Tumgik
sangintrovert · 6 years
Quote
Ada yang harus ditahan, bisa jadi harus dilupakan. Sebuah rasa yang lahir 4th silam. Harus dipendam tak boleh dibiarkan mekar...
1 note · View note
sangintrovert · 6 years
Quote
Ketika kepo-ku mulai lebay :(
0 notes
sangintrovert · 7 years
Photo
Tumblr media Tumblr media
965 notes · View notes
sangintrovert · 7 years
Quote
Kadang aku penasaran loh, sebenarnya siapa kamu yang sedang dirahasiakan Tuhan untukku. Tapi apalah dayaku, kamu yang masih menjadi rahasia terbesarku. Allah yuftah 'alaikum :)
0 notes
sangintrovert · 7 years
Text
Teka Teki-Nya
Kurang lebih enam bulan yang lalu. Tuhan menghadirkanmu barangkali untuk menghiburku. Sebab harapanku tentang seseorang tak kunjung mendapat jawaban. Bagaikan pungguk merindukan bulan memang, kadang-kadang orang solehpun bisa menjadi ujian, atau aku saja yang kurang iman, Astaghfirullah...
Kurang lebih enam bulan yang lalu, pernah kau datang menawarkan maksud baik, namun responku yang terlalu panik. Sebab mendampingimu bukan perihal mudah, butuh kesiapan ekstra.
Seiring waktu berlalu, kembali dihadirkan seseorang untuk menguji pencarian dan penantianku. Sama sepertimu dulu, akupun memohon petunjuk dengan IlmuNya. Namun maaf, waktu dulu aku terlalu panik dengan statusmu... 
Seiring waktu berlalu, lagi-lagi petunjuk itu mengarahkanku pada ragu. Kami semakin jauh dan nampak abu-abu. Apa kamu percaya dengan yang namanya kebetulan? Barangkali aku tidak, sebab semua sudah termaktub dalam skenarioNya, kan? Kamu yang sebelumnya dirahasiakan, jangankan memikirkanmu, mengenalmu saja belum. Namun petunjuk itu justru mengarah ke kamu.
Seiring berjalannya waktu, beberapa kali kita dipertemukan dalam beberapa kesempatan yang tak direncanakan. Hingga selapis demi selapis labirin itu menunjukkan arahnya. Adalah kamu yang kembali dihadirkan Tuhan ketika aku memohon petunjuk tentang seseorang. 
Diam diam semakin aku ingin mencari tau tentangmu. Dan semakin aku menyelami, kriteria itu ada padamu! Meski mendampingimu bukan perkara mudah, butuh kesiapan ekstra. Sebetulnya kau hanya perlu meyakinkan aku, yang menjadi amanahmu saat ini bisa menerimaku. Akupun akan memperjuangkanmu dihadapan kedua pintu syurgaku saat ini. Akan kutemani kau mengemban amanah itu jika membersamaimu.
Sudahlah, itu kan dulu sebelum semuanya terburu-buru. Setidaknya aku belajar, perihal perkara besar membutuhkan pertimbangan matang. Setidaknya aku bersyukur, orang baik pernah dihadirkan menawarkan maksud baik, meski akhirnya diabaikan. Maaf ya...
Namun agama mengajarkanku untuk tidak berputus asa dari RahmatNya. Sebab barangkali, yang bisa menyembuhkan luka itu adalah dia yang pernah terluka :)
0 notes
sangintrovert · 7 years
Quote
Adalah kamu seseorang yang pernah datang, namun kembali pulang sebab suatu hal. Adalah kamu, seseorang yang pernah datang dengan maksud baik. Namun kuabaikan sebab ketidak siapanku sehingga menjadi panik. Barangkali kau lupa. Benda sekeras batu disungai sekalipun bisa takluk sebab tetesan air yang jatuh berkali-kali dengan setia…
0 notes
sangintrovert · 7 years
Text
Menjaga, Menata, lalu Bercahaya
oleh Salim A. Fillah dalam
Rajutan Makna
. 13/10/2012
Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan  menurut akal sehat. Dan pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.
Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abud Darda’.
”Subhanallaah.. wal hamdulillaah..”, girang Abud Darda’ mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.
”Saya adalah Abud Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abud Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.
”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.
”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”
Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah. Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia bicara.
”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abud Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”
♥♥♥
Tak mudah menjadi lelaki sejantan Salman. Tak mudah menjadi sahabat setulus Abud Darda’. Dan tak mudah menjadi wanita sejujur shahabiyah yang kelak kita kenal sebagai Ummud Darda’. Belajar menjadi mereka adalah proses belajar untuk menjadi orang yang benar dalam menata dan mengelola hati. Lalu merekapun bercahaya dalam pentas sejarah. Bagaimanakah kiranya?
Ijinkan saya mengenang seorang ulama yang berhasil mengintisarikan Ihya’ ‘Ulumiddin karya Imam Al Ghazali. Ustadz Sa’id Hawa namanya. Dalam buku Tazkiyatun Nafs, beliau menggambarkan pada kita proses untuk menjadi  orang yang shadiq, orang yang benar. Prosesnya ada empat, ialah sebagai berikut,
Shidqun Niyah
Artinya benar dalam niat. Benar dalam semburat pertama hasrat hati. Benar dalam mengikhlaskan diri. Benar dalam menepis syak dan riya’. Benar dalam menghapus sum’ah dan ‘ujub. Benar dalam menatap lurus ke depan tanpa mempedulikan pujian kanan dan celaan kiri. Benar dalam kejujuran pada Allah. Benar dalam persangkaan pada Allah. Benar dalam meneguhkan hati.
Shidqul ‘Azm
Artinya benar dalam tekad. Benar dalam keberanian-keberanian. Benar dalam janji-janji pada Allah dan dirinya. Benar dalam memancang target-target diri. Benar dalam pekik semangat. Benar dalam menemukan motivasi setiap kali. Benar dalam mengaktivasi potensi diri. Benar dalam memikirkan langkah-langkah pasti. Benar dalam memantapkan jiwa.
Shidqul Iltizam
Artinya benar dalam komitmen. Benar dalam menetapi rencana-rencana. Benar dalam melanggengkan semangat dan tekad. Benar dalam memegang teguh nilai-nilai. Benar dalam memaksa diri. Benar dalam bersabar atas ujian dan gangguan. Benar dalam menghadapi tantangan dan ancaman. Benar dalam mengistiqamahkan dzikir, fikir, dan ikhtiyar.
Shidqul ‘Amaal
Artinya benar dalam proses kerja. Benar dalam melakukan segalanya tanpa menabrak pagar-pagar Ilahi. Benar dalam cara. Benar dalam metode. Benar dalam langkah-langkah yang ditempuh. Benar dalam profesionalisme dan ihsannya amal. Benar dalam tiap gerak anggota badan.
Nah, mari coba kita refleksikan proses menjadi orang benar ini dalam proses menuju pernikahan. Seperti Salman. Ia kuat memelihara aturan-aturan syar’i. Dan mengharukan caranya mengelola hasrat hati. Insyaallah dengan demikian keberkahan itu semakin mendekat. Jikalau Ash Shidq berarti kebenaran dan bermakna kejujuran, maka yang pertama akan tampak sebagai gejala keberkahan adalah di saat kita jujur dan benar dalam bersikap pada Allah dan manusia.
♥♥♥
               Apa kiat sederhana untuk menjaga hati menyambut sang kawan sejati? Dari pengalaman, ini jawabnya: memfokuskan diri pada persiapan. Mereka yang berbakat gagal dalam pernikahan biasanya adalah mereka yang berfokus pada “Who”. Dengan siapa. Mereka yang insyaallah bisa melalui kehidupan pernikahan yang penuh tantangan adalah mereka yang berfokus pada “Why” dan “How”. Mengapa dia menikah, dan bagaimana dia meraihnya dalam kerangka ridha Allah.
