Tumgik
yasminiaizzah · 2 years
Text
Tumblr media
Akhir tahun 2021 kemarin, aku berdoa supaya di tahun 2022 ini aku dikuatkan oleh Allah untuk merubah hidupku menjadi lebih baik setiap harinya. Aku menyadari kalau perubahan untuk jadi lebih baik di hari ini, itu ternyata ngga melulu datang dari memperbaiki hari esok, tapi juga dengan meng-evaluasi hari kemarin. Lewat masa perenungan diri (alias ngelamun tiap malam) yang panjang, pikiran dan hatiku akhirnya membawa aku bernostaligia ke banyak hari di masa lalu.
Dan salah satunya jatuh di belasan tahun lalu.
Jujur, aku tipikal orang yang suka dengan atensi. Suka dalam artian, kalau ngga dapet ya ngga papa, tapi kalau atensi itu datang, aku sambut dengan senang hati. Oleh karena itu, ngga jarang, sosial media dan gadget rasanya sungguh menguras banyak energi. Akhirnya aku mengulas ulang memoriku untuk menemukan sejak kapan 'penyakit' ini menjangkiti hati. Jawabannya, ternyata sejak pertama kali aku memutuskan memiliki gadget dan sosial media itu sendiri. Sudah selama itu. Istighfar.. Istighfar..
Pernah ada tulisan lewat di beranda, kalau ngga salah itu postingan Teh Qoonit. Sepenggal kalimat dengan redaksi kira kira demikian "Sosial media adalah amanah, jadi pasti ada pertanggung jawabannya" Berat ya?
Belum. Aku belum bisa se amanah manusia-manusia keren kaya mereka, tapi aku rasa, dengan mengurangi kuantitasnya, aku bisa menaikkan kulitas diri di lain hal. Ya, harus mengurangi gadget dan sosial media supaya makin berkurang jatah sia-sia nya.
Kembali ke memori belasan tahun kemarin.
Suatu siang kala itu, aku tertegun memerhatikan ponakan-ponakanku yang lagi 'khusyu' dengan gadget mereka. Usia mereka kira-kira 5 sampai 10 tahun. Di usia segitu dulu, aku bahkan cuma bisa main pinball sama spider solitare di komputer, sisanya, komputer di rumah cuma dipakai untuk praktik Ms Word. Hp? Cuma bapak yang punya. Kami komunikasi pakai telepon rumah. Hiburan lewat layarku kayanya cuman televisi. Itupun ada 'jatah' nonton karena televisi di rumah cuma satu. Tapi... kenapa ya masa itu rasanya menyenangkan-menyenangkan aja? dan kayanya ngga ada tuh ngeluh bosen dan sibuk ngerengek kaya ponakan-ponakan aku kalau ngga dibolehin main gadget atau nonton tivi.
Aku ingat-ingat lagi..
Dan satu kotak memori tentang hari-hari dimana aku diajak orang tuaku ke toko buku, dan sibuk meminjam koleksi buku KKPK milik teman, juga malam-malam dimana cerita-cerita indah dibacakan oleh mamak, berputar jelas di otakku. Ya, dulu aku sibuk berbahagia dengan dunia itu. Lalu aku sadar kalau dunia itu sudah lama tertinggal jauh di belakang. Intensitas baca buku-ku, semakin bertambahnya umur, semakin berkurang.
Aku teringat cita-cita yang muncul sejak kelas 3 SD dulu, yaitu jadi penulis, jadi sastrawan. Lucunya, aku selalu bangga punya cita-cita paling beda di kelas waktu kecil dulu. Setiap pulang sekolah, aku baca buku, malamnya, aku menulis cerita sendiri. Masa itu, mengingatnya aja rasanya sangat menyenangkan.
Dan akhirnya aku memutuskan untuk 'kembali' membuka duniaku kala itu. Kembali masuk dan berterimakasih pada diriku di masa itu karna memberi satu jawaban untuk ku di usia ini. Ngasih tahu cara untuk menjauh dari hiruk-pikuk dunia maya dan menjalani dunia nyata dengan lebih mindfull.
