Tumgik
#Ternyata Kisah Hidupnya Sungguh Tragis
merisaseana-blog · 7 years
Text
Artis Cantik Ini Adalah Idola Bung Karno, Ternyata Kisah Hidupnya Sungguh Tragis
Merisa Seana Artis Cantik Ini Adalah Idola Bung Karno, Ternyata Kisah Hidupnya Sungguh Tragis Artikel Baru Nih Artikel Tentang Artis Cantik Ini Adalah Idola Bung Karno, Ternyata Kisah Hidupnya Sungguh Tragis Pencarian Artikel Tentang Berita Artis Cantik Ini Adalah Idola Bung Karno, Ternyata Kisah Hidupnya Sungguh Tragis Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : Artis Cantik Ini Adalah Idola Bung Karno, Ternyata Kisah Hidupnya Sungguh Tragis Kepopulerannya sempat mengalahkan aktris tahun 1950-an seperti Netty Herawati, Elya Rossa, Komalasari dan Ermina Zaenah. http://www.unikbaca.com
0 notes
atozbi-com · 4 years
Text
Laut Merah Nabi Musa AS Dan Kisah Tragis Raja Firaun
Tumblr media
Kenapa diberi nama Laut Merah, sebab warna tanahnya berwarna merah dalam Kisah Nabi Musa AS. Menjadikan laut tersebut sebagai peluang sekaligus jebakan buat Firaun. Beritaku.Id, Kisah Islami – Hanya Nabi Musa AS yang bisa berdiri sebagai seorang lelaki tangguh menantang Firaun yang kejam. Semua prahara Firaun, berakhir tragis didalam gulungan ombak laut merah ketika memburu Nabi Musa AS, Pada lautan terbelah tersebut. Nabi Musa merupakan salah satu Rosul Allah termasuk dalam Urutan Lengkap 25 Daftar Mukjizat Nabi dan Rasul. Selama hidupnya, Nabi Musa diberikan cobaan bertubi-tubi. Kisah Nabi Musa pun diceritakan dalam Al Quran.
Laut Merah Untuk Nabi Musa AS Dan Firaun
Laut Merah dalam kisahnya Nabi Musa, menjadi kisah yang monumental. Dalam usaha menyelamatkan diri dari kejaran tentara Firaun yang ganas. Allah SWT berfirman pada Al-Quran Surat Thaha ayat 77 mengenai kisah Nabi membelah laut. Mukjizat Nabi Musa ada pada tongkat yang bila mana dihentak ke tanah dapat membelah laut. Nabi Musa diberikan misi untuk mengarahkan Firaun kembali kejalan yang benar. Nabi Musa telah melakukan berbagai upaya, dengan berusaha meluluhkan hati Firaun. Karena telah melampaui batas. Namun sebaliknya Firaun mengeluarkan perintah penyerbuan kepada Musa. Dalam pengejaran tersebut Nabi Musa AS, terjebak di Laut Merah. Yang terhampar luas, tidak ada pilihan yang menyenangkan. Didepannya adlah Laut merah yang ganas dengan ombaknya, sementara dibelakang adalah pasukan Firaun yang hendak membunuhnya. Semua pilihannya akan berakhir kematian, oleh karena itu Nabi Musa AS sempat mengalami kebingungan ketika itu. Namun rupanya mendapat petunjuk dari Allah SWT, bawah tongkatnya bisa menjadi jembatan Mukjizatnya untu membelah lautan. Dipukul lah tongkat tersebut ke tanah hingga membelah lautan. Nabi Musa dan pengikutnya pun berjalan di tengah-tengah laut yang terbelah tersebut. Firman Allah SWT Firaun Raja yang Kuat dan Kejam Tapi Tak Berdaya di Hadapan Wanita Ini Arab: وَلَقَدْ اَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اَنْ اَسْرِ بِعِبَادِيْ فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيْقًا فِى الْبَحْرِ يَبَسًاۙ لَّا تَخٰفُ دَرَكًا وَّلَا تَخْشٰى Artinya: Dan sungguh, telah Kami wahyukan kepada Musa. 'Pergilah bersama hamba-hamba-Ku (Bani Israil) pada malam hari. Dan pukul lah (buat lah) untuk mereka jalan yang kering. Di laut itu (engkau) tidak perlu takut akan tersusul dan tidak perlu khawatir (akan tenggelam).' Dan ternyata ketika memukulkan tongkatnya ke tanah, Nabi Musa juga mengucap doa untuk membelah lautan. Artinya: Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu, hanya kepada-Mu lah kami mengadu, dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan. Tiada daya (untuk menghindari maksiat) dan tiada kekuatan (untuk taat), kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Maha Agung.
