Tumgik
unrecyclableme · 8 months
Text
Pamer, The Art of Living
Life nowadays will be boring if you don't use any social media. Under any circumstance, in particular, while you live in the city you always have some urge to post anything on your social media. Anything can motivate us to show or post whatever we want to post, it can be something that bothers us, something that we are proud of, something funny, or even unnecessary things such, "Ya, mau aplot aja sih.". You could share your and your friend's private stuff too if you want. HAHA. There's nothing wrong with that, it's part of freedom of speech, freedom of expression, and freedom of being human. Freedom is a condemnation. Think about it, once you're free you have to be responsible for the deeds. I am the one friend who is a shoulder to cry on, collects every tale told by my friends and transforms it into artwork-in other words-articles and quotes. Of course, sometimes I share my experiences too, I post anything randomly and most of all anonymously with no mention of any name/person or institution. I take responsibility for all my work, and I am open to debatable or questions about what I posted even if it just receh things since I love to make fun of every shit happens. I posted everything mindfully yet unfortunately I can't control the audience's interpretation, so if they don't ask any confirmation I let them wonder for the rest of their existence. Yeah now idgaf you guys eat that overthinking and misinterpretation.
Back to pamer, one of the art of living. Why do I say that? Since humans are the oh-so-need-validation creatures, the sense of being seen and being exist is inevitable, so that's why it's okay to flexing in your best way. Posting something or someone you love on your social media isn't criminal, but in odd moments others' interpretations can turn it into one. It seems important to control our minds when we face something online, notably on social media, we're easily offended by what we see whereas the content isn't directly addressed to us. Right? There's a time when someone wants to share his or her joyful moments, pathetic life, some shit happens, and so on, not to mention that I make content from someone's bad luck. What we do on our social media is just (commonly) pamer in many intentions and maybe objectives. This is the art of living since we live to survive, and in order to survive you should exist. To exist you should do something creative and distinct, yeah I know we can't deny that nowadays many things are so similar. When we post something it might be on purpose to educate, inform, share awareness, transfer some new knowledge or maybe erudition and there might be some repetition and reduplication inside. As long as we didn't do something racist or violate the applied laws and norms, we could and should express everything on our own accounts. For some people who never share anything or rarely share something, it's okay, it's her/his right too but one thing we should note is that we can't judge someone from her/his social media because we never know the purpose of human demeanor, we only do speculation and unlogic deduction. You can choose between being smart with your smartphone or being empty-headed and controlled by it.
0 notes
unrecyclableme · 1 year
Text
Sorry for Being Tyrant
Four years of an unstable yet toxic relationship. Mentally and economic abuse. Low self-esteem but never thought about the s word (proud) whereas I’m far away from His path (he he he, pls don’t try this at home). After all those ups and downs now I feel blessed, I found myself when I’m not holding on to something I don’t belong. I found myself when I let go someone who don’t really loves me as a human being.
I’ve ever loved someone devotedly (1); I’ve ever accepting and let someone to get into my life unconditionally (2). Taken for granted. I was thought if I let someone unconditionally, he would love me back as much as I give. Naïve. My four-years-relationship was full of lies and betrayals, yet I still try to hold up, though I bear several fits of abuse directly to my body. I am denying many red flags that clearly popping up almost every day, since I had tremendous fear of being abandoned. I’ve heard that monogamy isn’t part of nature, it’s a formed norm by religion and society. I’m not swallowing food without pulverized, maybe monogamy was formed by religion or our great-grand-grand-father to limit our ability to fornicating, it’s up to you, but I thought that we’re human or­—the fancier—sapiens gifted with ratio and civilization to not hurting someone you loved with having s*x with someone else in the name of natural behaviour.
I realized that isn’t love or affection but I’m being comfortably numb and stuck with, “Gapapa, dia ga sesuai dengan kriteria pasangan hidup gue asalkan dia ga ninggalin gue” thoughts. 
Such a weak attitude until I met bunch of girls that pull me out from the ‘mud’ and told me that I was too good to be true for him and I’m not supposed to being helpless under his oppression. Thanks to you girls <3
Now I already out of that phase, a very dark phase of my life that I don’t wanna go back again, ever. My life is way better than before even though I have a massive loss and broke now (LOL). I don’t wanna spill his bad deed, I don’t wanna share the details by reason of I still regard the perpetrator as a human. Moreover, I met my serendipity, I can continue my long-lost diploma, and I can express my feelings without any unnecessary judgement, so harmless. What a privilege!
