Tumgik
#sertamulia
sandiwarapikiran · 2 years
Text
Bicara (Bodoh) Dengan Para Budak Cinta : Kenapa Pada Dasarnya Beberapa Organisasi Melarang Adanya Pacaran Antar Pengurus
Prolog "Dari dulu, gue selalu terdoktrin dengan kata-kata larangan berpacaran antar pengurus di organisasi yang sama. Gue tanya kenapa? Jawabannya pun variatif. Ada yang bilang menghindari kecemburuan sosial, ada yang bilang sudah menjadi tradisi turun temurun, ada yang bilang pernah ada kejadian yang kurang mengenakkan dan menyebabkan banyak masalah bagi organisasi tersebut, dan masih banyak alasan lainnya. Hari ini saya menyampaikan sebuah opini pribadi kenapa pada akhirnya banyak laranganan mengenai pacaran dalam satu organisasi yang sama"
-
Organisasi mahasiswa seringkali disepakati bersama sebagai tempat untuk berproses, adanya proses yang baik dalam berorganisasi lantas ditandai dengan profesionalitas kepengurusan di dalamnya. Profesionalitas kerja pengurus yang bentuknya beragam ini pada akhirnya sedikit demi sedikit tergerus dengan ego dan perasaan. Ada yang capek, lantas memilih pergi meninggalkan seluruh amanah yang dititipkan kepadanya, ada yang melanggar peraturan yang bahkan sudah disepakati bersama, tak sedikit bahkan mereka-mereka yang dikatakannya sebagai petinggi organisasi mahasiswa yang membuat peraturan tersebut yang justru melanggarnya. Lucu memang dengan banyak hal unik di lingkungan berorganisasi sebagai mahasiswa.
Kenapa banyak organisasi mahasiswa melarang adanya pacaran antar pengurus di organisasi tersebut? Beberapa orang lantas menanyakan dan mempermasalahkan "Bukankah sudah menjadi rahasia umum? Apa salahnya? Malah bisa saling support bukan?". Peluang tersebut memang ada, tapi sayangnya, hingga saya mengangkat tulisan ini dan menemukan pada fakta lapangan bahwa lebih banyak orang-orang yang lantas buta karena cinta dibanding menjunjung profesionalitas dalam menjalankan perannya. Tapi bukan peluang ada atau tidaknya orang yang tetap menjunjung profesionalitasnya, melainkan ada hal yang perlu disorot bahwa perihal asmara sebaik-baiknya, seyogya-yogyanya dan sebijak-bijaknya dipertimbangkan kembali dengan matang, kawan.
Kita kembali ke sebuah statement umum di ranah bersama bahwa seluruh manusia tidak bisa mengendalikan perasaannya terhadap siapapun bahkan perasaan suka dan sayang kepada lawan jenisnya. Mencintai dan menyukai seseorang pikirku merupakan suatu hal yang sangat logis dan masuk akal. Namun, lagi-lagi kita dihadapkan dengan sebuah ego, mengedepankan perasaankah atau profesionalitas dalam menjalankan amanah? Mencintai dan menyukai seseorang adalah wajar, namun tindakan setelahnya yaitu memutuskan berpacaran dalam satu organisasi yang sama sungguh akan berdampak buruk. Ya, mungkin tidak buruk bagi yang berpacaran, namun buruk bagi orang-orang lain yang merasakannya.