Maka jika kau ingin tahu, inilah persiapan-persiapan itu:
Persiapan Ruhiyah (Spiritual)
Ini meliputi kesiapan kita untuk mengubah sikap mental menjadi lebih bertanggung jawab, sedia berbagi, meluntur ego, dan berlapang dada. Ada penekanan juga untuk siap menggunakan dua hal dalam hidup yang nyata, yakni sabar dan syukur. Ada kesiapan untuk tunduk dan menerima segala ketentuan Allah yang mengatur hidup kita seutuhnya, lebih-lebih dalam rumahtangga.
Persiapan ‘Ilmiyah-Fikriyah (Ilmu-Intelektual)
Bersiaplah menata rumahtangga dengan pengetahuan, ilmu, dan pemahaman. Ada ilmu tentang Ad Diin. Ada ilmu tentang berkomunikasi yang ma’ruf kepada pasangan. Ada ilmu untuk menjadi orangtua yang baik (parenting). Ada ilmu tentang penataan ekonomi. Dan banyak ilmu yang lain.
Persiapan Jasadiyah (Fisik)
Jika memiliki penyakit-penyakit, apalagi berkait dengan kesehatan reproduksi, harus segera diikhtiyarkan penyembuhannya. Keputihan pada akhwat misalnya. Atau gondongan (parotitis) bagi ikhwan. Karena virus yang menyerang kelenjar parotid ini, jika tak segera diblok, bisa menyerang testis. Panu juga harus disembuhkan, he he. Perhatikan kebersihan. Yang lain, perhatikan makanan. Pokoknya harus halal, thayyib, dan teratur. Hapus kebiasaan jajan sembarangan. Tentang pakaian juga, apalagi pada bagian yang paling pribadi. Kebiasaan memakai dalaman yang terlalu ketat misalnya, berefek sangat buruk bagi kualitas sperma. Nah.
Persiapan Maaliyah (Material)
Konsep awal; tugas suami adalah menafkahi, BUKAN mencari nafkah. Nah, bekerja itu keutamaan & penegasan kepemimpinan suami. Persiapan finansial #Nikah sama sekali TIDAK bicara tentang berapa banyak uang, rumah, & kendaraan yang harus kita punya. Persiapan finansial bicara tentang kapabilitas menghasilkan nafkah, wujudnya upaya untuk itu, & kemampuan mengelola sejumlah apapun ia.
Maka memulai per nikahan, BUKAN soal apa kita sudah punya tabungan, rumah, & kendaraan. Ia soal kompetensi & kehendak baik menafkahi. Adalah ‘Ali ibn Abi Thalib memulai pernikahannya bukan dari nol, melainkan minus: rumah, perabot, dan lain-lain dari sumbangan kawan dihitung hutang oleh Nabi. Tetapi ‘Ali menunjukkan diri sebagai calon suami kompeten; dia mandiri, siap bekerja jadi kuli air dengan upah segenggam kurma.
Maka sesudah kompetensi & kehendak menafkahi yang wujud dalam aksi bekerja -apapun ia-, iman menuntun: pernikahan itu jalan Allah membuka kekayaan (QS 24: 32). Buatlah proyeksi nafkah rumahtangga secara ilmiah & executable. JANGAN masukkan pertolongan Allah dalam hitungan, tapi siaplah dengan kejutanNya.
Kemapanan itu tidak abadi. Saat belum mapan masing-masing pasangan bisa belajar untuk menghadapi lapang maupun sempitnya kehidupan. Bahkan ketidakmapanan yang disikapi positif menurut penelitian Linda J. Waite, signifikan memperkuat ikatan cinta. Ketidakmapanan yang dinamis menurut penelitian Karolinska Institute Swedia, menguatkan jantung dan meningkatkan angka harapan hidup.
Persiapan Ijtima’iyyah (Sosial)
Artinya, siap untuk bermasyarakat, faham bagaimana bertetangga, mengerti bagaimana bersosialisasi dan mengambil peran di tengah masyarakat. Juga tak kalah penting, memiliki visi dan misi da’wah di lingkungannya.
