Tumgik
#Profesor Joseph Stiglitz
masbagyo · 2 years
Text
Ketika Uang Menguasai Dunia
Ketika Uang Menguasai Dunia
istock Adalah sebuah kebodohan bahwa terjadinya resesi dan depresi ekonomi itu merupakan sesuatu yang natural dan bagian dari siklus ekonomi biasa. Para ekonom sebenarnya sedang membohongi kita, melalui data dan analisis ekonomi, yang seolah tak terbantahkan. Sebab realitasnya adalah semua by design. Kenaikan suku bunga The Fed misalnya, buka hanya sebuah respon terhadap kenaikan inflasi di…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
adribosch-fan · 2 years
Text
UNO DE LOS “ENEMIGOS” DEL MENTOR DEL MINISTRO GUZMÁN ASEGURÓ QUE ARGENTINA SE ENCAMINA A UN NUEVO DEFAULT
UNO DE LOS “ENEMIGOS” DEL MENTOR DEL MINISTRO GUZMÁN ASEGURÓ QUE ARGENTINA SE ENCAMINA A UN NUEVO DEFAULT
Según Willem Buiter, profesor de la Universidad de Columbia, donde comparte claustro con Joseph Stiglitz, el nuevo acuerdo fracasará. Propone en cambio una restructuración total, que incluya la deuda con el FMI “La deuda pública argentina es insostenible. Antes que perder dos o tres años más y caer en un nuevo, desordenado y económica y socialmente destructivo default soberano, debería ser…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
ayojalanterus · 3 years
Text
Sang Juru Selamat Palsu (Manipulasi Uang dan Perbudakan Ekonomi)
Tumblr media
 OLEH: GAN-GAN R.A  SETELAH pedang Cassa menikam Julius Caesar, selanjutnya tikaman sebilah pedang yang diayunkan Brutus akhirnya membuat tubuh Julius Caesar rubuh di Kapitol. Dengan penuh rasa kecewa, Caesar sempat berkata, “Kau juga, Brutus?” Penguasa Roma itu pun tumbang dan terkapar bermandikan darah. William Shakespeare melukiskan adegan pembunuhan dramatis Julius Caesar seperti elegi pada teks narasi orasi Mark Antonius pada naskah drama yang menjadi magnum opus Shakespeare dalam dunia sastra. Julis Caesar mati sebagai korban konspirasi politik dan tumbal perbudakan ekonomi. Para pedagang uang yang sangat membenci Julius Caesar menggelar pesta kemenangan. Penguasa Roma yang dicintai rakyatnya mati dengan tragis akibat kebijakan yang dibuatnya sendiri, yakni mengambil kembali hak untuk membuat koin emas yang selama ini berada dalam genggaman kekuasaan para pedagang uang. Direbutnya kembali hak untuk membuat koin emas, merupakan kebijakan progresif yang dibuat Julius Caesar, demi mensuplai uang yang diperuntukkan untuk kepentingan rakyat Roma. Suplai uang yang beredar menjadi berlimpah, pertumbuhan ekonomi menggeliat, berbagai proyek konstruksi dan pekerjaan umum menciptakan iklim ekonomi yang meniupkan angin segar. Aktivitas perdagangan menjadi sehat. Transaksi di kalangan rakyat berlangsung saling menguntungkan antara penjual dan konsumen. Kehidupan rakyat Roma berjalan menuju era kemakmuran. Menyaksikan semua itu para pedagang uang geram oleh kebijakan yang diterapkan Julius Caesar. Mereka merasa bisnis haramnya terancam, kemudian para pedagang uang menyusun kekuatan, berkoalisi melancarkan taktik dan strategi licik, lalu membuat persekongkolan jahat dengan para politisi busuk yang bisa dibeli untuk menunaikan misi; Melakukan sebuah operasi berdarah, membunuh Julius Caesar. Sebuah kudeta yang dilancarkan pemilik modal terhadap penguasa Roma yang bermahkota daun salam, membuat para pedagang uang kembali mengeruk keuntungan besar. Mereka menarik kembali jumlah uang yang beredar sampai 90%, menerapkan bunga dan pajak yang melambung tinggi. Sementara itu di dalam istana Roma, perampokan uang negara tumbuh subur dilakukan pejabat tinggi Roma yang bermental korup. Setelah kekuasan Julius Caesar berakhir, banyak rakyat Roma terjerat hutang akibat sistem ekonomi yang dirancang oleh para pedagang uang. Mereka kehilangan tanah dan rumahnya setelah para pedagang uang kembali memegang tali kendali ekonomi. *** Manipulasi uang adalah bisnis kejahatan dunia perbankan yang menginduk kepada lembaga keuangan internasional, dijalankan secara sistematis, terstruktur dan canggih dengan konsep berkedok bantuan pinjaman ekonomi kepada negara-negara yang sedang dilanda krisis. Dunia perbankan dengan kebijakan yang berwatak eksploitatif, mengucurkan bantuan pinjaman dana kepada banyak negara, memberikan kredit dengan suku bunga kepada masyarakat yang membutuhkan modal usaha dan berbagai keperluan ekonomi lainnya. Dalam History of Money, buku yang membongkar kejahatan sistematis gerakan zionisme untuk menjajah dunia melalui manipulasi uang, penulisnya adalah Andre Hitchcock yang menulis bestseller The Sygnagogue of Satan. Andre Hitchcock dalam History of Money mendeskripsikan sebuah rencana rahasia Zionis International yang dibongkar secara runut dalam bahasa yang mudah dicerna tentang kejahatan sistematis Zionisme yang berambisi mengendalikan dunia dan menciptakan tatanan ekonomi global di bawah