Tumgik
#perempuan30s
dinisuciyanti · 3 months
Text
Banyak dari kita
Banyak dari kita yang fokusnya ke "nyari jodoh" nya aja, memperbaiki diri yang nambah ilmu tentang pernikahan, komunikasi, keuangan, bahasa cinta pasangan, reproduksi, parenting, dll. TAPI lupa, lupa buat menjaga kesehatan badan sendiri, sebagai aset kesehatan sendiri, yang kamu nikmati untuk diri sendiri, dan di masa depan untuk keluarga mu.
Gak usah jauh-jauh ke persiapan hamil, mencegah stunting, XYZ, apa iya udah sayang sama badan sendiri? biar bisa kerja fokus gak anemia makanya mesti minum suplemen besi-folat. Apa iya udah aware sama dampak kurang vitamin D karna anti-matahari? makanya mesti minum suplemen vit D. Udah nyoba aktif olahraga? Udah konsumsi lebih sering buah sayur biar gak cuma gorengan yang masuk ke tubuh? Dan sederet praktek "sehat" lainnya, yang seringkali luput, seringnya ya ngopi sambil join kelas parenting.
Lupa, seakan yang penting itu ilmu pernikahan-parenting, cari calonnya, nikah, hidup bahagia. Kesehatan diri sendiri gak dipikirin.
27 Januari 2024
191 notes · View notes
dinisuciyanti · 3 months
Text
Untuk diri sendiri
Seringkali, ketika perempuan menunjukkan bahwa ia sedang sekolah S2/S3, selalu ada komen dari akun laki-laki "cowo gak suka yang sekolahnya ketinggian". Ketika perempuan bekerja overtime, selalu ada komen dari akun laki-laki "kerja mulu, ntar gimana kalo udah jadi istri, cowo sukanya yang bisa di rumah nemenin anak". Ketika perempuan jalan-jalan ke luar negeri, selalu ada komen dari akun laki-laki "jalan-jalan nya jauh mulu, cowo pada takut". Ketika perempuan naik kereta eksekutif, selalu ada komen dari akun laki-laki "yah cewek mahal, gimana mau ada cowok deketin".
Respon ku hanya satu.
Semua hal yang kami (perempuan) lakukan itu 1000% untuk memenuhi keinginan diri sendiri. BUKAN untuk mencari perhatian laki-laki. Jangan terlalu percaya diri!
2 Februari 2024
153 notes · View notes
dinisuciyanti · 2 months
Text
Ternyata
Ternyata bertahan dengan value yang dipegang itu susah. Tergantung faktor eksternal, misal desakan keluarga.
Ternyata "don't lowering your standard" itu susah. Apalagi dengan tersisa 30% laki-laki yang tidak merokok di negeri ini.
"Din, kalo ada laki cakep, pinter, mapan, tapi dia ngerokok, gimana?"
"Gak", aku melambaikan tangan.
Susah. Memang. Bahkan dalam sekumpulan laki-laki di dating apps pun, yang gak ngerokok itu, anomali.
Tapi ya, mau gimana lagi. Level merokok atau gak merokok, bisa setara solat atau gak solat. Sederhana. Tapi nyarinya susah. HAHA.
16 Februari 2024
125 notes · View notes
dinisuciyanti · 2 months
Text
Siang tadi aku lihat video dari temanku. Dia menangis, sambil direkam, nangisnya beneran, tapi karna setelan nya lawak, aku menganggapnya sekedar konten. Padahal ya nangis beneran. Tapi aku bukannya sedih, malah ketawa. Dasar nirempati.
Nangis kenapa? Simply karna teman-teman kita, satu persatu, sudah menemukan calon-nya. Sementara dia belum, padahal segala upaya sudah dilakukan. Ya, temanku memang sangat ingin menikah, dari kapan tau. Tapi belum dikasih Allah. Beda denganku, yang, yaudahlah gimana Allah aja, enggak tau mana yang duluan, entah sekolah, entah nikah, entah umroh, atau meninggal duluan.
Ketenangan itu sungguh privilege. Enggak rungsing, enggak pusing, menjalani hal (pekerjaan) di depan mata. Ada keinginan ABC, tapi enggak ngoyo. Adulting is hard.
27 Februari 2024
77 notes · View notes
dinisuciyanti · 6 months
Text
FYP (for your pengetahuan)
Kemarin malam, salah seorang (teman) adik laki-laki yang beda usia 8th bertanya padaku:
Lu udah 30 pernah gak kepikiran resiko mengandung?