Letting yourself being under someone oppression is a tyrant, fight back and go safe yourself, don’t let your self-esteem determines by the others.
0 notes
unrecyclableme · 1 year
Text
Maybe we can(not) be friends.
Salah satu permasalahan di hidup saya itu adalah sering banget kehilangan teman. Enggak tahu kenapa tapi saya dari dulu punya circle pertemanan yang kecil dan biasanya jarang banget ketemu atau sekadar chatting intens hampir setiap hari buat gibah atau ngomongin hal lainnya. Justru yang sering ketemu malah cuma saya anggap kenalan, atau teman tapi enggak yang deket banget.
Saya sebenarnya gampang berbaur kalau ada di situasi profesional yang mengharuskan saya untuk berbaur, ibarat saya ini gampang nge-blend kayak capcin alias cappucino cincau yang enggak ada rasa-rasa kopi sama sekali cenderung ke rasa gula tapi herannya nyambung-nyambung aja dipakein cincau. Tapi ada kalanya orang baru yang melihat saya suka salah kaprah, katanya RBF dan susah dideketin kecuali sama kucing dan anjing. Saya emang lebih ramah dengan cross-species dibanding dengan satu spesies sendiri.
Tapi mungkin agak enggak pas juga ya kalo dibilang kehilangan, emang sayanya aja yang jaga jarak atau malah membuat jarak itu semakin besar. Bisa jadi salah satu pemicu kehilangan saya adalah kalau udah emosi saya sering sampah banget mulut atau typingnya, kadang sampai bikin orang sakit hati. Ada beberapa yang menyadari kalau sebenarnya apa yang keluar dari mulut dan ketikan saya adalah sesuatu yang benar, yang sejatinya sudah pernah saya utarakan secara halus tetapi tidak sampai pesannya di nalar orang yang saya ajak komunikasi. Tapi itu hanya segelintir orang, enggak semua punya nalar baik untuk berpikir jauh dan lebih jernih ketika ada masalah, bukan? Atau siapa tahu emang sayanya aja yang jahat, nobody’s perfect toh?
Masalah lain adalah saya dari dulu memang seperti punya pola menjauh dari teman-teman. Umumnya karena saya enggak percaya diri, saya sering minder dengan teman atau kenalan yang lebih superior dan agak meragukan diri sendiri saat ada orang hebat yang mau jadi teman atau sekadar dekat dengan saya. Alhasil yaudah, hilang lagi kesempatanku untuk pansos HAHAHA.
Lebih lucu lagi saya enggak pernah punya track record yang baik dalam berteman dengan mantan pacar atau gebetan. Sebaik apa pun usaha saya pasti ujung-ujungnya bakal putus silaturahmi or worst musuhan. Kayaknya ya, balik lagi dengan mulut sampahku ini. Saya sudah terkenal punya banyak stok kalimat nyelekit, padahal maksudnya enggak mau seperti itu, tapi di sisi lain saya juga sering dinilai terlampau baik, jadi orang heran kalau saya bisa ngomong jahat juga. Maaf ya, manusia biasa akutuh :)
1 note · View note
unrecyclableme · 1 year
Text
The Right Place with The Wrong (Wo)Man
Have you ever thought, “Why on earth that a girl has—that so-called dream—job while she couldn’t do the job correctly?” in the other hand you who have more capability than her, are still busy with many job application. Applying from one company to another company over and over.
Not gonna lie but sad truth as there are people with incapability who sit right back in their cubicles with no idea what they should gonna do. Sporadically spread over those tall buildings.
Don’t take this friggin’ text personally, it is only jealousy yet a coping mechanism of a jobless person with underqualified skills.
0 notes
unrecyclableme · 1 year
Audio
Lingkungan (dan hubungan) menentukan siapa dirimu.
Kita pasti jarang sadar 100% kalo lingkungan benar-benar mempengaruhi pola pikir sampai sifat kita sehari-hari. Orang yang berada di toxic relationship—yang hampir setiap hari isinya sumpah-serapah; tindakan abusive; gaslighting; dan manipulasi satu sama lain beserta sifat-sifat toxic lainnya—secara tidak sadar akan mengubah karakter baik bawaan mereka sebelum berada dalam hubungan itu. Entah pihak laki-laki yang menjadi pencetus atau sebaliknya, pihak perempuan. Semua akan bermuara pada saling menyakiti satu sama lain.  
“Loh, tapi kan dia duluan yang mulai!?”