tali kendali lembaga keuangan internasional. Ketika sebuah negara yang menjadi target ambruk oleh krisis ekonomi, eksistensi lembaga keuangan internasional menjadi semakin kuat oleh legitimasi para ekonom sekuler yang melakukan akrobatik istilah. Para ekonom sekuler menyebutnya dengan istilah resesi dan depresi. Padahal sejatinya, semua itu adalah kebohongan besar, sebuah upaya tipu daya muslihat yang dibungkus diksi dalam terminologi dunia ekonomi. Resesi dan depresi selalu terjadi bila Bank Central terus menerus memanipulasi jumlah uang yang beredar. Tujuan utama Bank Central menciptakan resesi dan depresi ekonomi tidak lain untuk menggiring kekayaan masyarakat, dan memastikan semakin banyak kekayaan masyarakat yang dipindahkan ke dalam sistem perbankan. Bank Central di zaman modern dan para pedagang uang di zaman Romawi adalah saudara kembar yang lahir dari rahim ekonomi kapitalisme-liberal. Mantan Kepala Ekonomi World Bank yang juga mantan Ketua Dewan Penasihat Ekonomi Presiden Amerika Serikat Bill Clinton, Profesor Joseph Stiglitz merumuskan konsep neo kolonialisme yang dijalankan oleh lembaga keuangan internasional dan tentu saja semata-mata berpihak pada kepentingan World Bank. Konsep yang dirancang Stiglitz tak ubahnya sistem perbudakan ekonomi kepada bangsa-bangsa di dunia. Konsep perbudakan ekonomi Stiglitz yang tertuang dalam ‘Strategi Empat Langkah’ telah melambungkan popularitas Joseph Stiglitz dan pernyataannya selalu diburu oleh media massa international. Langkah Pertama dalam ‘Strategi Empat Langkah’ yang dirumuskan Joseph Stiglitz adalah Privatisasi. Di balik privatisasi selalu terselip “tawaran” tersembunyi kepada para pemimpin nasional sebagai fee dari pihak perbankan, yakni komisi sebesar 10% apabila privatisasi dilakukan pemerintah. Komisi 10% tersebut aman tersimpan di rekening rahasia Bank Swiss sebagai bentuk pertukaran untuk memotong sekian miliar dollar dari harga aset nasional atau BUMN yang dijual kepada pihak swasta. Privatisasi adalah kongkalikong yang mengenakan jas penyelamatan ekonomi nasional antara lembaga keuangan internasional dan para komprador. Wajah asli privatisasi adalah pesta pora gratifikasi dan perampokan aset nasional yang dilakukan pemerintahan cleptokrasi dengan mengenakan topeng ekonomi. Langkah Kedua adalah Liberalisasi Pasar Modal. Stiglitz menyebutnya sebagai siklus “uang panas” dengan maksud dan tujuan untuk membatalkan hukum pajak uang yang melebihi batas. Skema dan mekanisme liberalisasi pasar modal yang dirancang Stiglitz dengan memasukan kas dari luar negeri melalui investasi yang disuntikan ke sebuah negara yang sedang sekarat untuk dimainkan para spekulan di sektor real estate, termasuk mata uang. Selanjutnya saat perekenomian negara yang menjadi target liberalisasi pasar modal menghembuskan angin segar, uang dari luar negeri ditarik kembali dan efek domino yang ditimbulkan dari penarikan uang investasi tersebut menyebabkan ekonomi negara tersebut runtuh dan adegan endingnya menjadi budak International Monetary Fund (IMF). Bagai Sang Juru Selamat Palsu yang datang untuk menyelamatkan umat manusia dari kehancuran ekonomi global, IMF menawarkan bantuan kepada banyak negara yang dilanda krisis ekonomi dengan berbagai persyaratan dan ketentuan yang sangat sulit untuk ditolak, diantaranya menaikkan suku bunga yang semula 30% menjadi 80%. Banyak negara kedaulatan ekonominya ambruk, seperti negara-negara di Timur Tengah, Afrika dan Asia serta Amerika Latin yang menjadi target kejahatan lembaga keuangan internsional karena memiliki kekayaan sumber daya alam yang tak terkira, tetapi akibat salah tata kelola akhirnya jatuh menjadi korban perbudakan ekonomi IMF. Langkah Ketiga, Menentukan Harga Berdasarkan Pasar. Mengendalikan harga air, bahan pokok makanan, gas dan listrik dalam negeri berdasarkan harga pasar yang telah ditentukan atas kesepakatan lembaga keuangan internasional telah melahirkan kerusuhan sosial di banyak negara yang menjadi budak IMF. Kerusuhan sosial ini sengaja diciptakan (Kerusuhan IMF) untuk suksesnya misi terselubung World Bank, yakni menarik modal dari investor dengan tujuan akhir membuat bangkrut sebuah pemerintahan. Ketika sebuah pemerintahan dililit krisis ekonomi yang parah dan akhirnya perekonomian nasional runtuh, maka selanjutnya perusahan-perusahan asing yang merupakan proxy IMF berdatangan untuk membeli aset nasional dengan harga yang sangat murah. Langkah Keempat, Sistem Perdagangan Bebas. Dalam sistem perdagangan bebas, perusahaan- perusahaan raksasa berskala internasional menancapkan cakarnya di Kawasan Amerika Latin, Afrika dan Asia. Dengan terlebih dahulu mendirikan benteng pertahanan ekonomi, Eropa dan Amerika Serikat membuat barikade pasar mereka yang menguntungkan kepentingan mereka sendiri terhadap produk industri