Aku memutuskan membeli satu dua buku tiap bulan, fiksi maupun non-fiksi. Melahapnya sampai kenyang. Dan kembali ketagihan.
Sampai di bulan April tahun ini, aku sudah selesai membeli dan membaca 10 buku . 8 fiksi, sisanya non-fiksi (ini belum sama komik juga,ya wkw) Terharu. Alhamdulillah..
Selanjutnya, rasanya pingin tulis ulasan tiap bukunya disini. Semoga Allah mudahkan dan diriku mau paksa sempatkan, hehe..
Akhiru Kalam, Salam Sayang buat Yasmin 15 tahun lalu ☺️
4 notes · View notes
yasminiaizzah · 2 years
Text
“Apa yang kamu ikhlaskan pasti akan diganti, dan apa yang kamu pasrahkan pada-Nya pasti akan berakhir dengan baik. Kadang, kamu saja yang tidak mau mengikhlaskan dan menyerahkan urusan pada-Nya, merasa bahwa dunia ini milik manusia dan secuil hartanya”
Ingatlah kembali siapa pemilik ketentuan dunia dan hati manusia, Dia yang mampu mengubah sesuatu yang mustahil kamu ubah. Melatih prasangka baik pada-Nya.
@jndmmsyhd 
716 notes · View notes
yasminiaizzah · 3 years
Text
“Jika kamu ingin mengetahui kedudukan dirimu di sisi Allah, maka lihatlah bagaimana kedudukan Allah di hatimu.”
— Ibn Athaillah
603 notes · View notes
yasminiaizzah · 3 years
Text
Sebuah Tulisan untuk Diri
Coba sejenak kita bertanya pada diri sendiri. Itu betulan mimpi, atau hanya obsesi?
Kita seringkali lengah melihat jalan orang lain yang penuh berlian, sedangkan milik diri sendiri penuh batu dan duri. Padahal, bisa jadi, kemarin lusa, jalan jalan penuh berlian itu adalah jurang curam. Bisa jadi, esok jalan kita dipenuhi harta karun yang tak ternilai harganya.
Percaya pada sepatu kita masing masing, berjalan saja di atas sepatu ini. Selalu merasa cukup adalah kunci untuk menyikapi apa yang terjadi dan didapat hari ini. Dan saat esok terbangun dari tidur, kerjakan segalanya dengan lebih baik.
Lalu, jika belum juga berjalan sesuai keinginan, maka tengok dan tanya lagi pada diri, apa hal yg kita butuhkan yg tidak Allah berikan hari ini?
Tidak ada.
Maka, bersyukurlah untuk itu. Luapkanlah sedih secukupnya, lalu lupakanlah.
0 notes
yasminiaizzah · 3 years
Text
Menemukan Syukur
Pagi masih sama di Malang. Mendung. Dan dingin. Aku sepagi itu sibuk scrolling media sosial, satu dua menanggapi unggahanku, sisanya aku menjadi penonton unggahan orang lain. Kembali ke profilku sendiri, mengamati postingan Instagramku yang sudah mencapai 310 postingan sejak 2014.
Platform satu ini mengenalkan aku kepada banyak hal. Yang paling merubah hidupku adalah fotografi. Ntah itu tujuh tahun lalu, atau tahun ini. Yang menjadi berbeda adalah rasanya.
Awal awal memulai bermain instagram, sekitar kelas dua SMA, keseruannya sesederhana saling kenal orang baru, bisa join komunitas foto, dapat repost dari akun urban besar, saling tukar hashtag dan tips tren foto yg kala itu sedang popular. Kala itu juga, selebgram belum se wow sekarang (yang mana sekarang banyak yang ingin jadi selebgram).
Dulu, teman teman yang juga satu minat yg aku kenal melalui komunitas maupun luar komunitas, foto dan feeds instagram nya jauh lebih kece dari aku. Dan mereka ngga pelit ilmu. Saling support satu sama lain di grup komunitas supaya bisa di repost akun besar dan akhirnya bisa naikin followers. Kalaupun postingan sepi peminat, tetap senang karna menjadi jejak sedang ikut belajar sesuatu.
