Tumgik
tulisansehariini · 2 days
Text
Not Friend (Bukan Review Film)
Rasa ini sebenarnya sudah lama ingin kutuliskan. Tapi apa daya dengan kemalasanku. Malam ini, dengan backsound suara teriakan penonton bola, akan kutuliskan sebuah rasa.
Sebelumnya, aku akan berbicara mengenai alasan tulisan ini mengangkat judul film dari negara Thailand, "Not Friend". Seperti judulnya, tulisan ini bukanlah review film. Tulisan ini berisi bagaimana perasaanku mendengar seorang teman telah tiada. Jika pernah menonton film Not Friend, kurasa kalian telah memahami maksudku.
Aku ingat, saat itu adalah 1 tahun yang lalu.Temanku, sebut saja si A meninggal karena kecelakaan. Almarhumah adalah temanku sedari SD. Kami tidak dekat. SMP, kami di sekolah yang berbeda. Kemudian, saat SMA, kami bertemu kembali di sekolah yang sama. Sungguh, kami tidaklah dekat.
Ketika SD, setelah kuingat kembali, aku memang pernah mengobrol dengannya. Cukup sering, mungkin. Dalam ingatanku, kami sering mengobrol mengenai hal-hal mistis. Seperti, lele berkepala manusia, pipi bolong akibat menyiram ular dengan air panas, dan lain-lain. Saat SD, di mataku ia adalah sosok yang asik untuk bercerita hal-hal yang berbau mistis, ia memiliki segudang cerita. Perempuan di kelasku pernah terbelah menjadi dua kubu, kami berada di kubu yang berbeda. Tapi percayalah, meskipun kami berada di kubu yang berbeda, tidak ada masalah di antara kami berdua. Ya, Karena, kami memang tidak pernah dekat.
Singkat cerita, ketika SMA kami bertemu, namun selalu di kelas yang berbeda. Dalam tiga tahun, kami tidak pernah sekelas. Jangankan sekelas, mengobrol dan menyapa saja tidak pernah. Apakah pernah bertemu? Pernah, beberapa kali. Sekolahku tidak sebesar itu hingga memungkinkan dua makhluk tidak pernah bertemu. Ketika kami bertemu, di antara kami tidak ada yang memulai untuk menyapa duluan.
Kau tahu? Kepribadianku sangatlah angkuh kurasa. Aku sangat ingin menjadi seseorang dengan jiwa sosial yang tinggi. Tapi itu hanyalah keinginan belaka, nyatanya ketika bertemu teman yang tidak terlalu dekat aku seperti kebingungan. Dan kurasa, kebingungan itu terasa angkuh bagi orang lain. Aku tidak menyangkalnya.
Aku bingung ketika bertemu teman-teman lama yang tidak begitu dekat. Bingung memulai pembicaraan. Sangking bingungnya, aku ragu itu adalah kenyataan.
"Apa di depanku benar-benar teman lamaku?"
"Saat ini kah waktunya kami bertemu?"
"Mengapa semua orang seperti sudah akrab, hanya aku kah yang terasing di sini?"
"Mengapa hanya aku yang belum bisa mengalir mengikuti pembicaraan mereka?"
Pertanyaan-pertanyaan bodoh itu terus berputar di kepalaku. Maka dari itu, aku (sedikit) benci perkumpulan dengan teman (tidak dekat) lama.
Kembali mengenai perasaanku 1 tahun yang lalu, aku merasa seperti ketinggalan kereta. Waktu di mana aku dapat menyapanya, mengobrol dengannya, meminta maaf kepada nya telah melaju dengan kecepatan penuh. Aku tidak bisa apa-apa. Aku tidak dapat mengejar waktu itu. 3 tahun yang kulalui di SMA seakan pudar, hambar, dan tak bermakna. Beberapa kali reuni SD dan SMA diadakan, terasa seperti tiket bioskop yang kulewati karena ketiduran.
Periode SD yang kulalui, sangatlah mungkin menciptakan kesalahan-kesalahan yang kulakukan terhadapnya. Lalu, periode SMA dan setelahnya, adalah waktu di mana aku seharusnya dapat menyapanya dan mengobrol dengannya. Dan mungkin, ketika aku telah berteman dengannya, ia akan memaafkan kesalahan-kesalahan yang tak sengaja telah kulakukan. Tapi apadaya, aku tidak menyapanya waktu itu.