Nah, ini semua adalah persiapan. Artinya sesuatu yang kita kerjakan dalam proses yang tak berhenti. Seberapa banyak dari persiapan di atas yang harus dicapai sebelum menikah? Ukurannya menjadi sangat relatif. Karena, bahkan proses persiapan hakikatnya adalah juga proses perbaikan diri yang kita lakukan sepanjang waktu. Setelah menikah pun, kita tetap harus terus mengasah apa-apa yang kita sebut sebagai persiapan menikah itu. Lalu, kapan kita menikah?
Ya. Memang harus ada parameter yang jelas. Apa? Rasulullah ternyata hanya menyebut satu parameter di dalam hadits berikut ini. Satu saja. Coba perhatikan.
               “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian telah bermampu BA’AH, maka hendaklah ia menikah, karena pernikahan lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan farj. Dan barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa, sungguh puasa itu benteng baginya.” (HR Al Bukhari dan Muslim)
Hanya ada satu parameter saja. Apa itu? Ya, ba’ah. Apa itu ba’ah? Sebagian ‘ulama berbeda pendapat tetapi menyepakati satu hal. Makna ba’ah yang utama adalah kemampuan biologis, kemampuan berjima’. Adapun makna tambahannya, menurut Imam Asy Syaukani adalah al mahru wan nafaqah, mahar dan nafkah. Sedang menurut ‘ulama lain adalh penyediaan tempat tinggal. Tetapi, makna utamalah yang ditekankan yakni kemampuan jima’.
Maka, kita dapati generasi awal ummat ini menikahkan putra-putri mereka di usia muda. Bahkan sejak mengalami ihtilam (mimpi basah) pertama kali. Sehingga, kata Ustadz Darlis Fajar, di masa Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, tidak ada kenakalan remaja. Lihatlah sekarang, kata beliau, ulama-ulama besar dan tokoh-tokoh menyejarah menikah di usia belasan. Yusuf Al Qaradlawi menikah di usia belasan, ‘Ali Ath Thanthawi juga begitu. Beliau lalu mengutip hasil sebuah riset baru di Timur Tengah, bahwa penyebab banyaknya kerusakan moral di tengah masyarakat adalah banyaknya bujangan dan lajang di tengah masyarakat itu.
Nah. Selesai sudah. Seberapa pun persiapan, sesedikit apapun bekal, anda sudah dituntut menikah kalau sudah ba’ah. Maka persiapan utama adalah komitmen. Komitmen untuk menjadikan pernikahan sebagai perbaikan diri terus menerus. Saya ingin menegaskan, sesudah kebenaran dan kejujuran, gejala awal dari barakah adalah mempermudah proses dan tidak mempersulit diri, apalagi mempersulit orang lain. Sudah berani melangkah sekarang? Apakah anda masih perlu sebuah jaminan lagi? Baik, Allah akan memberikannya, Allah akan menggaransinya:
“Ada tiga golongan yang wajib bagi Allah menolong mereka. Pertama, budak mukatab yang ingin melunasi dirinya agar bisa merdeka. Dua, orang yang menikah demi menjaga kesucian dirinya dari ma’shiat. Dan ketiga, para mujahid di jalan Allah.” (HR At Tirmidzi, An Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Pernah di sebuha milis, saya juga menyentil sebuah logika kecil yang pernah disampaikan seorang kawan lalu saya modifikasi sedikit. Apa itu? Tentang bahwa menikah itu membuka pintu rizqi. Jadi logikanya begini. Jatah rizqi kita itu sudah ada, sudah pasti sekian-sekian. Kita diberi pilihan-pilihan oleh Allah untuk mengambilnya dari jalan manapun. Tetapi, ia bisa terhalang oleh beberapa hal semisal malas, gengsi, dan ma’shiat.
Kata ‘Umar ibn Al Khaththab, pemuda yang tidak berkeinginan segera menikah itu kemungkinannya dua. Kalau tidak banyak ma’shiatnya, pasti diragukan kejantanannya. Nah, kebanyakan insyaallah jantan. Cuma ada ma’shiat. Ini saja sudah menghalangi rizqi. Belum lagi gengsi dan pilih-pilih pekerjaan yang kita alami sebelum menikah. Malu, gengsi, pilih-pilih.
