Tumgik
#baca buku
bantennewscoid-blog · 7 months
Text
Tips Membiasakan Diri Gemar Membaca
MEMBACA buku adalah salah satu kegiatan yang bermanfaat bagi diri kita. Membaca buku dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan kita. Selain itu, membaca buku juga dapat membantu kita untuk lebih kreatif dan inovatif. Untuk membiasakan gemar membaca buku, ada beberapa tips yang dapat kita lakukan, yaitu: Kenalkan buku sedini mungkin Buku dapat dikenalkan kepada anak sejak usia…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
transpublikid · 2 years
Text
Cerdaskan Anak Bangsa, Dit Pol Airud Polda Sumut Ajak Anak Nelayan Baca Buku di Perpustakaan Terapung
Cerdaskan Anak Bangsa, Dit Pol Airud Polda Sumut Ajak Anak Nelayan Baca Buku di Perpustakaan Terapung
BELAWAN | TRANSPUBLIK.co.id – Untuk mencerdaskan anak bangsa sekaligus menambah ilmu dan memperluas wawasan, Dit Pol Airud Polda Sumatera Utara sediakan perpustakaan terapung, Senin, 7 November 2022, pukul 11.00 WIB. Perpustakaan Kapal terapung yang ditempatkan di Dermaga Tradisional Dusun XIV Desa Paluh Kurau Kab. Deli Serdang tersebut nantinya menyediakan ruangan belajar bagi anak-anak sekolah…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
gooselacom · 2 years
Text
Sediakan Perpustakaan Terapung, Dit Pol Airud Polda Sumut Ajak Anak Nelayan Baca Buku
Sediakan Perpustakaan Terapung, Dit Pol Airud Polda Sumut Ajak Anak Nelayan Baca Buku
Belawan, Goosela.com – Untuk mencerdaskan anak bangsa sekaligus menambah ilmu dan memperluas wawasan, Dit Pol Airud Polda Sumatera Utara sediakan perpustakaan terapung, pada Senin, 7 November 2022, pukul 11.00 WIB. Perpustakaan Kapal terapung yang ditempatkan di Dermaga Tradisional Dusun XIV Desa Paluh Kurau Kab. Deli Serdang tersebut nantinya menyediakan ruangan belajar bagi anak-anak sekolah di…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
herricahyadi · 11 months
Text
“Lagipula di rumah kelas menengah kita, mana ada sebuah kamar yang menyediakan buku?”
- Goenawan Mohamad, Pada Masa Intoleransi.
42 notes · View notes
agniardaya · 1 month
Text
Tumblr media
Bagi saya membaca itu tidak menyenangkan. Duduk berjam-jam, menganalisis setiap kata—berusaha memahami setiap makna adalah hal yang berat dan menyusahkan.
Jadi kalau kamu datang ke saya dan bilang, "Saya tidak suka membaca", saya akan jawab "Saya juga tidak suka."
Bagi saya, membaca buku itu seperti angkat beban di otak. Berat yang benar-benar berat. Walaupun demikian, setelah membaca saya merasa pikir-pikiran saya mulai terbentuk.
Sementara, bagaimana dengan Tiktok, Reels, Short? Hal ini terasa justru seperti rebahan. Dalam jangka pendek, tidak ada dampak. Tapi jikalau rebahan terus-menerus, otot-otot akan mulai melemah dan sulit bergerak.
Saya merasa jikalau mengkonsumsi hal-hal demikian, berpikir justru menjadi hal yang sulit.
-
Saya rasa kesalahan banyak orang adalah berpikir bahwa meningkatkan kapasitas diri itu menyenangkan.
Padahal sebaliknya, kebiasaan baik jika ingin dimulai dia tidak pernah menyenangkan —hasilnya juga baru terlihat dalam jangka waktu yang lama. Namun, hasil ini pastinya adalah sesuatu yang luar biasa.