Seperti saat tren foto minimalis dan foto loncat sedang cukup booming saat itu. Kita ikut berlomba pakai hashtag #sukaloncat dan #minimalismindonesia supaya dapat repost. Kalupun engga di repost juga ya ngga apa apa. Sesederhana dan semudah itu rasanya untuk bisa menemukan keseruan di sana.
Tahun berlalu cepat sekali, teman temanku, telah tumbuh berubah. Satu dua melanjutkan menjadi fotografer professional dan punya project sendiri. Sisanya menjalani mimpi mereka yang mungkin baru mereka temukan selepas SMA. Dan aku, masih begini begini saja. Tidak juga jadi fotografer professional, tidak juga menjalani mimpi yang aku temukan selepas SMA.
Keseruan bermain instagram juga sudah berubah. Bukan lagi sebatas ingin dapat repost dan banyak banyakan hashtag kekinian, tapi lebih dari itu, jadi influencer dan bisa dapat endorse. Instagram, udah ngga se asik dulu.
Satu pesan masuk. Dari orang asing yang belum aku kenal. Katanya, "foto-foto kamu bagus". Aku swipe pesan itu dari notif. Tidak lama, sekali lagi masuk satu pesan. Kali ini dari twitter, pengirimnya masih seorang yang aku belum kenal, dengan komentar yang sama, "fotonya cakepp".
Aku terdiam, meletakkan handphone asal.
Apa benar, tujuh tahun aku tidak berubah? Apa benar, tujuh tahun aku tidak sedang menjalani mimpiku? Apa benar, tujuh tahun berlalu dan aku masih begini begini saja? Pikiranku mundur pada beberapa project foto dan video yang sudah pernah aku ambil sampai hal yang ngga pernah terpikirkan, dapat komisi dari menggambar.
Apa benar begini begini saja, atau mungkin aku, yang sekarang makin banyak mau. Banyak sekali ingin. Kurang sekali syukur.
Kalau memang membandingkan diri itu perlu, maka bukankah perbandingan terbaik adalah dengan diri sendiri di hari kemarin? Bukan perbandingan dengan pencapaian orang lain?
Pujian memang ngga menjamin membuat seseorang puas dengan apa yang dia lakukan. Yang bisa membuat orang puas dengan yang didapat sejauh ini adalah, rasa syukur. Mungkin memang belum banyak seperti orang lain dan belum se hebat itu. Tapi dengan syukur, semua menjadi mahal.
Aku kembali meraih handphoneku, membuka pesan mereka satu satu. "Terimakasih banyak :)" balasku.
0 notes
yasminiaizzah · 3 years
Text
Perjalanan Do'a
Kalau memang doa punya sayap, bisakah ia terbang melesat lebih cepat? Mungkin ada yang hanya sampai lapisan troposfer, tertatih berusaha sampai ke langit ke tujuh, sempat dengki dengan yang sudah bereinkarnasi menjadi air hujan. Menjadi sebuah keberkahan. Mungkin ada yang hanya sampai di ujung jemari, karena yang memanjatkannya mengucapkannya sambil memikirkan hal lain. "ya Allah, mau sukses". Semenit kemudian, kembali rebahan nonton netflix dilanjut disney hotstar. Karena sepanjang berdoa, sekalipun ia tutup matanya, masih terbayang aktor favoritnya. Atau ada yang tertinggal di ujung sajadah. Dilipat oleh dia yang selalu terburu buru dalam doanya. Berdzikir sebatas "sub.. Sub.. Sub.."
Dan mungkin, ada yg sudah sampai di dengar penduduk langit, ikut menangis mendengar tangisnya, ikut mengamiinkan setiap bait doanya. Lalu Allah kabulkan dengan bentuk yang lebih baik, sedikit berbeda dengan yang ia minta sambil terisak. Sedikit berbeda dengan yang ia lantunkan sampai habis suaranya tertelan sayup derai air mata. Berbeda, tapi tetap ia terima dengan suka cita, karena ia tahu semua itu jauh lebih baik. Kalau memang doa punya sayap, perlukah ia melesat lebih cepat? Atau justru, sikap para penengadah yang membuat mereka-doa doa itu- hilang begitu saja entah kemana?