Kereta itu telah melaju kencang.
Memang benar apa kata pepatah. Waktu adalah uang.
Pesan: untuk kalian yang membaca tulisan ini, kumohon doakan temanku dengan segala kebaikan.
3 notes · View notes
tulisansehariini · 4 months
Text
List of Journalists Killed During this Genocide. Say their names!
Tumblr media
Ahmed Jamal Al-Madhoun (24/12/23)
Mohammed Abu Hwaidi (23/12/23)
Rizq Arrouq (22/12/23)
Muhammad Al-Saidi (22/12/23)
Adel Zorob (19/12/23)
Abdullah Alwan (18/12/23)
Haneen Ali Al-Qashtan (17/12/23)
Mashal Ayman Shahwan (16/12/23)
Assem Kamal Musa (16/12/23)
Rami Badir (15/12/23)
Ali Ashour Abu Malek (15/12/23)
Samer Abu Daqqa (15/12/23)
Khamis Hussain (15/12/23)
Ahmed Abu Abseh (13/12/23)
Hanan Ayad (13/12/23)
Narmeen Qawas (13/12/23)
Abdel Kareem Oudeh (12/12/23)
Mohammed Abu Samra (10/12/23)
Doaa al-Jabour (9/12/23)
Ola Atallah (9/12/23)
Hossam Omar Ammar (8/12/23)
Hamada Al-Yaziji (6/12/23)
Abdul Hamid Al-Qarinawi (3/12/23)
Mahmoud Salem (3/12/23)
Shaima Al-Jazzar (3/13/23)
Hassan Farajallah (3/12/23)
Hudhayfah Lulu (3/12/23)
Muhammad Farajallah (2/12/23)
Abdullah Darwish (1/12/23)
Muntaser Al-Sawwaf (1/12/23)
Marwan Al-Sawwaf (1/12/23)
Adham Hassouna (1/12/23)
Nader Al-Nazli (25/11/23)
Amal Zuhd (24/11/23)
Mostafa Bakeer (24/11/23)
Mohamed Mouyin Ayyash (23/11/23)
Mohamed Nabil Al-Zaq (21/11/23)
Assem Al-Barash (21/11/23)
Jamal Haniyeh (21/11/34)
Farah Omar (21/11/23)*
Rabih Al Maamari (21/11/23)*
Ayat Khadoura (20/11/23)
Alaa Al-Nimr
Bilal Jadallah (19/11/23)
Abdelhalim Awad (18/11/23)
Sari Mansour (18/11/23)
Hassouneh Sleem (18/11/23)
Mostafa El Sawaf (18/11/23)
Amr Salah Abu Hayah (18/11/23)
Mossab Ashour (18/11/23)
Mahmoud Matar (15/11/23)
Ahmed Fatima (13/11/23)
Yaacoub Al-Barsh (13/11/23)
Mousa Al-Barsh (12/11/23)
Ahmed Al-Qara (10/11/23)
Yahya Abu Manih (7/11/23)
Mohamed Abu Hasira (7/11/23)
Mohamed Al Jaja (5/11/23)
Haitham Harara (3/11/23)
Mohamad Al-Bayyari (2/11/23)
Mohammed Abu Hatab (2/11/23)
Majd Fadl Arandas (1/11/23)
Iyad Matar (1/11/23)
Imad Al-Wahidi (31/10/23)
Majed Kashko (31/10/23)
Nazmi Al-Nadim (30/10/23)
Yasser Abu Namous (27/10/23)
Duaa Sharaf (26/10/23)
Zaher Alafghani (25/10/23)
Jamal Al-Faq’awi (25/10/23)
Saed Al-Halabi (25/10/23)
Ahmed Abu Mahadi (25/10/23)
Salma Mkhaimer (25/10/23)
Hudhayfah Al-Najjar
Mohamed Al Hassani
Mohamed El-Shorbajei
A’ed Ismail Al-Najjar (24/10/23)
Iman Al-Aqili (24/10/23)
Mohammed Imad Labad (23/10/23)
Roshdi Al-Sarraj (22/10/23)
Mahmoud Abu Zarifa (22/10/23)
Hany Al-Madhoun (21/10/23)
Mohammed Ali (20/10/23)
Khalil Abu Aathra (19/10/23)
Sameeh Al-Nady (18/10/23)
Mohammad Balousha (17/10/23)
Issam Behar (17/10/23)
Abdulhadi Habib (16/10/23)
Yousef Maher Dawas (14/10/23)
Salam Mema (13/10/23)
Ali Nisman (13/10/23)
Husam Mubarak (13/10/23)
Issam Abdallah (13/10/23)*
Abdul Rahman Shihab (12/10/23)
Anas Abu Shamala (12/10/23)
Ahmed Shehab (12/10/23)
Mustafa Al-Naqeeb (11/10/23)
Rajab Al-Naqeeb (11/10/23)
Mohamed Fayez Abu Matar (11/10/23)
Saeed Al-Taweel (10/10/23)
Mohammed Sobh Abu Rizq (10/10/23)
Hisham Alnawajeha (10/10/23)
As’ad Shamlakh (8/10/23)
Mohammad Jarghoun (7/10/23)
Ibrahim Mohammad Lafi (7/10/23)
Mohammad Al-Salhi (7/10/23)
Tumblr media
*lebanese journalist | could not find date of martyrdom
Tumblr media
spent the whole day confirming all of these names and looking through multiple resources. the ones with dates are journalists who’s date of martyrdom and/or exact cause of death is stated by sources besides the government media office official list.