Pasukan Firaun Mengejar
Kisah Nabi Musa kemudian, Firaun dan pasukannya mengejar Nabi Musa, kearah laut merah. Posisi Nabi Musa yang diburu, terus sampai menyeberang lautan, dan pasukan Firaun dbelakang, gagah berani memburunya. فَاَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ بِجُنُوْدِهٖ فَغَشِيَهُمْ مِّنَ الْيَمِّ مَا غَشِيَهُمْ ۗ Artinya: Kemudian Firaun dengan bala tentaranya mengejar mereka, tetapi mereka digulung ombak laut yang menenggelamkan mereka. Semua pasukan lengkap yang dimiliki Firaun dengan segala kelengapan perangnya, seketika di telan ombak. Letak Laut Merah Secara geografis, Laut Merah merupakan perairan dengan teluk yang berhubungan langsung dengan Laut Arab di sisi bagian selatan. Di sepanjang perairan dan Laut Merah, terdapat beberapa negara, antara lain: Arab Saudi, Mesir, Sudan, Eritrea, dan Ethiopia Atau yang biasa disebut Negara-negara Maghribi. Sementara itu di sisi bagia utara, terdapat kanal dengan terusan Suez yang menghubungkan Laut Merah dan Mediterania. Lebar lautan yang jadi pembatas wilayah benua Asia dan Afrika ini mencapai panjang 300 km. Semnetara panjang satu sisi pesisir Laut Merah mencapai jarak sekitar 1.900 km. Untuk kedalaman lautnya, mencapai angka 2.500 meter di bawah permukaan laut.Secara geografis. Dengan jarak 300 KM sebagai pelarian dari Nabi Musa bersama kaumnya melewati bentangan laut merah, yang diselamatkan Allah SWT. Dengan Mukjizat yang diberikan kepadanya, yang membuatnya selamat dari Ambisi Firaun untuk membunuhnya. Read the full article
0 notes
aufaramahayum · 4 years
Text
Agar tak lupa.
Jalan ini panjang
Dakwah ini jalan panjang
Sering berkata pada diri sendiri
“Berjuanglah sesuai keadaan,
Biasakanlah menjalani peran”
Tapi turut berjanji mencerdaskan kehidupan bangsa
Ternyata tak semudah mengucapkannya
Dengan semua skenario-Nya, Allah perintahkan untuk “bertarbiyahlah” dengan mendidik generasi para mujahid
Bukannya tak pernah putus asa
Dilontarkan dengan ucapan menyakitkan yang mungkin tak sengaja pun ingin melangkah mundur sejauh-jauhnya
Hemat pikir “aku mempunyai ridho mereka”
Terus menahan ucapan buruk agar tak sampai penduduk langit
Ya Rabbi..
Kuatkanlah hati,
jaga selalu mereka •
Setiap kita,
Selalu punya kata pembangun semangat, yang selalu kita buka kembali, sbg pemacu istiqomah, ketika lelah menghampiri
Beliau, sang murobbi
Sosok yang sangat ku kagumi
Tulisan yang selalu ku baca kembali.
Karena keikhlasannya, juga pengorbanannya di garda terdepan dalam berdakwah memperjuangkan agama dan menyerukan sunnah Rasul-Nya
Tapi dunia tak sempat mempertemukan,
Semoga surga Allah izinkan sebagai tempat terbaik sebuah pertemuan
Beliau,
Alm. Ustad Rahmat Abdullah dengan tulisannya tentang dakwah •
Tumblr media
Memang seperti itu dakwah.
Dakwah adalah cinta.
Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu.
Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu..
Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai.
Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret...
Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari.
Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah. Beliau memang akan tua juga. Tapi kepalanya beruban karena beban berat dari ayat yg diturunkan Allah.
Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz. Dia memimpin hanya sebentar. Tapi kaum muslimin sudah dibuat bingung. Tidak ada lagi orang miskin yang bisa diberi sedekah. Tubuh mulia itu terkoyak-koyak. Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah bekerja.
Tubuh yang segar bugar itu sampai rontok. Hanya dalam 2 tahun ia sakit parah kemudian meninggal. Toh memang itu yang diharapkannya; mati sebagai jiwa yang tenang..
Dan di etalase akhirat kelak, mungkin tubuh Umar bin Khathab juga terlihat tercabik-cabik. Kepalanya sampai botak. Umar yang perkasa pun akhirnya membawa tongkat ke mana-mana. Kurang heroik?
Akhirnya diperjelas dengan salah satu luka paling legendaris sepanjang sejarah; luka ditikamnya seorang Khalifah yang sholih, yang sedang bermesra-mesraan dengan Tuhannya saat sholat.
Dakwah bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak membosankan.
Dakwah bukannya tidak menyakitkan. Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan.
Tidak… Justru kelelahan. Justru rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya. Setiap hari.
Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih “tragis”.
Justru karena rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu menemani… justru karena rasa sakit itu selalu mengintai ke mana pun mereka pergi… akhirnya menjadi adaptasi.
Kalau iman dan godaan rasa lelah selalu bertempur, pada akhirnya salah satunya harus mengalah.
Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk mencekik iman. Lalu terus berkobar dalam dada.
Begitu pula rasa sakit. Hingga luka tak kau rasa lagi sebagai luka. Hingga “hasrat untuk mengeluh” tidak lagi terlalu menggoda dibandingkan jihad yang begitu cantik.
Begitupun Umar. Saat Rasulullah wafat, ia histeris. Saat Abu Bakar wafat, ia tidak lagi mengamuk. Bukannya tidak cinta pada abu Bakar. Tapi saking seringnya “ditinggalkan” , hal itu sudah menjadi kewajaran. Dan menjadi semacam tonik bagi iman..
Karena itu kamu tahu. Pejuang yang heboh ria memamer-mamerkan amalnya adalah anak kemarin sore. Yang takjub pada rasa sakit dan pengorbanannya juga begitu. Karena mereka jarang disakiti di jalan Allah. Karena tidak setiap saat mereka memproduksi karya-karya besar. Maka sekalinya hal itu mereka kerjakan, sekalinya hal itu mereka rasakan, mereka merasa menjadi orang besar. Dan mereka justru jadi lelucon dan target doa para mujahid sejati, “ya Allah, berilah dia petunjuk… sungguh Engkau Maha Pengasih lagi maha Penyayang… “
Maka satu lagi seorang pejuang tubuhnya luluh lantak. Jasadnya dikoyak beban dakwah. Tapi iman di hatinya memancarkan cinta… Mengajak kita untuk terus berlari…
“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”
0 notes
dimskipedia-blog · 7 years
Text
Memori Wahyudin
Saya masih dan akan selalu ingat kisah perjalanan menarik ini. Enam tahun silam. Ketika saya menghabiskan ribuan jam untuk belajar tentang ketulusan, tentang aneka tantangan hidup di negeri ini, tentang berdamai dengan diri sendiri dan menemukan arti dari itu semua.
***
Hari itu dua makhluk mungil dengan sabar menunggu kedatangan saya di simpang tiga kedai kopi Mamak Ponah. Mereka tampak bersemangat dengan senyum penuh energi. Cerah ceria seperti udara pagi di Dusun Araselo, Sawang, Aceh Utara. Membuat saya semakin penasaran dengan perjalanan hari itu. Semua bermula dari obrolan ringan sehabis les sore di balai seperti biasanya. Tiba- tiba saja Wahyudin dan Aldi tampak antusias bercerita tentang keindahan desa ini jika dilihat dari puncak bukit.
