Tumgik
#welcometoislam
riyad-as-salihin · 1 month
Text
Riyad as-Salihin, The Book of the Remembrance of Allah, Book 15, Hadith 34
Chapter: The Excellence of the Remembrance of Allah
Abud-Darda (May Allah be pleased with him) reported:
The Messenger of Allah (ﷺ) said, "Shall I not inform you of the best of your actions which are the purest to your Rubb, which exalt you to the high ranks, which are more efficacious than spending gold and silver (in charity), and better for you than you should encounter your enemies whom you will smite their necks and they will smite your necks?" They said, "Certainly." He (ﷺ) said, "Remembrance of Allah the Exalted."
[At-Tirmidhi].
30 notes · View notes
sisterinblack · 7 months
Text
Tumblr media
Ringkasan dari kajian:
📚 Hadiah Istimewa Menuju Keluarga Sakinah.
👤 Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حَفِظَهُ الله تَعَالَى.
🎬 https://youtu.be/hxCKoIrKzNM
بسم الله الرحمن الرحيم
« DEFINISI NIKAH »
• Nikah Menurut Bahasa.
Nikah menurut bahasa berarti الضَّمُّ (menghimpun). Kata ini dimutlakkan untuk akad atau persetubuhan.
• Nikah Menurut Syari’at.
Ibnu Qudamah berkata: “Nikah menurut syari’at adalah akad perkawinan. Ketika kata nikah diucapkan secara mutlak, maka kata itu bermakna demikian, selagi tidak satu dalil pun yang memalingkan darinya.” [HR. At-Tirmidzi (no. 2411) dan ia mengatakan: “Hadits hasan gharib,” al-Hakim (IV/357) dan ia mengatakan: “Sanadnya shahih” dan disetujui oleh adz-Dzahabi, serta dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab ash-Shahiihah (no. 150)]
Al-Qadhi berkata: “Yang paling mirip dengan prinsip kami bahwa pernikahan pada hakikatnya berkenaan dengan akad dan persetubuhan sekaligus. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu…” [QS. An-Nisaa’: 22] [HR. Al-Baihaqi (VII/78) dan dikuatkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab ash-Shahiihah dengan hadits-hadits pendukungnya (no. 1782)]
« ISLAM MENGANJURKAN NIKAH »
Bahwa Islam telah menjadikan ikatan pernikahan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan sangat besar sampai-sampai pernikahan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)
Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ رَزَّقَهُ اللَّهُ امْرَأَةً صَالِحَةً , فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ , فَلْيَتَّقِ اللَّهَ فِي الشَّطْرِالثَّانِي
“Barang-siapa yang di beri Allah rezeki berupa isteri yang sholehah, maka sungguh Allâh telah menolongnya mendapat separuh dari agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah untuk memperoleh yang separuhnya”. [H.R. Ath-Thabrani dan Al-Hakim. Lihat Al-Ahaditsush-Shahihah oleh Syaikh Al-Albni jilid II hal. 200]
« NABI MUHAMMAD ﷺ TIDAK MENYUKAI ORANG YANG MEMBUJANG »
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَأْمُرُ بِالبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيْدًا وَيَقُوْلُ تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكَاثِرُ الْأَنْبِيَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak (subur) karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat” [HR. Ibnu Hibban 9/338]
Peringatan Rasulullah ﷺ kepada mereka yang berlebihan dalam hal beribadah sehingga melalaikan dari menjalankan Sunnah beliau ﷺ, termasuk Sunnah untuk menikah,
وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوْتِ أزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَسْأَلُوْنَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوْا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوْهَا، وَقَالُوْا: أَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ وَقدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَأُصَلِّيْ اللَّيْلَ أَبَداً، وَقَالَ الْآخَرُ: وَأَنَا أَصُوْمُ الدَّهْرَ أَبَداً وَلَا أُفْطِرُ، وَقَالَ الْآخَرُ: وَأَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَداً.
فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ؟ أَمَا وَاللهِ إِنِّيْ لَأَخْشَاكُمْ لِلهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّيْ أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ
Dari Anas Radhiyallahu anhu ia berkata, “Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi ﷺ untuk bertanya tentang ibadah Beliau ﷺ. Lalu setelah mereka diberitahukan (tentang ibadah Beliau ﷺ), mereka menganggap ibadah Beliau itu sedikit sekali. Mereka berkata, “Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Nabi ﷺ! Beliau ﷺ telah diberikan ampunan atas semua dosa-dosanya baik yang telah lewat maupun yang akan datang.” Salah seorang dari mereka mengatakan, “Adapun saya, maka saya akan shalat malam selama-lamanya.” Lalu orang yang lainnya menimpali, “Adapun saya, maka sungguh saya akan puasa terus menerus tanpa berbuka.” Kemudian yang lainnya lagi berkata, “Sedangkan saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan menikah selamanya.”
Kemudian, Rasulullah ﷺ mendatangi mereka, seraya bersabda, “Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allah! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka (tidak puasa), aku shalat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” [Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5063); Muslim (no. 1401); Ahmad (III/241, 259, 285); An-Nasa-i (VI/60); Al-Baihaqi (VII/77); Ibnu Hibban (no. 14 dan 317-at-Ta’liqatul Hisan); al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 96)]
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
لو لم يبقَ من أجلي إلا عشرة أيام، ولي طولٌ على النكاح لتزوجت كراهية أن ألقى الله عزباً
“Seandainya aku tahu bahwa ajalku tinggal sepuluh hari lagi, dan aku mempunyai kemampuan menikah, maka aku akan menikah. Karena aku tidak suka bertemu dengan Allah dalam keadaan membujang.” [Mushannaf ‘Abdurrazzaq (VI/170, no. 10382) dan Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]
Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhuberkata kepada seseorang yang belum menikah padahal ia sudah layak menikah (tidak ada lagi penghalang menikah baginya dan tidak ada target yang lebih penting dari menikah untuk sementara),
ما يمنعك من النكاح إلا عجز أو فجور
“Tidak ada yang menghalangimu menikah kecuali kelemahan (lemah syahwat) atau kemaksiatan (ahli maksiat)” [Al-Muhalla Ibnu Hazm 9/4, Darul Fikr, Beirut, syamilah]
Thawus (seorang tabi’in) rahimahullah berkata,
لا يتم نسك الشاب حتى يتزوج
“Tidaklah sempurna ibadah seorang pemuda sampai ia menikah.” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (VI/7, no. 16143) dan Siyar A’lamin Nubala’ (V/47).]
Orang yang enggan menikah baik laki-laki maupun wanita mereka sebenarnya orang yang tergolong paling sengsara dalam hidup ini. Mereka adalah orang-orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup baik kesenangan bersifat biologis maupun spiritual. Bisa jadi mereka bergelimang dengan harta namun mereka miskin dari karunia Allah 'Azza wa Jalla.