Udah tau dia yang mulai, kenapa ga langsung dicut aja?
Itulah pola awal hubungan toxic. Alih-alih langsung meninggalkan, seringkali sikap denial mendominasi perasaan. Pun tidak ada tindakan refleksi diri pada masing-masing individu, tidak ada penyelesaian masalah menggunakan akal yang jernih, lebih mengedepankan ego dan emosi masing-masing. Tiap penyelesaian masalah yang cenderung diwarnai dengan sumpah-serapah beserta umpatan, lama-kelamaan akan mempengaruhi pola komunikasi dengan orang lain di luar pasangan. Buruk sekali. Coba bayangin kalian yang hampir tidak pernah mengeluarkan kata “Tolol”; “Bego”; “Goblok” beserta nama-nama hewan setiap berbicara dengan orang lain, tiba-tiba secara tidak sadar kalimat dan kata-kata ‘halus’ itu keluar gitu aja dari rongga mulut kalian. Niatnya tidak seperti itu, tapi otak kalian merespon terlalu cepat karena sudah terbiasa dan terlalu sering menyebut kata-kata tersebut. Karena apa? Ya, karena pola komunikasi yang terjalin dengan partner kalian di dalamnya menggunakan frasa-frasa yang buruk. Bukan kurang baik, sudah buruk pokoknya.
Beralih ke pola pikir, kalian pasti teralienasi dari diri kalian sendiri. Merasa diri sendiri tidak berharga, kehilangan rasa percaya diri, menyalahkan diri sendiri dan masih banyak lagi pemikiran yang mengarah bahwa kalian not treasure enough whether to life or die. Mental blocking membuat diri sendiri menjadi ‘kosong’, tidak tahu mau melakukan apa selain rutinitas sehari-hari, tidak lagi memikirkan cita-cita dan masa depannya. Ini tidak mudah diatasi, butuh waktu dan proses panjang untuk memperbaiki kembali pola pikir yang udah kena. Mungkin awalnya kalian memiliki pola pikir yang baik, tetapi tibalah saat menjalani hubungan dengan pasangan, pasangan kalian memiliki pola pikir yang berbeda 180 derajat dan kalian tidak bisa mengkomunikasikan perbedaan pola pikir masing-masing untuk mencari jalan tengah. Malah gegeran lagi atau silent treatment lagi. Ga selesai-selesai, bosque~
Back to the first sentence above, orang yang berada pada toxic relationship cenderung akan menjadi pribadi yang tidak berkembang dan mengalami kemunduran dalam bersikap, mungkin bisa dibilang stagnan menjadi manusia seutuhnya. Padahal mungkin sejatinya kita manusia yang baik di awal, dengan nilai-nilai beserta moral baik yang sudah termanifestasi dalam diri, kita tinggal menggali dan mengembangkan potensi diri yang unlimited ini, tapi kemudian rusak karena kecerobohan kita sendiri dalam mempertahankan sebuah hubungan yang sebenarnya sangat tidak berharga untuk dipertahankan. Keep these words in your mind, what is the worst in you shouldn't stay longer.
0 notes
unrecyclableme · 1 year
Text
Similar Circularity
I often overheard people whining about their parent’s flop, commonly they blame their parents for his/her own failure in life. I understand it’s okay to let your heart cry out but did you do something to fix the mess?
Instead of blaming your parents why don’t you do your own job done? Implement what you think is right for your own life, manifesting what is inside your head. You guys are the grown-up man and you’ve your own in your adult.
Poor soul, our parents, not living their best dream. Lack of education because back at that time maybe it was hard to access the best education to feed the brains. No cellphone, no internet, no uni-life, no cool kids circle, perhaps?
How could we blame people who don’t have such experience(s)? Are we—the well-educated ones—becoming a heartless generation? Is that purely their failure or it’s just for our ego validation? We are such as not-ready-to-bear-reality adult incarnation. Becoming the one who plays victim, puts the blame on others for our own adulthood mistakes. Parenting is hard to do, that is a kind of science, I bet most of our parents didn’t have any access to it. I’ll give you this line: 
Your parents might have been fighting so well to nurture and raise a human like you.
Possibly you have some abusive parents, and you have been neglected, denied, or whatsoever, I know all your feelings matter, but in this era, you can get some help meeting the therapist. Use your BPJS or insurance benefits from your freakin’ start-up or multinational company to keep your state of mind clear, for God’s sake! Or if you don’t wanna do it, you can keep your mouth shut and just do your own business, stop complaining about how lame your parents are or how you hate them much. Because trust me, the more you hate the more you resemble them.