Menjaga
Satu kata yang menjadi pokok dalam semua alasan adanya larangan berpacaran ini. Perihal menjaga. Menjaga apa? Pertama, menjaga marwah diri sendiri dan juga organisasi mahasiswa. Mungkin, iya, kamu merasa terjaga dengan adanya pasanganmu yang selalu ada di sampingmu, menemani setiap rapat, berangkat-pulang rapat atau kumpul organisasi bareng dsbnya. Namun, organisasi bukanlah ruang individu, melainkan ruang bersama, di dalamnya terdapat kesepakatan-kesepakatan yang sudah disepakati bersama. Terlebih beberapa kali ditemukannya orang-orang yang berpacaran dengan mesra padahal ada banyak orang dalam ruang itu yang kemudian merasa risih terhadapnya. Ada yang rapat membahas permasalahan sesuatu, lantas jika kemudian salah satunya dipermasalahkan, mereka-mereka yang berpacaran dihadapkan pada 2 pilihan apakah hendak membela pasangannya atau menjaga respect rekan-rekannya. Kedua, menjaga perasaan banyak orang. "Ya kalau begitu semua pacaran saja, beres". Oh, tidak semudah itu ferguso. Kita dapat kembali ke paragraf sebelumnya yang disana disepakati bahwa memiliki perasaan ialah suatu hal yang wajar dan tidak dipermasalahkan. Melainkan menjaga perasaan banyak orang di dalamnya yang nantinya akan berdampak banyak. Ada banyak orang yang sejauh ini menahan diri untuk menyatakan perasaannya kepada sesama pengurus-pengurus lainnya karena menghormati peraturan yang ada, respect terbesarku untuk kalian atas sikap baik kalian. Namun ada juga yang memilih masa bodoh dan bahkan mengumbar-umbarnya di publik pengurus lainnya. Menjaga perasaan banyak orang dari kecemburuan sosial tentu perlu dan penting. Ketiga, adanya perlakuan istimewa jika dihadapkan dalam sebuah problematik, entah dengan adanya keberpihakan kepada pasangan jika dihadapkan dengan masalah organisasi meskipun sudah menyatakan tidak adanya keberpihakan, padahal terlihat jelas adanya keberpihakan dalam menyelesaikan problematik ini. Ada juga yang diistimewakan dalam menjalankan amanahnya untuk membackupnya dan membiarkan pasangannya dengan urusan pribadi, sementara tidak membantu yang lainnya. Sungguh menjadi perilaku yang parasit tentunya. Menjaga banyak praduga publik terhadap organisasi, dan masih banyak lainnya.
"Untuk apa kita memikirkan orang lain padahal itu urusan personal diri kita? Kok situ yang repot?"
Pada intinya, memiliki perasaan suka, bahkan cinta kepada sesama pengurus lainnya adalah perasaan-perasaan yang wajar, namun, ada baiknya untuk tidak melangkah lebih jauh selagi masih dinyatakan aktif beramanah. Ada mereka-mereka yang berusaha saling menghormati peraturan yang ada untuk tidak melangkah lebih jauh selama masih aktif. Jika pada akhirnya memang tidak bisa untuk melakukan itu dan tetap memutuskan untuk berpacaran, setidaknya tidak menunjukannya dalam ranah-ranah publik bahkan di sosial media sekalipun, sungguh. Jadikan pacaran kalian mungkin sebagai gerakan underground, pastikan juga setidaknya tidak menjadi permasalahan dan beban bagi yang lainnya. Silakan saling menghormati, dan menghargai. Bukan berarti dalam hal ini lantas ikut campur lebih dalam pada urusan-urusan personal, namun kita berbicara mengenai efek dan dampak di dalamnya dan bagi lingkungannya. Wallahu 'alam.
*Menjadi bagian dari opini pribadi, suka tidak suka silakan, memang susah nampaknya bicara kata dengan mereka-mereka yang sudah bebal hatinya
54 notes · View notes
konstantaold · 2 months
Text
Sertamulia, panjang umurnya sehat sentosa ❤️
0 notes
glimpsewords · 3 years
Text
Tumblr media
Maret kembali menyapa, pertanda diri harus makin dewasa.
-Fiersa Besari
Bertemu lagi dengan bulan Maret, bulan kelahiran. Di mana semua harap diaminkan oleh banyak orang. Yang lebih banyak dari biasanya. Sempat terlintas di pikiran untuk melupa. Karena semakin bertambahnya usia, semakin banjir pula akan pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi isi kepala. Namun suatu ketika, seperti ada mantra yang mengetuk mata. Yang mengharuskan mata ini dibuka selebar-lebarnya. Bukan hanya sepasang mata yang ada di wajah, pun mata yang ada di dalam hati dan jiwa.
Ada pesan yang tersemat di sana. “Bukan begitu caranya”, katanya. Semakin bertambahnya usia, memang semuanya pun bertambah. Bertambah rasa syukur, bertambah rasa kerendahan hati, bertambah rasa sabar dan ikhlas, dan masih banyak bertambah-bertambah lainnya yang harus ditambah.
