Tumgik
fannyauliaadzkia · 6 months
Text
❝ O v e r t h i n k i n g
Overthinking dimulai pada malam ini, banyak kicauan suara yang berbisik dalam pikiran dan membuatku jenuh. Seolah-olah meminta diselesaikan secara cepat, berbagai macam masalah dan tuntutan dalam diri untuk tetap memikirkan hal ini, namun ku sangat resah dan menolak sambil berkata ‘aku ingin tidur saja malam ini’.
Aku sudah mencoba untuk berusaha menolak, akan tetapi mereka ingin aku menulis dan menyampaikan beberapa kalimat untuk aku sadar kalau aku punya masalah dalam hal ini, selama ini aku hanya memikirkan dan memendam saja tanpa untuk diselesaikan, baiklah akan ku coba selesaikan sedikit demi sedikit tapi tidak memaksa untuk menyelesaikan secara cepat, aku hanya baru menulis beberapa hal masalah dan ini membuat aku cukup legah.
Terkadang tidak selamanya overthinking itu buruk, kalau diri ini mulai sadar adanya overthinking segera ambil kertas dan pena atau note untuk menulis apa yang dipikirkan, tak lama dari itu ada sedikit legah dan akan sadar bahwa aku memiliki masalah ini dan harus segera diselesaikan.
1 note · View note
fannyauliaadzkia · 6 months
Text
biar saja semesta yang lebih mengetahui soal rasa ini, cukup menceritakan kepada pemilik-Nya sudah cukup lebih baik.
menceritakan soal dirimu dan aku harap semesta selalu bersamaku.
0 notes
fannyauliaadzkia · 3 years
Text
Hi, sudah lama ya tidak bercerita.
Bagaimana kondisi mental kamu dihari ini? Apakah baik-baik saja atau tidak? Jujur pada diri sendiri itu lebih baik, agar kamu tahu gambaran emosional yang kamu rasakan saat ini.
Merasakan sedih itu wajar karena kamu perlu mengungkapkan emosi negatif yang kamu rasakan, terkadang manusia sering khilaf dalam mengungkapkan emosi dengan berbagai macam ekspresi kepada orang lain, padahal orang lain juga memiliki masalah tersendiri & itu bisa mempengaruhi mental orang lain juga. It’s okay kalau kamu belum bisa mengungkapkan emosi dengan baik, kamu tidaklah sendiri, kita perlu berproses dan belajar untuk lebih baik lagi. Mengungkapkan emosi dengan hal yang bisa kita lakukan seperti menulis dalam keadaan bersedih, atau kamu bisa mencoret-coret kertas dalam keadaan marah. Mungkin melakukan itu jauh lebih baik.
Sudah dicoba tapi masih sulit untuk dilakukan, yuk merefleksi diri dengan baik, melakukan mindfullness atau kamu bisa curhat ke orang terdekat yang telah kamu percayai, atau kamu bisa konseling ke psikolog. Melakukan hal baru untuk mengubah diri memang terasa sulit, tapi ya begitulah kehidupan ketika diri ini dalam keadaan tidak baik pasti akan berakibat buruk dan tentunya pasti ingin mengubah diri menjadi lebih baik. Capek ya? Sama. Yuk saling berjuang & kalau kamu ingin istirahat atau berhenti sebentar ngga papa asal jangan lama-lama ya. Kehidupan dunia pastinya tidak akan jauh-jauh dari masalah, yuk berjuang lagi dan lagi! 🙂
30 notes · View notes
fannyauliaadzkia · 3 years
Text
Tumblr media
Berkali-kali gagal untuk mencapai keinginan ini, usaha dan doa semua sudah dipanjatkan. Kini ku bertanya-tanya ada apakah gerangan? Ya aku lupa dengan takdir Allah.
Allah yang maha mengetahui segala nya, manusia lupa dengan rencana Allah yang terindah. Manusia hanya tahu ekspektasi terbaik yang ada dipikirannya. Allah lebih mengetahui tentang diri ini dan kita sebagai manusia tidak mengetahui sepenuhnya.
Tidak perlu sedih berlarut-larut, proses yang telah kita lakukan akan dapat balasan keuntungan akhirat dari-Nya. Ya inilah kehidupan dunia penuh berbagai macam cerita ujian, warna-warni kehidupan untuk melangkah kehidupan selanjutnya.
2 notes · View notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
Monday
Hari ini seharusnya menjadi hari yang sangat produktif, akan tetapi pikiran ku saat ini lemah dan ada rasa tidak semangat. Rasa mengantuk mulai menyusup ke mata. Sungguh aneh padahal pagi tadi sudah olahraga.
Apa aku kurang siap untuk menghadapi permasalahan ini?
Aku seperti menghindar dari masalah dan jika aku paksakan untuk berpikir ada rasa kacau dan hal negatif aku hadapi, padahal sedikit lagi aku dapat menyelesaikan permasalahan ini.