« MANFAAT DARI RASULULLAH ﷺ MENGANJURKAN UNTUK MENIKAH »
Rasulullah ﷺ bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
‘Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).'” [Shahih. HR. Al-Bukhari (no. 5066) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1402) kitab an-Nikaah, dan at-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah]
Para 'ulama menjelaskan manfaat dari menikah, yaitu diantaranya:
1. Melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
2. Melaksanakan dan menghidupkan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ.
3. Dapat menundukkan pandangan.
4. Menjaga kehormatan laki-laki & perempuan.
5. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
7. Allah akan menolong orang yang menikah dalam urusan ma'isah.
8. Mendatangkan sakinah, mawaddah, warohmah.
9. Untuk memperoleh keturunan yang sholeh.
« TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM »
1. Khitbah (meminang)
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا، فَلْيَفْعَلْ
“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (III/334, 360), Abu Dawud (no. 2082) dan al-Hakim (II/165), dari Shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhuma]
Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallaahu ‘anhu pernah meminang seorang wanita, maka Nabi ﷺ berkata kepadanya:
أُنْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا
“Lihatlah wanita tersebut, sebab hal itu lebih patut untuk melanggengkan (cinta kasih) antara kalian berdua.” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1087), an-Nasa-i (VI/69-70), ad-Darimi (II/134) dan lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1511)]
Tentang melihat wanita yang dipinang, telah terjadi ikhtilaf di kalangan para ulama, ikhtilafnya berkaitan tentang bagian mana saja yang boleh dilihat. Ada yang berpendapat boleh melihat selain muka dan kedua telapak tangan, yaitu melihat rambut, betis dan lainnya, berdasarkan sabda Nabi ﷺ, “Melihat apa yang mendorongnya untuk menikahinya.” Akan tetapi yang disepakati oleh para ulama adalah melihat muka dan kedua tangannya. Wallaahu a’lam.
2. Shalat Istikharah.
Apabila seorang laki-laki telah nazhar (melihat) wanita yang dipinang serta wanita pun sudah melihat laki-laki yang meminangnya dan tekad telah bulat untuk menikah, maka hendaklah masing-masing dari keduanya untuk melakukan shalat istikharah dan berdo’a seusai shalat. Yaitu memohon kepada Allah agar memberi taufiq dan kecocokan, serta memohon kepada-Nya agar diberikan pilihan yang baik baginya.
3. Akad Nikah.
Tidak ada penjelasan secara terperinci dari ulama mengenai jarak dari khitbah ke akad nikah, akan tetapi beberapa ulama mengatakan ‘lebih cepat lebih baik’.
Syarat terlaksananya akad nikah, yaitu:
[1] Rasa suka sama suka dari kedua calon mempelai.
[2] Izin dari wali (wajib bagi gadis/janda).
Dari Aisyah Radliyallahu 'Anha dia berkata : Rasulullah ﷺ bersabda:
أيما امرأة أنكحت نفسها بغير إذن وليها فنكاحها باطل ، باطل ، باطل ، فإن دخل بها فلها المهر بما استحل من فرجها ، فإن اشتجروا فالسلطان ولي من لا ولي له (رواه أحمد وأبو داود والترمذي وصححه)
“Siapa saja wanita yang menikahkan dirinya sendiri dengan tanpa izin walinya, maka pernikahannya batil, batil, batil, maka jika suaminya telah menggaulinya maka bagi wanita tersebut mahar dari kehormatan yang telah diberikannya dan dihalalkan baginya, dan jika ada perselisihan dari wali keluarga wanita, maka penguasa atau hakimlah yang berhak menjadi wali bagi wanita yang tidak ada wali baginya.” [HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan At Turmudzi dan dia telah menshahihkannya]
Diriwayatkan oleh Abu Musa Al ‘Asy’ari bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
لا نكاح إلا بولي (رواه الخمسة وصححه ابن المديني)
“Tidak sah pernikahan dengan tanpa adanya wali.” [Diriwayatkan oleh lima Imam ahlul Hadits dan disahihkan oleh ibnu Al Madini]
[3] Saksi-saksi (minimal dua saksi yang adil).
[4] Mahar.
Ahmad meriwayatkan dari Nabi ﷺ,
إِنَّ مِنْ يَمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيْرُ صَدَاقُهَا وَتَيْسِيْرُ رَحِمُهَا.
“Di antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya dan memudahkan rahimnya.” [HR. Ahmad (no. 23957), al-Hakim (II/181), ia menshahihkannya dan menilainya sesuai dengan kriteria al-Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak mengeluar-kannya serta disetujui oleh adz-Dzahabi, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami’ (II/251) dan dalam al-Irwaa’ (VI/250)]
‘Urwah berkata: “Yaitu, memudahkan rahimnya untuk melahirkan.”
[5] Ijab Qabul.
Disunahkan khutbah nikah sebelum dilaksanakan ijab qabul. Mengenai walimah tidak ada keharusan akan tetapi dianjurkan bagi yang mampu,
Sabda Nabi ﷺ kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf Radhiyallahu anhu :
أَوْلِمْ وَلَوْبِشَاةٍ.
“Adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.” [Takhrijnya telah lalu]
« PELANGGARAN-PELANGGARAN DISEPUTAR PERNIKAHAN »
1. Pacaran sebelum pernikahan.
2. Tukar cincin: emas & sutera diharamkan untuk laki-laki tapi dihalalkan bagi wanita.
3. Menuntut mahar yang tinggi.
4. Mengikuti upacara adat.
5. Memakai pakaian yang terlihat aurat.
6. Sungkeman kepada orang tua karena anggota sujud & rukuk hanya milik Allah.
7. Mencukur jenggot bagi laki-laki.
8. Mencukur alis & menyambung rambut bagi wanita, mentato bagi wanita & laki-laki.
9. Kepercayaan kepada hari baik & hari sial.
10. Adanya ikhtilat (campur baur antara lawan jenis)
11. Adanya nyanyian, musik dan sejenisnya.
12. Adanya patung-patung, gambar-gambar bernyawa.
13. Makan & minum dengan tangan kiri dan sambil berdiri.
14. Penghulu membaca shighat ta'liq talak.
« HAK & KEWAJIBAN SUAMI ISTERI »
< Hak isteri yang harus dipenuhi suami >
Dari sahabat Muawiyah bin Haidah bin Mu’awiyah bin Ka’ab Al Qusyairy ia berkata: Saya telah bertanya,”Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus dipenuhi oleh suaminya?” Rasulullah menjawab :
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan apabila engkau makan. Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian. Janganlah engkau memukul wajahnya. Janganlah engkau menjelek-jelekkannya, dan Janganlah engkau meninggalkannya melainkan didalam rumah (jangan berpisah tempat tidur melainkan didalam rumah).” [HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, Al Baghawi, An Nasa’i. Hadist ini dishahihkan oleh Al Hakim, Adz Dzahabi, Ibnu Hibban]
Penjelasan dari hadist diatas:
1. Makan.
Seorang suami wajib memberikan nafkah kepada isterinya, tidak boleh ia bergantung kepada keluarganya, mertuanya, temannya dan kaum muslimin karena kewajiban seorang suami adalah memberikan nafkah kepada isterinya sesuai dengan kemampuannya.
Allah Ta'ala berfirman,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” [QS. Ath-Thalaq: 7]
Didalam syariat tidak dibatasi berapa nominal nafkah yang harus diberikan kepada isteri, akan tetapi disesuaikan dengan kemampuan suami jika suami hanya mampu memberikan nafkah 5000 rupiah/hari kepada isterinya maka nominal tersebut yang diberikan.
Seorang suami tidak boleh bakhil (pelit) kepada isterinya, jika ada kelapangan maka berikan lebih kepada isterinya karena dengan ia memberikan nafkah kepada isterinya maka akan mendapat ganjaran dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Yang paling utama diantara bersedekah adalah kepada isteri.
دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِيْ رَقَبَتِهِ وَدِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ
(وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا اَلَّذِيْ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ (رواه مسلم
“Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk (mememerdekakan) hamba sahaya, dinar yang engkau infakkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau infakkan untuk keluarga, yang paling utama di antara semua itu adalah dinar yang engkau infakkan kepada keluargamu.” [H.R. Imam Muslim. Shahih]
Jangan sampai seorang suami lapang ketika memberikan uang kepada kawan-kawannya tapi bakhil kepada isteri & anak-anaknya.