Semoga selalu dipanjangkan dalam segala hal, baik menerima maupun memberi. Semoga selalu dipanjangkan rasa kuat dalam menjalani kehidupan yang kian hari kian mengharuskan untuk belajar. Belajar melangkah lagi, berlari lagi, bergerak lagi, berjuang lagi, hingga pada akhirnya punya keberanian untuk terbang. Terbang setinggi-tingginya. Tanpa ada ketakutan di dalamnya. ✨✨
5 notes · View notes
minebecomeyours · 3 years
Text
serta mulia - sal priadi
sedang sayang-sayangnya dg lagu ini. cukup 2x putar, liriknya sudah terngiang dikepala. lagunya aneh, tapi kok malah bagus ya?
di awali dg teman yg mengirim link music video dari youtube. “tidak mau berbahagia sendiri” katanya. ah, memang lagunya membuat senyum-senyum. sal priadi berhasil membuat lirik sederhana namun penuh makna. 
ketika masa kanak, serta mulia sering di nyanyikan di iringi dengan tepukan tangan anak kecil yg hadir, namun semakin beranjak dewasa sudah tergantikan dengan nyanyian selamat ulang tahun versi bahasa luar. meskipun nadanya sama, tapi rasanya pasti berbeda. 
ketika dewasa, moment ulangtahun menjadi hal biasa saja. mungkin manusia ketika bertambah umur sudah tidak hanya memikirkan bagaimana merayakan ulangtahunnya, namun lebih berfikir akan berbuat apa kedepan untuk hidupnya yg begini-begini saja.
hari ulangtahun adalah titik balik untuk melangkan menuju masa depan yg lebih baik. “ semoga makin ini semoga makin itu” katanya. 
namun, harapan baik tetap di aamiinkan.
“penuh senang kan ya jalani ini bersamaku, meski sering kelakuanku, keras kepalaku ganggu. serta mulia, panjang umurnya, damai sentosa kita bersama. sekarang dan milyar- milyar, juta-juta ratus tahun lagi ulangi tahun yang penuh bahagia bersamaku”
fu fu fu fu ~
- ditulis 24 feb 21-
archive aja dulu ya
1 note · View note
abangidos · 4 years
Photo
Tumblr media
Dince bday . . #tetepsehat #panjangumur #sertamulia #tiuplilinnya #tetepjagajarak #makanenak #sebelumnyepi #keluarga (at Thai Spice Bali) https://www.instagram.com/p/B9z5yDVADSFooOcK9T9cv9Pptzt5slCUY0tq_U0/?igshid=1w96rshvd1kmt
0 notes
cttnsdrhn · 4 years
Text
Tumblr media
Self Reminder.
Sekarang ini 2020 zaman dimana banyak orang ingin berbagi, berbagi kebahagiaan,kesedihan,pencapaian2 dan lain2 di media sosial bahkan berbagi sesuatu yang mestinya perlu menjadi privasi dimasing2 orang.hmm
Sometimes. Pernah ngga membandingkan pencapaian diri dg apa yang ada di media sosial.dan seolah2 menjadi tidak mau kalah. Sepertinya saya dulu pernah. Sisi positifnya sih guna memacu kita untuk menjadi lebih baik lagi jika memang kontennya baik. Hanya kadang2 itu justru membuat tidak bahagia?!, dan juga membuat hidup jadi tidak sehat?!. Apa apa yang ada di media sosial kadang juga belum tentu sinkron dengan apa yang ada dikehidupan nyata bukan. Jadi selow aja,jalani sewajarnya. Media sosial itu tempatnya beranekaragam type manusia dan bermacam2 latarbelakang. so perlu untuk selektif, berpikiran terbuka dn hati yg jembar pada segalanya biar hidup menjadi tentram damai sentosa panjang umur sertamulia 😄🔥
#catatansederhana
#zamannow
#selfreminder
#malamselasa
#24082020
🍃🍃🍃
0 notes
sandiwarapikiran · 2 years
Text
Mungkin, Pada Dasarnya, Semua Orang Itu Baik, Tapi Tidak Semua Orang Suka Kebaikan