Apa perlu aku perbaiki semua yang ada dihidupku dan menegaskan supaya harus tetap menjalani hal itu, aku sering menghadapi kegagalan dan aku terpuruk sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama untuk aku hadapi kembali, sungguh ironis hidup ini.
Pikiran ku berkata aku harus mengukur waktu kedepannya untuk menghitung proses menyelesaikan masalah ini. Mengatur waktu dengan berbagai hal cukup membuat ku bosan dan lelah. Rutinitas adalah hal yang ku benci.
Disini aku dapat mengungkapkan apa yang terjadi pada diri ini, jujur aku telah mendapatkan hiburan selama satu bulan dan kurasa itu sangat cukup, akan tetapi ketika aku kembali dengan permasalahan ku lagi aku merasa cepat lelah akan hal itu.
Sudah cukup!
Hidup ini pasti merasakan lelah dan mau tidak mau harus dihadapi. Sedikit demi sedikit melakukan itu adalah yang terbaik, perlu nya mengendalikan pikiran dan bercerita kepada diri sendiri adalah hal yang terbaik untuk mengatasi permasalahan.
Jujur sekarang aku sudah sedikit merasa lebih baik saat ini.
0 notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
Pagi ini ada kebahagiaan yang terlintas di depan rumah ku, melihat betapa lucu & senang nya anak-anak kecil bermain sepeda bersama. Tiba-tiba terdengar percakapan mereka 'adek jangan ikut ya kalau adek nggak ikut nanti abang kasih permen upin-ipin'. Ku melihatnya secara langsung langsung tertawa mendengar percakapan tersebut.
Lalu ku bergumam ternyata kebahagiaan itu sesederhana itu ya.
1 note · View note
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
Baik sudah lama tidak berbicara banyak hal.
Sudah beberapa cara kulakukan supaya diriku menjadi lebih baik, dan tidak berpihak kesebelah kiri. Namun tidak semudah itu untuk melakukan yang diinginkan.
Perlunya kegagalan yang selalu menyusuti perjalanan kian satu persatu.
Menguji dengan kesabaran dan tanpa ada nya lelah untuk selalu menguji dan menguji.
Mencoba merobohkan semangat dan rencana yang telah dilakukan.
Namun tak perlu takut dan mundur akan semua itu, ada kekuatan doa dan iman yang selalu menemani menuju perjalanan supaya mencapai yang diinginkan.
2 notes · View notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
Tumblr media
KEDEWASAAN EMOSI
Salah satu topik yang agak jarang diangkat di Indonesia adalah kedewasaan emosi (emotionally mature).
Yang saya lihat, kebanyakan orang di Indonesia beranggapan bahwa kedewasaan emosi ini akan berjalan seiring dengan umur.
Padahal, berdasarkan pengalaman diri sendiri, kalau nggak sering-sering dikulik, kita jarang sadar bahwa secara emosi, kita kurang dewasa.
Tumblr media
Setidaknya, ada 20 tanda kedewasaan emosi seseorang, diantaranya adalah:
1. Sadar bahwa kebanyakan perilaku buruk dari orang lain itu akarnya adalah dari ketakutan dan kecemasan – bukan kejahatan atau kebodohan.
2. Sadar bahwa orang gak bisa baca pikiran kita sehingga akhirnya kita tau bahwa kita harus bisa mengartikulasikan intensi dan perasaan kita dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tenang. Dan, gak menyalahkan orang kalau mereka gak ngerti maksudnya kita apa.
3. Sadar bahwa kadang-kadang kita bisa salah – dan bisa minta maaf.
4. Belajar untuk lebih percaya diri, bukan karena menyadari bahwa kita hebat, tapi karena akhirnya kita tau kalau bahwa semua orang sebodoh, setakut, dan se-lost kita.
5. Akhirnya bisa memaafkan orang tua kita karena akhirnya kita sadar bahwa mereka gak bermaksud untuk membuat hidup kita sulit – tapi mereka juga bertarung dengan masalah pribadi mereka sendiri.
6. Sadar bahwa hal-hal kecil seperti jam tidur, gula darah, stress – berpengaruh besar pada mood kita. Jadi, kita bisa mengatur waktu untuk mendiskusikan hal-hal penting sama orang waktu orang tersebut sudah dalam kondisi nyaman, kenyang, gak buru-buru dan gak mabuk
7. Gak ngambek. Ketika orang menyakiti kita, kita akan (mencoba) menjelaskan kenapa kita marah, dan kita memaafkan orang tersebut.
8. Belajar bahwa gak ada yang sempurna. Gak ada pekerjaan yang sempurna, hidup yang sempurna, dan pasangan yang sempurna. Akhirnya, kita mengapresiasi apa yang 'good enough'.
9. Belajar untuk jadi sedikit lebih pesimis dalam mengharapkan sesuatu - sehingga kita bisa lebih kalem, sabar, dan pemaaf.
10. Sadar bahwa semua orang punya kelemahan di karakter mereka – yang sebenarnya terhubung dengan kelebihan mereka. Misalnya, ada yang berantakan, tapi sebenernya mereka visioner dan creative (jadi seimbang) – sehingga sebenernya, orang yang sempurna itu gak ada.
