menduga bahwa kejadian itu mungkin tidak sengaja.
"Itu gak sengaja," ucapnya dengan cepat dan nada tinggi yang semakin menunjukan dirinya sedang salah tingkah.
Belum sempat pemuda itu memberikan alasan, tapi pertanyaan ulti keluar dari bibir bawahannya, "tapi kok sampe pegangan tangan, Pak?"
Andreas dan Christine pun tertawa ringan melihat kelakuan Leonathan seperti ABG yang baru merasakan cinta.
"Sengaja juga gak apa, asal jangan keliatan orang kayak Desi aja, Pak. Nanti kena gosip," ucap Christine yang kembali fokus pada pekerjaannya lagi.
"Iya, untung kemaren cuma Christine sama gue aja yang ngeliat. Kita mah gak ember asal sogokannya pas," timpal Andreas sambil bercanda.
"Sebenernya gak boleh sih pacaran antar pegawai kantor. Tapi buat yang jomblo menahun kayak elo sih, ya.... sedikit keringanan lah asal bisa profesional, siapa tau beneran jodohnya di kantor," lanjut pemuda itu sambil menyindir sahabatnya.
Setelah puas menjahili Leonathan, Andreas kembali mengangkat tumpukan berkasnya yang tadi dengan senyuman seperti awal dia masuk, lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut meninggalkan sang sang sahabat yang masih terdiam di sana.
FIN.
0 notes
nadiamila · 2 months
Text
Obat Gelisah Dosis Tinggi
Lo pernah gak sih ngerasa gelisah, overthinking, cemas terhadap suatu hal? Ga mungkin ga pernah sih.
Ini ceritanya baru2 ini gue gelisah dan ovt gara2 temen2 gue di kampung bahas nikah mulu. Berbeda dengan keluaga pada umumnya, keluarga inti bahkan keluarga besar gue gak pernah nanyain kapan nikah, udah punya calon atau belum, kapan lulus, dll itu ga pernah. Malah mereka adem2 aja gitu, kek tau gitu kalau masing2 punya orientasi dan fokus yg berbeda. Gue ga pernah ngerasa tertekan sm pertanyaan2 lebaran gitu. Tapi anehnya ini tetangga ama temen jauh keknya berisik banget gitu ngeliat gue belum nikah di usia 25. Boong banget kalo gue gak kepikiran.
Gue inget nih dzikir yg Rasulullah ajarkan kepada putrinya Fatimah saat lelah menghadapi kehidupan atau pas lagi ovt ovt nya. Dzikirnya gampang banget cuma 3: Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu akbar.
Setelah selesai sholat, baca ayat kursi, tanamkan dalam hati bahwa Allah tuh ga pernah tidur loh, Allah tau masalah kita, Allah tau apa yang kita cemaskan, Allah tau keruwetan hati kita gimana. Sebagaimana artinya ayat kursi, kita resapi bener2, karena Allah ga pernah tidur pasti Allah ga akan tinggal diam dengan masalah kita.
Subhanallah. Pas ngucapin kalimat ini 33x tanamkan dalam hati, bahwa Allah itu Maha Suci. Suci dari segala fikiran buruk kita. Mustahil Allah jahat. Kalau saat ini Allah menunda keinginan kita, pasti itu ada hal baik yg Allah siapkan. Kalau saat ini Allah mempercepat terkabulnya keinginan kita juga pasti itu terbaik. Jadi pas kita mikir macem2 ttg Allah, langsung teg! Gak! Allah itu Maha Suci, ga seperti fikiran buruk kita.
Alhamdulillah. Pas ngucapin kalimat ini 33x, tanamkan dalam hati bahwa segala Puji hanya untuk Allah. Puji loh, segala pujian. Apapun yang terpuji pasti baik. Apa yang Allah lakukan pada kita itu hal baik sampai sampai segala puji hanya bagi Allah. Ga mungkin Allah kasih yang buruk dan tercela buat kita.
Allahu Akbar. Pas ngucapin kalimat ini 33x, tanamkan dalam hati bahwa Allah itu Maha Besar. Allah bisa menuntaskan semua masalah kita dengan mudah. Kita tuh di bumi ini aja setitik ah elah kecil bet pokonya. Sedangkan Allah segalanya. Berarti masalah kita pun sebenernya remeh bagi Allah. Tinggal kita bergantung sama Allah, ga mungkin Allah biarin kita berlarut dalam kecemasan, kesedihan, gundah gulana dsb.
Allahul musta'an.
Bis Manggala Wanabakti, 16 April 2024.