17 April 2024
3 notes · View notes
jinggabells · 3 months
Text
Tumblr media
"Menyesal akan membuatmu sedih, tapi itu membuatmu mengingat masa-masa baik"
2 notes · View notes
lilanathania · 5 months
Text
Sihir Buku
Ada banyak berkat yang saya rasakan dalam hidup. Salah satu yang paling saya syukuri adalah orang tua yang memperkenalkan dunia imajinasi dan sihir buku sedari dini.
Tumblr media
Salah satu kenangan masa kecil yang paling membekas adalah bagaimana setiap bulan kami pergi ke Gramedia. Di toko buku itu, papa dan mama akan membiarkan saya memilih satu buku favorit untuk dibeli. Bayangkan seorang bocah cilik yang asik menjelajahi rak-rak tinggi dengan jajaran buku dongeng. Bagi saya, 'menara' buku berwarna-warni itu sama menariknya dengan es krim dan permen. Kami selalu menghabiskan waktu berjam-jam di sana, menikmati kebersamaan walau terpisah di lorong kesukaan masing-masing. Saya selalu ndlosor di lantai bagian buku-buku anak, membaca sebanyak mungkin sebelum memilih satu yang layak dibawa pulang. Kala itu, membeli buku sebulan sekali adalah sebuah kemewahan yang sangat dinanti-nanti.
Sedikit dewasa, buku-buku yang saya baca semakin tebal. Dari puluhan halaman bergambar menjadi ratusan lembar penuh tulisan. Dari dongeng di negeri fauna menuju kisah perjalanan penyihir, penunggang naga, dan kisah romantis remaja. Harga buku kesukaan pun semakin tak murah. Berkali-kali saya takut membawa buku yang mahal ke hadapan orang tua saya. Namun, respon mereka selalu sama, "Buat buku, tidak apa-apa!" Pola pikir ini kemudian saya terima sebagai warisan yang sakral. Untuk ilmu pengetahuan, imajinasi, dan wawasan, tidak ada kata mahal.
Suatu ketika di bangku SMA, saya pergi ke mall dengan beberapa teman perempuan. Mereka asik membeli jepit rambut, bando, dan aksesori wanita. Saya hanya melihat-lihat sambil berpikir, sayang ya beli begini kalau jarang dipakai. Tak sabar menunggu mereka, saya bergeser ke toko buku yang berada tak jauh dari situ. Setelah memilih beberapa novel, saya membayar dan kebetulan teman-teman yang sudah selesai dari toko aksesori bergabung di kasir. Salah satu mendekat dan berkata dengan kaget, "Ya ampun! Lila, kamu belanja buku banyak banget! Mahal ya sampai ratusan ribu!"
Memori itu terpatri jelas sekali di benak saya. Betul juga ya? Mau beli jepit kurang dari 20 ribu saja saya sayang. Namun kemudian saya pergi ke toko buku dan menghabiskan uang hampir 10x lipat untuk tiga buah buku :)) Di kala itu saya sadar betul bahwa papa mama telah sukses meracuni anaknya dengan dunia literasi.
Layaknya sebuah kisah cinta, perjalanan saya dengan buku tak selalu berjalan mulus. Usai lulus kuliah, saya merasa sangat jauh dari buku. Saya masih suka menulis dan membaca artikel-artikel pendek, tetapi sangat jarang membaca novel dan karya sastra panjang. Berbagai alasan saya bisikkan ke diri sendiri, kamu sudah bekerja, sekarang kamu perlu membaca report - bukan novel, kamu sibuk aktivitas lain sehingga tak ada waktu. Dari beberapa novel sebulan menjadi satu novel per bulan, lalu beberapa novel per tahun.
Entah mulai kapan, membaca menjadi sesuatu yang hanya bisa dilakukan di waktu-waktu spesial. Saya tak lagi mencari waktu untuk membaca, tapi membaca ketika ada waktu. Hal ini terjadi selama bertahun-tahun, dan saya selalu kesulitan untuk kembali menumbuhkan rasa cinta tersebut.