11. Lebih susah jatuh cinta (wadaw). Karena kalau pas kita muda, kita gampang naksir orang. Tapi sekarang, kita sadar bahwa seberapa kerennya orang itu, kalau dilihat dari dekat, ya sebenernya ngeselin juga 😂 sehingga akhirnya kita belajar untuk setia sama yang udah ada.
12. Akhirnya kita sadar bahwa sebenernya diri kita ini gak semenyenangkan dan semudah itu untuk hidup bareng
13. Kita belajar untuk memaafkan diri sendiri – untuk segala kesalahan dan kebodohan kita. Kita belajar untuk jadi teman baik untuk diri sendiri.
14. Kita belajar bahwa menjadi dewasa itu adalah dengan berdamai dengan sisi kita yang kekanak-kanakan dan keras kepala yang akan selalu ada.
15. Akhirnya bisa mengurangi ekspektasi berlebihan untuk menggapai kebahagiaan yang gak realistis – dan lebih bisa untuk merayakan hal-hal kecil. Jadi lebih ke arah: bahagia itu sederhana.
16. Gak sepeduli itu sama apa kata orang dan gak akan berusaha sekuat itu untuk menyenangkan semua orang. Ujung-ujungnya, bakal ada satu dua orang kok yang menerima kita seutuhnya. Kita akan melupakan ketenaran dan akhirnya bersandar pada cinta.
17. Bisa menerima masukan.
18. Bisa mendapatkan pandangan baru untuk menyelesaikan masalah diri sendiri, misalnya dengan jalan-jalan di taman.
19. Bisa menyadari bahwa masa lalu kita mempengaruhi respons kita terhadap masalah di masa sekarang, misalnya dari trauma masa kecil. Kalau bisa menyadari ini, kita bisa menahan diri untuk gak merespon dengan gegabah.
20. Sadar bahwa ketika kita memulai persahabatan, sebenernya orang lain gak begitu tertarik sama cerita bahagia kita – tapi malah kesulitan kita. Karena manusia itu pada intinya kesepian, dan ingin merasa ada teman di dunia yang sulit ini.
Written by @jill_bobby
Referensi: https://youtu.be/k-J9BVBjK3o
4K notes · View notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
capek.
ternyata capek juga ya, dengan gaya hidup yang selalu fokus pada pencapaian-pencapaian orang lain. di mana pada akhirnya, yang keluar dari dalam tubuh ini hanya “api-api cemburu” yang berbisik:
“enak ya, jadi dia?”
“andai sajaaa aku bisa hidup seperti keluarga itu.”
“bisa nggak sih, aku hidup enak kayak mereka?”
aku lelah melihat teman-temanku yang kini banyak yang sudah sampai pada karier yang cemerlang menurut pandangan banyak orang. kerja di tempat yang bagus, gaji yang cukup untuk hedon dan makan sesuka hati, travelling ke antah berantah yang bahkan, aku sendiri tak tahu: tempat indah itu letaknya di mana, ya? 
sedangkan aku? rasanya aku sangat terlambat dari mereka-mereka. pacuanku kurang keras, gerakanku lamban, tak jarang langkahku terseok-seok ketika menemukan jalan terjal, curam dan berbatu sekaligus berliku.
hari ini aku ingin berjanji kepadaku, untuk menitikberatkan fokus hanya kepada diri sendiri. tak lagi memandang kehidupan orang lain. tak lagi terpengaruh gaya hidup orang lain. dan berusaha untuk tak iri dengan pencapaian-pencapaian teman-teman lain.
semestinya aku tak perlu khawatir dibalap. aku juga tak perlu lelah-lelah membalap. sebab, untuk menjadi yang terbaik, pesaingku bukan orang lain. tapi aku yang kemarin. aku hampir lupa nasihat ibu: hidup ini tak untuk balap-balapan dengan yang lain, nduk. setiap kita sudah punya jalur sendiri-sendiri.
setelah aku tenggelam dalam penyesalan selama ini, aku kembali menyadari. saatnya aku menerima diriku sendiri seutuhnya, sepenuhnya, tanpa alasan apa-apa. aku harus belajar untuk lebih mengapresiasi diri. karena sekali lagi, memang melelahkan, kesal dengan diri sendiri terus menerus.
mungkin aku tak seperti mereka yang kini sudah sampai pada titik memetik hasil dan menikmatinya. mungkin aku tak seperti mereka yang sudah melewati jalur mulus dan tinggal meneruskan saja. akupun tak tahu apa yang telah mereka lewati selama ini. karena tentu saja setiap orang telah ditempatkan Allah pada peran kebermanfaatan masing-masing–di posisi yang paling tepat. 
aku kini hanya akan terus berusaha untuk memaksimalkan peranku. asal aku tahu bahwa tujuan hidup hanya untuk bertemu dengan Allah–bahwa jika suatu saat aku jatuh, aku akan tetap berusaha naik. jika aku terbang tinggi, aku tak akan lupa dengan bumi.