0 notes
unrecyclableme · 1 year
Text
Climbing Shoes
The script before was reside for ages in my draft box, along with another script I never posted yet, or maybe I’ll post them later since I decided to write again. Pretty strange to write again. So, the climbing shoes. To re-opening.
A (pair) of climbing shoes.
At first as a beginner in these climbing things, we should have at least the shoes. Of course, we can borrow first on a trial session, but it’ll be bothersome if you always borrow from the other climber. The stinks, heat from inside the after-using shoes, and also, this is the most substantial, the contour of the shoes. Climbing shoes will be conforming to the shape of your foot as long as you frequently use them, it adapts to your usage while doing climbing moves. Some of the climbers had an idealism that the tighter the shoes the more perfect for your feet, I don’t know where that idealism came from, for me just use the comfort one so it doesn’t hurt your feet while you move on the wall. The first time you use it, even if it’s the one according to your size, you’ll be suffering on your tiptoe. But should’ve to be able to bear that if you really want to get better at climbing. Back to what I said or write before, it will conform to your foot shape and it will get more flexible as long as you use it.
What if we upsize?
Worst. Option. Just don’t. You can’t reach maximum performance with your move at the wall. Baggy things are just applicable to your trousers and shirts. Sure, it won't hurt your feet, no ugly tiptoe (yes, much closer like the ballerinas), and no tightening feeling cramping out your feet. However, your feet will be spoiled, and not be able to do some complex moves yet have no flexibility, at all.
Hold up, but this is not about climbing shoes...
I think I need part two.
0 notes
unrecyclableme · 1 year
Text
Climbing (shoes)
Climbing shoes might hurt at times yet the rock wall is sure ready to bleed your toes as well. To climb the big wall you have to take the risks ahead. To climb the big wall you have to prepare yourself, it begins with your feet. Climbing shoes will torture, and tighten out your feet for sure, causing damage to your toe subsequently, similar to the ballerinas. But that’s the only footgear you have to wear if you want to climb. As I tell you in the first sentence, it will hurt you at first as habituation, so it is important to choose your climbing shoes wisely.
To climb is to suffer, after you get to the top you go down again, repeat. Same as life.
Climbing is fun yet harmful, and neither is life.
0 notes
unrecyclableme · 5 years
Text
Hyperthyroidism.
Hidupku dengan gangguan autoimmune.
Orang-orang di sekitar gue banyak yang belum tau kalo manusia itu punya kelenjar hormon tiroid, letaknya di leher. Tiroid adalah hormon metabolisme tubuh kita; pipis, pup, keringat dll itu ulah si tiroid. Kalo kelebihan (hiper) ga baik, kalo kurang (hipo) juga ga baik. Jadi berbahagialah kalian yang tiroidnya normal-normal aja, dan jaga baik-baik kelenjar tiroid masing-masing.
Awal tahun 2017, dokter spesialis penyakit dalam mendiagnosa gue dengan suatu penyakit/gangguan kesehatan yang disebut Hipertiroid. Yes, gue kelebihan produksi hormon tiroid, coy! Dokter ngasih dua pilihan, treatment dengan obat atau operasi. For sure gue pilih treatment obat, karena lelah harus naik meja operasi untuk ketiga kalinya dalam hidup dengan tanggungan dari BPJS Kesehatan pula which is alurnya lama, itu sih lelahnya. Kalo dioperasi pun ga ada jaminan untuk ke depannya bakal baik-baik aja sih. Pertama kali bisa ketauan punya hipertiroid adalah suatu hari ada saudara yang menyadari keanehan di leher gue. Bengkak ternyata leher gue di bagian bawah, kalo laki-laki pas di bawah jakun gitu. Dan orang yang serumah aja ga ada yang nyadar ada keanehan itu. Gue langsung ke Puskesmas minta diperiksa karena diriku BPJS-minded. Setelah itu dari Puskesmas gue dirujuk ke RS, dokter nanya keluhan gue yang gue bilang ga ada keluhan sama sekali kecuali leher bengkak ini. Sampai akhirnya dokter mewawancarai gue:
Dokter : Kamu kalo makan banyak ya?
Gue : (Canggih ni orang, tau aja makan gue banyak) Ng, iya Dok. Saya suka makan, ngemil sih lebih tepatnya banyak.
Dokter : Berat badan ga pernah naik, cenderung turun?
