Tumgik
#beranibelajar
hayhayles · 4 years
Text
How I deal my insecurity
Short-term goal aku sekarang adalah NURUNIN BERAT BADAN! This is the hardest goal in my life karena aku sendiri gak tau pasti kapan dan gimana bisa berat badan aku naik hampir 10 kilo dalam waktu kurang dari 1 taun! Kalaulah naikin berat badan sama gampangnya sama nurunin haha. Akhirnya aku harus melakukan riset dari pengalaman orang lain, sampe ke beberapa jurnal buat cari metode yang approved by nutritionists biar ga banyak drama efek samping. Nemu lah beberapa metode yang nyaman dan lumayan efektif, pake OCD + calori counting + low intensity workout gitu lah. Prestasiku paling tinggi hanya nurunin 4,5 kilogram dalam waktu 3 minggu pake metode ini. Menurutku, ini juga reasonable karena 2 bulan belakangan aku naik lagi 4 kilogram, jadi ibaratnya tubuhku ini kembali seperti saat aku lulus kuliah, oke.
Sampai saat ini, belum ada lagi catetan beratku turun. Barangkali karena puasa, berat rasanya kalau harus kembali ke phase olahraga rutin yang super bikin haus itu. Belum lagi terakhir maag aku kambuh karena dendam yang terbalas saat adzan maghrib (sangat tidak baik), plus Ibukku yang justru karena puasa makin semangat masak plus takjilnya yang of course calori bomb ya. Intinya, berat banget untuk kembali ke program di bulan puasa ini. 
Capek banget, jelas. Rasanya kaya berjuang akan sesuatu yang gaada ujungnya. Akhirnya balik lagi tanya ke diri sendiri, sebenernya apa tujuan awal dari diet ini? Jawaban jujurnya adalah karena health issue. Lutut aku yang udah parah ini karena cidera main badminton dan diperparah dengan kondisi overweight yang menahun ini (kayak parah banget tapi ya emang sakit bos) bikin kondisi makin mengharuskan aku untuk nurunin berat badan, seengganya 7 kilogram lagi aja. Tapi, ada kejujuran lain yang penting untuk jawab pertanyaan itu, PENAMPILAN. Rasanya capek harus terus menerus denger temen atau keluarga yang nyinggung betapa “subur” dan “segar” nya daging dan lemak yang nempel di tulang belulangku ini. Sebenernya ga baper sih, tapi aku sendiri juga mengamini dan juga terganggu sama kawanan lemak ini.
Frustasi lah aku karena kondisi puasa ini dan mulai patah semangat (gak banget plis). Aku evaluasi lagi nih apa sih yang sebenernya terjadi ko tiba-tiba ga semangat. Well, selama PSBB ini banyak kegiatan di rumah, kegiatan apalagi yang bisa aku lakukan selain scrolling media sosial. And u know what, this toxic comes from MEDSOS! Di medsos, mereka hanya menampilkan keberhasilan, prestasi, kebahagiaan, dan kecantikan/kegantengan orang-orang.. Sedikit aku liat kesedihan dan keputusasaan disana. Otomatis I was so triggered by it, dan ingin juga eksis dan menunjukkan kebahagiaan, prestasi, dan keberhasilan aku (tapi lagi ga punya jadi putus asa gitu lo). 
Iya juga sih, aku suka musik. Tapi ini bulan Ramadan, masa iya aku nyanyi-nyanyi main piano, yang ada haus dan gadapet pahala juga karena (katanya) musik itu haram hahaha (udah tau tetep aja tapi). Jadilah aku mencoba untuk explore yang lain. Tapi bingung, apa hal yang belum pernah aku lakuin karena aku gapernah mau nyoba. Kenapa aku ga coba foto-foto aja? Kebetulan banyak banget temen-temen aku yang post hasil virtual photoshoot mereka. Terus aku mikir, kenapa sih harus sampe pake fotografer di videocall buat fotoin kita, kenapa ga take foto sendiri?