Belakangan, saya mencoba menjauhkan diri dari media sosial. Platform ini memunculkan banyak dampak negatif dan menyerap terlalu banyak energi serta emosi (saya membuat tulisan tentang media sosial di sini jika Anda tertarik membaca). Perlahan-lahan, saya memaksa diri membaca buku.
Rasanya ternyata sangat emosional. Saya menemui buku pertama yang membuat saya menangis dalam lima tahun terakhir. Buku pertama yang membuat mata saya pedas karena begadang - terlalu penasaran dengan akhir cerita. Buku pertama yang membuat saya tak sabar membaca seri kedua dan ketiganya. Buku-buku lanjutan dari kisah-kisah masa kecil yang dulu begitu saya cintai. Saya merasa seperti orang yang menemukan kembali cinta pertamanya. Sesuatu yang terasa begitu melegakan, menenangkan, dan menggembirakan. Nyaman.
Saya kemudian juga memahami bahwa rating buku sangatlah penting. Hal ini sangat terasa ketika membaca ulang buku-buku dengan target pembaca dewasa yang dulu saya lahap ketika masih SD atau SMP. Ternyata, buku-buku itu memberikan warna dan makna yang begitu berbeda. Apa yang dulu membingungkan atau terasa begitu abstrak, sekarang dapat saya maknai dengan jelas. Kutipan yang berkata 'You never read the same book twice' memang benar adanya. Membaca karya apik memang terkadang butuh lebih dari sekali agar tak ada inti sari yang terlewat.
Seorang dosen sekaligus sahabat saya pernah berkata, "Membaca itu bukan hobby tapi habbit". Ada masanya membaca memang perlu dibiasakan sebelum lama-lama menjadi suatu hal yang akan kita rindukan ketika tidak dilakukan. Saya begitu bersyukur bahwa orangtua saya memperkenalkan pada dunia sejuta warna ini. Tanpa mereka, tak mungkin saya menjadi seorang pembaca seperti hari ini.
Di dunia yang serba cepat dan instan, membaca adalah salah satu jalan keluar untuk kembali mendapatkan kenikmatan yang meresap secara perlahan. Suaka nyaman untuk melangkah di trotoar kata-kata menuju dunia imajinasi.
4 notes · View notes
sastrasa · 1 year
Text
Waktu usiaku sepuluh tahun, aku kira usia dua puluh lima tahun nanti, bakal keren banget. Pertama, pasti aku sudah lulus kuliah (S2 kalau bisa!) waktu itu cita-citaku jadi dokter dan aku ingin kuliah di Fakultas Kedokteran Institut Teknologi Bandung (sumpah ini, gak boong) karena dulu setiap hari Minggu, Mamaku selalu bawa aku ke Masjid Salman ITB itu. Jadi sejak hari pertama mamaku bawa aku ke sana (tepatnya ketika aku usia delapan, atau sembilan tahun ya?) Aku udah punya cita-cita luar biasa itu (yang sekarang aku jadi paham kenapa cita-cita itu enggak bisa terwujud). Lalu, tentu saja, dalam imajinasiku itu, di usia dua lima aku sudah menyandang gelar S2 kedokteran (yang akhirnya aku tahu kalau adanya kuliah spesialis). Kedua, aku pasti sudah menikah, mungkin punya anak satu (atau dua) dan punya sekolah! Meski emang enggak sync sama sekali, tapi selain jadi dokter aku ingin jadi guru juga! Dan punya sekolah yang lengkap mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Ajaibnya, aku yakin banget semua itu sudah terwujud di usia dua lima-ku. Ketiga, aku sudah punya pekerjaan tetap (tentulah, jadi dokter dan punya sekolahan, kan?). Ke-empat, aku juga pasti sudah ibadah Umroh dan bahkan Haji! Ke-lima, aku juga pasti sudah berkeliling dunia dan Indonesia. Wah, bahagianya usia dua lima, yang jaraknya masih lima belas tahun lagi.