0 notes
frsmlk · 3 months
Text
Banyak Lapis
Suatu ketika di awal usia 20an, gue pernah mengalami kejadian kurang menyenangkan. Tapi menjadi refleksi yang baik buat gue ajarkan ke anak-anak kelak karena i want to #TeachThemEarlyWhatILearnedLate.
Kisahnya, seorang teman lupa bahwa gue sudah memberikan sebuah barang milik orang lain yang mau dia pinjam dan menuding bahwa gue belum memberikan. Memang ga ada bukti bahwa gue sudah kasih, tapi gue ingat jelas bahwa gue sudah memberikan di sebuah ruangan. Tidak ada bukti pula bahwa gue belum kasih, jadi ya argumentasi beliau juga tanpa bukti.
Beliau ngotot gue yang salah, awalnya gue masih berusaha untuk bantu cari dan sabar, tapi setelah ditekan terus menerus selama berhari-hari, gue jadi ngotot pula, lalu beliau bilang sembari nadanya naik: “Ga nyangka, lo yang kalau ngomong lembut dan baik ternyata keras juga ya.” Lalu, gue jadi mempertanyakan diri gue sendiri, “Apa iya gue keras? Apa iya gue salah?” Hari itu self esteem gue seperti terjun bebas. Gue jadi agak ragu berujar atau melangkah, takut dijudge orang lain.
Setelah bertambah usia, gue mencoba “mengunjungi” kembali peristiwa itu. Rasanya kepengen memeluk diri gue yang masih muda dulu, dan pengen bisikin: “Ga apa-apa, kita semua itu punya banyak lapis.” Iya, kita semua bisa menjadi banyak lapis dalam satu waktu. Menjadi lembut dan tegas, menjadi kuat dan insecure, menjadi hebat dan sensitif, dll. Menjadi multidimensi dalam satu peristiwa, itu normal dan itu manusiawi.
Bahkan harusnya manusia ya seperti itu. Sikap sama si A dan si B ya tidak perlu sama. Contoh, sikap kita sama orang tua yang lemah lembut mungkin akan beda tipis sama sikap kita di depan anak yang lembut tapi tegas. Manusia itu emang penuh lapis. Peristiwa-peristiwa, dinamika interaksi dan karakteristik orang di sekitarnya membentuk setiap manusia punya banyak lapisan emosi, lapisan karakter dan lapisan kepribadian. Itu normal saja.
Oh iya, satu lagi, i also want to teach my kid, kalau penilaian orang lain pada kita sungguh adalah hal yang paling tidak perlu kita cari. Selalu coba untuk mengenali diri sendiri tapi juga perlu tilikan yang baik, sehingga tahu kapan berbenah dan kapan bertahan. Gitcu deh.
0 notes
reedsthegoat · 4 months
Text
YOU ARE MINE - HeWang
Entah sudah berapa lama Wang Chang gelisah tidak karuan di kamar asramanya. Liang Weikeng selaku teman sekamarnya sudah muak dengan tingkah temannya ini sebab ia tahu mengapa Changa begitu gelisahnya malam ini.
"Plis ya Changa, mending lo tidur. Ini udah hampir jam 12 malam. Dia pulang ke rumahnya dulu kali."
"T-tapi..."
"Udaahh. Kue yang lo beli tadi simpan aja di kulkas. You should prioritize your health."
Mau tidak mau Wang Chang harus menuruti apa kata Weikeng daripada ia dilaporkan ke coach Chen Dao.
.
.
.
Keesokan harinya, tim ganda putra Tiongkok berlatih seperti biasa setelah membawa pulang piala BATC 2024 minggu kemarin. Sosok yang membuat Wang Chang gelisah semalam kini sudah hadir mengikuti latihan.
He Jiting.
Sosok yang Wang Chang kagumi diam-diam sejak ia menginjakkan kaki di Tim Nasional Bulutangkis Tiongkok. Namun sosok Jiting yang begitu dingin membuat Wang Chang terlalu segan untuk berinteraksi dengannya.
.
.
.
Setelah latihan rutin selesai, tim Ganda Putra Tiongkok memberikan kejutan ulang tahun ke Jiting yang diinisiasi oleh Yuchen.
Satu per satu dari pelatih hingga rekan setim Jiting memberikan ucapan selamat ulang tahun ke dirinya.
"Eh Changa, lo gak ngucapin selamat ke Jiting?", tanya Yuchen iseng.
Semua tim Ganda Putra tahu jika Wang Chang menaruh hati ke Jiting. Seorang Wang Chang supel ke semua orang hanya bisa terdiam jika dihadapkan dengan He Jiting seorang.
Weikeng yang sedari tadi sudah menahan tawa melanjutkan keisengan yang diinisiasi Yuchen.