Awalnya seneng nih aku mau explore hal baru, tapi tiba tiba jadi minder dan sedih. Kenapa? Pas liat cermin, yaampun lemak aku bertumpuk dimana-mana! Gak sopan banget lemaknya! Paha, perut, lengan, pipi, jari, bahkan rasanya rahang aku ini juga ikut andil menimbun lemak-lemak gorengan gehu dan gula kolak! Bener-bener insecure banget, takut di judge, takut keliatan ga pantes. “Ngapain sih foto ala ala gitu, ga nyadar gendut apa?” “Duh sakit mata” “Duh sosoan bgt sii, jelek gendut gausa la banyak gaya!” Dan sedemikian rupa cercaan yang tiba-tiba muncul sendiri di kepala.. SEMALEMAN!
Sampe akhirnya, aku memutuskan untuk COBA DULU AJA SIAPA TAU COCOK. Jadi, buat nyoba, aku harus belajar dulu di depan cermin. Belajar tau angle mana yang menurutku oke buat ke shoot, dan mana yang harus ditutupin biar maksimal hasilnya. Bahkan sampe mukaku bagian kanan apa kiri ya yang bagus? Ekspresi apa yang cocok, mulut mingkem apa agak nganga, mata dibeloin apa biarin sipit aja gausah melawan takdir, atau posenya pose pose sok manis apa pose galak pedes sambel cumi, kalo pake baju ini angle yang paling bagus biar keliatan langsing gimana, biar estetik dimana ya tempatnya. 
Oke, setelah dapet rekomendasi gaya (makasih IG dan Pinterest) dan lokasi tempat (Teras lantai 2 kan gaakan ada yang liat dan lighting maksimal), aku nentuin waktu juga. Katanya sih pagi menjelang siang itu sinar matahari paling asik buat diajak kerjasama, sore juga, tapi takut hujan. Cari-cari spot yang paling enak, terus lanjut take shoot!
Tumblr media Tumblr media
Daaan.... inilah hasil aku mengenal diri aku sendiri, dengan mengenal titik-titik lemah dari penampilan aku. Saat aku tau lenganku besar dan perutku buncit, aku harus mengalihkan pandangan orang lain dari titik itu, aku harus sesuaikan pose dan baju aku untuk bisa nutupin kelemahan itu. Setelah aku mengenal diriku sendiri, aku jadi percaya bahwa nobody is perfect, we are perfectly imperfect! 
Kenyataan bahwa orang-orang sukses di luar sana sebenernya adalah mereka yang mengenal baik dirinya, tau kelemahannya, lalu dia coba perbaiki. Correcting the imperfection, mau coba belajar lagi untuk improve. Tapi, sekeras apapun berupaya memperbaiki, ketidaksempurnaan akan terus muncul. Satu-satunya cara yang bijaksana adalah dengan menutupi kelemahan itu dengan kelebihan yang kita miliki. Tetep, intinya mau belajar, lakuin, evaluasi.
Meskipun begitu..... aku tetap harus lanjut diet
1 note · View note
ziahusnia · 9 years
Text
Pemberani
Karena untuk menulis kita butuh keberanian..
Mereka yang menulis pada dasarnya adalah orang yang berani. Mereka berani untuk diketahui arah pemikirannya oleh orang banyak dan mereka siap menanggung resiko dari keberaniannya itu. Entah itu ditertawakan logika dan perasaannya, atau dikatai sebagai orang galau, atau mungkin dipertanyakan mengapa pendapatnya begini dan tidak begitu. Mereka siap untuk dijudge oleh orang-orang sebagai tipe orang yang begini, termasuk ke aliran orang-orang yang begitu, dan berbagai kemungkinan lainnya. Mereka siap untuk dinilai dan dimintai pertanggungjawabannya atas apapun hal yang dia tulis, bahkan sekalipun itu hanya sekedar catatan harian yang tidak penting.
Mereka yang menulis pada dasarnya adalah orang yang berani. Setidaknya disaat mereka memiliki kesempatan untuk menutup apa yang ada di kepala mereka dan mengabaikan apa yang sedang membuat gelisah hati mereka, mereka memilih untuk membiarkan isi kepala hatinya tumpah. Berharap bahwa apa yang mereka tumpahkan itu bisa mengundang jawab dan pencerahan dari para pembacanya.
Mereka yang menulis pada dasarnya adalah orang yang berani. Sayangnya, jumlah para pemberani itu kini kian sedikit. Kebanyakan orang mungkin sudah lupa caranya menikmati kebebasan dan terlalu takut untuk dinilai :)
Karena untuk menulis kita butuh keberanian.. 
Setidaknya begitu pendapat saya.  
11 notes · View notes