pertanian dari negara-negara berkembang. Selain itu, Eropa dan Amerika mengenakan tarif yang sangat tinggi terhadap negara-negara dunia ketiga yang menyebabkan naiknya harga obat-obatan bermerk, sehingga angka kematian pun melonjak. Virus dan penyakit begitu cepat menyebar, hal tersebut menguntungkan kepentingan bisnis farmasi Eropa dan Amerika termasuk Cina. Worl Bank dan IMF kembali menjadi penguasa ekonomi yang berhasil menaklukan pertarungan bisnis kotor yang menumbalkan kehidupan umat manusia dan menjadikan bangsa-bangsa di penjuru dunia menjadi budak Sang Juru Selamat Palsu. Keuntungan besar dari manipulasi uang yang dikerjakan lembaga keuangan internasional sanggup mendanai gerakan global agar terciptanya multi krisis ekonomi di berbagai negara. Kekuasaan World Bank dan IMF yang nyaris absolut bisa membuat nilai mata uang sebuah negara jatuh ke titik terendah, menyihir sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam menjadi negara miskin yang bertekuk lutut dan menghamba kepada jebakan hutang luar negeri. “Biarkan aku mengeluarkan dan mengendalikan uang suatu negara, dan aku tidak peduli dengan hukum,” ucap Mayer Amschel Rothschild, pendiri House of Rothschild sambil menggelar karpet merah untuk para elit bankir yang menggerakan tirani dunia dalam mesin finansial global yang dikendalikan sistem ekonomi Dajjal. (Penulis adalah pPraktisi hukum, pencinta kopi & puisi dan Peneliti Hukum pada Don Adam Caring Academy)
from Konten Islam https://ift.tt/3lkqvBv via IFTTT source https://www.ayojalanterus.com/2021/08/sang-juru-selamat-palsu-manipulasi-uang.html
0 notes
balkantimes · 4 years
Text
Kraj globalizacije; predviđanja eksperata o svjetskoj ekonomiji nakon korone
Tumblr media
Foreign Policy je ekonomistima i ekspertima u pitanjima ekonomije postavio pitanje kakva će biti budućnost svijeta nakon virusa korona? Da li će nakon širenja korone i globalnih zdravstvenih troškova veliki troškovi pogoditi i ekonomiju, i da li ćemo svjedočiti drugačijem ekonomskom svijetu?
Joseph E. Stiglitz profesor ekonomije na Kolumbijskom sveučilištu i dobitnik Nobelove nagrade u sferi ekonomije 2001:
Potrebna nam je bolja ravnoteža između globalizacije i nacionalnog samopouzdanja. U globalnome svijetu granice nemaju nikakav značaj i zemlje koje se suoče sa unutrašnjom krizom mogu se obratiti drugim zemljama za obezbjeđivanje svojih potreba. Ali sada dok su zemlje nastojale pribaviti medicinsku opremu granice su odjednom postale važne. Kriza izazvana koronavirusom je pokazala da su još uvijek nacionalne države najautentičnija političko-ekonomska jedinica. Postkoronarni sistem treba s manje površnosti se fokusirati na činjenicu da ekonomska globalizacija prednjači u odnosu na političku. Dakle, zemlje trebaju ulagati napore u uspostavi bolje ravnoteže između polučivanja koristi iz globalizacije i nužnog stupnja samopouzdanja.
Robert J Shiller, professor na Sveučilištu u Yaleu i dobitnik Nobelove nagrade 2013:
Ozračje slično vremenu rata otvorilo je opciju za drugačije. Premda je ovdje neprijatelj virus, a nikakva vanjska sila,  ali je pandemija prouzročila ozračje slično ratnome u kojem su prihvatljive nenadane promjene.  U ratu se okupljaju ne narodi jedne zemlje, već narodi više različitih zemalja, jer su suočeni sa zajedničkim neprijateljem, kakav je virus. Stanovništvo naprednih zemalja će izražavati više saosjećanja sa siromašnim zemljama jer svi sudjeluju u jednom zajedničkom iskustvu. Svijet je iznenada postao manji i preplašeniji. Stoga postoji nada da će se oformiti nove institucije s ciljem sučeljavanja s ovom bolešću, te poduzeti efikasne mjere s ciljem odstranjivanja nejednakosti. Stoga što se svi nalazimo na jednome frontu imamo stimulans za formiranjem novih međunarodnih institucija, institucija koje će osigurati bolje mogućnosti zajedničkog preuzimanja rizika među zemljama.
Gita Gopinaht, ekspert MMF-a:
Najveći rizik je zloupotreba našega straha od strane političara. Širenje korone je pokazalo propusnost otvorenih granica. Kompanije koje pripadaju lancu globalnog osiguranja su pretrpjele rizik uzajamne povezanosti i velike gubitke usljed toga. Ove kompanije će u budućnosti pridavati veći značaj ovakvoj vrsti rizika, što će rezultirati lokalnim divovskim lancima, manje globalnim. Novonastala tržišta koja su usljed globalizacije uvijek bila pripravna za cirkulaciju kapitala će svjedočiti kontroli kapitala jer će te zemlje nastojati sačuvati sebe od destabilizirajućih snaga iznenadnog zaustavljanja ekonomskih tokova.
Ali stvarni rizik je taj da će okrenutost sebi ljudi i kompanija postati zamršenija od same globalizacije, kada pojedini političari zloupotrebljavaju strah od otvorenih granica. Oni mogu uvesti zaštitna ograničenja u transakcijama te pod izlikom brige za javno zdravlje ograničiti kretanja ljudi.