Tapi begitu menikah, anda mendapat tuntutan tanggungjawab untuk menafkahi. Bagi yang berakal sehat, tanggungjawab ini akan menghapus gengsi dan pilih-pilih itu. Ada kenekatan yang bertanggungjwab ditambah berkurangnya ma’shiat karena di sisi sudah ada isteri yang Allah halalkan. Apalagi, kalau memperbanyak istighfar. Rizqi akan datang bertubi-tubi. Seperti kata Nabi Nuh ini,
               “Maka aku katakan kepada mereka: “Beristighfarlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh 10-12)
Pernah membayangkan punya perkebunan yang dialiri sungai-sungai pribadi? Banyaklah beristighfar, dan segeralah menikah, insyaallah barakah. Nah, saya sudah menyampaikan. Sekali lagi, gejala awal dari barakahnya sebuah pernikahan adalah kejujuran ruh, terjaganya proses dalam bingkai syaria’t, dan memudahkan diri. Ingat kata kuncinya; jujur, syar’i, mudah. Saya sudah menyampaikan, Allaahummasyhad! Ya Allah saksikanlah! Jika masih ada ragu menyisa, pertanyaan Nabi Nuh di ayat selanjutnya amat relevan ditelunjukkan ke arah wajah kita.
“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (Nuh 13)
Begitulah. Selamat menyambut kawan sejati, sepenuh cinta.
0 notes
sangintrovert · 7 years
Quote
Merindukan malam-malam sunyiku. Aku rindu ingin mengadu. Bermunajat padaMu telah menjadi canduku. Tunjukkanlah Ya Rabb, siapa orang asing itu. Jangan biarkan aku tertipu nafsu...
0 notes
sangintrovert · 7 years
Quote
Cobalah untuk menyelisihi hawa nafsu. Tanggalkan semua atribut duniamu. Pasrahkan berjamaah padanya, InsyaaAllah surga dunia akhirat dalam genggamanmu.
0 notes
sangintrovert · 7 years
Quote
Sya'ban! Bulan kelahiranmu kan? :)
0 notes
sangintrovert · 7 years
Photo
Tumblr media
Kita mencintai seseorang karena kita memilih untuk mencintainya. Rasa yang indah ini memang anugerah, tapi diri kita sendirilah yang memegang control penuh atas perasaan yang membuncah di dalam dada...
0 notes
sangintrovert · 7 years
Video
youtube
Maher Zain - The Chosen One | ماهر زين - المصطفى | Official Music Video Di saat kegelapan dan keserakahan. Cahayamulah yang kami butuhkan.  Kau datang tuk mengajari kami cara hidup. Kau sungguh pengasih dan bijak.  Jiwamu dipenuhi cahaya. Engkaulah manusia terbaik. Kesejahteraan semoga selalu tercurah atas Nabi. Manusia Pilihan.
Kau palingkan wajahmu dari kemewahan. Dan sepanjang malam kau berdoa. Kata-katamu selalu benar. Wajahmu lebih terang dari matahari. Keindahanmu tak tertandingi. Engkau Nabi pilihan Allah. Kesejahteraan semoga selalu tercurah atas Nabi. Manusia Pilihan.
Kan kucoba tuk ikuti jalanmu. Dan berusaha jalani hidupku sebaik-baiknya. Seperti ajaranmu. Aku berdoa agar bisa dekat denganmu. Di hari nanti dan melihat senyummu. Saat kau melihatku. Kesejahteraan semoa selalu tercurah atas Nabi. Manusia Pilihan
0 notes
sangintrovert · 7 years
Quote
Disini, kubantu mengamin-kan semua munajatmu. Karena bahagiamu adalah bagian dari munajatku...