"Ting Ge, ini lho ada yang semaleman resah nungguin gege..."
Jangan tanya sudah semerah apa muka Wang Chang kali ini.
Jiting hanya bisa tersenyum tipis lalu pergi berlalu meninggalkan lokasi latihan.
"WOAAHH JITING SENYUM GUYS....", heboh Haodong
"JITING SENYUM, KIAMAT MUNDUR SATU HARI...", timpal Xiangyu.
Wang Chang yang sudah kepalang malu hanya bisa tertunduk lemas.
"Sabar ya hahaha...", ucap Weikeng menepuk-nepuk punggung Wang Chang menenangkan.
.
.
.
Pukul 21.00, di saat rekan setimnya sudah beristirahat di kamar masing-masing, Wang Chang justru masih berkutat dengan kue ulang tahun yang rencananya ia ingin berikan ke Jiting.
Ia bingung apakah kue ini harus diberikan lagi ke Jiting mengingat tadi siang yang bersangkutan sudah diberikan kejutan kue ulang tahun. Ah sudahlah mungkin nanti kuenya akan ia makan sendiri.
"Itu kue ulang tahun buat gue?", tanya Jiting tiba-tiba saat Wang Chang ingin memasukkan kembali kue yang ia beli ke dalam kulkas. Wang Chang pun dibuat kaget tidak karuan dengan presensi Jiting yang tiba-tiba.
.
.
.
"Sini lah gue suapin, lama banget gak dimakan-makan itu kue...", kesal Jiting.
Wang Chang hanya bisa salah tingkah saat Jiting menyuapkan sesendok kue ke mulutnya.
"Jadi lo semaleman nungguin gue pulang niatnya mau kasih kejutan ke gue ya?", tanya Jiting.
Wang Chang pun mengganguk pelan.
Jiting tersenyum simpul lalu mengusak rambut Wang Chang pelan.
"Terima kasih ya. Harusnya lo gak perlu se-effort ini ke gue. Harusnya gue yang begitu ke lo..."
Wang Chang pun mendadak bingung, "Ha? Gimana ge?"
"I've fallen for you first, Wang Chang. Tapi gue gak tau harus bersikap bagaimana mengingat begitu supelnya lo ke semua orang..."
Semakin lama detak jantung Wang Chang dibuat tidak karuan oleh pernyataan Jiting ini.
Tanpa aba-aba, Jiting mengecup kening Wang Chang pelan.
"You're mine, Changa!"
.
.
.
Ya, sesederhana itu seorang He Jiting dan Wang Chang memulai kehidupan mereka as a lovers.
0 notes
langitgantara · 4 months
Text
𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐛𝐞𝐫𝐭𝐞𝐦𝐮 𝐤𝐞𝐦𝐛𝐚𝐥𝐢 𝐝𝐢 𝐭𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐦𝐚, 𝐬𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠. 𝐌𝐚𝐫𝐢 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐡 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐥𝐚𝐦𝐚, 𝐜𝐚𝐧𝐭𝐢𝐤𝐤𝐮. 🤍
Sampai pada akhirnya, lo ngebaca lembaran terakhir di hadiah sederhana ini. Hadiah yang sepenuhnya dibikin secara mendadak, tapi isinya mengatakan yang sesungguhnya. Mana ada sih yang bisa berbohong soal masalah hati? Haha. Gue udah cocok belom yang jadi puitis? Kayaknya engga, ya? Soalnya tulisan gue masih acak kadul, tapi seenggaknya hati gue tersusun rapih hanya untuk pacarku seorang, Jeyvan Nathanael. Nama yang indah setiap kali gue manggil nama lo, nama yang punya makna berarti di setiap katanya. Nama yang menunjukkan, bahwa lo adalah cerminan dari nama yang lo buat. Sayangku, selamat menjalani kehidupan bersama gue, buat yang ke 2 bulan ya sayang. Terima kasih karna sudah bertahan sama aku di keadaan apapun itu. Panas, badai, angin puting beliung, semuanya kita lewati. Masalah dari yang penting sampe gak penting pun, berhasil kita lewati, ya meskipun engga ada yang tau tentang apa yang terjadi kedepannya bagaimana, tapi gue harap, gue bisa sama lo dalam jangka waktu yang lama. Sama lo, gue belajar banyak hal. Sama lo, gue ngerasain bahagia dan adrenalin baru yang ada di diri gue dari beberapa bulan yang lalu. Sama lo, semuanya terasa nyaman dan aman, rumah yang selama ini gue impikan, itu ada di lo semua. Kurang beruntung apalagi ya gue? Sangat beruntung bukan? Makanya, bahagiain lo, adalah harapan utama gue dan dengan berbagai cara bakal gue lakuin buat pertahanin senyum manis lo itu.