Ku balas cepat: "Emang nikah cuma persoalan punya anak?" Kemudian dia kesal karna jawabanku begitu wkwk.
Dulu, banget, pas usia ku masih remaja belia kinyis-kinyis, usia lucu-lucunya berkhayal digandeng suami pas wisuda S1, ya, aku terpikir usia 30 keatas rentan hamil, "ayo nikah sebelum 30", pikirku.
Sekarang? ya aku tau, semakin berumur, tidak se-optimal ketika muda, untuk hal apapun, termasuk belajar, bekerja, dll. Tapi, pemikiran resiko hamil itu bukan prioritas, gak kepikiran malah. Mikirin diri sendiri aja dulu, merasa tenang aman dan nyaman gak sama pasangan, kalo gak tenang, ya ngapain ngejar sebelum 30. Pikiran yang sangat sempit.
Jangan sampai kamu mengorbankan diri untuk hal yang superficial. Gak usah jauh-jauh mikirin resiko hamil usia 30, kamu nya jaga kesehatan gak buat persiapan hamil? Tau gak kalo ibu hamil anemia itu bahaya buat anaknya? Tau pentingnya suplemen besi gak? Minum kopi tiap hari, neguk suplemen besi gak pernah, dan galau berat ingin nikah usia 20s. Komedi.
Dikira hamil cuma perkara ada bayi di rahim usia golden age 20s? Kalo mindset para calon ibu muda masih gini, apa yang kamu harapkan generasi emas 2045?
21 Oktober 2023
86 notes · View notes
dinisuciyanti · 6 months
Text
#perempuan30s
Baru selesai meng-edit tulisan terkait usia 30 dengan hastag #perempuan30s , agar teman-teman bisa lebih mudah meng-track tulisan terkait.
Perempuan single usia 30s dengan berbagai stigma yang sepertinya harus aku buat sendiri narasinya. Kenapa? karna aku yang mengalami, dan berpuluh-ratus-bahkan juta perempuan di negara berkembang yang mengalami social pressure yang sama.
Enggak maksud me-romantisasi atau mencari validasi bahwa perempuan single 30s itu wajar belum menikah. Karna, ya buat apa meromantisasi hal tersebut? Aku pribadi sibuk bertahan hidup dengan tenang, lagian gak perlu nyari validasi orang. Ngapain.
Yang mau aku tekankan adalah, ada hal-hal yang sifatnya personal experience yang enggak bisa kamu jabarkan hanya dengan argumen atau observasi atau mendengar saja.
Aku pernah menulis "narasi pembodohan" (dicari aja ya di archieve tahun ini) soal perempuan menikah tidak harus mengorbankan kebahagiaanya. Lalu ada yang bertanya, "apa mbak sudah menikah?", kemudian aku berpikir, "oh, argumen ku kurang valid. Harusnya aku menulis topik tersebut kalau aku sudah menikah". Ke depan, aku akan mengurangi tulisan yang sifatnya argumen untuk personal experience. Terimakasih sudah mengingatkan.
Dan untuk tulisan kali ini, aku sekalian ingin mengingatkan diri sendiri, bahwa tidak ada yang berhak memberikan judgement kurang baik jika tidak mengalami sendiri.
Oh ya, aku dan teman-teman 30s ku berniat membuat buku tentang perempuan single 30s. Mungkin hanya sebatas soft file dan berbayar seperti minum kopi di cafe kabupaten. Kami targetkan akhir tahun ini selesai. Semoga bisa menjadi secercah hikmah haha.
22 Oktober 2023
88 notes · View notes
dinisuciyanti · 9 months
Text
Salut
Aku berada dalam lingkaran teman-teman perempuan 30an yang sedang giat-giatnya mencari pasangan yang potensyel valid no debat. Ya, teman-teman ku yang giat, aku just so so aja. As simple as beda prioritas.
Salut sekali dengan energi para perempuan-perempuan hidden gem ini. Kerja 8 to 5 iya, bahkan weekend kerja, kadang overtime, dan masih menyempatkan mencari pasangan potensyel via jalur darat, internet, dan langit semesta. Ya emang harus disempatkan sih, namanya juga ikhtiar yang optimal. Gak cuma jalur doa di sepertiga malam.
Lagi-lagi, salut sekali dengan mereka. Entah akan disandingkan dengan siapa para hidden gem ini, semoga mendapat yang terbaik. Mungkin nicsap versi lokal gak ngerokok dan imam masjid serta baik budi pekerti dan mau beli apa aja ada uangnya. Hm.