225 notes · View notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
Judgement
Sudah lama pingin nulis ini, tentang julukan; judgement; atau perkataan yang sering dilontarkan orang kepada orang lain berdasarkan sudut pandang subyektifnya. Misalnya,
“ah, kamu sih dasarnya baperan.”
“makanya open mind dong.”
“Dasar kadal gurun.”
“Kamu sih gak mau membiasakan diri.”
“Kurang piknik sih, main tuh yang jauh.”
“Dasar intoleran.”
Eh kalo julukan yang memang berdasarkan keilmuan seperti domba tersesat atau kafir, itu beda ya. Gw sebagai muslim sih selalu ridho disebut domba tersesat, karena itu memang julukan resmi (kalo ga salah) dari teman-teman kristiani. 
Persoalan judgement diatas itu, gw jadi berpikir. Pernah ga sih kita bertanya, ketika kita menuduh orang baperan karena apa yang kita katakan atau orang lain katakan, bukan karena mereka baperan, tapi karena memang perkataan itu sungguh menyakitkan? Mana kita tahu sudut pandangnya yang barangkali dipengaruhi pengalaman yang tidak enak?
Ketika kita ngatain orang gak open mind, jangan - jangan kita yang terlalu open sehingga gak kenal batas yang semestinya? Pernah teman gw, cowok, bilang gini, 
“gw suka sama cewek yang gak curiga kalo pergi pergi travelling berdua sama lawan jenis dan gak keberatan tidur berdua, karena gak selamanya berduaan itu akan kejadian macem-macem. Cewek kayak gitu, open mind.”
Gw cuma bilang ke dia, itu bukan cewek open mind, itu cewek ga ngerti agama. Tapi oke lah, persoalan agama ini terlalu subyektif, gw gak pingin mengingtervensi orang memperlakukan agamanya. Tapi ya judgement open mind ini ga cocok aja menurut gw, kayak mendiskreditkan cewek yang jaga diri dari lawan jenis itu gak open mind. Itu mah bukan persoalan open atau closed mind, tapi persoalan perbedaan pegangan hidup dan panduan hidup.
Ketika kita ngatain orang kurang piknik dan mainnya kurang jauh, jangan - jangan justru kitalah yang ga memahami ilmu yang sedang mereka bicarakan. Jangan-jangan kita yang kurang belajar? Jangan - jangan kita yang kurang rendah hati untuk menerima ilmu baru? Gw inget ketika sekelompok ibu-ibu berkerudung mengajukan hukum eljibitos ke MA, netijen ngata-ngatain mereka ‘makanya pake ilmu Bu.’
What??? Hanya karena tampilan mereka nampak kayak ibu-ibu pengajian kampung, lalu dibilang ga pake ilmu? Padahal mereka terdiri dari dokter spesialis, ahli hukum, dan profesor.
Ketika kita ngatain orang intoleran, jangan - jangan kita yang juga kebablasan dan salah kaprah soal toleran? Jangan - jangan yang kita katain intoleran hanya karena satu dua sebab sederhana itu yang menolong saudara-saudara kita saat terjadi bencana tanpa melihat jenis kelamin, ras, dan agama? *ini kejadian loh, you know what and who I mean.
Makanya, sebelum kita nge cap orang dengan istilah yang begituan, sebaiknya kita koreksi diri deh. Jangan - jangan kita yang ga ngerti, jangan- jangan kita yang kurang paham dan kurang ilmu. Itu baru namanya open mind and respect.
Ini juga buat gw sendiri yang hobi judge the film by the trailer. 
235 notes · View notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
Tingkatan Ilmu Dan Level Pertanyaan
Suatu hari, saya dinasihati oleh seseorang tentang pertanyaan - pertanyaan  saya terkait agama yang belum dijawab oleh seorangpun di dunia ini (yes, I asked a lot, and it’s really hard to find the answers). Saat itu saya merasa tersinggung karena dianggap belum punya ilmu yang cukup untuk menerima jawaban yang rumit. Sekarang, saya menyadari itulah nasihat yang sangat baik. Pada dasarnya ilmu kita memang teramat rendah kan?
Berikut ringkasan nasihatnya.
“Ilmu itu bertahap, Din. Jangankan ilmu agama, ilmu dunia semacam Biologi dan Matematika saja dipelajari berdasarkan tingkat kemampuan peserta pembelajaran. Mana mampu kamu mengerjakan Kalkulus jika perkalian dan penambahan saja belum kamu kuasai? Mana bisa seseorang memahami reproduksi jika anatomi saja tidak dia pelajari?
Begitu pula dalam ilmu agama. Kamu tentu boleh bertanya, kamu harus berpikir. Akan tetapi, pertanyaan itu juga bertahap. Jika pondasi agama saja belum kamu ketahui, jika dasar - dasar sehari - hari saja belum terlewati, pertanyaan dalam yang berat bisa - bisa justru menyesatkanmu jika tidak bertanya pada orang yang tepat.