0 notes
yasminiaizzah · 3 years
Text
Abaikan Mereka, Fokus Berproses Saja
Aku pernah berada di situasi ini: beberapa orang di sekeliling tampak sedang sibuk menebang pohon, sementara aku masih asyik mengasah gergaji. 
Sebagian dari mereka bahkan sudah mulai mengolah pohon masing-masing menjadi bangunan rumah, aneka furnitur, atau sekadar kayu bakar. Mereka telah berbuat sesuatu, mencipta sesuatu, menjelajahi banyak tempat baru. Sementara aku, rasa-rasanya aku masih saja di sini dengan langkah terpaku.
Segera. Aku akan segera mengejar mereka. Batinku, yang merasa diburu waktu.
Sampai suatu hari, beberapa orang yang biasanya tak terlalu kuperhatikan lewat di hadapanku. Mereka bilang, mereka sedang menuju toko bangunan untuk membeli gergaji. “Baru terkumpul kemarin uangnya,” ujar salah seorang di antara mereka. 
Aku jadi teringat. Aku di posisi yang sama dengan mereka kira-kira seminggu yang lalu. Seminggu sebelumnya lagi, aku baru saja berhasil mengumpulkan uang untuk membeli gergaji. Kira-kira sebulan sebelumnya, aku baru saja menghasilkan uang pertamaku. Sebelumnya lagi, aku baru saja menyelesaikan kursus tentang bagaimana menghasilkan uang. Sebelumnya lagi, aku sedang … 
Ah, barangkali aku memang tak perlu mengejar siapa-siapa. 
Aku hanya perlu terus berproses, melampaui diriku yang kemarin. Aku hanya perlu fokus kepada gergaji yang sedang kuasah, sehingga setelah tajam nanti, bisa kutaklukkan pohon mana pun yang aku mau. Lalu mencipta aneka bentuk karya yang berguna, meski tak dikenal seluruh dunia. 
Barangkali aku juga harus mulai bersyukur: setidaknya, aku masih bisa mengasah gergaji dengan asyik.
……..
19 Agustus 2019
1K notes · View notes
yasminiaizzah · 4 years
Text
Setiap lagi ada yang gaena di hati, selalu mampir silaturahim ke tumblr. Kemudian merasa bersalah karna,
kenapa selalu cari pengingat diri di akhir hari saat lagi gaena hati? Bukannya yang kaya gini harus dicari di awal pagi supaya bisa lebih mawas diri?
Yaa Robbi..
God's Plan
@edgarhamas
"Aku hendak, kamu pun hendak. Dan Allah Mahakuasa atas apa yang Dia kehendak." Yang aku jalani sejauh ini, selalunya kehendak-Nya lebih indah dan lebih tepat dibanding hendaknya kita. Jika inginnya kita dan kehendak-Nya seirama, bersyukurlah. Jika tak sesuai rencanamu, tegakkan tubuhmu; Dia sedang memberikan rencana lebih baik.
Hari ini, saya menulis ini atas sebuah alasan yang cukup kuat. Ketika lidah ini nakal berkata, "Andaikan aku tetap di Mesir, pasti hari ini sudah wisuda." Berandai-andai adalah "keusilan" kita untuk mendikte rencana Allah. Padahal dibalik mengandai, sebenarnya ada ketidakridhaan dan ketidakyakinan. And well, ia sebenarnya adalah bahasa halus dari "merengek" atas takdir yang belum tentu ia tahu akhirnya.
Saya berkuliah sudah sejak 2015. Sudah 4 tahun di bangku Strata 1, tapi karena berpindah ke Madinah, akhirnya perlu mengulang lagi di semester pertama. Satu keyakinan yang saya angguki betul, bahwa ridha Allah ada pada ridha ayah dan ibu. Itu lebih dari cukup sebagai bekal bahwa Allah sudah siapkan semacam jalan tembus menuju yang kita idamkan.