Sayang, selamat bertemu lagi di tanggal 11 dengan perasaan yang sama, banyak banget doa yang menyertai hubungan kita, dari gue, dari lo, dari temen temen gue yang tau kita mensive, dari temen temen lo juga. Semoga doa baiknya selalu bekerja dengan baik untuk kita berdua. Dan semoga, meskipun semesta kadang suka susah di tebak, gue berharap gue bakal terus bisa bersama lo, membuat banyak hal hal cantik yang sebelumnya belum kita buat, dan bisa mencintai lo seperti pertama kali gue jatuh cinta sama lo.
Sayang, terima kasih sudah hadir dan menerima pelukan seorang cowo yang rebel ini, ya. Semoga lo engga bosen bosen buat ketemu gue dan jatuh cinta sama gue setiap harinya. I love you to the moon and always back, baby. I love you more and more, little man. 🤍
0 notes
naufal-portofolio · 4 months
Text
The Kite Runner (novel grafis) oleh Khaled Hosseini: Ulasan Buku
2018
Tumblr media
Gue ingat membaca versi novel The Kite Runner karya Khaled Hosseini pada 2008 alias tahun terakhir SMA. Bukan belajar buat UN, gue malah baca novel ini. Beberapa tahun kemuadian, gue menemukan novel grafis ini di BBW. Karena penasaran, akhirnya gue beli.
Untuk versi novel grafis, skrip ditulis oleh Tommaso Valsecchi, dan ilustrasi oleh duo Fabio Celoni dan Mirka Andolfo. Jujur, sebenarnya gue agak lupa detail cerita The Kite Runner, tapi pas mulai baca halaman-halaman awal, memori-memori tahun 2008 mulai muncul lagi di kepala.
Satu hal yg gue ingat adalah... gue menangis saat membaca versi novelnya. Kisah persahabatan Hassan dan Amir di sini, bagi gue, tragis banget. Growing up bersama di masa perang, penggambaran rasa polos dan iri khas anak kecil, sampai rasa setia kawan khas bocah juga diceritakan dengan emosional.
Semua itu, bikin gue menikmati cerita ini sekaligus sedih. Kenapa mereka harus berakhir seperti "itu". Why Pak Khaled Why? Hassan... Gue nggak bakal nulis ringkasan plotnya di sini, karena menurut gue, The Kite Runner ini tipe cerita yang harus elo nikmati sendiri.
Satu yang bisa gue kasih tau... misalkan elo suka cerita persahabatan bromance tapi ending-nya tidak terlalu happy (remember ini cerita dengan setting perang), buku ini harus bgt elo baca. hati-hati buat yang gampang sedih dan nangis kayak gue, bisa-bisa pandangan lo jadi nggak jelas karena mata berkaca-kaca mulu.
Yah, gue malah cerita pengamalam baca versi novelnya, bukan novel grafis ini. Tapi, dari segi cerita, nggak beda jauh kok. Untuk elo yang bukan novel person, baca aja versi novel grafisnya. Tetap bagus kok. Style gambar Mas Fabio dan Mbak Mirka juga bagus!
Akhir kata: "Untukmu, keseribu kalinya..."
0 notes
dewangga · 5 months
Text
"Ada yang bilang sih, kalau orang yang udah lo sakitin tapi dia masih baik sama lo itu tandanya dia tulus. Tapi orang tulus juga punya batasan dimana ia harus berhenti tulus pada orang yang salah nggak sih?"
Tanpa disadarinya, pria ini menelan ludah yang terasa sulit untuk ditelannya sehingga ia sedikit mengerutkan keningnya. Ia tertohok pada perkataan teman kantornya yang sedang mengoceh ngalor ngidul akibat pengaruh alkohol.
Lantunan music dan juga suara seorang wanita terkenal menemani percakapan mereka yang tidak mutu ini. 3 orang pria yang sedang bermalam sabtu karna esok libur akhir pekan. Mereka memutuskan meminum-minum dikit ditempat biasa mereka.
Dari percakapan dimulai dengan masalah kantor, keluarga sampai pada percintaan.
Kalian merasakan hal yang sama tidak, bahwa masalah percintaan adalah hal yang membuang waktu. Kalian putus cinta lalu hidup kalian dalam sekejap seakan hancur begitu saja.
Berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun memakai topeng dan berusaha move on. Ketika semua terasa baik-baik saja, semua mulai biasa dan terbiasa, merasa sudah baik dan tidak bermasalah dengan sang mantan namun tetiba ada sebuah perkara yang membuat dunia kalian hancur kembali dan pelakunya adalah sang mantan.
