The face is one the most essential things to be covered
Shaykh Muhammad al-Saalih Al-‘Uthaymeen rahimahullah said:
“The hijāb prescribed in Sharī’ah means that a woman should cover everything that it is haraam for her to show, i.e., she should cover that which it is obligatory for her to cover, first and foremost of which is the face, because it is the focus of temptation and desire.
A woman is obliged to cover her face in front of anyone who is not her mahram (blood relative to whom marriage is forbidden). From this we learn that the face is the most essential thing to be covered. There is evidence from the Book of Allāh and the Sunnah of His Prophet ﷺ and the views of the Sahaabah and the imams and scholars of Islam, which indicates that women are obliged to cover all of their bodies in front of those who are not their mahrams.”
[Fatāwa Al-Mar’ah Al-Muslimah, 1/ 391, 392)]
69 notes
·
View notes
Nasehat Mulia Dari Ulama Tabi'in Al Hasan Al Bashri rahimahullah
Jika kamu berpikir, dunia tidak lebih dari tiga hari, yaitu: hari yang telah berlalu, yang tidak mungkin kamu harapkan kembali. Hari dimana kamu sekarang berada, maka selayaknya kamu memanfaatkannya sebaik-sebaiknya, dan hari yang kamu tidak tahu, apakah kamu termasuk yang mengalaminya ataukah tidak? Kamu tidak tahu, apakah kamu akan mati sebelumnya?.
Hari yang telah lalu, adalah hari yang bijaksana dan memberi pelajaran, sedangkan hari ini adalah kawan yang segera mengucapkan selamat tinggal. Hari kemarin, meskipun menyedihkanmu, tetapi ia masih menyisakan pelajaran yang bijaksana di tanganmu. Jika dahulu kamu menyia-nyiakannya, maka sekarang telah datang penggantinya, dimana sekian lama ia tidak berjumpa denganmu dan sekarang ia segera meninggalkanmu.
Sedangkan hari esok, harapannya ada ditanganmu pula, maka ambillah kepastian dengan melakukan amal dan tinggalkan ketertipuan dirimu dengan angan-angan sebelum saat yang ditentukan tiba. Janganlah kamu memasukkan kekhawatiran terhadap hari esok, atau setelahnya kedalam hari ini, sehingga manambah kesedihan dan kepayahanmu, dimana kamu ingin agar pada hari ini kamu menghimpun segala yang mencukupimu selama hari-harimu yang lain. Kesibukan semakin banyak, kepayahan semakin bertambah, dan hamba telah menyia-nyiakan amal dengan angan-angan.
Jika harapanmu terhadap hari esok benar-benar keluar dari hati, niscaya pada hari ini kamu melaksanakan amal yang sebaik-baiknya dan mengurangi kesedihanmu. Tetapi, harapanmu pada hari esok ternyata menjadikanmu ceroboh dan mengajakmu untuk semakin menjadi-jadi dalam mengejarnya.
Jika kamu mau mempersingkat, saya akan menggambarkan dunia ini kepadamu sebagai suatu saat yang berada diantara dua saat. Saat yang telah lalu, saat yang akan datang, dan saat dimana kamu sekarang berada.
Adapun saat yang lalu dan akan datang, tidak akan kamu temukan kenikmatan dalam kesenangannya atau kepedihan dalam deritanya. Dunia hanyalah sesaat dimana kamu berada, lantas saat tersebut menipumu sehingga menjauhkanmu dari surga dan membawamu ke neraka.