2. Pakaian.
Seorang suami wajib memberikan pakaian untuk isterinya (pakaian yg menutup aurat untuk keluar rumah & boleh yang terbuka untuk ditampakkan kepada suaminya)
Suami yang membiarkan isterinya tidak menutup auratnya ketika keluar rumah maka ia dan isterinya telah berdosa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْم�� مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (1) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” [HR. Muslim no. 2128. Shahih]
3. Suami tidak boleh memukul isterinya di wajahnya.
Rasulullah ﷺ bersabda,
فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ
“Dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai.” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1218 (147)), dari Shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhuma]
4. Suami tidak boleh menjelek-jelekkan isteri.
Rasulullah ﷺ bersabda,
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Tidak boleh seorang mukmin menjelekkan seorang mukminah. Jika ia membenci satu akhlak darinya maka ia ridha darinya (dari sisi) yang lain.” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1469), dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu]
Juga firman-Nya.
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“… Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak pada-nya.” [QS. An-Nisaa’: 19]
5. Suami tidak boleh menjauhi isterinya kecuali dirumah.
Allah Ta’ala berfirman,
لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
“Dan janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas.” [QS. Ath-Thalaq: 1]
Jika isteri telah berbuat kesalahan hendaknya ia meminta ridha suaminya. Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi ﷺ beliau bersabda:
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ فِي الْجَنَّةِ؟قُلْنَا بَلَى يَا رَسُوْلَ الله كُلُّ وَدُوْدٍ وَلُوْدٍ، إِذَا غَضِبَتْ أَوْ أُسِيْءَ إِلَيْهَا أَوْ غَضِبَ زَوْجُهَا، قَالَتْ: هَذِهِ يَدِيْ فِي يَدِكَ، لاَ أَكْتَحِلُ بِغَمْضٍ حَتَّى تَرْضَى
“Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?”
Mereka menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullah!”
Nabi ﷺ menjawab: “Wanita yang penyayang yang banyak memberikan keturunan. Apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha.” [HR. Ath Thabarani dalam Al Ausath dan Ash Shaghir. Lihat Ash Shahihah hadits no. 3380]
6. Suami mengajarkan tentang perkara-perkara agama kepada isterinya.
7. Mengijinkan isteri keluar rumah untuk kebutuhan mendesak: dengan syarat menutup aurat dan tidak memakai wangi-wangian.
8. Suami yang berpoligami wajib berlaku adil kepada isteri-isterinya. Terutama dalam hal pembagian nafkah dan hari bergilir, akan tetapi seorang suami tidak dapat berlaku adil dalam urusan cinta. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,
وَلَن تَسْتَطِيعُواْ أَن تَعْدِلُواْ بَيْنَ النِّسَاء وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُواْ كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِن تُصْلِحُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُوراً رَّحِيماً
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. An-Nisaa': 129]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
“Siapa yang memiliki dua orang istri lalu ia cenderung kepada salah seorang di antara keduanya, maka ia datang pada hari kiamat dalam keadaan badannya miring.” [HR. Abu Daud no. 2133, Ibnu Majah no. 1969, An Nasai no. 3394. Syaikh Al Albani menyatakan hadits tersebut shahih sebagaimana dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1949]
< Hak suami yang harus dipenuhi Isteri >
1. Isteri diperintah diam dirumahnya & mengurus anak-anaknya.
2. Isteri diperintahkan untuk berhias, bersolek, memakai wangi-wangian untuk suaminya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” [HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih]
3. Isteri mendukung suami untuk berbakti kepada orangtuanya.
4. Isteri menyembunyikan aib-aib didalam rumah tangganya.
« AGAR RUMAH TANGGA SAKINAH, MAWADDAH & WAROHMAH »
1. Harus mencari calon pasangan yang sholeh/sholehah.
2. Tujuan dari menikah adalah untuk mencapai keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
3. Hak & kewajiban suami isteri harus dipenuhi.
4. Harus saling memahami karena masing-masing memiliki kekurangan & kelebihan.
5. Menyadari bahwa pernikahan tidak selamanya berjalan mulus. Sewaktu-waktu akan terjadi perselisihan antara suami-isteri.
Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga maka harus ada upaya ishlah (mendamaikan) yang harus dilakukan pertama kali oleh suami dan isteri adalah saling interospeksi, menyadari kesalahan masing-masing, saling memaafkan serta memohon kepada Allah agar disatukan hati, dimudahkan urusan dalam ketaatan kepada-Nya, diberikan kedamaian dalam rumah tangga. Berdo'a kepada Allah karena yang memegang hati manusia semuanya adalah Allah yang bisa menundukkan hati suami ataupun isteri hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka disebutkan,
Nabi ﷺ panjatkan adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” [HR. Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792]
Mohon kepada Allah,
“Ya Allah, perbaiki isteri saya.”
“Ya Allah, perbaiki suami saya.”
“Satukah hati & damaikan rumah tangga ini.”
Ketika permasalahan suami isteri kian memanas hendaknya keduanya saling memperbaiki urusan keduanya, berlindung kepada Allah dari syaithan yang terkutuk, meredam perselisihan antara keduanya, serta mengunci rapat-rapat setiap pintu perselisihan dan jangan menceritakannya kepada orang lain.
Apabila suami marah dan isteri ikut emosi, hendaklah keduanya berlindung kepada Allah, hendaklah mereka berwudhu kemudian shalat, apabila keduanya sedang berdiri hendaklah duduk, apabila keduanya sedang duduk hendaklah berbaring, atau salah satu diantara keduanya mencium, merangkul dan menyatakan alasan kepada yang lainnya apabila salah seorang berbuat salah hendaklah yang lainnya segera memaafkannya karena mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Berdamai adalah lebih baik sebagaimana firman Allah Ta'ala,
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [QS. An-Nisaa': 128]
والله تعالى أعلم
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
📝 Ima Bintu Ali
0 notes
islaminbn · 1 year
Photo
Tumblr media
Welcome to Beautiful World 🌎 American UFC Fighter "Kevin Lee" has Converted to "Deen Of Islam". Resently Posted: @motownphenom Official. #kevinlee #ufc #ufcfighter #welcometoislam #islamiclife #islamismylife #islamic #islam #islamupdate #islamicchallenge #islamdaily #islaminbn #islamicpost #deenofislam #beautifulislam #islamisbeautiful #thepeaceofreligion #bestreligionislam #bestreligion #allah #allahuakbar #alhamdulillah #allahisthegreatest #allahalwayswithus #allahprotectus #cometoislam #acceptislam #loveislam (at Islam) https://www.instagram.com/p/CnSdqtps2vK/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
786muzammil · 3 years
Text
Tumblr media
12 notes · View notes
lifeofresulullah · 4 years
Text
The Life of The Prophet Muhammad(pbuh): The Treaty of Hudaybiyah and Calling the Great States of the World to Islam
The Amir of Yamama is Invited to Islam
The king of Yamama, Hawza b. Ali was a Christian.
The Prophet appointed Salit bin Amr to Yamama to invite Hawza b. Ali to Islam in the month of Muharram in the 7th year of the Migration and gave him a letter.
When Salit b. Amr took the letter, he travelled without having a rest and reached the king; he gave the letter to the king. When the king made somebody read the letter, he heard the following:
“Bismillahirrahmanirrahim!
From Muhammad, the Messenger of God, to Hawza b. Ali!
Peace be upon those who are on the right path.
You should know it very well that my religion will soon glitter on the farthest horizons. Therefore, O Hawza, become a Muslim so that you will reach salvation. Then, I will let you rule your country.”
Hawza stated that he would not accept this invitation using a kind language. However, Salit told him that he was doing wrong and asked him to accept the invitation. Nevertheless, Hawza did not become a Muslim. Doubtlessly, his desire to continue his sovereignty played an important role in rejecting the invitation. He himself said to a Christian notable as follows:
“I am the king of my nation. If I obeyed him, I could not rule my nation any longer.”
However, Hawza gave a letter and some presents to Salit to give to the Prophet.