Bersabarlah dalam belajar, nikmati prosesnya yang bertahap. Di dalamnya ada cinta Allah di setiap detiknya. Buru - buru tahu bisa menyesatkanmu, setan akan membuatmu bernafsu dan menyalahkan yang tidak bisa menjawabmu.
Jangan angkuh dalam mencari ilmu, jangan dulu merasa tahu. Jangan mudah tersinggung mengejar ilmu, bisa jadi kerasnya jalan berbuah manisnya kehidupan.
Jika dinilai rendah dan kurang ilmu, demikianlah Din manusia adanya : bodoh. Makanya harus belajar, dengan adab yang benar, agar Allah menuntun pada hikmah yang membawa kebaikan. Tidak semua jawaban akan kita temukan di dunia ini, tapi tidak seharusnya itu menghalangi kita menjalankan kewajiban - kewajiban.
Sadar diri, manusia ya memang kurang ilmu, seringkali kurang iman. Tapi dengan niat yang baik, pertanyaan - pertanyaan itu semoga membawa pada kebaikan dan peningkatan iman.”
485 notes · View notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
The art of listening.
Banyak orang ingin bicara, tapi tak banyak yang bisa mendengarkan, kadang sulit rasanya menerima bedanya isi kepala, inginnya kita komentar saja, tak peduli dengan bagaimana isi hatinya, bagaimana perasaannya. Bukankah jumlah telinga diciptakan lebih banyak ketimbang mulut? Mari kita belajar seni mendengarkan.
1. Terima dengan baik
Saya ingat saat dulu belajar berpraktik di rumah sakit jiwa, saat saya perlu banyak belajar komunikasi terapetik, belajar menerima perasaan orang, berusaha simpati atau memahami perasaan orang tersebut namun tidak sampai terlibat ikut dalam perasaannya, kalau iya nanti jadinya baper, sedang perasaan seseorang sebegitu nano-nanonya (manis asem asin rame rasanya *iklan, wkwk), dan kadang juga sedinamis itu, cepat berubah.
Template respon yang bisa diberikan seperti:
"bagaimana perasaanmu hari ini?"
"aku mengerti apa yang kamu rasain,"
"aku disini untuk mendengarkanmu"
"bagaimana hari ini?"
Let they release all feelings, explore the all feelings, good or bad feelings, whatever feelings.
2. Don't judge
Ini yang mungkin bagian paling sulit, bahkan nanya pakai kata "kenapa" aja dilarang karena bisa terkesan menghakimi. Ga mudah, sungguh ga mudah. Kadang melogikakan orang yang perasaannya sedang overwhelmed dominan itu ga mudah. Mereka akan cenderung lebih sensitif. Hati-hati, seringkali ini jadi pencetus depresi. Kata yang lebih baik bisa diganti adalah apa atau bagaimana.
"apa yang membuat kamu merasa seperti itu?"
"bagaimana hal tersebut membuatmu merasakan itu?"
Bandingkan dengan
"kenapa kamu merasa seperti itu?"
Beda kan? Pernyataan kenapa saja bisa dianggap seperti memojokkan, menyalahkan si subjek yang merasa itu, padahal tidak ada yang salah dengan merasa karena kita manusia, asal tak berlarut larut saja dan mengganggu aktivitas harian kita, yang paling penting adalah don't blame, fokus untuk hanya perlu mencari tau penyebab dari perasaan itu, bukan menyalahkan perasaan atau personal orang tersebut.
Aku tau, kadang niat kita terlampau baik, ingin sekedar mengingatkan, tapi mengingatkan juga ada seninya agar tidak sampai menjadi sesuatu yang menyakitkan bagi penerimanya. Nanti kita bahas lain kali, insya Allaah.
3. Timing!
Perhatikan kondisi dan waktu. Kalau dia lagi nangis nangis parah, jangan langsung ditanya, biarkan dulu, atau tenangkan dulu, ga selalu dengan kata-kata, bisa dengan puk-puk, peluk (ini kalau sesama perempuan ya), mimik yang khawatir, dst. Kalau sudah agak tenang sedikit, bisa sampaikan
"aku ngerti kamu lagi ngerasa sedih,"
Dan dilanjutkan
"aku ada disini buat nemenin kalau kamu mau cerita, aku bersedia mendengarkan :)"
Kalau orangnya lagi merasa ingin marah-marah, jangan mendekat, jaga jarak, karena dapat muncul resiko perilaku kekerasan. Tenangkan dengan kata-kata yang positif.
"tenang yaa, tarik nafas dalam dulu,"
Atau konfirmasi/validasi
"iya, aku paham kamu sedang marah,"
"kamu sedang merasa kesal ya?"
Kalau orang merasa jatuh cinta, ya ga perlu diledekin juga. Dan apapun rasa yang pernah ada lah.
4. Validasi dan konfirmasi
Kita simpulkan cerita panjang kali lebarnya dengan singkat. Menyamakan persepsi dengan
"jadi hal tersebut yaa yang membuat kamu sedih."