23 Juli 2023
107 notes · View notes
dinisuciyanti · 1 month
Text
Membuat menangis
Dalam sebuah percakapan siang bolong dengan para mba2 30-an, aku menyimpulkan, setidaknya kami, pernah membuat orangtua menangis. Bukan menangis bahagia, tapi menangis karna adu argumen atau "cekcok" perkara jodoh, atau menangis karna anaknya kabur menenangkan diri dari desakan beliau-beliau ini.
Apa kami menjadi durhaka karna membuat orangtua menangis? Pernah membaca sekilas, bahwa istilah durhaka hanya disematkan pada anak, sementara tidak ada orangtua durhaka kepada anaknya. Berulang kali desakan-cacian-adu mulut yang terasa menyakitkan dari orangtua, tidak kah itu termasuk dalam "kesalahan" kepada anak?
20 Maret 2024
36 notes · View notes
dinisuciyanti · 3 months
Text
Mungkin
Mungkin, aku termasuk perempuan yang lebih takut miskin daripada belum nikah di usia yang... hanya asian people yang mempermasalahkan.
Teman-temanku sangat ingin menikah, pusing nyari orang yang potensyel lewat jalur darat-air-udara gak nemu-nemu, udah keliling indonesia gak nemu juga. Setiap aku membaca typing temanku yang ingin menikah - pusing single terus, aku hanya tersenyum geli menahan tertawa. Gapapa, ancene wayahe.
Kalau dipikir-pikir, kenapa ya, Allah lama banget ngasih jodoh ke temen-temenku, kurang ujian apalagi, kurang cobaan apalagi yang mesti dicobain sampai umur 30++. Oh, bukankah Allah menguji hambanya yang kuat? Ya, mungkin teman-temanku terlampau kuat.
Setiap orang punya challenge nya masing-masing. Dalam case temanku, mereka masih diberi waktu untuk jadi perempuan mandiri (walau rasanya kelamaan wkwk). Entahlah, misteri, misteri siluman gunung berapi.
17 Januari 2024
38 notes · View notes
dinisuciyanti · 1 month
Text
35 dan stunting
Beberapa hari lalu ramai pro-kon statement kepala BKKBN, yang menyebutkan bahwa perempuan usia 35th itu resiko tinggi melahirkan anak stunting.
Responku pertama kali? GEMAS. Aku, sebagai sekte 30s merasa tersudut. "Kok asal ngomong sih". Kemudian aku cari jurnal ilmiah terkait, nemu, dari 7 faktor berpengaruh yang dibahas (jumlah balita >3 di keluarga, jumlah anggota keluarga 5-7 orang, jarang cek kehamilan, bayi laki-laki, bayi usia 2 tahun, berat bayi lahir rendah <2.5kg, dan keluarga miskin), gak ada indikator usia ibu. Oh, aman. Aku share lah di igs.
Lalu aku pindah ke X. Aku beropini, yang ternyata setelahnya muncul pro dari salah satu dokter. Beliau membagikan hasil studi juga, ku baca, oh, ternyata benar, usia 35tahun itu beresiko. Memang aku yang rendah literasi, kurang mencari jurnal lain.
Apa aku tetap ngeyel? enggak. Sebagai saintis/akademisi, aku belajar untuk percaya evidence-based, dengan catatan harus dibaca juga metode penelitiannya. Kalo dah bener/valid, ya berarti hasilnya patut dipercaya, walaupun akan selalu ada pembanding hasil dari studi lain. Apa peneliti bisa salah? bisa banget, tapi mereka gak boleh bohong.
Setelah membaca jurnal soal usia 35 itu, yang detailnya adalah, usia <20 dan >35th itu resiko tinggi melahirkan anak PERTAMA stunting, jadi bukan cuma "ketuaan" tapi juga "kemudaan", aku langsung share lagi ke igs, biar stori ku gak misleading.
Tapi ada baiknya, statement kepala BKKBN tersebut lebih lengkap, menjelaskan dengan faktor lain yang berpengaruh, bukan hanya usia 35. Kan mba2 jadi emosyong disudutkan teros.
29 Maret 2024
41 notes · View notes
dinisuciyanti · 1 month
Text
Gupuh
Sudah ku bilang kan, menjadi mba2 single 30an itu harus TATAG, menghadapi orangtua khususnya.
Semua orangtua di dunia ini pasti akan menggaungkan kalimat, "ibu/bapak akan tenang kalau kamu sudah menikah", apalagi ke anak perempuan menjelang usia 30. Khawatir usia sudah "expired", gak ada yang mau sama perempuan 30an, dan stigma lainnya. Mirisnya, itu dikatakan oleh orangtua, orang terdekat anak, apa tidak sakit mendengarnya? Ya sakit lah, kalau aku ingin mengamuk jadinya.