39K notes · View notes
tulisansehariini · 6 months
Text
Kamar 19
Aku habis rewatch drama because this is my first life. Pertama kali nonton pas SMA, tapi tipikal nonton asal nonton. Ga ngeh sama kata-kata di dramanya. Nah, baru-baru ini nonton lagi karena kepikiran sama temenku kuliah yang suka banget sama drama ini. Tiba-tiba penasaran aja kenapa dia bilang ini drama favorit dia, sedangkan pada saat itu aku merasa ga ada yang memorable dari drama ini selain interaksi mbak jung so min sama mas lee min ki.
Setelah dramanya kelar kutonton, ada bagian yang buat diriku paham kenapa drama ini bagus banget. Ya, sesuai judul, bagian mbak jung so min menceritakan isi buku To Room 19 karya Doris Lessing. Jadi di buku itu, diceritakan ada seorang wanita sebagai tokoh utama yang meminta kepada sang suami untuk membuatkan ruangan untuknya. Khusus untuknya. Tapi tak lama kemudian, ruangan itu bukan lagi khusus untuknya, melainkan telah menjadi ruang keluarga yang bebas dimasuki oleh suami dan anak-anaknya. Wanita tokoh utama itu kemudian menyewa kamar di hotel bernomor 19. Pada akhirnya, kamar 19 itu telah diketahui oleh sang suami. Wanita yang diam-diam memiliki kamar tersebut, memilih berbohong kepada sang suami dan tidak ingin kamarnya diketahui orang lain. Wanita itu mengatakan bahwa ia telah selingkuh.
Mbak jung so min yang waktu membaca buku itu masih berusia 20 tahun tidak memahami tindakan sang wanita tokoh utama. Kemudian, bertanyalah mbak jung so min kepada temannya, mbak Esom. "Karena saat kamar itu diketahui oleh orang lain, sudah tidak ada artinya lagi", jawabnya. Aku suka kalimat mbak esom bagian ini, "Maksudnya, daripada menjelaskan yang tidak bisa dipahami orang, menjadi seorang wanita gila lebih mudah. Sebenarnya di dunia ini, melakukan hal seperti ini malah lebih nyaman. Daripada menjadi wanita yang merendahkan diri lebih baik menjadi gila."
Pas baca itu serasa, "kenapa relate, woilahh!". Beberapa hari yang lalu, seorang teman menanyakan kunci milikku. Aku ingin menjelaskan secara utuh, karena katanya jika bercerita akan terasa ringan. Aku sudah mulai menjelaskan bahwa itu kunci kamar 19 milikku. Setelah kukatakan hal tersebut, ia masih bertanya, apakah itu kunci mobil? kunci rumah? bahkan ia juga bertanya apakah kemungkinan itu kunci lemari?