"jadi kejadian itu yang membuat kamu kesal ya?"
Bukan dengan
"jadi kamu sedih gara-gara itu doang?"
"yailah gitu doang,"
"jadi kamu kezel karena dia,"
Jadi subjeknya perlu juga diputer gitu.
5. Kembalikan kepada orangnya
Saatnya melogika-kan rasa. Setelah memahami perasaan dan penyebabnya. Kita kembalikan ke orangnya untuk merumuskan sendiri solusinya.
"apakah kamu ingin terus seperti ini?"
"menurutmu, apa yang perlu dilakukan?"
"jadi harus bagaimana?"
"apakah hal tersebut benar? Apakah mungkin bila bla bla bla akan bla bla bla?" Ini jawabannya perlu disesuaikan dengan ceritanya.
"jadi langkah apa yang bisa diambil?"
Intinya begitu, kalau dieksplore akan ada jauh lebih banyak, dari teknik, nada, tatap mata, mimik wajah, kesediaan mendengarkan yang tulus, antusias, dan pemahaman. Semoga bermanfaat!
- dari yang masih perlu banyak memahami dan menghargai perasaaan orang -
314 notes · View notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
The art of listening.
Banyak orang ingin bicara, tapi tak banyak yang bisa mendengarkan, kadang sulit rasanya menerima bedanya isi kepala, inginnya kita komentar saja, tak peduli dengan bagaimana isi hatinya, bagaimana perasaannya. Bukankah jumlah telinga diciptakan lebih banyak ketimbang mulut? Mari kita belajar seni mendengarkan.
1. Terima dengan baik
Saya ingat saat dulu belajar berpraktik di rumah sakit jiwa, saat saya perlu banyak belajar komunikasi terapetik, belajar menerima perasaan orang, berusaha simpati atau memahami perasaan orang tersebut namun tidak sampai terlibat ikut dalam perasaannya, kalau iya nanti jadinya baper, sedang perasaan seseorang sebegitu nano-nanonya (manis asem asin rame rasanya *iklan, wkwk), dan kadang juga sedinamis itu, cepat berubah.
Template respon yang bisa diberikan seperti:
"bagaimana perasaanmu hari ini?"
"aku mengerti apa yang kamu rasain,"
"aku disini untuk mendengarkanmu"
"bagaimana hari ini?"
Let they release all feelings, explore the all feelings, good or bad feelings, whatever feelings.
2. Don't judge
Ini yang mungkin bagian paling sulit, bahkan nanya pakai kata "kenapa" aja dilarang karena bisa terkesan menghakimi. Ga mudah, sungguh ga mudah. Kadang melogikakan orang yang perasaannya sedang overwhelmed dominan itu ga mudah. Mereka akan cenderung lebih sensitif. Hati-hati, seringkali ini jadi pencetus depresi. Kata yang lebih baik bisa diganti adalah apa atau bagaimana.
"apa yang membuat kamu merasa seperti itu?"
"bagaimana hal tersebut membuatmu merasakan itu?"
Bandingkan dengan
"kenapa kamu merasa seperti itu?"
Beda kan? Pernyataan kenapa saja bisa dianggap seperti memojokkan, menyalahkan si subjek yang merasa itu, padahal tidak ada yang salah dengan merasa karena kita manusia, asal tak berlarut larut saja dan mengganggu aktivitas harian kita, yang paling penting adalah don't blame, fokus untuk hanya perlu mencari tau penyebab dari perasaan itu, bukan menyalahkan perasaan atau personal orang tersebut.
Aku tau, kadang niat kita terlampau baik, ingin sekedar mengingatkan, tapi mengingatkan juga ada seninya agar tidak sampai menjadi sesuatu yang menyakitkan bagi penerimanya. Nanti kita bahas lain kali, insya Allaah.
3. Timing!
Perhatikan kondisi dan waktu. Kalau dia lagi nangis nangis parah, jangan langsung ditanya, biarkan dulu, atau tenangkan dulu, ga selalu dengan kata-kata, bisa dengan puk-puk, peluk (ini kalau sesama perempuan ya), mimik yang khawatir, dst. Kalau sudah agak tenang sedikit, bisa sampaikan
"aku ngerti kamu lagi ngerasa sedih,"
Dan dilanjutkan
"aku ada disini buat nemenin kalau kamu mau cerita, aku bersedia mendengarkan :)"
Kalau orangnya lagi merasa ingin marah-marah, jangan mendekat, jaga jarak, karena dapat muncul resiko perilaku kekerasan. Tenangkan dengan kata-kata yang positif.
"tenang yaa, tarik nafas dalam dulu,"
Atau konfirmasi/validasi
"iya, aku paham kamu sedang marah,"
"kamu sedang merasa kesal ya?"
Kalau orang merasa jatuh cinta, ya ga perlu diledekin juga. Dan apapun rasa yang pernah ada lah.
4. Validasi dan konfirmasi
Kita simpulkan cerita panjang kali lebarnya dengan singkat. Menyamakan persepsi dengan
"jadi hal tersebut yaa yang membuat kamu sedih."