Pikirku demikian. Bahwa semua manusia itu pada dasarnya baik, sekalipun bahkan dikatakan kepadanya bahwa ia adalah makhluk yang hina dina. Meskipun semesta menyatakan bahwa ia jahat, buruk dan lain sebagainya. Sekalipun dunia membenci, bisa saja tanpa kita sadari dan ketahui ada segelintir orang yang kemudian melihatnya sebagai pribadi yang baik pekertinya. Entah dari sisi mana pada akhirnya kebaikan itu timbul menyeruak. Dunia mungkin boleh untuk tidak menyukainya, namun Allah SWT selalu memiliki ruang bagi hamba-hambanya atas seluruh hal-hal baik sekecil apapun itu. Sekalipun bahwa mungkin sisi baiknya ada pada menjalankan aktivitas rutin memberikan makan bagi kucing di pinggir jalan. Sungguh, kebaikan tiap-tiap orang tentu akan berbeda kawan. Standarisasi kebaikan itu luas, global dan universal adanya. Sekalipun penjahat? tukang tipu? pembohong? iya, sungguh tentu hal tersebut tidak dibenarkan adanya, namun, yang menjadi sorotan dalam tulisan ini adalah bagaimana pada akhirnya seluruh manusia memiliki sisi baik dalam dirinya. Walau sedikit, bagai sebuah titik putih diantara pekatnya hitam. Dimana kemudian ego merenggutnya, menjadi buruk, walau hanya setitik, namun rusak, walau hanya sedikit atas seluruh tipu muslihat dunia.
Menjadi baik adalah keharusan. Tapi, tidak semua orang suka dengan kebaikan yang kamu lakukan, kawan. Ada yang menganggap kebaikanmu sebagai suatu hal yang terkesan sepele. Ya, atau mungkin merasa bahwa kebaikan yang dilakukannya lebih baik daripada apa yang kita lakukan. Namun, tidak masalah. Jujur, tidak masalah sekalipun anggapan orang seperti apa mengenai perilakumu itu. Pikirku tetaplah senantiasa berbuat baik bagi semua,bagaimanapun dan apapun kondisinya. Susah, senang, kecewa, marah dan atau hal-hal lainnya. Pikirku tetaplah demikian. Berbuat baik. Senantiasa berprasangka baik, akan selalu menjadi cukup dalam perihal hal-hal baik. Prasangka baik ini kemudian membentuk "Kamu". Merangkum sikap, sifat, tabiat serta perangainya dirimu. Merakit rupa baik buruknya dirimu sebagai menuju seorang hamba yang baik orientasinya.
"Tapi kita manusia, kawan. Makhluk yang bahkan tidak sesempurna itu untuk berlaku baik bagi semua orang. Jika begitu, kenapa pada akhirny ada orang-orang yang berlaku jahat di muka bumi ini?". Sanggahmu.
Ya, manusia memang begitu adanya bukan? Tugas sebagai manusia bukanlah membuat orang lain merasa dan melihat kamu baik, tapi tugas sebagai manusia ialah senantiasa berbuat baik. Entah kemudian perspektif orang terhadap kebaikanmu bagaimana. Jika pada dasarnya kebaikan dilakukan atas dasar mengharapkan penghambaan dari orang lain atas kebaikanmu atau mengharapkan timbal balik di dalam kebaikannya, maka akan sia-sia. Menjadi sebuah pertanyaan besar kemudian, bahwa "Sudahkah kita ikhlas dalam berbuat baik?"
Mari kita perbaiki paradigma tersebut, berbuat baik lah tanpa syarat apapun. Percayalah bahwa Allah memberikan kapasitas bagi manusia untuk berlaku sesuai maunya, entah berbuat jahat sekalipun. Menggunakan akal pikir seutuhnya atas kuasa diri dan menentukan arah garis takdir. Kemudian atas seluruh daya jelajah pikir sebagai manusia, hal ini menjadi sebuah ujian, apakah kita termasuk ke dalam golongan-golongan yang baik tersebut atau sebaliknya?. Pantaskah pada akhirnya sebagai manusia, kita patut menjadi manusia atas segala nikmat yang telah diberikan.