The Curse of the Prophet on Hawza
Salit b. Amr returned to Madinah and went to the presence of the Messenger of God. After telling the Prophet what had happened, he gave the letter of Hawza to the Prophet. Hawza wrote the following in the letter:  
“What you invite me to is very good and nice.
I am the orator and poet of my nation. Arabs are afraid of my nation. Give me some authority of your affair so that I will obey you.”
The Messenger of God said, “I will not give him even a raw date on the ground”, for his inappropriate request. Then, he damned Hawza because he prevented many people who obeyed him from becoming Muslims by saying, “May everything in your hand be destroyed!”
One year after this incident, Gabriel came to the Prophet and said that Hawza had died as an unbeliever.
Thus, the Messenger of God informed all of the rulers of that period about Islam through the envoys and invitation letters he sent to them and made the whole world hear about Islam.
The answer of the rulers of the two big states of that time, Abyssinia and Byzantine states, was quite positive. The Negus of Abyssinia became a Muslim. Heraklius accepted that Hazrat Muhammad was the true Prophet that was expected but he avoided believing due to his worldly sovereignty. Similarly, Muqawqis, the king of Egypt, welcomed the envoy and the letter of the Prophet and gave him a positive answer. Hawza b. Ali, the ruler of Yamama, welcomed the envoy of the Prophet and stated that he did not accept the invitation using a kind language.
The remaining two rulers answered the invitation negatively. Moreover, one of them, the Chosroes of Persia, tore the letter of the Prophet. The other, Harith b. Abi Shimr, the king of Ghassan, threw the letter of the invitation of the Prophet on the ground.
4 notes · View notes
seerahf · 3 years
Photo
Tumblr media
The digitalisation of the Index of the Quran Book:
Asalamualaikum, as you may be aware Seerah Foundation now have digitalised versions of most of their Islamic books for adults. These can be found on Amazon Kindle and Apple books. Visit our website www.Seerah.org to view these books.
The process of digitalising these books is rigorous and is a costly process at that too. Our aim is to digitalise The Index of Quran book as it is now out of print. Index of Qur'an is a 466 pages book that organises by subject, the book of Allah, to make searching for specific topics easier. Digitalising this book would mean a convenient and effortless way of locating Surahs in the Quran that discuss specific topics that you are wanting to learn more about. What could be an easier way to learn what the Quran has to teach us!
You can assist us with this process that will be beneficial to a whole lot of people by sharing this message with friends and family who would be interested and also by donating to the link below:
https://www.gofundme.com/f/converting-Quran-index-to-an-E-Book
Follow Seerah Foundation for more info and updates on our latest projects!
JazakAllah Khayrun
0 notes
welcometoislam · 9 years
Quote
So if you are in doubt, [O Muhammad], about that which We have revealed to you, then ask those who have been reading the Scripture before you. The truth has certainly come to you from your Lord, so never be among the doubters.
Quran [10:94]
(நபியே!) நாம் உம் மீது இறக்கியுள்ள இ(வ்வேதத்)தில் சந்தேகம் கொளிவீராயின், உமக்கு முன்னர் உள்ள வேதத்தை ஓதுகிறார்களே அவர்களிடம் கேட்டுப் பார்ப்பீராக் நிச்சயமாக உம் இறைவனிடமிருந்து உமக்குச் சத்திய (வேத)ம் வந்துள்ளது - எனவே சந்தேகம் கொள்பவர்களில் நீரும் ஒருவராகி விட வேண்டாம்.
1 note · View note
farisnceit · 9 years
Quote
O you who have believed, when [the adhan] is called for the prayer on the day of Jumu'ah [Friday], then proceed to the remembrance of Allah and leave trade. That is better for you, if you only knew.
Quran [62:9]
0 notes
riyad-as-salihin · 23 days
Text
Riyad as-Salihin, The Book of the Remembrance of Allah, Book 15, Hadith 37
Chapter: Remembrance of Allah in all Conditions
'Aishah (May Allah be pleased with her) reported:
The Messenger of Allah (ﷺ) used to remember Allah at all times.
[Muslim].
22 notes · View notes
riyad-as-salihin · 14 days
Text
Riyad as-Salihin, The Book of the Remembrance of Allah, Book 15, Hadith 38
Chapter: Remembrance of Allah in all Conditions
Ibn 'Abbas (May Allah be pleased with them) reported:
The Prophet (ﷺ) said, "If anyone intends to have (sexual intercourse) with his wife, he should say: "Bismillah! Allahumma janibnash-Shaitana, wa jannibish-Shaitana ma razaqtana (In the Name of Allah, O Allah! Keep us away from Satan and keep Satan away from what You have bestowed upon us);' and if Allah has ordained a child for them, Satan will never harm him."
[Al-Bukhari and Muslim].
17 notes · View notes
riyad-as-salihin · 28 days
Text
Riyad as-Salihin, The Book of the Remembrance of Allah, Book 15, Hadith 36
Chapter: The Excellence of the Remembrance of Allah
Abu Musa (May Allah be pleased with him) reported:
The Messenger of Allah (ﷺ) said to me, "Shall I not guide you to a treasure from the treasures of Jannah?" I said: "Yes, O Messenger of Allah!" Thereupon he (ﷺ) said, "(Recite) 'La hawla wa la quwwata illa billah' (There is no change of a condition nor power except by Allah)."
[Al-Bukhari and Muslim].
12 notes · View notes
riyad-as-salihin · 6 days
Text
Riyad as-Salihin, The Book of the Remembrance of Allah, Book 15, Hadith 39
Chapter: The Book of the Etiquette of Sleeping, Lying, and Sitting etc
Hudhaifah and Abu Dharr (May Allah be pleased with him) reported:
Whenever the Messenger of Allah (ﷺ) went to bed, he would supplicate: "Bismika-Allahumma amut wa ahya (With Your Name, O Allah, I die and return to life)"; and when he woke up, he would supplicate thus: "Al-hamdu lillahilladhi ahyana ba'da ma amatana, wa ilaihin-nushur (All praise belongs to Allah Who has restored us back to life after causing us to die; and to Him shall we return)."
[Al-Bukhari]
9 notes · View notes
riyad-as-salihin · 5 days
Text
Riyad as-Salihin, The Book of the Remembrance of Allah, Book 15, Hadith 40
Chapter: The Excellence of Gathering in which Allah is Remembered
Abu Hurairah (May Allah be pleased with him) reported:
The Messenger of Allah (ﷺ) said, "Allah, the Exalted, has teams of angels who go about on the roads seeking those who remember Allah. When they find some people remembering Allah they call to one another and say, 'Come to what you are looking for;' and they surround them with their wings till the space between them and the lowest sky is fully covered. Allah, the Exalted and Glorious, asks them (although He is best informed about every thing): 'What are my slave saying?' They say: 'They are glorifying Your Tasbih, Tahmid, Takbir, Tamjid, (i.e., they were declaring Your Perfectness, praising, remembering the Greatness and Majesty of Allah).' He asks: 'Have they seen Me?' They reply, 'No, indeed, they have not seen You.' He asks: 'How would they act if they were to see Me?' Thereupon they reply: 'If they were to see You, they would engage more earnestly in worshipping and glorifying You and would extol You more.' He would say: 'What do they beg of Me?' They say, 'They beg You for Your Jannah.' Allah says, 'Have they seen My Jannah?' They say, 'No, our Rubb.' He says: 'How would they act if they were to see My Jannah?' They reply, 'Were they to see it, they would more intensely eager for it.' They (the angels) say, 'They seek Your Protection.' He asks, 'Against what do they seek My Protection?' They (the angels) say, 'Our Rubb, from the fire of Hell.' (He, the Rubb) says, 'Have they seen the fire of Hell?' They say, 'No. By Your Honour, they have not seen it.' He says: 'How would they act if they were to see My Fire?' They say: 'If they were to see it, they would more earnest in being away from it and fearing it. They beg of Your forgiveness.' He says: 'I call you to witness that I hereby grant pardon to them and confer upon them what they ask for; and grant them protection against what they seek protection from.' One of the angels says: 'Our Rubb, there is amongst them such and such slave who does not belong to the assembly of those who are participating in Your remembrance. He passed by them and sat down with them.' He says: 'I also grant him pardon because they are the people by virtue of whom their associates will not be unfortunate'."