"jadi kejadian itu yang membuat kamu kesal ya?"
Bukan dengan
"jadi kamu sedih gara-gara itu doang?"
"yailah gitu doang,"
"jadi kamu kezel karena dia,"
Jadi subjeknya perlu juga diputer gitu.
5. Kembalikan kepada orangnya
Saatnya melogika-kan rasa. Setelah memahami perasaan dan penyebabnya. Kita kembalikan ke orangnya untuk merumuskan sendiri solusinya.
"apakah kamu ingin terus seperti ini?"
"menurutmu, apa yang perlu dilakukan?"
"jadi harus bagaimana?"
"apakah hal tersebut benar? Apakah mungkin bila bla bla bla akan bla bla bla?" Ini jawabannya perlu disesuaikan dengan ceritanya.
"jadi langkah apa yang bisa diambil?"
Intinya begitu, kalau dieksplore akan ada jauh lebih banyak, dari teknik, nada, tatap mata, mimik wajah, kesediaan mendengarkan yang tulus, antusias, dan pemahaman. Semoga bermanfaat!
- dari yang masih perlu banyak memahami dan menghargai perasaaan orang -
314 notes · View notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
Mengenal emosi.
Ada yang panikan grasak grusuk agak berantakan tapi menyelesaikan sesuatu dengan cepat.
Ada yang tenang, pelan-pelan, teliti, tapi lambat sekali jadi, perfeksionis.
Ada yang banyak ide tapi minim eksekusi.
Ada yang penurut tapi minim inisiatif.
Ada yang baper tapi sangat memahami perasaan orang.
Ada yang sangat logis tapi kurang peka.
Ada yang cerdas tapi bawel.
Ada yang kaku tapi tertib dan terstruktur.
Ada yang luwes tapi tidak terprogram dengan baik.
Ada yang pandai bicara tapi tak bisa mendengar.
Ada yang pandai mendengar tapi sulit bicara.
Ada yang sabar dan pemaaf tapi tidak tegas.
Ada yang pemarah tapi tidak pernah masukin ke dalam hati.
Ada yang penyayang tapi terlalu memanjakan.
Ada yang ngegas, sulit ngerem.
Ada yang ngerem, tapi gabisa ngegas.
Ada yang rajin tapi monoton.
Ada yang kreatif tapi malas.
Ternyata sifat itu banyak yaa, sepaket lengkap dengan kekurangan. Ga cuma baik sama jahad aja. Kamu yang mana?
138 notes · View notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Note
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, izin bertanya. Bagaimana mengenai penyataan "depresi itu karena kurang iman"? Jazakallah khayr
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
Seseorang dalam kondisi depresi memang banyak jenis dan tingkatannya, umumnya mengalami perasaan sedih, cemas, atau kosong yang berlebihan. Dan yang paling bahaya adalah yang cenderung berakhir dengan keputus-asaan/frustasi.
Apakah orang yang depresi itu dikatakan kurang iman?
Jika sampai berujung kepada berputus asa, bisa dikatakan demikian. Bahkan Allah Ta'ala menyifati orang yang berputus asa sebagai sifat orang kafir. Allahu a'lam.
"Sesungguhnya tidaklah ada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir.” (QS. Yusuf: 87)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memasukkan berputus asa dari rahmat Allah sebagai salah satu dosa besar yang letaknya di hati. Setelah membawakan ayat di atas sebagai dalil, beliau menambahkan dengan riwayat dari Abdullah ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma secara marfu’ (yang artinya), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya,
“Apa sajakah yang termasuk dosa-dosa besar?’ Beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam menjawab, ‘Mempersekutukan Allah, merasa aman dari makar Allah, dan berputus asa dari rahmat Allah.’ (Al-Kaba'ir)
Kurang iman adalah kondisi ketika seseorang sedang dalam keadaan jauh dari Allah.
Ketika seseorang melakukan perbuatan dosa, inipun dikatakan kurang iman. Bahkan bisa sampai tingkatan tidak beriman.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri yang di saat mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum khamr di saat meminum dalam keadaan beriman.” (Bukhari, hadits nomor 2295 dan Muslim, hadits nomor 86)
Ketika seseorang lalai bahkan meninggalkan kewajibannya untuk beribadah kepada Allah, hatinya keras dan sulit menerima nasihat, tidak takut dengan ayat-ayat ancaman, ketika orang yang depresi masuk pada tahap berputus asa (berpikir untuk bunuh diri), dan seterusnya. Dalam keadaan seperti ini adalah keadaan dimana seseorang sedang tidak beriman.
Seorang muslim yang rajin beribadah namun mengalami depresi yang sampai pada tahap ada keinginan untuk bunuh diri adalah orang yang belum memahami esensi tentang fungsi ibadah, esensi tentang keislamannya pun belum utuh. Karena jika ia memahami fungsi ibadah dengan benar, seseorang tidak akan mudah berputus asa. Harapan itu akan terus tumbuh, jikapun merasa sedih, ia tidak akan berlarut dalam kesedihan. Jikapun ia berada dalam kondisi yang sulit, ia tidak akan mudah berputus asa.