“Ayo Pak, kita pergi ke 26! Disana pemandangannya bagus,” celoteh Aldi
“Iya Pak, disana juga ada mesjid dua lapan. Ada bunga bagus yang tumbuh disana,” sahut Wahyudin tak mau kalah.
Jujur saya cukup tertarik untuk menerima ajakan mereka. Meski awalnya bingung dengan istilah tempat yang mereka sebutkan, belakangan saya paham bahwa yang dimaksud adalah km 26 dan km 28. Begitulah cara orang disini memberi nama pada kedua tempat itu. Tanpa pikir panjang, saya pun kemudian meng-iya-kan seruan mereka. Maka jadilah hari ini kami bersiap berpetualang menuju masjid dua delapan, yang sering dibicarakan orang.
Tanpa berlama-lama, kami bergegas memulai perjalanan. Rupanya Alda, adiknya Aldi, ingin ikut juga. Di tengah jalan, meski dengan luka bisul di dagunya, Hamal juga mau turut serta. Ditambah lagi Muji yang menyusul dengan nafas terengah-engah. Jadilah saya dan lima bocah petualang pergi ke puncak bukit Dama Buleuen, untuk sekedar merekam indahnya lukisan alam Dusun Araselo sekaligus memuaskan keingintahuan saya tentang masjid dua lapan.
Benar saja begitu tiba di km 26, saya dan bocah-bocah itu tak henti-hentinya berfoto. Dari sini rumah-rumah kami terlihat sangat kecil. Indah nian dusun tempat tinggalku. Puas memandang, kami pun melanjutkan perjalanan. Rupanya ada satu hal yang tak pernah mereka ceritakan pada saya. Ternyata mesjid dua lapan berada di tengah hutan! Wah kalau tahu begini saya akan berpikir-pikir lagi mengajak mereka. Bukan apa-apa, saya cuma khawatir dengan keselamatan mereka karena di hutan itu konon banyak jenazah orang yang dibuang pada masa konflik.
Pantas saja ketika melintasi sungai, Hamal begitu ketakutan. Mulutnya tampak komat kamit seperti sedang kumur-kumur. Waktu saya bertanya apa maksudnya, dia menjelaskan kalau dia sedang minta pamit pada jin yang tinggal disana, tepatnya dengan menggunakan bahasa jin. Entah benar atau tidak, yang jelas kami semua jadi mengikuti ritual itu. Kata Hamal yang penting mulutnya was wes wos. Geli juga kalau saya pikir. Tapi agar perjalanan lebih seru, saya mencoba menikmatinya.
Ada lagi cerita lucu dari Muji tentang gajah yang seringkali menampakan diri di hutan ini. Saya bilang saya ingin lihat gajah. Tapi mereka malah ketakutan. Katanya, kalau gajah muncul nanti bisa merusak rumah penduduk. Masuk akal juga, pikir saya. Malah mereka mengajarkan saya ‘mantra’agar gajah tersebut tidak menampakan diri. “Wahai putro merak, jangalah menampakkan diri. Baik-baiklah kau disana”, begitu kira-kira mantranya. Bagi sebagian orang disini konon gajah adalah jelmaan dari sesosok Putro Merak (semacam tuan putri) yang diusir ke hutan sehingga sesekali kadang datang ke desa untuk mengobati kerinduannya. Hmm, menarik juga ceritanya. Sangat lokal dan terasa orisinil.
Setelah berjalan sekitar 3 jam akhirnya kami tiba juga di masjid dua lapan. Ternyata masjid ini tidak seperti yang saya bayangkan, karena bahkan bangunannya belum ada, melainkan hanya fondasinya saja. Namun tempat berwudhu, kamar mandi, dan balai sudah terbangun dengan cukup apik dan sedikit mewah, mengingat lokasinya yang berada di hutan. Sampai-sampai saya pikir, untuk apa dan siapa yang membangun masjid di tengah hutan seperti ini. Bahkan mesjid ini kalau sudah jadi bisa lebih bagus daripada mesjid di dusun saya. Pantas saja orang suka membicarakannya. Jangan-jangan mereka juga belum tahu kalau mesjidnya memang belum jadi. Ah, ada-ada saja.