Lalu, waktu usiaku lima belas tahun (yang aku yakin sekali baru saja kemarin, tapi ternyata sudah sepuluh tahun lalu?), aku yang baru masuk SMA mulai disadarkan bahwa gak semua hal bisa terwujud. Dan yah, aku baru tahu kalau ITB gak punya Fakultas Kedokteran! Aku juga baru tahu kalau ternyata mustahil sekali bisa jadi dokter sekaligus punya sekolah di waktu yang hampir bersamaan. Bisa aja sih punya sekolah, asal bikinnya dari sekarang! Tapi aku yang usia lima belas itu sadar diri kalau sekarang gak bisa bikin sekolah karena belum punya ilmunya. Akhirnya, cita-citaku bergeser. Meski tetap ingin jadi dokter, tapi jadi astronot juga boleh, atau laborat? Ah, jadi desainer juga bisa banget. Diplomat juga oke banget. Duh, jadi apa ya? Pokoknya usia dua lima nanti aku sudah lulus S2, sudah menikah dan punya anak, titik!
Wah, ternyata sepuluh-lima belas tahun lalu terasa begitu singkat, ya? Sekarang usiaku dua lima (baru lebih satu hari). Sudah melewati 9,125 hari di bumi. Dan, aku belum lulus kuliah (strata satu loh, bukan dua). Menikah? Aduh! Hilal jodoh saja belum terlihat. Anak? Banyak sih, anabul. Pekerjaan tetap? Jadi mahasiswa termasuk pekerjaan bukan ya? Tapi kata temanku mahasiswa itu pengangguran dengan gaya. Jadi, bayanganku soal usia dua lima meleset semua! Namun, ada satu pelajaran hidup yang sudah mulai kupelajari sejak usia sepuluh tahun: Kesadaran. Dan yah, kesadaran itu semakin menyadarkan.
Jadi, gimana dua lima kamu?
- Sastrasa
17 notes · View notes
rifkisyabani · 1 year
Photo
Tumblr media
"Bacalah" Iqro', sebagai sebuah kata pembuka dari permulaan wahyu, telah menjadi landasan risalah peradaban. Dalam sejarahnya kata yang menjadi awal risalah ini --> telah mampu menginspirasi serangkaian AKSI yang berawal dari kesadaran dan perubahan mindset dalam sebuah komunitas, lalu menjadi "social movement" dan akhirnya membesar menjadi sebuah society hingga menjelma dalam sebuah negara. Nyatanya ini bukan sekedar membaca "huruf", tetapi juga kemampuan membaca kondisi, peristiwa hingga fenomena. Membaca literatur, lalu dilanjutkan dengan merenungi kondisi diri-internal, peristiwa dan rangkaian kejadian hingga fenomena-fenomena yang ada memberikan isyarat yang sangat jelas bahwa hal yang paling perlu dilakukan oleh kita yang ingin menghadirkan "perubahan" adalah dengan ilmu dan pengetahuan. Yuk, semangat membaca! Iqro'! #sketchnote #sketchnotes #draw #sketch #snote #coretanrifki #ilmu #iqro #baca #buku #visualnotetaking #dakwahvisual (at Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan) https://www.instagram.com/p/CowVNiSLjFP/?igshid=NGJjMDIxMWI=
6 notes · View notes
ulfarodia · 1 year
Text
Tumblr media
Yang sempet terlupakan karena pas awal baca malah lieur alias pusing wkwk. Terus belum dilanjutin.
Sampai ke hari ini, setelah serangkaian waktu berlalu. Mulai baca lagi karena butuh refreshing dari beberapa aktivitas di depan laptop. Terus nemu momen,
"Lohh ini dibahas nih di naskah pembelajar waktu itu, bahas kerajaan Islam ini, bahas tokoh a, b, dan seterusnya."