Apalagi kalau tinggal bareng ortu usia segini, wah, bisa bisa baku hantam tiap hari. Digupuhi setiap saat.
"Gak ada temen cowok di kantor?" "Kamu dong jangan diem aja, cari kenalan baru" "Ibu/bapak ada kenalan nih, kenalan ya" "Makanya jangan pilih-pilih, yang kemarin ibu/bapak dah cocok, kamunya gak mau"
Dan kalimat-kalimat gupuh lain yang SETIAP HARI dilontarkan, bikin kena mental. Kalo udah gak kuat, kabur aja sih... punya uwang kan? wkwkwk.
27 Maret 2024
26 notes · View notes
dinisuciyanti · 7 months
Text
Adu mekanik
Rasa-rasanya enggak perlu membanding-bandingkan seberapa keras kita berusaha untuk suatu hal. Ya karna start orang beda-beda. Dalam case pernikahan, level keimanan dan uang untuk ikut kajian ina inu juga berpengaruh. Pressure dan budaya dari keluarga sekitar, apalagi, kalo gak bikin gila, minimal stress.
Sudah berapa tahun berusaha? apa benar sudah se-fokus itu untuk berusaha? Sudah berbagai cara dicoba? Hanya kamu dan Allah yang tahu.
Tapi kalo dipikir-pikir, dengan atau tanpa menikah, harusnya kamu bisa dan harus baik-baik saja. Katanya, jangan mencari bahagia dari manusia kan? Kamunya harus bahagia dulu. Kalau kamu sudah terlatih baik-baik saja selama ini, bahkan ketika menikah menjadi 2x lipat baik-baiknya, maka ketika pasangan mu meninggal, bisa (terlihat) lebih mudah untuk baik-baik saja kan?
Entahlah, setelah merasakan ditinggal Bapak, aku memikirkan bahwa, bahkan ketika menikah pun, tidak terlalu menggantungkan level "baik-baik-saja" kepada pasangan, karna ia bisa meninggal kapan saja. Begitu pun aku sebagai pasangannya.
26 September 2023
53 notes · View notes
dinisuciyanti · 4 months
Text
My early 30s
Gak terasa, sudah 21 bulan menjalani hidup sebagai mba 30an-single-di kabupaten-full WFA di rumah dengan segala serangan pertanyaan: "sejak kapan ada di rumah", "kerja apa", "kapan nikah". Maklum, jarang banget keluar rumah, paling mentok ke alfamart sebelah tinggal jalan buat beli teh pucuk sama kopi instan.
Pertama menginjak 30 itu, tahun lalu, waktu masih pandemi, waktu masih freelance gak punya penghasilan tetap, dan masih struggle cari beasiswa dan supervisor sebegitunya. It's just a number, definitely. Rasanya ya gak ada bedanya sih, gak langsung tiba-tiba keriputan juga, atau ubanan misalnya. Cuma, rasa deg-deg-an nya hanya terjadi pas usia 29 sih. Pas udah 30, 31, kemudian tahun depan 32, ya biasa aja, namanya juga makhluk hidup. Menua.
Tapi ya ada juga beberapa temanku yang ruwet karna bentar lagi 31/32 dst (dan karna masih single juga), ya gapapa juga, tiap orang beda cara menejemen emosi nya, atau aku yang se-bodo-amat itu? entahlah.
My early 30s, 21 bulan pertama, pasca pandemi aku bisa jalan-jalan sesuka hati. Senangnya. Mulai tahun ini, setiap bulan aku pelesir ke kota/kabupaten/provinsi tetangga, lumayan menjernihkan otak dari sumpeknya rumah.
My early 30s, rasanya benar, 2 tahun pertama ku cenderung mindful, santay, apalagi urusan perasaan-pernikahan. Gatau ini 32+ akan gimana, katanya sih badai lagi wkwkwk. Let's see.
Di tengah banyaknya isu negatif soal hubungan suami-istri, enggak juga membuatku memutuskan untuk single seumur hidup. Ya tetap ingin menikah, dengan yang aku mau. Dan sekarang level doa nya udah yang, entah sekolah dulu, nikah dulu, atau mungkin meninggal duluan, aku pasrah aja ya allah. Sambil terus menjalani hidup dengan baik.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, gak akan ada resolusi tahun baru. Cukup menjalani hidup dengan baik, benar, dan mindful.