Pada akhirnya, bukan kesempurnaan akan kebaikan lah yang kita perjuangkan. Namun, mempertahankan nilai-nilai kebaikan menjadi sebuah kebermanfaatan luas yang seharusnya diperjuangkan. Agar kemudian kebaikan ini bertebaran dimana-mana. Agar kemudian umat bukan hanya menjadi buih dalam luasnya lautan.
Tidak apa-apa, terkesan rumit. Toh hidup menjadi ruang belajar bukan? Jadi manfaatkan ruang belajar tersebut untuk menjadi hambanya yang baik. Perlahan, belajar untuk baik dan menjadi baik. Belajar baik menjadi manusia, menjadi hamba. Menjadi baik yang taat, yang bersama-sama, dan kebaikan yang disuarakan dan disemarakan bersama.
3 notes · View notes
sandiwarapikiran · 2 years
Text
Nasehat Diri : Polemik Problematika Program Kerja Organisasi, Asumsi Humanis, dan Komunikasi (Hablumminallah)
Organisasi mahasiswa seringkali identik dengan berbagai kegiatan program kerja yang dilaksanakan sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Pada perkembangannya, keberjalanan program kerja menjadi salah satu faktor tercapainya eksistensi dan elektabilitas lembaga di ranah publik. Keberjalanan program kerja seringkali dinilai sebagai bentuk huru-hara formalitas belaka tanpa memperhatikan substansi dan urgensi yang dibawa dalam melaksanakan program kerja kegiatan tersebut. Berkaca dari hal tersebut, dalam keberjalanannya tentu hal ini memiliki proses yang tidak sebentar, jalannya panjang, penuh lika-liku dan terkadang terjal.
Seringkali dalam proses tersebut ditemukan banyaknya problematika mulai dari perkara administratif, birokrasi, bahkan lebih kompleks lagi yaitu permasalahan teknis dan juga pendanaan. Kegiatan event program kerja mahasiswa ini seringkali kita analogikan sebagai bentuk kreatifitas panitia pelaksana dalam mengkonsep kegiatan tersebut sedemikian rupa, menjadi ajang bagi panitia pelaksana untuk menuangkan seluruh ide-ide liar yang ada dalam setiap isi kepalanya. Pada bagian ini, tentu kita sepakati bersama bahwa hal ini yang kemudian dinamakan sebagai proses. Proses dalam membentuk kerangka berpikir sehingga menciptakan sajian kegiatan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. Jika kita mundur sedikit ke bagian problematik tadi, ditemukan berbagai macam permasalahan yang ada seperti contoh yang telah disebutkan. Tapi ada satu kesalahan sederhana yang setelah dipikir-pikir bagi saya pribadi hal ini malah menjadi suatu hal yang fatal. Lantas apakah itu?
Perlu disepakati dahulu, bahwa dengan besarnya agenda, megahnya kegiatan, bahkan entah seramai dan semarak apa event itu, seluruh panitia pelaksana memiliki hasrat kehendak untuk menghadirkan kegiatan yang sesuai dan diinginkan oleh khalayak. Menjadi ajang pembuktian bagaimana terdapat sebuah titik lemah dalam melaksanakan program kerja organisasi menjadi sebuah kecemasan sosial. Perasaan cemas, gelisah dan bahkan takut jika kegiatan tersebut dirasa kurang sesuai dan bahkan tidak memuaskan. Reaksi sosial ini menjadi sebuah ketakutan sendiri tentu bagi internal kepanitiaan. Menggarisbawahi sebuah pernyataan bahwa "Sudahkah kita berusaha dan mengusahakan kegiatan program kerja ini semaksimal kemampuan yang dipunya?". Simpelnya, pertanyaan ini memiliki dua jawaban pada umumnya. Ada yang melihat ini kemudian sebagai bentuk evaluasi, ada juga yang melihat hal ini sebagai suatu hal yang kontradiktif, bahkan terlontar balik sebuah pernyataan bahwa panitia sudah berusaha dengan sepenuh tenaga. Reaksi sosial ini menjadi sebuah pemenuhan ekspektasi publik tersendiri terhadap kondisi teknis yang terjadi nantinya, dan tentu akan berdampak kurang menyenangkan jika dirasa banyak hal yang tidak terfasilitasi dengan baik.