Carmen M Reinhart, professor međunarodnog kapitala na harvardskom sveučilištu:
Koronavirus je novi čavao zabijen u kovčeg globalizacije. Recesija prouzročena koronavirusom će biti duboka i duga. U lošim vremenima javljaju se zahtjevi za ograničavanjem transakcija i kapitala. Sumnje koje su postojale prije koronavirusa u pogledu sigurnosti međunarodnih putovanja i na nacionalnoj ravni, zabrinutost o samoodrživosti osnovnih roba ostat će i dalje, štaviše i nakon što se virus stavi pod kontrolu. Finansijska struktura će nas nakon korone možda vratiti u period prije globalizacije, ali će gubitci međunarodnog kapitala vrlo vjerovatno se uvećati još više.
Adam Posen, međunarodni ekonomski ekspert:
Pandemija će učiniti lošijim četiri ekonomske pozicije : stagnacija sekularizma; mali porast profita; odsustvo povrata kapitala privatnim ulagačima i smanjenje povrata novca. Ovaj će se problem usložniti jer će ljudi zbog širenja pandemije izbjegavati rizik. Također će se povećati procjep između bogatih zemalja ostatka svijeta.
A kao rezultat napora s ciljem sigurnosti i uvećanog rizika zemalja u razvoju nastavit će se prekomjerna potreba svijeta za američkim dolarima s ciljem finansijske sigurnosti. Premda će Ameriku manje privlačiti ulaganje kapitala, ali će se relativno pojačati zainteresiranost ostali zemalja svijeta prema ovoj zemlji. Na koncu, ekonomski nacionalizam će svakodnevno primoravati zemlje da svoju ekonomiju vezuju za ostale zemlje svijeta.
Esward Prasad, professor biznis politike na Sveučilištu Cornell:
Svijet je više nego ikada uperio pogled u Centralne banke s ciljem izbavljenja. Dužnosnici Centralnih banaka koji su prepoznati kao suzdržljivi i konzervativni, pokazali su da u kriznim vremenima mogu djelovati dovitljivo, hrabro i kreativno. Čak i kada politički lideri nemju želje ni sklonosti da koordiniraju transgranične politike, ali centralne banke mogu djelovati koordinirano. Sada su Centralne banke za jedan dugoročniji period zauzele vodeću poziciju na prvoj liniji borbe sa ekonomskim i finansijskim krizama. Koliko njih će se nakon izbijanja koronavirusa pokajati zbog zbog ove nove odgovornosti i nesprovodivih očekivanja proisteklih iz ovoga.
Adam Tooze, professor povijesti i director Europskog instituta na Sveučilištu Kolumbija:
Normalna ekonomija se nikada neće povratiti. Ekonomske skučenosti su poremetile procjene. Mnoge zemlje proživljavaju najdublji i najrazorniji ekonomski šok. U nekim segmentima maloprodaje gdje trenutno vlada pritisakonline konkurencije privremeni prestanci rada će za mnoge značiti konačni prestanak. Mnoge prodavnice se neće ponovo otvoriti i zauvijek će prestati sa radom. Milioni radnika, sitnih djelatnika i njihove porodice suočavaju se s velikom tragedijom. Sve što prekid rada bude duži i ekonomski gubici će biti dublji, a oporavak će ići usporenim tokom.
Mjere bez presedana Centralnih banaka se ne mogu zanemariti. S ciljem sučeljavanja neki predlažu ekstremne opcije kao što je institucionalizirano neplaćanje mjenica. Ukoliko reakcije biznisa budu izbjegavanje rizika i borba za sigurnost, sve će to dodatno komplicirati snage stagnacije. Ukoliko generalni odgovor na prenatrpana dugovanja izazvana krizom bude njihovv otpisivanje problem će postati još gori.
Prema tome, logičnije je da efikasnije zemlje preuzmu liderstvo izlaska iz krize. Ali pitanje koje se postavlja jeste kakve konfiguracije treba biti taj lider i koje političke snage ga trebaju kontrolirati.
Laura D’Andrea Tyson, professor biznisa na Sveučilištu Kalifornia:
Pandemija i oporavak od nje će povećati digitalizaciju i automatizaciju poslovanja.
Promjene u potražnji od kojih su mnoge povećane zbog ekonomskih turbulencija izazvanih pandemijom će u budućnosti izazvati promjene structure unutrašnje bruto proizvodnje. Nastavit će se rast usluga u ekonomiji. Ali će opasti udio  usluga povezanih s fizičkim prisustvom osoba, u malim trgovinama, keterinzima, putovanjima, obrazovanju, zdravstvenim nadzorima, jer digitalizacija je ta koja proizvodi promjene i koja će usluge promjeniti u organizirane i prenosne usluge.
Nakon okončanja pandemije neće se obnoviti biznisi sa malim prihodima ili oni koji iziskuju usluge personala, napose kada se radi o malim poduzećima. Ali će se povećati potražnja za službenicima koji obavljaju usluge, kao što su policijske i vatrogasne snage, zdravstveno nadziranje, logistika, javni transport. To će značiti prilliku za neke nove poslove a na tragu toga će se pojačati pritisak na povećanje plaća i povlastica u ovim maloplaćenim segmentima.
Ekonomska recesija će dovesti do porasta zapošljavanja po ugovoru – na pola radnog vremena i do toga da će uposlenici imati po nekoliko šefova. Također će porasti potražnja za niskobudžetnim obrazovnim programima s ciljem sticanja obrazovnih vještina u novim poslovima. Također će porasti potreba za Wi fi-om i ostalim stukturama zbog iznenadne potrebe osoba da obavljaju posao s udaljenosti.