Melihat respon yang ia tunjukkan, langsung menyadarkanku bahwa seharusnya aku tak perlu menjelaskan. Aku mencoba menjelaskan bagian depan kamarku. Bagaimana kusennya, bagaimana pintunya, bahkan bagaimana warna dinding kamarku. Tapi ia masih tak paham. Menurutku, jika aku secara gamblang menjelaskan sampai ke bagian belakangnya, dia akan menjauhiku. Entahlah, ini tampak seperti overthingking ku yang berlebihan atau memang seperti itu adanya. Ia seperti tidak akan mau masuk ke dalam duniaku, aku seperti melihat temanku dalam bentuk alien. Atau aku yang alien? Ingin rasanya aku memblokir dia saat itu juga. Tapi aku sadar, selain tentang kamar19 milikku, ia adalah teman yang menyenangkan untuk berbicara. Akhirnya, aku ombang-ambingkan pertanyaannya, aku tak menjawab lagi, ku putar arah pembicaraan kami.
Daripada menjadi wanita yang merendahkan diri lebih baik menjadi gila.
Kalimat ini juga apik. Daripada menceritakan secara gamblang seperti apa diriku kepada orang lain, lebih baik aku berperilaku aneh. Jangankan orang lain, aku yang lain tidak habis pikir atas diriku yang satu. Terkadang, "bagaimana ada manusia seperti ini?" pertanyaan itu kutujukan kepada diriku. Mengutip satu hal lagi yang ada di buku itu,
Jika tidak ada kamar itu, sebenarnya aku merasa keberadaanku tidak ada.
Jika aku seutuhnya berada di ruang terbuka, sebenarnya aku merasa telah mengubur seorang hidup-hidup. Bukannya lebih baik jika tidak ada? Mungkin aku terlihat ringan seperti balon, namun aku juga merasa kosong dan terombang-ambing ketika berjalan. Seakan bagian diriku hilang. Mengutip lagi pertanyaan mbak jung so min ke wanita tokoh utama itu,
Apakah tidak kesepian?
Aku kesepian. Tapi bagaimana lagi kan? Lebih baik menjaga jarak, daripada dicampakkan.
0 notes
tulisansehariini · 7 months
Text
Here's looking at you, kid
Gara-gara nonton ulang drakor be melodramatic, jadi pengen nulis pikiranku di tumblr. Langsung aja seperti judul yang aku tulis, di episode 16, pas mbak Yeo Been abis selesai cerita tentang dirinya, om Seok Gu bilang gini, "Here's looking at you, Kid (sambil nyodorin gelas ke mbak Yeo been). Itu baris dari Cassablanca. Itu diterjemahkan dengan luar biasa dalam bahasa korea. Apapun yang kamu lihat dengan matamu. Aku.... akan berkata cheers ke matamu (gelasnya ditempelin ke mata si mbaknya)" (ini aku tulis berdasarkan subtitle yang aku tonton).
Tumblr media Tumblr media
Pas aku nonton bagian ini, jadi sadar, sebenernya bukan badan kita aja yang butuh pelukan, bukan kepala kita aja yang butuh sandaran, bukan pundak kita aja yang nopang beban kehidupan, tapi coba pikirin mata kita. Mata kita yang udah liat semua peristiwa yang kita alami. Mata kita yang melihat gimana kucelnya kita di cermin. Dari semua bagian tubuh kita, mata punya struggle yang besar. Berasa kek, kuat banget jadi si mata. Udah 23 tahun bersamaku, tapi ga pernah ku gubris. Di pikiranku selama ini, "could you hold me without anytalking" melulu.
0 notes
tulisansehariini · 7 months
Text
tiba-tiba aku takut sendirian
0 notes
tulisansehariini · 7 months
Text
Standar kangen kayak gimana, si?
Aku manusia tanpa hp. Ga tau udah berapa bulan tanpa hp, tanpa whatsapp, dan cuman ngandelin laptop buat ngisi waktu luang. Otomatis aku udah lama ga berhubungan sama sekali dengan temen-temenku. Nah, baru tadi malem, temenku hubungin aku lagi dan nanya sesuatu ke aku.
"Kamu kangen sama kita, ga?"
Jujur, aku bingung jawab pertanyaan ini. Mau jawab "kangen", tapi kalo mereka ngajak kumpul, ya bakalan aku tolak. Bukan karena ga pengen liat wajah mereka, tapi lagi ga pengen aja gitu melakukan suatu aktivitas yang dinamakan ngumpul-ngumpul ini. Di sini aku bukan introvert. Toh kalo aku sumpek sama suatu hal, yang aku lakuin buat recharge energi ya ngobrol sama orang, misal keluar kamar buat ngobrol ga jelas sama Ibuku atau anggota keluargaku yang laen. Entahlah, aku juga bingung diriku ini makhluk jenis apa, apakah introvert? ambivert? atau emang ansos aja.