0 notes
sangintrovert · 7 years
Quote
Adakalanya merasa takjub dengan mereka yang pandai merumit-rumitkan masalah, padahal hakikatnya sederhana. Lucu ya kita, seringkali tanpa disadari, merumitkan suatu keperluan sesama menjadi sebuah kegemaran. Padahal jika dikembalikan kepada setiap pribadi, mayoritas kita selalu berharap untuk dimudahkan. Semoga ini bukan kita, fakir ilmu yang berharap urusan dipermudah, namun malah mempersusah urusan sesama. Aaah mungkin saya mulai lelah, atau kurang piknik??? Main yuuuk :D
0 notes
sangintrovert · 7 years
Text
Kata Lelaki tentang Lelaki
Mungkin, beberapa dari kita mengklasifikasikan laki-laki berdasar pada apa yang mereka pahami selama ini. Ada pula karena bentukkan pertemanan atau lingkungan. Ada pula karena dari bacaan mereka.
Laki-laki tetaplah laki-laki sekalipun kita menyebutnya “ikhwan”, “akhi”, “boys”, “cowok”, dan segala jenis bentuk kata yang telah memiliki arti dalam benak masyarakat. Laki-laki baik adalah laki-laki yang baik, titik. Tidak peduli bagaimanapun bentuk kata menyebut mereka.
Jika kita hidup dalam lingkungan yang homogen. Dimana segala bentuk pemahaman yang kita anggap paling benar adalah apa yang kita terima selama ini. Mungkin kita tidak akan pernah bisa mendefinisikan laki-laki baik dengan baju compang-camping yang bekerja setiap hari mengais sampah yang kita buang, demi keluarganya di rumah. Karena untuk membeli baju putih bersih seperti bentuk laki-laki idaman itu tidak akan pernah ada dalam dunia mereka. Hidup mereka sudah cukup berat untuk mencari makanan, bukan untuk menghamburkan uang demi pakaian kekinian.
Laki-laki yang bertanggungjawab adalah laki-laki yang bertanggungjawab, titik. Tidak ada definisi lainnya. Kita hidup dalam masyarakat yang beragam. Mereka yang bertanggungjawab adalah mereka yang berhasil membuat kita kagum, tidak peduli bagaimanapun bentukannya. Laki-laki yang berhasil mengejawantahkan sikap tanggungjawab menjadi perbuatan-perbuatan terpuji dalam hidupnya.
Kita terkungkung pada kata-kata. Sebuah label yang kita definisikan secara egois oleh kita sendiri, kemudian kita berikan kepada orang lain tanpa kita benar-benar tahu bagaimana hidupnya dan latar belakang yang membuatnya menjadi seperti itu.
Begitu banyak perempuan yang ingin mendapatkan laki-laki yang baik. Sayangnya, jarang yang berani memberikan pintu lebih luas tentang kebaikan-kebaikan itu agar bisa masuk ke dalam hidupnya. Kebaikan telah dipersempit menjadi sebuah amalan tertentu.
Kadang, saya khawatir tentang bagaimana sebuah diksi (pilihan kata) yang hidup di masyarakat kita menjadikan kehidupan ini tidak seimbang. Bahagia menjadi semakin sulit diraih. Dan silaturahim menjadi semakin terbatas pada sekat kata-kata.
Semoga kita selalu menjadi orang yang lebih hati-hati, lebih jeli, juga lebih terbuka dalam berlaku. Selama kita berpegang pada tali Allah (sebab saya adalah muslim), kita tentu bisa mengenali betul mana yang baik, mana yang tidak.
©kurniawangunadi | 25 Februari 2017
766 notes · View notes
sangintrovert · 7 years
Video
Syafaatmu Kelak, Saudaraku - Ustadz Adi Hidayat, Lc,. MA.
0 notes
sangintrovert · 7 years
Text
Mar’ah - Mir’ah
Sebuah pepatah arab mengatakan "Al Mar'atu kal Mir'ah. Sifat perempuan itu nilai rasanya seperti cermin". Jika sebuah cermin pecah dirangkai kembali bisa. Namun sulit untuk memantulkan bayangan yang sempurna. Sama seperti sifat perempuan. Jika tersakiti dia bisa cepat memaafkan, namun sulit untuk melupakan :)
1 note · View note