Pada titik problematik tersebut, disaat ditemuinya sebuah permasalahan yang ada, seringkali terdapat judgement bahwa ini kesalahan birokrasi, kesalahan petinggi, pejabat kampus, kesalahan panitia yang dirasa kurang becus dalam melaksanakan tugasnya dan banyak kesalahan-kesalahan yang kemudian malah saling menyalahkan. Ya meskipun kita sepakat juga bahwa bisa jadi memang terdapat kesalahan dan kekeliuran yang seringkali disebut "human error". Namun, bukan permasalahan judgement human error ini yang kemudian dipermasalahkan. Yaitu ialah perihal komunikasi. "Lho kok komunikasi? aku dan staffku dekat kok. Aku dan SC ku dekat kok, dan sejenisnya". Mungkin kamu lupa sebuah formula sakti yang tentu akan sangat berguna dalam memperlancar kegiatanmu bahkan seluruh aktivitas hidup harianmu.
Pada titik evaluasi ini, perlu adanya sebuah renungan bahwa sudahkah kita menjadi seorang hamba yang baik? sudahkah memang kemudian kita melaksanakan agenda ini atas dasar perlindungan-Nya dan ikhlas atas segala bentuk usaha dan ikhtiarnya? Sudahkah kita menjadikan goals kegiatan bukanlah sebagai pencapaian sosial saja namun juga dari sisi spiritualnya? Sudahkah kita sadari bahwa seringkali kita acuh dengan suara adzan dan memilih untuk meneruskan rapat? Sudahkah kita sadari bahwa mungkin kita lebih terlena dengan timeline to do list yang harus diselesaikan segera mungkin dan malah menunda ibadah yang akhirnya malah dilewatkan dan dilupakan.
Seharusnya kita sadar, bahwa seburuk-buruknya masalah yang ada, Allah selalu punya jawabannya, Allah selalu punya rencananya. Bahkan sekalipun ditemukan banyaknya problematika di dalamnya, Allah selalu punya rencana yang lebih baik daripada rencana kita sebagai seorang hamba.
Sebaik-baiknya rencana kita, lebih baik rencana Allah yang mengaturnya. Jika usaha sudah maksimal secara segi duniawi, maka libatkan Allah dalam setiap keputusan yang diambil, dalam setiap langkah yang diambil, mohon petunjuk agar dimudahkan dan dilancarkan jalannya. Maka libatkan Allah sekalipun terkesan bahwa kita hanya butuh Allah di satu waktu tertentu, tapi percayalah, melibatkan Allah dalam sebuah keberjalanan yang sudah direncanakan sedemikan rupa oleh manusia akan semakin baik rencana yang di dalamnya melibatkan Allah.
Ini menjadi evaluasi pribadi bagi gue, karena gue pun masih jadi bagian dari orang-orang yang seringkali luput akan hal ini. Maka pelan-pelan coba kita sesuaikan, saling mengingatkan untuk sholat ketika memang sudah waktunya dsbnya. Dimulai dari hal-hal sederhana yang tidak sesederhana itu dampaknya. Gue masih banyak belajar, ini bukan bagian dari judgement gue terhadap kondisi saat ini.
Satu lagi, manusiawi ya dalam menjalankan kepanitiaan. Memang waktu terus berlalu, mengikis setiap usaha yang sedang dan akan dilakukan kedepannya. Tapi, jangan lupa istirahat, makan, bahkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri pun lupa, apalagi ibadah. Jika waktunya sudah larut, bisa dilanjut besok, banyak orang yang akses jarak dan akomodasi yang jauh untuk balik ke rumah atau kosnya. Ya, dan masih banyak hal-hal lainnya yang tentu besar harapan menjadi evaluasi dan impian agar kedepannya selalu libatkan Allah dalam setiap urusannya.