Gue : Iya Dok, berat badan saya segini-segini aja. Malah suka turun 1-2 kilo, kalo naik ya turun lagi cepet.
Dokter : Anggota tubuh ada yang tremor? Susah tidur malam ga? Mood swing? Sering berdebar-debar walaupun ga ngapa-ngapain?
Gue : Waduh Dooookkk, bener semua. Iya ini kalo malem yang bikin susah tidur tangan saya suka tremor ga jelas. Tapi malem aja, udah lama banget kayak gitu. Kalo berdebar-debar iya juga Dok, ga beraturan gitu ya
Dokter : Sejak kapan? Udah ada 1 tahun belakangan?
Gue : Yah Dok, itu udah dari 2-3 tahun lalu mungkin. Atau lebih kayaknya Dok, saya juga ga engehin. Mood swing juga emang Dok, saya sendiri suka bingung kenapa bisa gitu.
Dokter : Wah, kamu kenapa baru berobat sekarang? Udah lama banget kamu gangguan hormon gini. Mata kamu sering sakit kalo siang terik? Lindungin ya kalo siang.
Gue : Oh gitu Dok, saya ga tau kalo ternyata itu tanda-tanda penyakit. Terus gimana, Dok?
Dokter : Mau treatment obat atau dioperasi aja? Sementara saya resepin obat dulu ya, kita observasi dulu. Seminggu sekali berobat ya.
Gue : Wah Dok, minum obat aja lah saya. Ga mau dioperasi.
Dokter : Ok ini saya resepkan ya. Mulai sekarang kurangi makan junk food, pengawet-pengawet. Nasi juga tolong kurangi ya untuk kamu, roti juga-yang karbohidrat-karbohidrat.
Gue : (jiwa kelaparan ku meraung-raung) Baik, Dok.
So you guys, yang bertanya-tanya kenapa sih gue mau makan banyak kayak apa tapi badannya segitu-gitu aja, inilah penyebabnya. Gue juga cepet capek, tapi cepet juga pulihnya setelah asupan gue tercukupi. Ya gimana ga cepet capek, orang makanan digilas mulu sama tiroid ini. Lemak pun. Gue mood swing parah sebelum treatment ini, gue juga sempet bingung dengan manajemen emosi gue sampe kepikiran untuk minta bantuan professional karena ngeri ada mental illness. Dulu pacar mutusin keknya gegara mood gue ga pernah jelas sih emang (yah curhat deh). Gue hampir tiap malam ngerasain tremor di badan sebelah kiri dengan durasi yang cukup lama sehingga bikin gue susah tidur, kirain insomnia gegara pikiran ga punya duit... Gue sering pake sunglasses kalo terik siang juga ada sebabnya, bukan gaya-gayaan sist, sayang banget gaya-gayaan gue keluarin duit berlebih untuk custom kacamata hitam dengan lensa minus kanan dan kiri beda. Paling sedih gue harus membatasi makan nasi. As you know orang Indonesia ga afdol kalo makan ga pake nasi (pake nambah) hahaha sumpah sedih, eh! Gue ga dioperasi, karena rata-rata orang yang kena hipertiroid kemungkinan ga sembuh 100% sih. Harus bolak-balik cek atau ya kalo udah parah harus minum obat terus sepanjang hidupnya, gue pun cukup lama konsumsi obatnya hampir 1 tahun setelah itu boleh lepas obat-obatan dengan catatan kalo ada keluhan lagi harus segera balik ke rumah sakit. Ribet ya? Emang.
Akhir kata, kalo tanda-tanda ga bener di tubuh kita emang harus langsung konsul ke dokter biar cepet tau apa dan di mana yang salah. Kalo ada orang yang mood swing tanpa alasan dan dia juga ga tau kenapa, ayok encourage dia untuk konsultasi ke dokter! Hindari judging-judging, hindari self-diagnosing kalo kita emang ga ngerti. Kalo ada orang yang nyebut kita penyakitan ga usah dipikirin, lebih baik kita nerima keadaan tubuh kita dan Tuhan tau kalo kita emang lagi berusaha.