Allah selalu punya rencana yang tak kita mampu menduga-duga akhirnya. Plot twist yang begitu jenius tercipta berulang-ulang bagi mereka yang belajar dari setiap peristiwa hidupnya sembari menghiasnya dengan hati yang ridha. Ini bukan sekadar untuk menghibur diri, inilah jalannya yang asli.
Di setiap hilang, ada ganti. Setiap masalah, ada solusi.
"Allahu Akbar", kata Syaikh Mutwally Asy Syarawi suatu hari, "ketika Allah menahanmu dari sesuatu, Dia akan mendekatkanmu pada sesuatu yang lebih baik." Dilengkapi dengan nasihat Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, "jangan benci sesuatu yang Allah pilihkan buatmu. Setiap sakit ada ganjarannya, setiap jatuh ada bangkitnya."
Kalau kita tidak memahami dimensi akidah ini, kita akan selalu overthinking. Depresi berkepanjangan karena menganggap semuanya buntu dan tak punya jalan keluar. Padahal Allah dengan sederhana sudah menjanjikan, "bersama kesulitan ada kemudahan."
"Siapa yang bertakwa, Allah akan berikannya jalan keluar; dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka." Memakai pikiran dan logika terlalu dominan akan melemahkan kerja hati dan keyakinan.
Sigmund Freud saja bilang, “In the small matters trust the mind, in the large ones the heart.”
Kamu takut ketika menghadapi takdir yang tak sesuai rencanamu? Wajar. Itu tandanya kamu manusia. Namun cobalah ketakutan itu kamu telisik; biasanya takut itu identik dengan khawatir pada apa yang terjadi di masa depan. Sementara masa depan siapa yang paling tahu? Only Him. The Greatest One. Allah Sang Maha Penjamin.
"Dan siapa yang paling setia menepati janji selain Allah?"
At Taubah 111
1K notes · View notes
yasminiaizzah · 4 years
Text
Bahkan sekalipun orang lain lebih beruntung dari kita, tugas kita tetap bersyukur.
—taufikaulia
1K notes · View notes
yasminiaizzah · 4 years
Text
Seorang hamba itu ya menghamba. Kalau cuman minta minta ya namanya peminta. Maka sebelum menuntut hak lakukan dulu kewajibanya. Berdoa itu hak kita. Tp ibadah itu kewajiban kita
250 notes · View notes
yasminiaizzah · 4 years
Text
Allah yang kita imani saat ini, ialah Allah yang menenggelamkan Fir'aun, yang melembutkan hati seorang Umar bin Khattab, yang mendinginkan api untuk Nabi Ibrahim, yang menyembuhkan Nabi Ayyub, yang hadirkan Nabi Yahya untuk Nabi Zakaria dan yang hadiahkan Al-Quran untuk Rasulullah sebagai petunjuk untuk manusia.
Maka apa sebenarnya yang menjadi ketakutan bagi kita? Ketika Allah selalu membersamai hamba-hambaNya bahkan jauh sebelum kita menjejak dunia.
Kita melupa. Kita lebih takut menghadapi dunia, hingga tak sadar bahwa Allah-lah Raja Semesta yang mengatur semua—dan kita mengimaninya bukan?
Semoga keimanan itu selalu kita jaga, biar dunia takluk dengan kita, bukan sebaliknya.
1K notes · View notes
yasminiaizzah · 4 years
Text
Kalau dihitung-hitung dari semua yang kita punya, yang paling kurang ya rasa syukurnya. Karena jika syukur sudah paripurna, apa lagi yang kurang?
—Taufik Aulia
968 notes · View notes
yasminiaizzah · 4 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
"..there is Adab to making dua. According to whatever ur needs/situations are, call out to Him by His specific names.." @aidaazlin_
0 notes
yasminiaizzah · 4 years
Text
Tumblr media
Ayat ini adalah salah satu ayat favorit ku di dalam Al Qur'an. Seseorang pernah bilang, "no one can be happy all the time. It's a very unrealistic goals to have.."