Untunglah, tak lama kami menemukan bunga yang dicari oleh anak-anak. Tidak terlalu istimewa bagi saya. Seperti bunga chrysant panjang berwarna merah. Tapi di mata mereka bunga itu sangat indah nan rupawan. Hanya ada di masjid dua lapan, jelas mereka. Hingga mereka terus merajuk untuk setiap orang berfoto dengan latar belakang bunga itu. Anak-anak memang selalu unik. Belakangan saya tahu bahwa di dekat mesjid ini ada sebuah rumah yang jadi pondokan bagi ornag jika pergi ke hutan. Bisa jadi itu juga alasan mengapa masjid ini dibangun disini. Mungkin untuk transit orang-orang yang menginap di hutan.
Matahari sudah lumayan terik, dan kami harus segera pulang. Perjalanan berat di awal jadi tampak ringan ketika menuju rumah. Apalagi sepanjang perjalanan kami bernyanyi-nyanyi sambil membuat topi dari dedaunan. Sungguh anak-anak itu sangat kreatif dan pandai. Semua pernak-pernik alam bisa dikreasikan jadi karya seni yang cantik. Belum lagi, gaya mereka yang mendadak ‘banci kamera’. Sebentar-sebentar minta foto, asal menemukan latar belakang yang menarik. Jadilah perjalanan yang harusnya lebih singkat, jadi terasa sama lamanya. Hingga akhirnya tepat pukul tiga sore kami tiba di rumah masing-masing dengan perasaan lelah bercampur senang.
***
Keesokan harinya Wahyudin memberikan secarik kertas pada saya. Begini isinya:
“Pada Hari Minggu kami bersama teman-teman pergi berlibur dengan Pak Guru ke mesjid dua lapan yang sedang dibangun. Kami dan Pak Guru sama-sama berjalan kaki sambil mendaki bukit yang tinggi tanpa merasa lelah. Kami berjalan kaki sambil bernyanyi dan tertawa melihat pemandangan alam yang indah. Sungguh mengagumkan ciptaan Tuhan.
Sambil disana kami dan Pak Guru berfoto-foto bersama melihat pemandangan di sekitar mesjid. Sungguh mengagumkan. Tanpa terasa hari sudah siang, kami dan Pak Guru melepas lelah di balai yang ada di situ. Kami sangat lelah sekali karna tidak membawa makanan siang, cuma membawa makanan ringan saja. Tapi kami lapar karena Pak Guru selalu bercanda. Dalam perjalanan kami melihat mobil jelek naik ke bukit.
Tanpa terasa hari hari sudah sore, kami dan Pak Guru sama-sama kembali pulang. Tak terasa perjalanan yang begitu jauh selama empat jam. Kami berjalan kaki kembali pulang. Sampai di tengah jalan kami dan Pak Guru membeli minum di warung kopi. Sampai di tempat, kami kembali ke rumah masing-masing. Sungguh menyenangkan berlibur dengan Pak Guru. Pemandangan yang indah sepanjang jalan.”
Antara haru dan senang, saya hanya bisa menatapnya sambil tersenyum. Membelai lembut kepalanya.
“Terima kasih Wahyudin, Bapak akan simpan cerita ini untuk kenang-kenangan. Boleh kan ceritanya untuk Bapak?” rayu saya.
“Iya Pak, jangan dibuang ya, supaya Bapak ingat terus waktu kita jalan-jalan,” balasnya.
***
Hari ini, saya ingat hari itu, dan rasa haru kembali menyelimuti saya saat membaca kembali kisahnya dalam secarik kertas itu. Tapi kali ini dengan diiringi kesedihan. Rasanya baru kemarin saya menghabiskan minggu ceria dengannya. Rupanya Tuhan begitu sayang padanya, hingga Ia juga ingin segera menempatkan dia di sisi-Nya. Usianya masih belia, tapi saya yakin ini yang terbaik untuknya. Sebuah peristiwa perampokan tragis menamatkan hidupnya dan keluarga. Begitu pesan singkat yang saya dapat dari rekan saya yang bertugas disana kini.
Selamat jalan Wahyudin, semoga kamu tenang dalam lindungan-Nya. Doa Pak Dimas untukmu di alam sana.
0 notes