Kishore Mahbubani, Nacionalno sveučilište Singapour:
Amerika će središnje mjesto u procesu globalizacije ustupiti Kini jer je američki narod prestao vjerovati u globalizaciju i međunarodnu trgovinu. Trgovinski sporazumi sa ili bez Donalda Trumpa su ‘zatrovani’. Ali Kina nije izgubila vjeru u globalizaciju. Lideri ove zemlje veoma dobro znaju da je period uniženosti njihove zemlje od 1842 do 1949 bio plod kineskog zadovoljstva samom sobom i njenog uzaludnog pokušaja da se distancira od svijeta i obratno, da je kineski procvat u nekoliko posljednjih desetljeća rezultat njenog globalnog sudioništva.
Izvor
0 notes
yo-sostenible · 4 years
Text
Stiglitz: La verdad sobre la economía de Trump
Además de fallar en asignaturas esenciales como defender la democracia y proteger el planeta, Trump también se merece un «desaprobado» en economía, sostiene con abundante argumentación y evidencia el economista Joseph Stiglitz, profesor universitario y Premio Nobel de Economía de 2001.
Tumblr media
La verdad sobre la economía de Trump
Por Joseph Stiglitz*
Nueva Sociedad – En Estados Unidos se está…
View On WordPress
0 notes
Text
Bitcoin: qué tan rentable será el mercado de las criptomonedas en 2020
Tumblr media
Así como la "fiebre del oro" atrajo a cientos de miles de buscadores del metal a California a medidos del siglo XIX, hoy los mineros buscan en sus computadores oro digital bajo la forma de criptomonedas. Oro o humo, según cómo se mire, el bitcoin —la moneda digital más emblemática de las 4.000 que existen en el mercado— ha estado sujeto a una volatilidad extrema. Cuando fue creado, en enero del 2009, el bitcoin valía menos de un dólar, en 2017 casi llegó a los US$20.000, al año siguiente se desplomó hasta los US$3.200, en 2019 saltó otra vez a los US$13.800 y por estos días se acerca a los US$9.000. ¿Ha sido rentable? Quienes los compraron al inicio han tenido una rentabilidad de 9.000.000%, según el medio económico Bloomberg. Y por las dudas, no sobran ceros en la cifra. Efectivamente estamos hablando de una rentabilidad de nueve millones por cien. Ahora bien, eso no significa que todos los que han entrado al juego especulativo del dinero digital han resultado ganadores. Al final todo depende de la regla más simple: a cuánto compraste y por cuánto vendiste.
Tumblr media
10 años del bitcoin: cómo funciona esta criptomoneda y qué riesgos tiene Es por eso que existen historias de éxito y fracaso en un mercado aún relativamente pequeño, cuyo valor se estima en cerca de US$220.000 millones, equivalente al tamaño de la economía de un país como Grecia o Perú. "Es mejor que el oro como refugio para los capitales cuando hay una crisis", le dice a BBC Mundo Javier Pastor, director comercial de la empresa Bit2Me, dedicada a comprar y vender criptomonedas. Luego del ataque de Irán a las bases estadounidenses en Irak esta semana, en respuesta a la muerte del general iraní Qasem Soleimani a manos de EE.UU., el bitcoin subió un 8% ante la incertidumbre de los inversionistas. "Mi proyección es que en 2021 el bitcoin llegará a (valer) más de US$100.000", dice Pastor, convencido de que el dinero digital transformará por completo el sistema financiero en el futuro. Ese aumento estaría motivado por el desarrollo de la industria y por las circunstancias geopolíticas internacionales, apunta. Aunque existen proyecciones optimistas entre quienes participan en el negocio (como Antoni Trenchev, cofundador de la plataforma Nexo, que proyecta un precio de US$50.000 hacia finales de este año), abundan en el mercado las voces escépticas.
Tumblr media
Uno de ellos es Nouriel Roubini, profesor de la Universidad de Nueva York, quien ha calificado al bitcoin como "la madre de todas las burbujas", en manos de "charlatanes y estafadores". El economista argumenta que "las criptomonedas han dado lugar a una industria criminal completamente nueva, que incluye intercambios extraterritoriales sin regulación, propagandistas pagados y un ejército de estafadores que buscan quedarse con el dinero de inversores minoritarios". "A pesar de la abrumadora evidencia de fraude y abuso desenfrenados, los reguladores financieros y las agencias que hacen cumplir la ley permanecen dormidos al volante", escribió Roubini.
"Debe ser ilegalizado"
El nobel de Economía Joseph Stiglitz ha dicho que el bitcoin "debe ser ilegalizado" porque está hecho para evadir regulaciones y "no sirve ninguna función social útil". Desde otra perspectiva, el también nobel de Economía Robert J. Shiller argumenta en su último libro, Narrative Economics: How Stories Go Viral and Drive Major Economic Events, que las narrativas populares (historias simples que pueden ser verdaderas o falsas) tienen una gran influencia económica.
Tumblr media
Joseph Stiglitz ha dicho que el bitcoin "debe ser ilegalizado". Una de las razones por las que el bitcoin ha tenido éxito, apunta, es que "se alimentó de una narrativa anarquista, de que el gobierno es innecesario e indigno de confianza". Y además es una moneda cuyo origen es desconocido. "Supuestamente la creó un individuo llamado Satoshi Nakamoto, pero eso nunca ha sido verificado. Ni siquiera sabemos si existe. Hay un elemento de misterio en la narrativa", explica. Y "a las personas eso les resulta tan divertido y emocionante como cualquier video viral".