"Modal yakin, Inshaa Allah dimudahin" - Aiman Abdurrahman
0 notes
sandiwarapikiran · 2 years
Text
Menulis Agar Tetap Hidup
"Kalau kau bukan anak raja, dan bukan anak seorang ulama besar. Maka jadilah penulis"
Tulisan ini ku mulai dari bab keluarga, perspektif menulis pribadi, dan hal-hal lainnya
Perkataan Imam Al Ghazali ini seakan jadi cambuk bagi diri, mungkin bagi dirimu jua, semoga. Terlahir menjadi seorang anak laki-laki yang dibesarkan dari seorang Ayah "Pelaut Kehidupan" yang hebat, hidup mandiri sejak usia terbilang belia (13) dan sudah khatam dengan keras dan pahitnya kehidupan dunia, dikhianati oleh keluarga terdekatnya sekalipun, bahkan satu pesan terakhir menjelang ajalnya, bahwa "Untuk tetap hidup, selamanya kamu harus berbuat baik, mas. Entah kemudian orang-orang membencimu sekalipun, tidak suka dengan baiknya dirimu, selalu ada rumah yang terbuka untuk seluruh niat baikmu itu". Beliau yang sering kusebut "Abi" ini menjadi salah satu alasan mengapa diri ini menulis. Beliau ajarkan banyak hal tentang hidup yang nyatanya bahkan seringkali diri merasa bahwa hidup sudah sampai pada titik terendahnya, ternyata tidak. Abi tidak mengajarkan untuk menerima begitu saja seluruh titik terendah hidup, Abi ajarkan arti usaha dan bermakna. Hal itu lebih dari cukup bagi seorang anak yang nakalnya minta ampun untuk hanya sesekali merekam jejak semasa hidup Abi. Ya, Abi yang saat ini telah terbujur kaku dalam pusaranya. Semoga Allah melapangkan kuburnya dan mengampuni segala dosanya.
Terlepas dari peran seorang "Abi" yang sangat dingin perangainya, namun sejujurnya diri ini yakin rasa sayang kepada keluarganya lebih hangat daripada teriknya sinar matahari pagi. Abi menjadi urutan pertama dalam alasan menulis bukan karena kemudian peranan ibu terabaikan begitu saja. Bahkan, ibu menjadi orang nomor satu yang selamanya takkan tergantikan peranannya dalam hidup. Ibu akan selalu jadi nomor satu bagi anak-anaknya, sungguh. Kehidupan masa muda "Abi" dan ibu yang seringkali kupanggil "Umi" bisa dibilang sangat jauh berbeda, meskipun dalam pengembaraannya juga banyak rasa-rasa sakit dan luka yang diterima atas seluruh kehidupannya. Umi yang merupakan anak kedua, dilahirkan dari pasangan muda yang dimana bapaknya merupakan seorang jurnalis ternama Banyumas pada masanya. Penyiar radio RRI, dan penulis buku-buku berdialek jawa, bahkan menjadi pembicara pada ajang-ajang prestatif skala lokal, dan regional menjadi suatu hal yang patut dibanggakan. Namun sayangnya, terkenalnya kakek lantas tidak begitu berpengaruh dalam keluarga. Kakek dan Nenek yang seringkali beradu mulut, beradu argumen dengan teriakan-teriakannya, bahkan lemparan-lemparan perabotan rumah yang sering terdengar, menjadi permasalahan sendiri dalam hidup Umi yang dengan hebatnya mampu tegar dan menjadi panutan bagi adik-adiknya, syukurnya bahtera keluarga tetap aman meskipun banyak amarahnya, adalah kakek yang selalu menurunkan egonya terhadap hal-hal sentimentil akhirnya. Umi menjadi sosok anak tertua (Ya, karena umi terlahir kembar dan kembarannya meninggal beberapa jam kemudian) diantara adik-adiknya, Umi menjadi sosok kakak yang tabah dan kuat, bahkan hingga saat ini, dalam berbagai perjumpaan dengan keluarga besar selalu diceritakan berulang-ulang betapa kuatnya umi dahulu.