Jika kamu berpikir, sebenarnya hari tidaklah lebih dari seorang tamu yang mampir ke rumahmu dan dia segera pergi meninggalkanmu. Jika kamu memberi sambutan dan jamuan yang baik, ia akan menjadi saksi bagimu, memuji perbuatanmu, dan akan mencintaimu dengan tulus. Tetapi jika sambutanmu buruk dan kamu tidak menjamunya dengan baik, maka hal itu akan terus terbayang di pelupuk matamu
Hari juga ada dua, yang kedudukannya ibarat dua bersaudara. Salah satu dari keduanya datang kepadamu, lantas kamu menyambutnya dengan buruk dan tidak memberi jamuan yang baik kepadanya. Lantas, yang lain datang kepadamu seraya berkata:”Aku datang setelah kedatangan saudaraku, maka kebaikanmu kepadaku akan menghapuskan keburukan sikapmu terhadap saudaraku dan ia akan memaafkan tindakanmu. Inilah aku, datang kepadamu setelah kedatangan saudaraku yang telah meninggalkanmu.” Kamu telah mendapatkan penggantinya, jika kamu berakal, maka perbaikilah apa yang telah kamu sia-siakan. Tetapi jika kamu bersikap sama sebagaimana sikap yang pertama, maka sungguh patut jika kamu binasa oleh kesaksian buruk mereka berdua terhadapmu.
Umur yang tersisa tidak bisa ditukar dengan harga atau tebusan apa saja. Andaikata seluruh dunia dikumpulkan, maka ia tidak akan sebanding dengan umur seseorang yang tersisa. Maka, janganlah kamu menjual atau menukarnya dengan dunia yang tidak sesuai dengan harganya. Jangan sampai orang yang dikubur lebih menghargai apa yang berada di tanganmu daripada kamu sendiri, padahal itu milikmu. Sungguh, andaikata seorang yang terkubur di dalam tanah ditanya, "Apakah dunia ini secara keseluruhan dari awal sampai akhir, yang akan kamu berikan kepada anak-anakmu sepeninggalmu agar mereka menikmatinya, sementara kamu dulu tidak pernah mempunyai kekhawatiran selain tentang mereka, lebih kamu cintai ataukah satu hari dimana kamu dibiarkan hidup untuk melakukan amalan shalih bagi dirimu?", niscaya ia memilih satu hari tersebut. Tidak mungkin ia dihadapkan pada suatu pilihan dengan satu hari sebagai pilihan lain, kecuali ia lebih memilih satu hari daripada pilihan lain itu, karena besarnya keinginan dan penghargaannya kepadanya.
Bahkan, andaikata ia diberi pilihan antara sesaat dengan pilihan lain yang berlipat-lipat dari apa yang telah saya sebutkan kepadamu dan berlipat-lipat lagi, niscaya ia lebih memilih waktu sesaat itu untuk dirinya daripada pilihan lain yang berlipat-lipat dari itu.
Bahkan, andaikata ia disuruh memilih antara satu kata yang diucapkannya, yang akan ditulis kebaikannya untuk dirinya dengan apa yang telah saya ceritakan kepada kamu (yakni, kenikmatan dunia) dan yang nilainya berlipat-lipat darinya, niscaya ia lebih memilih satu ucapan tersebut daripadanya.
Maka, koreksilah dirimu pada hari ini, perhatikanlah setiap saat yang berlalu, hargailah satu kata, dan waspadailah terhadap penyesalan ketika sakratul maut datang. Kamu tidak bisa mengabaikan perkataan ini sebagai hujjah bagimu, maka semoga Allah memberikan manfaat kepada kami dan kepada kamu dengan pelajaran ini serta mengaruniakan akhir kehidupan yang baik kepada kita semua. Wassalaamu 'Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh". [HR. Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (2/134-140)]
Nasehat yang mulia ini agar ia bisa menjadi hentakan bagi jiwa kita yang lalai dan menyadarkan kita tentang pentingnya memanfaatkan waktu dengan baik. Ketahuilah, ketika kita menyia-nyiakan waktu sedetik saja dari perjalanan usia kita, sebenarnya ada kerugian dan penyesalan besar yang akan kita temui kelak ketika bertemu Allah Azza wa Jalla.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah bersumpah tentang hal ini di dalam firman-Nya,
"Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan Aku bersumpah demi jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)". (Qs : Al-Qiyamah: 1-2).
Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa'diy rahimahullah berkata, "Maksudnya, seluruh jiwa, baik yang sholeh, maupun yang bejat. Dinamakan (لَوَّامَة) karena besarnya kebimbangan dan penyesalan jiwanya, dan tidak tetapnya jiwa pada satu kondisi. Sehingga ketika meninggal, jiwa tersebut menyesal atas apa yang telah ia kerjakan. Bahkan jiwa seorang mukmin akan menyesali atas apa yang ia telah peroleh ketika di dunia berupa sikap pelampauan batas (berlebih-lebihan), atau melakukan kekurangan atau kelalaian dalam memenuhi hak diantara hak-hak yang ada. [Taisir karimir Rahman, (hal. 898)].
Janganlah angan-angan kosong yang dihembuskan oleh syaithon, membuat kita terlena sehingga menjadi penghalang dari beramal shalih dan selalu menunda-nundanya. Sebab, itu merupakan tanda kebinasaan yang telah dikecam oleh Allah Azza Wa Jalla.
Allah Ta'ala berfirman,
"Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang, dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)". (Qs. Al-Hijr: 3).
Ketahuilah, tidak ada seorang pun diantara manusia yang bisa menjamin bahwa dirinya masih bisa hidup sedetik kemudian atau tidak. Oleh karena itu, sangatlah pantas bagi kita untuk merenungi wasiat Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كََأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍٍ
"Jadilah di dunia ini seperti orang asing atau seorang pengembara."
Ibnu umar berkata, "Jika kamu berada di waktu sore, maka jangan menunggu sampai pagi, dan jika kamu berada di waktu pagi, jangan menunggu sampai waktu sore. Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu dan manfaatkan hidupmu sebelum datang matimu." [HR. Al-Bukhariy dalam Kitab Ar-Riqoq (no. 6416)].
Dirangkum dari
[Sumber: Buletin Jum'at At-Tauhid.]
#penasalaf
2 notes
·
View notes
Wallahi, I have seen many lovers of the Prophet ﷺ and Shaykh 'Abd al-Qadir al-Jaylani but the love of those from the sub-continent towards the Ahl al-Bayt and our Master Muhammad ﷺ is something indescribable. When I was much younger and living in Baghdad, dates from Madinah were gifted to us. Whilst I was eating them, I noticed that some had insects within them and others didn't look very pleasant so I put them aside. By Allah, an elderly lover from Pakistan - picked up the dates immediately and ate them.
I asked him why he ate these dates and he said, 'They are from Madinah and the land of Rasūlallāh ﷺ! How can I not eat them!' This is high levels of adab. I saw elderly men who had migrated by foot to Baghdad just to be close to the vicinity of Shaykh 'Abd al-Qadir and to be in the city that he rests within. I saw people not wanting to place date seeds of Madinah in the bin because everything connected to the Beloved ﷺ is too special. This is love. We are living in a time when people want to separate Muslims from this tradition of Mahabbah. If you love someone then you love everything connected to them. When Allāh loves a servant, he grants him the love of our Master Muhammad ﷺ and his family. If you gaze into your heart and find the love of Rasūlallāh ﷺ within it then know that your heart is precious to Allah.
— Shaykh Afeefuddin al-Jaylani
3 notes
·
View notes
Abū Dharr رضي اللّٰه عنه said: “My khalīl (intimate friend, i.e. Rasūlullāh) ﷺ commanded me with seven [matters]:
1. He commanded me to love the poor and draw close to them
2. He commanded me to look at those who are below me and not to look at those who are above me (in terms of worldly matters)
3. He commanded me to maintain the ties of kinship even if it seeks to draw away
4. He commanded me not to ask anyone for anything
5. He commanded me to speak the truth even if it is bitter
6. He commanded me not to fear the blame of the blamers
7. He commanded me to increase in saying: لا حول ولا قوة إلا باللّٰه , for this is a treasure under the Throne [of Allāh].”
[Reported by Aḥmad, graded 'Ḥasan' by Sheikh Muqbil raḥimahullāh in Al-Jāmi’ Aṣ-Ṣaḥīḥ]
57 notes
·
View notes