[Al-Bukhari and Muslim].
7 notes · View notes
riyad-as-salihin · 1 month
Text
Riyad as-Salihin, The Book of the Remembrance of Allah, Book 15, Hadith 35
Chapter: The Excellence of the Remembrance of Allah
Sa'd bin Abu Waqqas (May Allah be pleased with him) reported:
The Messenger of Allah (ﷺ) and I went to see a woman. She had date- stones or pebbles in front of her, and she was counting and reciting Tasbih. ['Subhan-Allah' (Allah is free from imperfection)]. He said, "Shall I not inform you of what is easier or better than this for you?" You should say: 'Subhan-Allahi 'adada ma khalaqa fis-sama', wa subhan-Allahi 'adada ma khalaqa fil-ardi, wa subhan-Allahi 'adada ma baina dhalika, wa subhan-Allahi 'adada ma Huwa Khaliqun, wallahu Akbaru mithla dhalika, wal-hamdu lillahi mithla dhalika, wa la ilaha illallahu mithla dhalika, wa la hawla wa la quwwata illa billahi mithla dhalika (Subhan-Allah, equal to the number of what He created in the heaven; and Subhan-Allah, equal to the number of His creatures in the earth; and Subhan-Allah, equal to the number in between them; and Subhan-Allah equal to the number of those He will create).' Then say: 'Allahu Akbar' (Allah is Greatest) in the same way. Then say: 'Al-hamdu lillah' (praise be to Allah) in the same way. Then say: 'La ilaha illallah' (there is no true god except Allah) in the same way. Then say: 'La hawla wa la quwwata illa billah' (there is no change of a condition nor power except by Allah) in the same manner."
[At-Tirmidhi].
7 notes · View notes
riyad-as-salihin · 3 months
Text
Riyad as-Salihin, The Book of the Remembrance of Allah, Book 15, Hadith 25
Chapter: The Excellence of the Remembrance of Allah
Abu Dharr (May Allah be pleased with him) reported:
The Messenger of Allah (ﷺ) said, "Every morning charity is due from every joint bone of the body of every one of you. Every utterance of Allah's Glorification (i.e., Subhan-Allah) is an act of charity, and every utterance of praise of Him (i.e., Al-hamdu lillah) is an act of charity, and every utterance of profession of Faith (i.e., La ilaha illallah) is an act of charity, and every utterance of His Greatness (i.e., Allahu Akbar) is an act of charity; and enjoining good is an act of charity and forbidding what is disreputable is an act of charity; and two Rak'ah prayer which one offers in the forenoon (Ad- Duha) will suffice for all this."
[Muslim].
2 notes · View notes
sisterinblack · 7 months
Text
Tumblr media
Ringkasan dari kajian:
🖊️ 11 Tipe Suami (Syarah Hadist Ummu Zar’in).
👤 Ustadz DR. Firanda Andirja, MA.
🎬 https://youtu.be/ET3rDBTwewI
بسم الله الرحمن الرحيم
Hadits yang cukup panjang yang terdapat di HR. Al-Bukhari (no. 5189) di dalam kitab an-Nikaah dan HR. Muslim (no. 2448) ini berisi tentang 11 wanita yang menceritakan tentang kondisi suaminya masing-masing, yang didalamnya banyak terkandung pelajaran. Hadits Ummu Zar’in ini dimasukkan ke dalam kategori: “Pergaulilah mereka (istri) dengan cara yang ma’ruf.”
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَلَسَ إِحْدَى عَشْرَةَ امْرَأَةً فَتَعَاهَدْنَ وَتَعَاقَدْنَ أَنْ لاَ يَكْتُمْنَ مِنْ أَخْبَارِ أَزْوَاجِهِنَّ شَيْئًا
قَالَتِ الأُوْلَى زَوْجِي لَحْمُ جَمَلٍ غَثٍّ عَلَى رَأْسِ جَبَلٍ لاَ سَهْلَ فَيُرْتَقَى وَلاَ سَمِيْنَ فَيُنْتَقَلُ
قَالَتْ الثَانِيَةُ زَوْجِي لاَ أَبُثُّ خَبَرَهُ إِنِّي أَخَافُ أَنْ لاَ أَذَرَهُ إِنْ أَذْكُرْهُ أَذْكُرْ عُجَرَهُ وَبُجَرَهُ
قَالَتْ الثَّالِثَةُ زَوْجِي الْعَشَنَّقُ إِنْ أَنْطِقْ أُطَلَّقْ وَإِنْ أَسْكُتْ أُعَلَّقْ
قَالَتِ الرَّابِعَةُ زَوْجِي كَلَيْلِ تِهَامَةَ لاَ حَرَّ وَلاَ قَرَّ وَلاَ مَخَافَةَ وَلاَ سَآمَةَ
قَالَتِ الْخَامِسَةُ زَوْجِي إِنْ دَخَلَ فَهِدَ وَإِنْ خَرَجَ أَسِدَ وَلاَ يَسْأَلُ عَمَّا عَهِدَ
قَالَتِ السَّادِسَةُ زَوْجِي إِنْ أَكَلَ لَفَّ وَإِنْ شَرِبَ اشْتَفَّ وَإِنِ اضْطَجَعَ الْتَفَّ وَلاَ يُوْلِجُ الْكَفَّ لِيَعْلَمَ الْبَثَّ
قَالَتِ السَّابِعَةُ زَوْجِي غَيَايَاءُ أَوْ عَيَايَاءُ طَبَاقَاءُ كُلُّ دَاءٍ لَهُ دَاءٌ شَجَّكِ أَوْ فَلَّكِ أَوْ جَمَعَ كُلاًّ لَكِ
قَالَتِ الثَّامِنَةُ زَوْجِي الْمَسُّ مَسُّ أَرْنَبَ وَالرِّيْحُ رِيْحُ زَرْنَبَ
قَالَتِ التَّاسِعَةُ زَوْجِي رَفِيْعُ الْعِمَادِ طَوِيْلُ النِّجَادِ عَظِيْمُ الرَّمَادِ قَرِيْبُ الْبَيْتِ مِنَ النَادِ
قَالَتِ الْعَاشِرَةُ زَوْجِي مَالِكٌ وَمَا مَالِكٌ؟ مَاِلكُ خَيْر مِنْ ذَلِكَ لَهُ إِبِلٌ كَثِيْرَاتُ الْمَبَارِكِ قَلِيْلاَتُ الْمَسَارِحِ، وَإِذَا سَمِعْنَ صَوْتَ الْمُزْهِرِ أَيْقَنَّ أَنَهُنَّ هَوَالِكُ
قَالَتِ الْحَادِيَةَ عَشْرَةَ زَوْجِي أَبُوْ زَرْعٍ فَمَا أَبُوْ زَرْعٍ؟ أَنَاسَ مِنْ حُلِيٍّ أُذُنَيَّ وَمَلَأَ مِنْ شَحْمِ عَضُدَيَّ وَبَجَّحَنِي فَبَجَحْتُ إِلَى نَفْسِي. وَجَدَنِي فِي أَهْلِ غُنَيْمَةٍ بِشِقٍ فَجَعَلَنِي فِي أَهْلِ صَهِيْلٍ وَأَطِيْطٍ وَدَائِسٍ وَمَنَقٍ، فَعِنْدَهُ أَقُوْلُ فَلاَ أُقَبَّحُ وَأَرْقُدُ فَأَتَصَبَّحُ وَأَشْرَبُ فَأَتَقَنَّحُ.