Una burbuja clásica
Entre los detractores del dinero digital, uno de los argumentos más comunes es que las criptomonedas no son confiables, dado que no tienen un respaldo financiero en el mundo real. Peter Schiff, jefe de Estrategia Global de la empresa de asesoría financiera Euro Pacific Capital, le dice a BBC Mundo que el del dinero digital es una burbuja clásica. "No tienen valor intrínseco. A diferencia de las monedas emitidas por gobiernos, ni siquiera son válidas para pagar impuestos".
Tumblr media
Las criptomonedas no dependen de ningún gobierno. Por su alta volatilidad, agrega, "su valor podría evaporarse de la noche a la mañana", dado que se ha expandido a base de "pura especulación". "A muchas personas les gusta decir que es la versión moderna del oro. Pero eso no es verdad. El oro tiene un valor real en el mercado basado en su escasez y sus propiedades únicas. El bitcoin no es escaso ni único", dice Schiff.
"El futuro es promisorio"
Con la misma pasión, los que trabajan con divisas digitales defienden su valor y rentabilidad. "El futuro de las criptomonedas es promisorio", le dice a BBC Mundo Alex Mashinsky, fundador y director ejecutivo de la plataforma Celsius Network.
Tumblr media
En 2017 el bitcoin llegó a su máximo de US$19.751. Es uno de los pocos activos con oferta limitada, "lo que garantiza su éxito a largo plazo". De hecho, de acuerdo a la estructura del sistema tecnológico con que fue creado el bitcoin hace más de una década, solo pueden existir 21 millones. Mashinsky compara la ganancia del 9.000.000% del bitcoin en la última década, con la rentabilidad de la mejor acción, Netflix, que llegó a 4.000%. "Fue muy rentable y el futuro será aún mejor", argumenta. "En la segunda mitad de este año veremos nuevas alzas y en 2021 el bitcoin llegará a los US$30.000-US$40.000".
¿Qué es el 'halvening' y cómo puede empujar el precio?
El dinero que utilizamos diariamente es emitido por el banco central de un país. En Estados Unidos es la Reserva Federal el organismo encargado de crear dólares. Pero en el mundo del dinero digital no hay una autoridad encargada de acuñar criptomonedas. Las crean los llamados "mineros", para lo que usan la tecnología blockchain (cadena de bloques).
Tumblr media
Los llamados "mineros" utilizan la tecnología blockchain para emitir bitcoins. Se hace con computadoras que trabajan resolviendo problemas matemáticos. El que lo hace más rápido, recibe como recompensa nuevos bitcoins. Es por eso que los que tienen una mayor potencia digital instalada, tienen más probabilidades de resolver el problema matemático o "resolver el bloque" de operaciones. Actualmente, cada vez que los mineros descubren un nuevo bloque (algo que ocurre cada 10 minutos), reciben como recompensa 12,5 nuevos bitcoins. Cada día se emiten 1.800 bitcoins. Pero eso cambiará en mayo de este año cuando se produzca un fenómeno conocido como "halving del sistema", una reducción a la mitad de la recompensa en bitcoin que reciben los mineros. Como a partir de mayo solo se emitirán 900 bitcoins al día, los entusiastas del sistema vaticinan que el precio subirá. "Eso provocará un incremento de precio, seguro", dice Javier Pastor, de la empresa Bit2Me. Después de los dos halving previos —en 2012 y 2016— hubo un alza en el precio del bitcoin del 8.000% en el primer caso y de un 2.000% en el segundo, según datos de Bloomberg. Pero muchos analistas de mercado dicen que esta vez las condiciones son distintas y nada garantiza que se produzca un incremento. Por lo pronto, el mercado de las criptomonedas no ha logrado convertirse en un medio de intercambio generalizado como algunos proyectaron hace una década.
Tumblr media
Actualmente se emiten 1.800 bitcoin al día. Casos de fraude, robo y otros incidentes también han hecho que los inversores tengan mayor cautela, especialmente desde la caída estrepitosa que lo llevó a un valor apenas superior a los US$3.000. Sin embargo, quienes han obtenido gigantescas rentabilidades siguen optimistas y argumentan que el éxito que ha tenido la tecnología blockchain es una clara señal de que las criptomonedas llegarán a las nubes. Aunque también es probable que el escrutinio de los entes reguladores se intensifique. Nadie puede saber con exacta precisión si el mercado de las criptomonedas terminará siendo el nuevo oro digital o el nuevo humo digital. Eso solo lo puede decir el paso del tiempo. Read the full article
0 notes
aldragon · 6 years
Text
Bitcoin "existe a causa de los abusos" - Nobel-Winning El economista Joseph Stiglitz habla por teléfono
Bitcoin “existe a causa de los abusos” – Nobel-Winning El economista Joseph Stiglitz habla por teléfono
Tumblr media
Joseph Stiglitz: No todos son fanáticos de Bitcoin. A pesar de las proclamas de los partidarios sobre su tecnología revolucionaria y la “libertad” que ofrece a sus usuarios, muchos todavía no están convencidos.
Si eres Bitcoin, no es un buen augurio tener un gran crítico en la forma del economista ganador del Premio Nobel y Profesor de Columbia Joseph Stiglitz. Hoy, Stiglitz habló con Notic…
View On WordPress
0 notes
minarquia · 7 years
Text
Desregulemos completamente el sector de las aerolíneas, por Mises Hispano.