30 Desember 2023
36 notes · View notes
dinisuciyanti · 6 months
Text
(Sepertinya) aku butuh teman
Bekerja full WFA itu ada enak dan gak enaknya. Enaknya, bisa bangun siang, gak perlu commute, ngerjain kerjaan kapan aja yang penting beres, bisa kerja tanpa mandi dulu dan cuma pakai daster.
Gak enaknya? gak punya temen, terisolir, cepet bosen, cuma bisa ngandelin sosmed buat keep in touch, dan sepertinya aku butuh teman. Ya aku tinggal bareng mama, tapi ada hal-hal yang enggak luwes yang bordernya anak-ibu. Mau se-friendly apapun, tetep aja anak-ibu, beda sama temen.
Sepertinya aku butuh teman, yang bisa diajak ngobrol dan ngoceh dan misuh wkwk. Not to mention co-habitation, karna simply itu bukan budaya kita. Eh tapi kalo co-habitation sama temen perempuan ya gapapa sih haha. Jadi inget drama korea Be Melodramatic, 3 orang perempuan sebaya yang tinggal bareng. Seru banget kayaknya. Ya, kalo ada yang mau tinggal bareng sih, tapi tetep beda kamar, bukan yang sekamar berdua. Aku tetap butuh privasi.
Kalo co-habitation beda jenis gimana? maksudnya tinggal bareng anabul? wkwkwk, duh mau miara anabul ga jadi-jadi, gakuat ngebiayainnya. Udah paling bener beli guling bebek aja gausah diurus.
Tinggal bareng suami? boleh juga. Tapi, nyari dimana? apa gak bisa langsung dateng aja tanpa aku usaha mencari? wkkwkwk. Hadeh. Capek.
2 November 2023
34 notes · View notes
dinisuciyanti · 6 months
Text
Dalam 4.5 bulan ke depan, usia ku 32 tahun. Gak berasa. Dalam sekejap nambah 2 tahun sejak deg-degan menginjak kepala 3. "Oh gini rasanya", ya biasa aja sih, gak serta merta langsung keriputan pas nambah umur.
Di usia 31 tahun ini, fokus ku adalah kerja, kerja, liburan. Yang penting ada uang, biar aku bisa liburan keluar rumah tiap bulan. Boros? Enggak. Aku masih bisa nabung haji furoda di masa depan.
Di usia 31 tahun ini, aku juga sedang menunggu hasil akhir, akan kemana aku sekolah nantinya? Yah, gak usah jauh-jauh sih, "jadi sekolah apa gak lu", itu dulu aja. Karna jujur, pengen pasti dulu sekolahnya dimana, baru memperluas jejaring untuk bertemu manusya potensyel yang baik budi pekertinya. Apa gak bisa memperluas jejaring sekarang? Ya bisa sih. Cuma energinya lagi full ke kerjaan yang butuh fokus.
Yah, lagi lagi, apa yang kamu harapkan dari mba-mba 30s? Kalo gak kerja keras, ya full rebahan di weekend. Haha
31 Oktober 2023
34 notes · View notes
dinisuciyanti · 7 months
Text
Desperate
Ada beberapa temanku yang desperate sekali ingin menikah tahun ini, di sisa 2.5 bulan lagi. Se-desperate itu, seperti aku yang desperate ingin secured beasiswa. Aku memperhatikan, typing mereka yang sangat ingin menikah.
Dari mulai membawa wacana meninggal dalam keadaan single yang pasti membuat ortunya sedih, "kok ya gak sempet nikah tapi udah meninggal". Aku bergumam, "memang se-hina itu meninggal dalam keadaan single?". Mau single atau gak, kalo keluarga dekat yang meninggal ya tetep sedih.
Lalu ada lagi soal amalan ibadah. Menikah itu separuh agama, jadi kalau ibadahmu sedikit, bisa di-booster dengan menikah, ibadah tidur bersama. Ya enggak salah, tapi something superficial gak sih? Iya tau, keinginan biologis itu valid, tapi apakah makna separuh agama hanya sebatas ibadah malam jumat?
Beberapa hal, aku pikir itu hal superficial, not that kind of something urgent untuk kamu menikah dengan alasan seperti itu. Ingin dinafkahi juga menurutku superficial, mungkin karna aku merasa cukup bisa menghidupi diriku.
Jadi apa alasan deep untuk menikah bagiku? entahlah, maybe just need someone to lean on when I am exhausted.
14 Oktober 2023
44 notes · View notes