Terus berkumpul dengan orang-orang positif aja dan jangan juga kita keseringan nyusahin orang
Tumblr media
0 notes
unrecyclableme · 10 years
Text
Bridesmaid :)
Well, udah lama gak buka-buka Tumblr~
Jangan suujon sama judulnya ya, enggak kok saya belom mau nikah haha… Iseng-iseng aja tadi liat foto di insta ada akun yang isinya all about nikahan dan bridesmaid stuff kemudian berlanjut inget-inget acara nikahan yang pernah saya datengin, saya engehin, inget-inget pengiring mantennya, pager bagus-pager ayunya, yap bridesmaid-nya dan groomsmen-nya. Cantik-cantik, ganteng-ganteng ya? #Lho
Iya, cantik dan ganteng ga kalah sama pengantinnya. Umumnya dan biasanya bridesmaid dan groomsmen adalah temen-sahabat-sohib banget dari masing-masing calon pengantin. Yang bridesmaid dari pihak si pengantin cewe, groomsmen dari pengantin cowo. Saya pernah menghadiri resepsi pernikahan seseorang, sebut saja A untuk laki-laki dan B untuk perempuannya. Ucluk-ucluk-ucluk, saya datang tanpa beban awalnya. Makan, minum haha-hihi gak jelas ngetawain apa. Sampai pada satu sesi foto, saya mulai ‘diem-diem agak kicep’. Ya, sesi foto pengantin berfoto bersama bridesmaid dan groomsmen-nya. Ngeliat A dengan groomsmen-nya pose-pose gokil khas cowo kemudian ketawa-ketawa lalu mereka berpelukan satu sama lain seolah bilang, “Semoga bahagia ya, Bro!”. Kemudian si B dengan bridesmaid-nya pose-pose elegan ala-ala cewe tapi ujung-ujungnya malah jadi rempong. Dan seterusnya. Iya, saya kicep liat mereka begitu. Gak ada yang lebih membahagiakan selain ketika kita memutuskan untuk melepas masa lajang, sahabat dan teman-teman kita ada di situ. Ikut andil, ikut ngerasain, ikut mendoakan sekalipun lewat candaan.
Pernah terpikir gak kalo teman atau sahabat kamu yang sekarang bakal jadi bridesmaid atau groomsmen di pernikahan kamu? Atau bagaimana kalo kamu ga punya teman dekat sama sekali, sehingga nanti ketika kamu nikah bridesmaid dan groomsmen-nya gak ada? Oh, tenang tentu ada lah nanti, geret-geret aja sodara perempuan/laki-laki kamu ehehehehe… Tapi beda kan ya feel-nya? Pasti. Atau gak usah lah ngadain resepsi pernikahan, nikah di KUA sama catatan sipil aja kali ya.
Haha tulisan ini hanya iseng-iseng, syukur-syukur kalo bermanfaat atau malah bikin mikir :p
0 notes
unrecyclableme · 10 years
Photo
Tumblr media
Meaoow.. 😺😺 at Heksa's crib – View on Path.
0 notes
unrecyclableme · 10 years
Photo
Tumblr media
H: Bang, tas kita kok samaan? F: Mungkin jodoh H: Ah! *jorogin ke kawah belerang* ....lalu kemudian beneran jadian 😂😆😍😘💕💕 ps: dialog di atas hanya improvisasi 😜
0 notes
unrecyclableme · 10 years
Photo
Tumblr media
"Naik gunung itu bukan gaya-gayaan.." bener banget, setelah hampir 22 tahun gak dibolehin naik gunung akhirnya tepat pada 4 Nov '13 saya menghabiskan malam ulang tahun di sini, Ranu Kumbolo, salah satu surga kecil di bumi, gak gampang buat nyampe sini sekalipun kamu nyewa jasa porter. Di gunung saya menemukan teman-keluarga baru yang tidak menggunakan topeng di muka dan hatinya. Di gunung hati dan pikiran saya jadi terbuka. Di gunung itu penuh suka-duka, di gunung itu capek, di gunung itu ribet, di gunung itu semua saling peduli, di gunung itu segala-galanya dan di gunung akhirnya saya tau kalo Tuhan itu maha segalanya...
0 notes
unrecyclableme · 11 years
Photo
Tumblr media
men. guitars. and gears. on sunday recording session- yesterday, that was.. fyuh. #latepost
1 note · View note
unrecyclableme · 11 years
Photo
Tumblr media
The ones you love...
0 notes
unrecyclableme · 11 years
Text
Thought via Path
Sunni, Syiah, NU, Muhammadiyah, Ahmadiyah, apa kek, yang penting Lebaraaan haha. Happy Ied Mubarak! – Read on Path.
0 notes
unrecyclableme · 11 years
Photo
Tumblr media
So #latepost oh #childhood :'D (at Lawson Margonda Raya)
0 notes