Mientras viajaba recientemente, decidí mirar el precio de los billetes de avión en Europa comparados con Estados Unidos. Por ejemplo un vuelo sin escalas de aproximadamente 900 millas de Dusseldorf a Madrid cuesta en Expedia 125$ y lleva 2 horas y 45 minutos. Una distancia similar en EEUU desde cualquier aeropuerto en Chicago a cualquier aeropuerto en Nueva York (789 millas) tiene una tarifa mínima de 160$ y supone 2 horas y 11 minutos. Elegí dos de los aeropuertos más ocupados de EEUU porque esperaba que la competencia fuera mayor ahí. Comparé varios otros vuelos europeos con vuelos estadounidenses de distancias similares y descubrí que siempre los europeos eran más baratos (por ejemplo, de Roma a Berlín, 736 millas 109$, frente a San Francisco a Seattle, 689 millas 186$).
¿Por qué los estadounidenses pagan más por volar una distancia similar? En una entrevista reciente, el ganador del premio Nobel Joseph Stiglitz culpó a la desregulación de las aerolíneas. Decía que la desregulación ha supuesto un aumento en la competencia, pero ahora solo tenemos 3 aerolíneas principales. Sin embargo, no menciona que el número de personas volando en EEUU aumentó de 163 millones en 1970 a 798 millones en 2015, ni que el precio por milla ha caído desde un máximo de 0,32$ en 1980 a aproximadamente 0,15$ en 2015. Tal vez la desregulación sí funcionó hasta cierto punto.
La Ley de Desregulación Aérea firmada por Jimmy Carter en 1978 eliminaba las restricciones públicas de entrada, precios y rutas. Como consecuencia, el sector aeronáutico cambió radicalmente. En lugar de realizar vuelos directos entre ciudades, el sector se convirtió en un sistema de distribución y enlace donde las aerolíneas trasladarían más pasajeros aun aeropuerto localizado centralmente en la primera escala del vuelo y luego los reenviarían a su destino en una segunda escala. Esto redujo el coste de volar. Estas innovaciones no se habrían producido sin la desregulación. Esta es la belleza del mercado. Los innovadores aportan mejores maneras de servir al público. Además, el profesor Stiglitz no se da cuenta de que hay otros competidores en las mismas rutas, como Frontier, Southwest y Allegiant.
Stiglitz también da a entender que el sector de las aerolíneas está completamente desregulado. No es así. La falta de una desregulación completa está manteniendo más alto el precio nuestros billetes aéreos y más baja la calidad del servicio (pensad en las recientes aventuras de United Airlines) de los que habría con una mayor competencia. ¿Cómo puede ser que el sector de las aerolíneas no esté completamente desregulado? Existe corporativismo en el sector de las aerolíneas de EEUU. El sector y los sindicatos combaten cualquier desregulación pública que aumente la competencia de las aerolíneas extranjeras. Actualmente a las aerolíneas extranjeras solo se les permite transportar pasajeros de otros continentes a aeropuertos en EEUU, pero no pueden volar directamente entre aeropuertos dentro de EEUU. Permitir que las aerolíneas extranjeras accedieran a las rutas de EEUU aumentaría la competencia, daría a los consumidores más alternativas, rebajaría los precios y proporcionaría una mayor diferenciación en el servicio. Algunas aerolíneas ofrecerían el mínimo de servicio. Otra se diferenciarían mejorando servicios. Imaginaos que las aerolíneas trataran mejor a sus clientes. Vuestro próximo vuelo podría ser mucho más agradable.
Hay quien ha argumentado que para que funcione este tipo de desregulación tendríamos que hacer que la Unión Europea adopte una política similar para las aerolíneas de EEUU en Europa. Lo que hace Europa no supone ninguna diferencia para la gente que viaja en EEUU. Un argumento así es similar a argumentar que los consumidores de EEUU no deberían poder comprar vino francés si los franceses no permiten que los consumidores franceses compren vinos de EEUU. ¿Por qué dañar a los consumidores estadounidenses solo porque otros países deciden tener malas políticas que dañan a sus consumidores?
En un mercado libre, los consumidores eligen a los ganadores y perdedores votando con sus dólares. En el corporativismo, el gobierno elige los ganadores y perdedores y normalmente los compinches ganadores usan sus dólares para obtener favores a través del cabildeo. Este corporativismo mantiene nuestros precios altos y nuestros servicios bajos. Los estadounidenses merecen más alternativas. Dejemos que los consumidores tomen sus propias decisiones en lugar de los burócratas del gobierno y sus amigos cabilderos.
El artículo original se encuentra aquí.