"Wah iya ini ditulis juga di naskah yang kemariin, bisa kali ya ini jadi buku sumber wkwk"
Padahal, awalnya beli buku ini waktu IBF sebatas termotivasi karena buku ini seputar sejarah dan yaa penulisnya bukan sembarang penulis.
Alhamdulillah. Mari lanjutkan membaca.
3 notes · View notes
utiauthor · 2 months
Text
Tumblr media Tumblr media
terima kasih banyakkk, senang #50asahemosianak sampai ke tangan pembacanya. @Penerbit_BIP
0 notes
Text
Ubah Kualitas Hidup, Ini Delapan Manfaat Baca Buku
MEMBACA buku adalah kegiatan yang menginspirasi, mendidik, dan menghibur. Dari novel fiksi hingga buku non-fiksi yang informatif, setiap halaman membawa pembaca ke dunia yang baru. Di balik kesenangan itu, membaca buku juga memberikan sejumlah manfaat luar biasa bagi kesehatan mental dan fisik seseorang. Berikut adalah beberapa manfaat membaca buku yang dapat mengubah kualitas hidup Anda: 1.…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
dindapranata · 2 years
Text
Stigma Penikmat Buku: Anti-Sosial, Mungkinkah?
Stigma Penikmat Buku: Anti-Sosial, Mungkinkah?
“Serius amat Sis?” tanya Hera di sela-sela jam istirahat. “Nggak sih, cuma lagi seru-serunya aja,” sahut Siska sambil melirik Hera yang menyeruput pop ice coklat-nya. “Sekali-kali kumpul sama anak-anak gitu kek! Baca mulu kerjaanmu,” keluhnya. “Kan kadang-kadang ikut kumpul juga,” sahut Siska tanpa memalingkan wajah. “Kamu itu ya kebanyakan baca, awas jadi anti sosial terus nggak punya temen,”…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
tulisanrandom · 2 years
Text
Tumblr media
0 notes
prawitamutia · 2 months
Text
jurnal
apa kebiasaan tahun 2023 yang paling besar pengaruhnya untuk hidupmu? kalau saya, jawabannya adalah menulis jurnal alias morning pages. pagi hari setelah berkantor di sajadah, hati menjadi lega karena menulis apa saja. morning pages yang dikenalkan oleh Julia Cameron melalui buku The Artist's Way memang sekarang semakin nge-tren. banyak yang merasakan manfaatnya. coba deh cari di YouTube kalau penasaran.
meskipun sejak lama saya sadar ini adalah kebiasaan baik, saya baru membiasakan beberapa bulan terakhir. menyesal juga sih, mengapa nggak dari dulu saja. saya keseringan menulis diary, highlights of the day. padahal, morning pages itu sesuatu yang berbeda. morning pages tidak hanya soal apa yang sudah terjadi atau direncanakan, tetapi juga soal ide-ide, nilai-nilai, prinsip. yang ditulis bisa tentang apa saja.
kadang ada hari yang bolong, ya tidak apa-apa. yang penting tetap berupaya untuk konsisten. nah, berhubung saya juga sedang mempersiapkan kado pernikahan untuk seseorang spesial, tak jarang tema menulis saya jadi tentang pernikahan--supaya sekalian jadi materi buku. nggak kerasa, sudah > 100 tulisan yang terkumpul. wah!
terlepas dari itu, menulis jurnal itu benar-benar melembutkan hati. mungkin, sama seperti meneteskan air terus-menerus ke atas batu. lama-lama legok juga. jiwa menjadi tenang, pikiran menjadi terang. masalah atau tantangan bisa dipereteli menjadi ukuran terkecilnya. semua itu karena menulis.
menjelang bulan Ramadan ini, saya ingin deh mengajak teman-teman yang baca tulisan ini untuk menulis jurnal juga. kalau tidak sempat menulis pagi hari, nggak apa-apa kok menulisnya di lain waktu. kalau idealnya morning pages itu panjangnya beberapa halaman dan ditulis tangan, kita nggak perlu segitunya kok. pakai notes bawaan handphone kita dan satu dua paragraf pun nggak masalah. begitu kan prinsipnya memulai kebiasaan baru? make it easy.
supaya seru, saya bermaksud membagikan satu prompt alias pertanyaan pemantiknya setiap malam. yang mau ikutan juga dan berkenan saya ikut baca, boleh banget mention saya ya.