"Hahaha kenapa ya cinta tuh begitu buta? Kaya... howww???" Sahut teman satunya bernama Firman.
Sementara pria berhidung lancip ini hanya bisa mengusap wajahnya gusar, kepikiran oleh dua temannya yang semakin mabuk berat dan tanpa disadari setiap perkataan mereka seakan menggoreng Arsa.
"Ar, diam aja lu. Denger-denger Clara udah ganti pacar 2 kali ya? Hahahaha"
Arsa hanya tersenyum tipis dan menenggak segelas whiskey.
"Iya kali, nggak pernah ketemu buat ngobrol intens sih. Udah.. muak."
"HAHAHA ANJING LUCU BANGET!" dua temennya berteriak dan menertawakan Arsa. Arsa pun ikut tertawa karna dipikir-pikir memang kisah persoalanan asmara ini terasa tidak masuk akal untuk dipikul bebannya lama-lama.
"Putus karna apa sih lo Ar, kayanya dari dulu gosipnya simpang siur banget. Tiba-tiba aja putus? Padahal couple idaman sekantor hahaha"
Dengan kesadaran penuh Arsa merasa apakah ini saat yang tepat mereka tau dari sisinya.
"Sebabnya nggak jelas. Tiba-tiba aja gue dianggap selingkuh dengan bukti yang gue aja nggak paham apa hubungannya terus tiba-tiba diputusin gitu aja. Bayangin kita lagi makan direstaurant fancy terus dia bilang gue selingkuh dan dia kasih bukti yang nggak jelas abis itu putus dan gue ditinggal"
Mereka bertiga tertawa.
Ini jika terlihat oleh orang lain akan seperti 3 orang yang mengenaskan ya.
Ya tapi begitulah nyatanya.
"Terus Ar, lo nggak jelasin apa-apa?"
Lagi-lagi Arsa mengucap wajahnya "udah, dia kekeuh dan gue nggak bisa dong jelasin ditempat ramai gitu karna gue udah nahan banget buat nggak marah dan akhirnya gue cuma jawab gitu-gitu aja. Abis itu putus. Tapi disaat itu gue kecewa dan pada akhirnya ngebiarin dia dengan pikirannya yang beranggapan gue selingkuh"
"Karna gue udah terlanjur sakit hati sama tuduhannya, lagipula dia terlalu friendly. Gue nggak ngelarang dia berteman dan jalan sama temen cowoknya asal tau batasan"
"Tapi nggak tau juga batasan pertemanan mereka itu yang seperti apa, tapi yang jelas ada satu momen yang ngebuat 'deg' sakit hati banget"
Dua temennya mendengarkan cerita Arsa dengan seksama sambil menopang dagu, seperti dua anak kembar yang sedang mendengarkan ayahnya bercerita.
"Tapi nyatanya apa, gue masih diam ditempat mikirin salah gue apa, gue kurang perhatian ya sama dia? Gue kurang punya banyak waktu ya buat dia? Apa effort gue selama ini kurang bagi dia? Apa karna gue suka sekali dua kali absen nanyain kabar, kerjaan dia?"
"Gue kaya masih mencari letak kesalahan gue dimana sampai dia bisa ninggalin gue gitu aja. Sementara dia udah 2 kali punya pacar baru sementara gue masih disini nyari salah gue apa, kenapa berakhir begini? Kenapa gue nggak bisa buka hati sama orang baru?
Kenapa gue malah coba berteman sama dia buat dapatin alasan pasti dia mutusin dan ninggalin gue, buat memastikan dia bakalan minta maaf dan menjelaskan kesalahan gue"
Arsa terkekeh, dia merasa bodoh pada pikirannya. Nyatanya sudah 2 tahun dia berkutat pada perasaan yang bukan tanggung jawabnya. Perasaan yang sudah usai namun tidak usai dengan baik.
Sebuah perpisahan memang tidak ada yang baik bukan?
Jika baik kenapa harus berpisah?
Seperti itulah tanggapan teman-temannya hingga malam semakin larut dan mereka akhirnya terkapar dibar yang buka sampai jam 6 pagi itu.
Tapi satu hal yang bisa dipetik dari hal ini adalah jangan pernah berharap pada seseorang yang sudah menyakitimu. Ia tidak akan datang untukmu hanya untuk sebuah permintaan maaf. Menyakitkan namun itulah nyatanya. Jadi, tetaplah hidup dan jalani kehidupan mu, menata kembali dan mulailah menjadi pribadi yang lebih baik untukmu sendiri.
-sekian, terima kasih.
0 notes