de Instituto Mises http://ift.tt/2sKKLgN http://ift.tt/2tfo0F5
de nuestro WordPress http://ift.tt/2tKyHQS Difundimos las ideas liberales, libertarias, minarquistas y anarcocapitalistas. http://ift.tt/2tfo0F5 July 05, 2017 at 08:03AM
0 notes
acapulcopress · 4 years
Text
Kakistocracia: El Gobierno de los peores
» Pablo Hiriart. | El Financiero. De un mal manejo de la crisis sanitaria y económica pasamos al descontrol de ambas, por la incompetencia de quienes nos gobiernan. Partieron de un diagnóstico erróneo de los dos fenómenos y metieron al país en un hoyo histórico. Tomaron las medidas equivocadas, opuestas a la ciencia médica y a las ciencias económicas, y terminaron por soltar las riendas de las dos crisis: sálvese quien pueda. Han demostrado ser profundamente ignorantes y además soberbios. Con esas dos 'virtudes' juntas, no hay manera. Como dice un amigo: eso querían (los votantes e impulsores), eso tenemos. Hace varios años vino a México el profesor turinés Michelangelo Bovero, una eminencia mundial en filosofía política, y en una charla dirigida a periodistas nos explicó el sentido del concepto acuñado por él: la kakistocracia. En pocas palabras, la kakistocracia es el gobierno de los peores. Vivimos, pues, en una kakistocracia. Ya sabemos que el Presidente se equivocó rotundamente cuando diagnosticó el dos de marzo el impacto del Covid-19 en la economía: “En cuanto a México, siento que no vamos a tener problemas mayores. Ese es mi pronóstico. Los conservadores que quisieran que nos fuera mal van a decir que está mal mi pronóstico, que vamos a tener crisis económica y financiera. Yo digo, no. Está bien nuestra economía”. Bueno, la economía va a caer -9 por ciento. Diez millones 700 mil mexicanos se sumarán a las filas de la pobreza este año (Informe de Coneval, sobre la base de una caída de -6 por ciento de la economía). Doce millones de personas dejaron de percibir ingresos entre abril y mayo. Un millón de trabajadores formales dados de baja del Seguro Social. México es el país latinoamericano en que más se incrementará la pobreza (Cepal). Diez mil empresas formales han cerrado en dos meses, según datos del IMSS citados ayer por Enrique Quintana en estas páginas. No es crisis, es una catástrofe. El Presidente no está obligado a saber de economía, pero actúa como si supiera y da órdenes. Y el secretario de Hacienda tampoco sabe, o es un desleal a la nación pues calla y ejecuta el desastre porque quiere ser candidato a gobernador de Hidalgo. Ante la crisis, el Presidente hace lo contrario del resto del mundo y en lugar de gastar decreta austeridad. En lugar de dar confianza al sector privado, lo acosa, le sube tarifas, violenta el Estado de derecho y expulsa inversión extranjera a través de consultas populares. En lo dicho: nos gobiernan los peores. Es la kakistocracia al mando de la nación. “No vamos a seguir las recetas del FMI, ya no es como antes”, respondió el Presidente a la necesidad de aumentar gasto público y usar líneas de crédito para mitigar los efectos del Covid en salud y economía. España, gobernado por socialistas, anunció ayer una inversión pública récord de 150 mil millones de euros en 2021 y 2022, y esperan que el sector privado invierta 500 mil millones de euros. Joseph Stiglitz, Premio Nobel de Economía, y con justicia respetado por la izquierda, sostiene que “ningún país ha salido de la crisis con austeridad”. Aquí vamos por austeridad del gobierno y espantar a la inversión privada (ayer se anunció que México sale de los 25 destinos prioritarios para recibir inversión extranjera directa). La crisis sanitaria también está fuera de control porque nos hallamos en manos de ignorantes y soberbios. El mismo problema que en economía. El Presidente dio un diagnóstico equivocado cuando dijo que el coronoavirus no llegaba ni a influenza y recomendó darse abrazos y besos. Pero no se lo sacó de la manga, sino que se puso en manos de un charlatán que sabe menos que el Doctor Chunga (con el perdón de Andrés Bustamante). Ante senadores, Hugo López-Gatell dijo el 17 de marzo que “los efectos del Covid-19 no serán mayores a los que existen normalmente por la influenza estacional”. El doctor no tenía la menor idea de lo que decía. Y lo sostuvieron al frente de la estrategia gubernamental contra la pandemia. Por influenza estacional en 2019-20 fallecieron 269 personas, y por Covid-19 llevamos 18 mil 310 muertos. A los senadores les dijo que “la tasa de letalidad (del coronavirus) es entre 2.5 y 3.2 por ciento”. Pequeño error: en México ronda el 12 por ciento. No saben qué hacer y están forzando una reapertura, “salir a las calles, por recomendación médica”, dice el Presidente pues según él se acható la curva y desde finales de abril “vamos de salida”. Perdieron el control, soltaron las riendas y sálvese quien pueda. Fue un tremendo error haberlos llevado a Palacio Nacional. Estamos en manos de los peores. La kakistocracia. Read the full article
0 notes
gvtnoticias · 4 years
Text
#JosephStiglitz "El experimento neoliberal ha sido un fracaso espectacular”
#Opiniones El Premio Nobel de economía #JosephStiglitz aseguró que "el experimento neoliberal ha sido un fracaso espectacular”. El prestigioso economista critica con dureza al gobierno saliente de #MauricioMacri y cuestiona al #FMI por haberlo apoyado.
#Opiniones El Premio Nobel de economía #JosephStiglitz aseguró que “el experimento neoliberal ha sido un fracaso espectacular”. El prestigioso economista critica con dureza al gobierno saliente de #MauricioMacri y cuestiona al #FMI por haberlo apoyado.
El profesor Joseph Stiglitz promueve “un capitalismo progresista” como reemplazo al fracasado ultra liberalismo. No se considera un…
View On WordPress
0 notes
rethinkingspot · 7 years
Text
Intellectual Property for the Twenty-First-Century Economy by Joseph E. Stiglitz, Dean Baker and Arjun Jayadev
Intellectual Property for the Twenty-First-Century Economy by Joseph E. Stiglitz, Dean Baker and Arjun Jayadev
Profesor Stiglitz show us a new approach about IP https://www.project-syndicate.org/commentary/intellectual-property-21st-century-economy-by-joseph-e–stiglitz-et-al-2017-10
View On WordPress
0 notes
Text
Stiglitz: en 2017 “podría acabarse el orden internacional establecido desde la Segunda Guerra Mundial”
Stiglitz: en 2017 “podría acabarse el orden internacional establecido desde la Segunda Guerra Mundial”
0 Flares 0 Flares ×
Joseph Stiglitz, premio Nobel de Economía 2001 y profesor de Economía en la Universidad de Columbia, explica para Project Syndicate que este año pasará a la historia por ser el punto de inflexión que marque el destino de EEUU y del mundo.
El economista advierte que “China e India están ahora integradas en la economía global, la innovación tecnológica está reduciendo el número de…
View On WordPress
0 notes