أُمُّ أَبِي زَرْعٍ، فَمَا أُمُّ أَبِي زَرْعٍ ؟ عُكُوْمُهَا رِدَاحٌ وَبَيْتُهَا فَسَاحٌ .
ابْنُ أَبِي زَرْعٍ، فَمَا ابْنُ أَبِي زَرْعٍ؟ مَضْجَعُهُ كَمَسَلِّ شَطْبَةٍ وَيُشْبِعُهُ ذِرَاعُ الْجَفْرَةِ
بِنْتُ أَبِي زَرْعٍ، فَمَا بِنْتُ أَبِي زَرْعٍ؟ طُوْعُ أَبِيْهَا وَطُوْعُ أُمِّهَا وَمِلْءُ كِسَائِهَا وَغَيْظُ جَارَتِهَا
جَارِيَةُ أَبِي زَرْعٍ، فَمَا جَارِيَةُ أَبِي زَرْعٍ؟ لاَ تَبُثُّ حَدِيْثَنَا تَبْثِيْثًا وَلاَ تُنَقِّثُ مِيْرَتَنَا تَنْقِيْثًا وَلاَ تَمْلَأُ بَيْتَنَا تَعْشِيْشًا
قَالَتْ خَرَجَ أَبُو زَرْعٍ وَالأَوْطَابُ تُمَخَّضُ فَلَقِيَ امْرَأَةً مَعَهَا وَلَدَانِ لَهَا كَالْفَهْدَيْنِ يَلْعَبَانِ مِنْ تَحْتِ خِصْرِهَا بِرُمَّانَتَيْنِ فَطَلَّقَنِي وَنَكَحَهَا فَنَكَحْتُ بَعْدَهُ رَجُلاً سَرِيًا رَكِبَ شَرِيًّا وَأَخَذَ خَطِّيًّا وَأَرَاحَ عَلَيَّ نَعَمًا ثَرِيًا وَأَعْطَانِي مِنْ كُلِّ رَائِحَةٍ زَوْجًا وَقَالَ كُلِي أُمَّ زَرْعٍ وَمِيْرِي أَهْلَكِ قَالَتْ فَلَوْ جَمَعْتُ كُلَّ شَيْءٍ أَعْطَانِيْهِ مَا بَلَغَ أَصْغَرَ آنِيَةِ أَبِي زَرْعٍ
قَالَتْ عَائِشَةُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كُنْتُ لَكِ كَأِبي زَرْعٍ لِأُمِّ زَرْعٍ
Dahulu ada sebelas orang wanita berkumpul lalu mereka berjanji dan bersepakat untuk tidak menyembunyikan sedikitpun kabar tentang suami mereka.
Maka WANITA PERTAMA berkata, “Sesungguhnya suamiku adalah daging unta yang kurus yang berada di atas puncak gunung yang tanahnya berlumpur yang tidak mudah untuk didaki dan dagingnya juga tidak gemuk untuk diambili.”
Maksudnya wanita pertama ingin mengatakan bahwa suaminya sangat pelit, ketika sang wanita ingin meminta uang kepada suaminya ia harus bersusah payah dengan waktu yang cukup lama. Dan ketika suami akhirnya memberi uang tapi dengan jumlah yang tidak layak untuk diberikan kepada sang wanita.
Inilah contoh perbuatan buruk seorang suami karena berbuat baik kepada istri itu bernilai pahala, sebagaimana hadist Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ وَدِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Sekeping dinar yang engkau infakkan pada jihad fi sabilillah, sekeping dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak, sekeping dinar yang engkau sedekahkan kepada seorang miskin, dan sekeping dinar yang engkau infakkan kepada istrimu, maka yang paling besar pahalanya adalah sekeping dinar yang engkau infakkan kepada istrimu”. [HR Muslim No.995]
Karena berinfak kepada anak dan istri hukumnya adalah wajib. Sedangkan berinfak kepada yang lainnya seperti jihad, membebaskan budak & fakir miskin hukumnya sunnah.
Syaikh Utsaimin rahimahullah menyebutkan, “Dan Allah lebih mencintai amalan wajib daripada amalan sunnah.”
Jadi jangan sampai tatkala ia bersadaqah kepada fakir miskin merasa seakan-akan mendapatkan pahala besar, sedangkan tatkala ia bersadaqah; membiayai sekolah anak-anaknya, memberikan makan kepada istrinya, ia menganggap tidak mendapatkan pahala. Padahal sebaliknya seluruh uang yang ia keluarkan untuk biaya keluarganya pahalanya bernilai lebih besar disisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
WANITA YANG KEDUA berkata, “Suamiku... aku tidak akan menceritakan tentang kabarnya, karena jika aku kabarkan tentangnya aku khawatir aku (tidak mampu) meninggalkannya. Jika aku menyebutkan tentangnya maka aku akan menyebutkan urat-uratnya yang muncul di tubuhnya dan juga perutnya.”
Maksudnya wanita yang kedua menyelisihi kesepakatan diantara dirinya dengan 10 wanita lainnya karena takut jika ia menghibahi suaminya akan diketahui suaminya dan ia tidak siap untuk diceraikan. Akan tetapi sang wanita memberi isyarat bahwa aib suaminya baik yang nampak maupun tersembunyi sangatlah banyak.
Hal ini menunjukkan bahwa betapa banyak istri yang sangat sabar ketika mereka dizhalimi oleh suaminya. Mereka berfikiran panjang, bahkan sangat khawatir apabila bercerai.
Para ulama menyampaikan, “Bisa jadi dosa seorang suami yang tidak menunaikan hak istrinya lebih besar daripada dosa istri yang tidak menunaikan hak suaminya.”
Karena jika seorang istri tidak menunaikan hak suaminya, mudah bagi sang suami untuk menceraikan istrinya kemudian menikah lagi. Sebaliknya kalau ada seorang istri yang dizhalimi suaminya, sulit baginya untuk meminta cerai, karena ia memikirkan bagaimana anak-anaknya, siapa yang mau menikahinya lagi, & bagaimana masa depannya?.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sering mengingatkan dengan sabda-sabdanya agar umat Islam menghargai dan memuliakan kaum wanita. Di antara sabdanya:
اِسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita”. [HR. Muslim: 3729]
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda –tatkala haji wada’ mengingatkan para sahabatnya-
فَاتَّقُوْا اللهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانِ اللهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ
“Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian hak-hak) para wanita, karena kalian sesungguhnya telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah”. [HR. Muslim II/889 no 1218]
WANITA YANG KETIGA berkata, “Suamiku tinggi, jika aku berucap maka aku akan dicerai, dan jika aku diam maka aku akan tergantung.”
Para ulama khilaf mengenai maksud dari ‘suamiku tinggi’, ada yang mengatakan maksudnya adalah ‘suamiku bodoh’, akan tetapi yang paling tepat adalah ‘suamiku angkuh’ tidak mau mendengarkan pendapat/masukan istrinya. Jika sang istri memberikan pendapatnya maka suami berkeinginan menceraikan dirinya, jika sang istri diam saja maka statusnya terkatung-katung.
Laki-laki di zaman sekarang salah dalam menyikapi hadist Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang berbunyi,
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغلَبُ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ.
“Aku tidak pernah pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya paling bisa mengalahkan akal lelaki yang kokoh daripada salah seorang kalian (kaum wanita)”. [Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1462 dan Muslim No. 79]
Walaupun wanita itu kurang akal dan agamanya akan tetapi tidak dibenarkan tatkala seorang suami tidak mau mendengarkan pendapat/masukan dari istrinya. Terutama dalam masalah-masalah rumahtangga yang suami perlu melakukan musyawarah dengan istrinya. Bukankah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meminta pendapat Ummu Salamah radhiyallahu 'anha tentang orang-orang Islam, dan penolakan mereka terhadap perintah beliau..