Kembali ke topik kangen tadi, jawaban "ga kangen" juga bukan opsi yang tepat menurutku. Mengapa? Karena terkadang aku inget kejadian masa lalu sama temen-temenku. Misal, aku lagi pengen makan sesuatu yang pedes, tiba-tiba inget kalo dulu suka hunting makanan pedes sama temen. Pas nemu meme lucu, inget dulu saling sharing meme sampe memori penuh, dan laen-laen.
Di sini aku jadi bingung. Standar kangen itu kayak gimana si? Apa rasa kangen mereka itu sama artinya dengan kangen versi aku? Aku bukan kangen pengen ketemu, tapi aku juga ga lupa ataupun benci. Karena setiap kali aku bilang "kangen", mereka pasti langsung gini, "ayo ikut ngumpul, katanya kangen". Pikiranku yang optimis mengatakan aku kangen sama mereka, jadi goyah dengan kata-kata ini. Apa aku ga punya rasa kangen? Atau kangen versi aku itu bermakna aneh bagi orang lain? Apakah kita baru bisa dikatakan kangen sama seseorang, ketika kita pengen ketemu sama orang itu?
3 notes · View notes
tulisansehariini · 8 months
Text
Kamu ada masalah apa? Cerita dong sama aku...
Tumblr media
Jadi, aku abis nonton film "Romantik Problematik". Dan lagi-lagi, liatnya apa, ceritanya ke mana. Itulah aku. Sebenernya, ga pengen cerita gimana alur cerita film ini sih, tapi satu kesimpulan aja, filmnya bagus, layak ditonton, dan fresh.
Di film ini, ada dialog antara Ricky dan Alisha yang bunyinya gini,
"Sha, aku selalu cerita sama kamu setiap aku ada masalah, ketika aku seneng. Tapi, kenapa kamu kayak gini sih?" "Lusa aku ceritain semuanya" "Kamu ga capek nyembunyiin sesuatu dari aku? Aku ada salah apa sih sama kamu? Kamu ada masalah apa? Cerita dong sama aku! Kamu percaya kan sama aku? Apa yang kamu sembunyiin dari aku?" "Ricky, percaya sama aku! Aku juga sayang sama...." "Bukan itu pertanyaanku. Apa yang kamu sembunyiin dari aku?"
Tentang kepercayaan dan rasa sayang setiap rahasia di dalam hubungan antarmanusia. Yang satu, harus percaya sama pasangan untuk bisa nyelesein masalahnya sendiri, percaya bahwa pasangannya baik-baik aja ketika ga cerita apa-apa. Eh, satunya lagi pengen saling percaya satu sama lain untuk melewati semua hal bersama. Susahnya bareng-bareng. Senengnya bareng-bareng. Ga ada yang salah sih dari kedua hal itu, cuman yang agak menganggu dipikiran aku adalah inget aja sama perkataan orang-orang yang bilang bahwa kalo kita sayang sama seseorang, kita kudu membawa dia untuk tau masalah kita, jadiin dia satu jiwa dengan kita. Ga ada yang ditutupi. Entah, pas liat film ini, tiba-tiba pengen bahas antara sayang, percaya, dan rahasia.
Hai! untuk kalian yang tidak menjadi tumpuan rahasia dan masalah orang-orang terdekat kalian, bisa jadi karena mereka terlalu sayang sama kalian. Mereka takut, kalo kalian tau rahasia mereka, kalian bakal berpikiran negatif tentang mereka. Kalian bakal jengah sama rentetan masalah dan overthinking yang dibangun sendiri sama mereka, sehingga kalian merasa pengap di dunia mereka. Kalian akan dipenuhi dengan masalah dan kehidupan yang isinya mereka aja, kalian bahkan ga ada waktu untuk cerita tentang kalian sendiri. Dan akhirnya, kalian bakal pergi, bakal capek.
Itulah pentingnya tidak cerita semua masalah ke orang lain. Ibarat gelas yang kudu di isi air dari kedua teko yang berbeda, ya, ngisinya kudu setengah-setengah. Kalo teko yang satu ngisi gelas dengan harapan air di teko berkurang banyak dan ga peduli apakah gelasnya masih muat buat di isi lagi atau sudah penuh, bisa dipastikan si teko yang satunya lagi ga kebagian wadah buat ngeluarin air ke gelas itu juga.