Berangkat dari seluruh hal-hal baik yang diberikan oleh Umi dan Abi, menjadi satu langkah kuat untuk bagaimana menjadikan menulis sebagai sebuah pembiasaan. Hal ini sudah terbiasa dan dibiasakan sejak MTs dahulu, meskipun sebatas menulis hal-hal absurd yang menjadi isi dari kepala, setidaknya mulai terbentuk kerangka berpikir untuk mencoba menulis. Hingga saat ini. Menulis menjadi salah satu cara bagaimana diri mengapresiasi atas seluruh hal-hal baik yang pernah ada. Sebagai ungkapan terima kasih tak terucap tentang bagaimana hebatnya hidup yang tiap-tiap insan jalani. Aku mencintai keluargaku, sungguh. Terima kasih, Umi, Abi, juga Zi. 3 Orang tersayang yang perannya akan selalu hidup walau jarak memisahkan.
Bagiku pribadi, menulis menjadikanku hidup. Menulis menjadi ruang eksplorasi bagi diri untuk menyampaikan segala bentuk perasaan-perasaan. Entah perasaan-perasaan baik, atau bahkan sekalipun duka lara. Menulis menjadi ruang tersendiri untuk diri memposisikan diri sebagai seorang pencerita, menceritakan segala hal tanpa terkecuali. Sejujurnya secara pribadi, diriku merupakan orang yang sering banyak ceritanya lewat menulis, dimulai dari tulisan-tulisan di story WA, hingga sampai saat ini mulai berani menuliskan segala hal. Menulis ini memberikanku ruang untuk setidaknya meletakkan opini dan sudut pandang dari perspektif diriku mengenai suatu hal, maka kedepannya entah kemudian akan ada beragam tulisan-tulisan yang mungkin akan secara acak kamu temukan temanya. Entah tentang kehidupan, pendidikan, bahkan sajak-sajak tak berpuan. Dengan adanya menulis, setidaknya atas seluruh hal-hal yang tidak bisa tersampaikan lewat lisan, dapat tersampaikan dengan baik lewat tulisan. Menulis menjadi permulaan bagaimana seorang diri merangkai narasi-narasi hebat tentang mimpi, mimpi-mimpi yang tidak dapat digubris oleh orang banyak. Teringat pula salah satu pesan yang dulu ustadz-ustadzku sampaikan, bahwa kita semua adalah dai sebelum apapun, kita semua adalah penyeru kebaikan sebelum apapun. Bicara mengenai dai dan korelasinya dengan dakwah, tentu akan menjadi suatu hal yang seringkali memiliki konotasi yang sempit, yaitu hanya berceramah di suatu majelis atau kajian-kajian. Padahal menjadi dai dan berdakwah bisa melalui apapun, maka ku jadikan tulisan-tulisan ini juga sebagai media dan sarana bagiku untuk berdakwah, setidaknya menyerukan dan mengajak atas seluruh hal-hal baik yang ada. Semoga senantiasa begitu adanya, senantiasa dibulatkan niat dan tekadnya, diluruskan niatnya, diberkahi setiap langkahnya, dirahmati seluruh perjuangannya. Pun lagi, dengan adanya menulis, aku ingin meniru para pahlawan-pahlawan bangsa yang kepintarannya tercatat dan terangkum baik karena menulis. Menulis menjadikanku hidup. Menulis menjadikanku bahagia, sungguh.
Terakhir, kawan. Tulisanku tidak bermaksud untuk menggurui, sungguh. Tidak sekalipun demikian. Hanya seluruh isi kepala kutumpah ruahkan di dalam tulisan ini, begitupun untuk kedepannya. Sejatinya diri masih jauh dari kata benar, bahkan baik. Perlu banyak belajar untuk itu. Belajar kepada kalian, guru-guru terhebat selain pengalaman dan pendidikan formal. Ku titipkan seluruh rasa banggaku atas bacaan ini kepada kalian. Kiranya satu-dua kata menyakiti, mohon maaf.
Terima kasih sudah mau membaca hingga akhir, aku sayang kamu. Siapapun. Sebagai keluarga, rekan, teman sejawat, adik, kakak, atau apapun itu bentuk sayangnya.
"Jika ajalku tiba dan takdirnya sampai pada usia 60 nantinya, entah kurang atau lebih darinya, maka dengan menulis, umurku akan bertambah. Seratus, dua ratus, milyar-milyar, juta-juta, ratus-ratus sekian. Ragaku boleh mati, Pikiranku tidak. Ia akan tetap hidup sekalipun semuanya padam."
Serta Mulia
Tumblr media
5 notes · View notes