Kadang seneng, kadang sedih. Gapapa. That's part of life. Allah gakemana mana kok. HambaNya aja yg sering lupa. Nah, Allah kasih sedih supaya kita tau harus balik kemana. Di depan Allah kita bisa jadi 100% diri kita. Authentic. Ngadu yang banyak. Minta sabar sama ikhlas yang banyak.
Semoga Allah selalu kuatkan kita 😊
0 notes
yasminiaizzah · 4 years
Text
Indahnya Takdir Justru Karena Rahasia
@edgarhamas
Seorang dosen di Al Azhar, saat beliau membahas kisah Nabi Musa mentadabburi, "perencanaan Allah itu paling sempurna. Musa yang sedang ada di masa terlemahnya ditaruh di aliran air dan ia selamat. Sementara Fir'aun yang sedang di masa terkuatnya, ia malah mati 'hanya' karena air."
"Ketika Allah mengilhamkan Ibunda Musa untuk menaruh anaknya di aliran Nil, Allah sudah siapkan skenario terbaik. Justru karena takdir itu rahasia, maka ia menjadi indah. Awalnya terasa berat bagi Ibu Musa menghanyutkan anaknya sendiri. Tapi justru Allah beri 2 kabar gembira, "sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul.” (QS Al Qashash 7)
Apa-apa yang saat ini menurut kamu adalah beban, cobaan, musibah, sangat mungkin adalah cara Allah menghadirkan pintu jalan keluar terbaik buatmu. "Sometimes the same hardship you wish would be removed is the very thing that is curing, protecting and saving you", kata Yasmin Mogaheed.
Seorang guru pernah menasihati, "andaikan setiap hamba diberikan kesempatan untuk mengatur sendiri takdirnya; memilih sendiri kapan waktu untuk bahagia dan kapan waktu untuk kena ujian, maka mereka semua pasti akan mengembalikan kesempatan itu." Sebab pengaturan Allah adalah paling baik. Sebab hidup jadi kering jika kita tahu akan terjadi apa. Justru malah jadi gersang. Karena tak ada harapan, tak ada ikhtiar.
Indahnya takdir Justru karena rahasia. Kita jadi banyak berbaik sangka dan berharap kepada Allah. Setiap kesulitan pasti diiringi dua kemudahan (Al Insyirah 5-6) dan hidup ini akan penuh warna, sebab kita mengenal optimisme, kita mengenal ikhtiar, kita mengenal tawakal. Dan itu semuanya adalah serunya kehidupan.
Ternyata unik ya, hidup ini akan indah jika kita tak bisa menebak apa yang akan terjadi di masa depan. Jalani saja, banyak rahasia dan kejutan sepanjang nadi masih berdenyut :)
634 notes · View notes
yasminiaizzah · 4 years
Text
Tumblr media
Dari dulu seneng banget liat kakak ku gambar di Autodesk. Berkali kali juga install reinstall app itu buat belajar dan nyerah. Trs kepo lagi, nyoba lagi. Sampe akhirnya bisa (walopun baru bisa segini doang) 😂
Karna ini berhasil dan lumayan (at least bagi aku), jadi mau aku simpen di blog ini buat kenang kenangan mendapatkan aktivitas baru selama pandemi.
Sapa tau besok besok malah bisa open comission hahahaha
2 notes · View notes
yasminiaizzah · 4 years
Text
Mungkin kita lupa, jika kita semua telah berbeda.
Bagi sebagian yang memilih keluar dari rumah untuk melanjutkan studi ataupun bekerja, pulang kampung akan selalu menjadi harga yang mahal secara biaya dan rasa.
Tiga bulan sejak anjuran #dirumahaja diberlakukan, menjadi kesempatan besar untuk kita memilih pulang. Yang biasanya hanya bisa beberapa hari atau pekan berada di rumah, kini bisa bertahan lebih lama.