Makna Islam adalah penyerahan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, dan taat serta patuh kepada-Nya, dengan penuh ketundukan dan perendahan diri.
Khusus tentang depresi, biasanya agar 'sembuh' darinya, orang-orang akan menganjurkan untuk mendatangi psikolog/psikiater. Dan hal ini tidak keliru, karena memang keahliannya di bidang 'kejiwaan', selama psikolog/psikiaternya adalah orang yang Islami. Seorang psikiater yang Islami bukan hanya mengetahui analisa "why" namun juga akan memberikan solusi "how to" dengan cara yang Islami/sesuai syariat.
"Pengobatan" terbaik adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan memahami hakikat hidup didunia bagi seorang muslim itu apa, lalu esensi ibadah dan esensi keislamannya secara utuh. Karena pengobatan depresi tanpa diiringi dengan cara yang Islami, jikapun membaik.. tetap akan kembali ke kondisi depresi.
Wa antum fa jazaakumullah khairan.
156 notes · View notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
Berteman dengan ‘Insecurities’
Merasa insecure (meragukan diri sendiri) itu kadang-kadang perlu juga. Dengan takaran yang pas, insecurity malah bisa berguna. Seperti kata dr. Gerald Stein di blognya:
“How can something bad be something good? The answer: in moderate doses. We all benefit from a bit of insecurity.”
Insecure adalah salah satu wajah dari rasa takut. Sementara rasa takut punya manfaat dan tujuan: memberi sinyal agar kita meningkatkan keamanan. Memberi tahu bahwa kita mesti berhati-hati.
Lawan insecure itu overconfident, yang mana ngga sehat juga. Titik moderatnya bisa tercapai kalau kita tambahkan sejumput insecurity dalam mangkuk percaya diri kita.
Jadi, alih-alih mengutuki diri sendiri karena terus menerus merasa insecure, coba kurangi dosisnya sedikit lalu lihat itu sebagai sesuatu yang berguna. Jadikan itu alat untuk mengenal diri sendiri lebih dalam. Jadikan itu sebagai dorongan untuk maju.
Beberapa kegunaan perasaan insecure:
1. Membuat kita lebih realistis. Karena insecurity membuat kita mampu melihat risiko dan ancaman. Kita pun jadi bisa lebih awal mengantisipasinya.
2. Memudahkan untuk berempati dan rendah hati. Pada kadar yang moderat, insecurity membuat kita sadar bahwa diri kita “bukan siapa-siapa”. Gunanya, kita jadi ngga meninggikan diri di depan orang lain.
Kita pun bisa lebih jernih melihat ketidaksempurnaan manusia, yang dengannya kita jadi lebih mudah berempati pada orang lain. Tidak mudah menghakimi, toh kita semua tidak ada yang sempurna.
3. Mendorong kita agar terus belajar. Kalau kata Steve Jobs, stay foolish, stay hungry. Karena dengan menjadi bodoh, kita ngga akan berhenti belajar.
Intinya, insecurity membuat kita bertanya pada diri kita sendiri,
“Apakah ini hal terbaik yang bisa aku lakukan?”
“Apa yang harus aku perbaiki?”
“Apa yang harus aku lakukan kalau aku ngga berhasil?”
Insecurity itu semacam suara di kepala kita yang menjadi pemandu. Seringkali ia juga mengingatkan kita bahwa ada tujuan yang kita perjuangkan.
Sama seperti kesedihan yang harus diterima sebagai bagian dari hidup, sebagai emosi yang wajar dan justru berguna, demikian pula perasaan insecure. Menerima dan mengakuinya adalah bagian penting dari proses pengelolaan diri, proses belajar, proses bertumbuh.
965 notes · View notes
fannyauliaadzkia · 4 years
Text
“random”
Kadang kalau kita nggak mau ketemu sama orang yang nyakitin kita, masyarakat masih judging kalo kita pendendam. Padahal terkadang apa yang diperbuat orang tersebut memang traumatis sementara pertemuan hanya memperdalam luka.
Dan batas kemampuan kita untuk memaafkan ya sebatas ridho dengan masa lalu  Bukan bersikap biasa ke orang yang menyakiti kita seperti nggak ada apa-apa.
Sekarang, gue menyadari bahwa orang-orang berhak menolak untuk bertemu dengan orang-orang yang pernah menyakiti mereka tanpa perlu mendapatkan judgement apapun. Dulu, gue sering maksa orang yang berkonflik untuk bertemu dengan alasan mendamaikan.
Padahal damai itu ga selalu berarti bisa saling sapa seolah nggak ada apa-apa. Kalaupun pada akhirnya kita bisa bersikap santai dengan orang yang pernah menyakiti kita di masa lalu, setidaknya kita perlu menyadari bahwa semua butuh proses. Tidak bisa dipaksakan.
319 notes · View notes