Kita kudu mengontrol diri sendiri untuk menahan rahasia kita supaya ga keluar dan digantikan dengan rahasia orang lain. Kebayang kan, kalo orang terdekat kalian cerita tentang dirinya terus-menerus sampe dia lupa bahwa kalian juga punya cerita yang mau dibagiin. Ujung-ujungnya, kalian merasa mereka egois, merasa mereka cuman ada di atmosfer diri mereka sendiri-sendiri.
Selain karena ga mau menjadi egois dengan ketagihan curhat, bisa jadi karena mereka juga terlalu sayang sama kalian untuk dikasih beban lain. Mereka tau kalian udah ada beban, masa mau ditambahi lagi? Mereka juga takut, beban mereka di mata kalian bakal keliatan kecil, ga sebanding dengan beban yang ada di pundak kalian. Tapi, dengan pedenya mereka cerita seolah beban mereka paling berat. Nah, kalo kayak gitu, apa yang ada di pikiran kalian? Kalian bakal jengah dengerin mereka dan akhirnya meninggalkan.
Di akhir tulisan ini, mau mengutip kata-kata di film "Romantik Problematik" yang isinya kurang lebih gini,
Terkadang, kita perlu ngerelain orang yang kita sayang punya rahasia dari kita
0 notes
tulisansehariini · 8 months
Text
youtube
"Could you hold me without any talking?"
Dari semua lirik di lagu ini, kalimat itu terngiang terus di kepalaku. Dan kalimat itulah yang membawa lagu ini jadi salah satu lagu yang masuk di playlist lagu terfavorit yang ga ada kadaluarsanya versi aku. Sebenernya pas denger lagu ini, feeling di aku itu bukan pengen balikan sama mantan. Ya, karena aku ga ada mantan, dan belum pernah jatuh cinta ataupun patah hati.
Cuman, setelah denger "Could you hold me without any talking?", entah kenapa rasanya pengen meluk diri sendiri, asli. Rasanya tuh, kayak kita ada masalah nih, ga pengen cerita ke siapapun, tapi pengen dipeluk, dibisikin, "aku di sini, kamu ga akan sendirian". Terkadang ya, karena semakin masalahnya ribet, semakin kita ga mau berbagi sama orang lain meskipun sama orang terdekat kita. Itu si yang aku rasain selama ini.
Kalo ada masalah yang sepele gitu, aku enjoy aja cerita sama orang-orang. Sangking sepelenya masalah itu, aku tau apa solusinya, tapi emang pengen cerita aja, pengen orang laen tau masalah itu. Nah, giliran masalahnya ribet nih, aku ga tau harus ngapain malah ga cerita. Tapi dalam hati kecil pengen dipeluk tanpa memulai pembicaraan dengan, "ada apa?", "kamu kenapa?", kayak ga pengen aja untuk ngomong. Banyak hal yang menjadi ketakutan dalam diriku untuk curhat masalah yang ribet ke orang terdekat. Emang dasar si, manusia aneh, pengen diperhatiin tapi ga mau cerita. Markonah... Markonah....
Makanya, setelah denger "Could you hold me without any talking?", langsung ngerasa "aku banget si ini". Siapapun yang baca tulisan ini, coba dengerin lagu stay punya mbak Gracie Abrams dan ceritain apa yang kamu rasain pas denger lagu ini!
3 notes · View notes
tulisansehariini · 9 months
Text
20/08/23
Berhadapan denganmu di lantai putih. Ingin rasanya, kubuka pikiranmu saat ini. Aku ingin melihat isi kepalamu secara rinci. Seberapa bedanya pikiranmu dengan pikiran yang kumiliki? Adakah persamaan di antara dua pikiran kita, meski secuil? Bagaimana bisa kau tetap berjalan selangkah demi selangkah, padahal aku telah terkapar di awal tadi? Apa yang akan kau lakukan dengan pikiranmu, jika kau meminjam raga ini? Apakah keadaannya akan sama denganku saat ini? Apakah kau juga akan rabun dengan masa depanmu nanti? Apakah kau juga akan terkapar memandang langit-langit dengan pikiran yang tiada arti?
1 note · View note