Namun sepertinya, tak semua seperti yang dibayangkan ya?
Sebagian besar kita awalnya menyambut bahagia. Membayangkan kemudahan dan nikmatnya tersedia berbagai kebutuhan dan hal lainnya.
Tetapi semakin ke sini, sepertinya mulai ada gerutu dalam hati(?)
Karena nyaman yang dinanti terasa terganti. Mulai ada rasa orang rumah yang nggak mengerti. Mulai ada rasa orang rumah yang nggak peduli. Mulai ada rasa orang rumah yang mungkin cerewet. Mulai ada rasa orang rumah yang ikut campur, sok ngatur. Bahkan, mulai ada rasa malas berurusan dengan orang rumah.
Maka, inilah hal pertama yang mungkin kita lupa. Jika kepulangan kita bukanlah untuk liburan, tetapi untuk tetap melanjutkan pekerjaan, pembelajaran, dan kehidupan.
Kita dengan tanpa sadar memindahkan pola kehidupan/kebiasaan kita di perantauan, ke dalam pola kehidupan yang ada di rumah.
Orang rumah kita mungkin terbiasa dengan pola mencuci piring setelah digunakan, meletakkan kembali barang pada tempat diambilnya, menyapu setiap pagi dan sore hari, tidak membawa makanan ke dalam kamar, tidak beraktivitas di waktu senja dan larut malam, atau bahkan tidak terbiasa melihat orang di depan laptop seharian.  Namun kebiasaan kita di perantauan ternyata berbeda. Kita yang mungkin terbiasa menumpuk cucian, menaruh barang sembarangan, membersihkan ruangan dua kali dalam sepekan, membawa makan di dalam kamar indekosan, beraktivitas hingga larut malam, ataupun banyak rebahan.
Maka, inilah hal kedua yang mungkin kita lupa. Jika rumah kita sebenarnya tidak berubah, kita yang berubah.
Beberapa tahun silam, ketika kita keluar dari rumah ini, kita adalah “produk” dari rumah ini. Kebiasaan dan batasan hidup kita sebagian besar mengikuti kebiasaan dan batasan yang ditanamkan di rumah ini.
Lalu, di perantauan kita memulai tatanan hidup baru, mengkonsumsi banyak informasi baru, tumbuh dengan lingkungan yang baru dan teman-teman baru, hingga kita menjadi pribadi yang baru.
Kita perlahan telah berubah, dan kita lupa. 
Maka, ketika kita menemukan gesekan-gesekan selama kita pulang dan berada di rumah, itu adalah sebuah niscaya. Karena memang pola yang kini kita miliki belum tentu akan selaras lagi dengan pola di rumah ini, bukan?
Bahkan, pernahkah kita bertanya jika bukan kita saja yang mungkin merasa tak nyaman? Orang rumah juga punya perasaan, dan bisa jadi mereka rasakan yang sama dengan kita.
Kita bisa jadi terlalu egois, menganggap seharusnya rumah yang menyesuaikan kita, beradaptasi dengan kita, mengerti tentang kita. Padahal, bisa jadi rumah ini telah banyak memaklumi kebiasaan baru kita.
Kita hanya perlu sedikit mengunggat kesadaran bahwa ini tidak seharusnya menjadi masalah yang kita rawat dan kita besarkan. Memulai untuk mengerti dan memahami, sepertinya terdengar baik untuk kondisi ini.
Pun ini hanya sementara kan? Bahkan lebih jauh dari itu, apa sebenarnya yang ingin kita menangkan?
Selagi ketidak selarasan kita hanya perkara kecil dunia, sepertinya tidak apa-apa jika kita yang mengalah dan menyesuaikan. Semoga nanti dengan itu, Allah hitung sebagai upaya menyenangkan hati saudara kita dan berbuat baik pada orang tua.
Karena bisa jadi, dari upaya kecil kita itulah Allah wasilahkan pertolonganNya, rahmatNya, berkahNya, atas apa-apa yang saat ini kita tengah memperjuangkannya.
Selamat menjadi lebih baik.
440 notes · View notes