Ummu Salamah lalu mendekati beliau sembari berkata, "Aku punya jalan keluar untukmu, wahai Nabi Allah. Apakah engkau menyukai hal itu..? Keluarlah dan jangan engkau berbicara sepatah kalimat pun kepada salah satu dari mereka hingga engkau menyembelih untamu lalu engkau panggil tukang cukurmu dan tukang cukur itu mencukur rambutmu".
Hikmahnya dari kisah tersebut bahkan Rasulullah-pun tidak sungkan ketika bermusyawarah dengan istrinya, Ummu Salamah radhiyallahu ’anha.
WANITA YANG KEEMPAT berkata, “Suamiku seperti malam di Tihamah, tidak panas dan tidak dingin, tidak ada ketakutan dan tidak ada rasa bosan.”
Maksudnya sang istri mengatakan sikap & cinta suaminya kepada dirinya biasa-biasa saja.
WANITA YANG KELIMA berkata, “Suamiku jika masuk rumah seperti macan dan jika keluar maka seperti singa dan tidak bertanya apa yang telah diperbuatnya (yang didapatinya).”
Para ulama khilaf mengenai maksud dari perkataan wanita yang kelima ini, ada ulama yang mengatakan maksudnya adalah wanita ini sedang mencela suaminya & ada yang mengatakan bahwa wanita ini sedang memuji suaminya.
« Mencela »
Jika suami menggauli istrinya tidak diawali dengan cumbu rayu. Dan jika suami keluar rumah ia lebih sangar lagi juga tidak pernah perduli dengan kebaikan bahkan keburukan yang terjadi di rumahnya.
« Memuji »
Suami nya gagah perkasa, kuat diranjang jika keluar rumah lebih gagah lagi dan tidak pernah bertanya-tanya ketika terjadi keburukan dirumahnya.
Hikmahnya dari suami yang tidak memperdulikan hal-hal kecil yang terjadi dirumahnya adalah ketentraman di rumahnya dan dijauhkan dari perceraian.
WANITA KEENAM berkata, “Suamiku jika makan maka banyak menunya dan tidak ada sisanya, jika minum maka tidak tersisa, jika berbaring maka tidur sendiri sambil berselimutan, dan tidak mengulurkan tangannya untuk mengetahui kondisiku yang sedih.”
Maksudnya istrinya mengatakan suaminya gemuk, tidak perhatian kepada istrinya dan juga tidak pernah menyentuh istrinya. Jika tidur maka ia memojok (menjauh) dengan selimutnya sendiri tidak satu selimut dengan istrinya. Sebagaimana suami memiliki syahwat, hendaknya seorang suami juga memperhatikan kebutuhan syahwat istrinya karena seorang istri lebih kuat menahan lapar daripada menahan tidak disentuh oleh suaminya.
WANITA YANG KETUJUH berkata, “Suamiku bodoh yang tidak pandai berjima’, semua penyakit (aib) dia miliki, dia melukai kepalamu, melukai badanmu, atau mengumpulkan seluruhnya untukmu.”
Maksudnya yaitu wanita yang ketujuh ingin menjelaskan bahwa suaminya bodoh tidak pandai dan tidak kuat berjima’, ditambah lagi akhlaknya yang buruk.
WANITA YANG KEDELAPAN berkata, “Suamiku sentuhannya seperti sentuhan kelinci dan baunya seperti bau zarnab (tumbuhan yang baunya harum).”
Maksudnya yaitu bahwa suaminya lembut, berakhlak baik, bersihan, dan berbicara dengan pembicaraan yang baik sehingga orang-orang memujinya. Dirumah suaminya mengalah kepada istrinya dalam rangka mengambil hati istrinya.
Faedahnya hendaknya suami berhias untuk istrinya sebagaimana istrinya berhias untuk suaminya. Jangan sampai suami menuntut istrinya untuk berpakaian rapi, wangi dan langsing tapi dirinya sendiri tidak memperhatikan kondisi tubuhnya sendiri.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat memperhatikan penampilan dirinya didepan istrinya, diantaranya ketika Rasulullah masuk kedalam rumah.
رَوَى شُرَيْحٌ بْنُ هَانِئِ قَالَ : سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا بِأَيِّ شَيِءٍ يَبْدَأُ النَّبِيُّ إِذَا دَخَلَ بَيِتَهُ ؟ قَالَتْ : بِالسِّوَاكِ (رواه مسلم)
Telah meriwayatkan Syuraih bin Hani, beliau berkata: “Aku bertanya kepada ‘Aisyah: “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika dia memasuki rumahnya?” Beliau menjawab: “Bersiwak”. [Hadits riwayat Muslim, Irwaul Ghalil no 72]
WANITA YANG KESEMBILAN berkata, “Suamiku tinggi tiang rumahnya, panjang sarung pedangnya, banyak abunya, dan rumahnya dekat dengan bangsal (tempat pertemuan).”
Maksudnya yaitu suaminya memiliki rumah yang luas yang menunjukan akan mulianya dan tinggi martabatnya di masyarakat. Ia adalah orang yang tinggi karena barang siapa yang sarung pedangnya panjang maka menunjukan ia adalah orang yang tinggi, juga pemberani. Suaminya juga suka menjamu tamu hingga api tungkunya selalu menyala setiap saat menanti tamu yang datang, yang hal ini mengakibatkan banyaknya abu bekas bakaran api. Dan rumahnya dekat dengan tempat pertemuan, maksudnya ia adalah orang yang dimuliakan oleh masyarakat sehingga masyarakat sering berkumpul di rumahnya, atau maknanya yaitu ia membangun rumahnya dekat dengan tempat perkumpulan masyarakat agar mereka mudah untuk mampir dirumahnya untuk ia jamu.
WANITA YANG KESEPULUH berkata, “Suamiku (namanya) adalah Malik, dan siapakah gerangan si Malik?, Malik adalah lebih baik dari pujian yang disebutkan tentangnya. Ia memiliki onta yang banyak kandangnya dan sedikit tempat gembalanya, dan jika onta-onta tersebut mendengar tukang penyala api maka onta-onta tersebut yakin bahwa mereka akan binasa.”
Maksudnya yaitu orang lain mengenal suaminya sebagai orang baik akan tetapi sikap suaminya itu lebih baik lagi kepada istrinya. Kemudian suaminya senang memberi orang lain makan dan bersedekah kepada fakir miskin.
WANITA YANG KESEBELAS berkata, “Suamiku adalah Abu Zar’. Siapa gerangan Abu Zar’?, dialah yang telah memberatkan telingaku dengan perhiasan dan telah memenuhi lemak di lengan atas tanganku dan menyenangkan aku maka akupun gembira.”
Maksudnya yaitu suaminya Abu Zar’ memberikannya perhiasan yang banyak dan memperhatikan dirinya serta menjadikan tubuhnya padat (montok). Karena jika lengan atasnya padat maka tandanya tubuhnya semuanya padat. Hal ini menjadikannya gembira.
“Ia mendapatiku pada peternak kambing-kambing kecil dengan kehidupan yang sulit, lalu iapun menjadikan aku di tempat para pemiliki kuda dan onta, penghalus makanan dan suara-suara hewan ternak. Di sisinya aku berbicara dan aku tidak dijelek-jelekan, aku tidur di pagi hari, aku minum hingga aku puas dan tidak pingin minum lagi”.