(anyway saya minta maaf nggak bisa nge-like, balas komentar, balik mem-follow, dan sejenisnya karena akun ini secondary account huhu).
kita mulai dari besok gimana?
prompt 1.
apa saja kebiasaan yang pengaruhnya besar dalam hidupmu?
161 notes · View notes
ibnufir · 10 months
Text
Jangan-jangan diri kita, memang tidak pantas?
Sekarang aku jadi tau kenapa dulu aku gampang nyerah, gampang kalah, dan mudah gagal. 
Ternyata jawabanya sederhana, karena aku memang banyak engga siapnya. Aku banyak engga pantasnya.
Salah satu alasan kenapa jadi punya tubuh yang lamban dan mudah tumbang alias sakit. 
Karena ya kurang gerak, engga pernah olahraga. Engga jaga dan pilih makanan yang pantas diterima oleh tubuh. 
Salah satu alasan juga kenapa malas ketika bangun pagi dan memulai hari. Karena buat bangun subuh aja emang susah. 
Apalagi buat bisa datang lebih awal menuju masjid sebelum adzan berkumandang. 
Dari situ aja udah engga pantas. Udah kalah duluan. Dan memang jauh dari kata pantas buat jadi pemenang. 
Gimana mau pantas punya duit banyak, kalau ngelolanya aja engga pernah belajar. Berapapun dapetnya, pasti habis. 
Gimana mau pantas jadi pemecah masalah, menjadi pemberi solusi. Kalau ilmunya aja engga punya. 
Nihil pengalaman, engga pernah baca buku.
Jadi ya wajar, kalau gampang kalah kan. Karena memang daya tahan buat berjuangnya engga ada. 
Udah daya tahan berjuangnya engga ada. Alat perang buat melawannyapun engga punya. 
Ya modyarrrr bosss
Ternyata memantaskan diri itu memang penting. 
Dan buat bisa menjadi pantas dalam segala hal, awalnya memang perlu banyak yang disiapin.
Banyak yang bikin engga nyamannya. 
Biasa makan enak, lalu tiba-tiba ngatur pola makan. Ngurangin konsumsi gula, ngurangin konsumsi minyak. Beuh...susah bro. 
Biasa rebahan, lalu tiba-tiba diajak lari. Ya jelas ngosngosan. 
Biasa tidur sampe siang, lalu tiba-tiba diajak bangun sepertiga malam. Ya merem melek. 
Tapi sebenarnya beratnya itu hanya ketika memulainya aja. Berat di langkah pertamanya. 
Berbulan-bulan berikutnya sudah menjadi kebiasaan yang kalau engga dikerjaain, seperti kaya ada yang kurang. 
Rebahan jadi aneh, makan junk food kok ya jadi eman-eman.  
Jadi kalau diri kitanya engga siap, mau sehebat dan sebanyak apapun kesempatan, ya percuma. 
Dan untuk bisa mengambil kesempatan, diri kitanya harus siap lebih dulu. 
Jangan nunggu sakit dulu baru mau olahraga. Jangan nunggu boncos dulu baru mau belajar mengelola uang. 
Jangan nunggu sulit jalan dulu, baru mikirin gimana caranya berangkat ke masjid. 
Atau jangan-jangan, diri kita memang tidak pernah pantas?
—ibnufir
408 notes · View notes