Maksudnya yaitu Abu Zar’ mendapatinya dari keluarga yang menggembalakan kambing-kambing kecil yang menunjukan keluarga tersebut kurang mampu dan menjalani hidup dengan susah payah. Lalu Abu Zar’ memindahkannya ke kehidupan keluarga yang mewah yang makanan mereka adalah makanan pilihan yang dihaluskan. Mereka memiliki kuda-kuda dan onta-onta serta hewan-hewan ternak lainnya.
Jika ia berbicara dihadapan suaminya maka suaminya Abu Zar’ tidak pernah membantahnya dan tidak pernah menghinakan atau menjelekannya karena mulianya suaminya tersebut dan sayangnya pada dirinya. Ia tidur dipagi hari dan tidak dibangunkan karena sudah ada pembantu yang mengurus urusan rumah. Ia minum hingga puas sekali dan tidak ingin minum lagi yaitu suaminya telah memberikannya berbagai model minuman seperti susu, jus anggur, dan yang lainnya.
“Ibu Abu Zar’. Siapakah gerangan Ibu Abu Zar’?, yang mengumpulkan perabotan rumah, dan memiliki rumah yang luas”.
Ibu suaminya adalah wanita yang kaya raya yang memiliki banyak perabot rumah tangga didukung dengan rumahnya yang besar dan luas. Hal ini menunjukan bahwa sang ibu adalah orang yang sangat baik yang selalu memuliakan tamu-tamunya.
“Putra Abu Zar’, siapakah gerangan dia?, tempat tidurnya adalah pedang yang terhunus keluar dari sarungnya, ia sudah kenyang jika memakan lengan anak kambing betina”.
Maksudnya bahwa putra suaminya adalah anak yang gagah dan tampan serta pemberani, tidak gemuk karena sedikit makannya, tidak kaku dan lembut, namun sering membawa alat perang dan gagah tatkala berperang.
“Putri Abu Zar’, siapakah gerangan dia?, taat kepada ayahnya dan ibunya, tubuhnya segar montok, membuat madunya marah kepadanya”.
Maksudnya yaitu ia adalah seorang putri yang berbakti kepada kedua orang tuanya sehingga menjadikannya adalah buah hati kedua orangtuanya. Ia seorang putri yang cantik dan disenangi suaminya hingga menjadikan istri suaminya yang lain cemburu dan marah kepadanya karena kecantikannya tersebut.
“Budak wanita Abu Zar’, siapakah gerangan dia?, ia menyembunyikan rahasia-rahasia kami dan tidak menyebarkannya, tidak merusak makanan yang kami datangkan dan tidak membawa lari makanan tersebut, serta tidak mengumpulkan kotoran di rumah kami”.
Maksudnya budak wanita tersebut adalah orang yang terpercaya bisa menjaga rahasia dan amanah. Seluruh kejadian atau pembicaraan yang terjadi di dalam rumah tidak tersebar keluar rumah. Ia sangat jauh dari sifat khianat dan sifat mencuri. Dia juga pandai menjaga diri sehingga jauh dari tuduhan tuduhan sehingga ia tidak membawa kotoran (tuduhan-tuduhan jelek) dalam rumah kami.
Demikianlah sang wanita menceritakan kebaikan-kebaikan yang ia dapatkan di rumah suaminya, yang hal ini menunjukan betapa besar cintanya dan sayangnya ia pada suaminya, hatinya telah tertawan oleh suaminya. Bahkan dalam riwayat yang lain ia juga menyebutkan tentang tamu Abu Zar’, harta Abu Zar’, dan para tukang masak Abu Zar’, bahkan sampai-sampai ia menceritakan tentang anjingnya Abu Zar’. [Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Fath IX/272]
« Ummu Zar’ bercerita tentang perpisahannya dengan Abu Zar’ »
“Keluarlah Abu Zar’ pada saat tempat-tempat dituangkannya susu sedang digoyang-goyang agar keluar sari susunya, maka iapun bertemu dengan seorang wanita bersama dua orang anaknya seperti dua ekor macan. Mereka berdua sedang bermain di dekatnya dengan dua buah delima. Maka iapun lalu menceraikanku dan menikahi wanita tersebut”.
Maksudnya Abu Zar’ suatu saat keluar di pagi hari pada waktu para pembantu dan para budak sedang sibuk bekerja dan diantara mereka ada yang sedang menggoyang-goyangkan (mengocok-ngocok) susu agar keluar sari susu tersebut. Kemudian ia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki dua orang anak yang menunjukan bahwa wanita tersebut adalah wanita yang subur. Hal ini merupakan sebab tertariknya Abu Zar’ untuk menikahi wanita tersebut, karena orang Arab senang dengan wanita yang subur untuk memperbanyak keturunan. Dan sang wanita memiliki dua anak yang masih kecil-kecil yang menunjukan bahwa wanita tersebut masih muda belia. Akhirnya Abu Zar’pun menikahi wanita tersebut dan mencerai Ummu Zar’
“Setelah itu akupun menikahi seoerang pria yang terkemuka yang menunggang kuda pilihan balap. Ia mengambil tombak khotthi lalu membawa tombak tersebut untuk berperang dan membawa gonimah berupa onta yang banyak sekali. Ia memberiku sepasang hewan dari hewan-hewan yang disembelih dan berkata, “Makanlah wahai Ummu Zar’ dan berkunjunglah ke keluargamu dengan membawa makanan”.
Kalau seandainya aku mengumpulkan semua yang diberikan olehnya maka tidak akan mencapai belanga terkecil Abu Zar’.”
Yaitu Ummu Zar’ setelah itu menikahi seorang pria yang gagah perkasa yang sangat baik kepadanya hingga memberikannya makanan yang banyak, demikian juga pemberian-pemberian yang lain, bahkan ia memerintahkannya untuk membawa pemberian-pemberian tersebut kepada keluarga Ummu Zar’. Namun meskipun demikian Ummu Zar’ kurang merasa bahagia dan selalu ingat kepada Abu Zar’.
Yang membedakan antara Abu Zar’ dan suaminya yang kedua adalah Abu Zar’ selalu berusaha mengambil hati istrinya, ia tidak hanya memenuhi kebutuhan istrinya akan tetapi kelembutannya dan kasih sayangnyalah yang telah memikat hati istrtinya. Ditambah lagi Abu Zar’ adalah suami pertama dari sang wanita, hal ini sebagaimana perkataan seorang penyair,
نَقِّلْ فُؤَادَكَ حَيْثُ شِئْتَ مِنَ الْهَوَى
فَماَ الْحُبُّ إِلاَّ لِلْحَبِيْبِ الْأَوَّلِ
وَكَمْ مَنْزِلٍ فِي الْأَرْضِ يَأْلَفُهُ الْفَتَى
وَحَنِيْنُهُ أبَدًا لِأَوَّلِ مَنْزِلِ
Pindahkanlah hatimu kepada siapa saja yang engkau mau.
Namun kecintaan (sejati) hanyalah untuk kekasih yang pertama.
Betapa banyak tempat di bumi yang sudah biasa ditinggali seorang pemuda.
Namun selamanya kerinduannya selalu kepada tempat yang pertama ia tinggali.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk menikahi para wanita yang perawan karena wanita perawan akan lebih cinta kepada suaminya, karena suaminyalah yang pertama kali mengenalkannya makna cinta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Aisyah,
كُنْتُ لَكِ كَأَبِي زَرْعٍ لِأُمِّ زَرْعٍ إِلاَّ أَنَّ أَبَا زَرْعٍ طَلَّقَ وَأَنَا لاَ أُطَلِّقُ
“Aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’ hanya saja Abu Zar’ mencerai dan aku tidak mencerai” [HR At-Thobroni dalam Al-Mu’jam Al-Kabir XXIII/173 no 270]
والله تعالى أعلم
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
📝 Ima Bintu Ali
1 note · View note