Tumgik
#angka melek huruf
bryanwir · 8 months
Text
Denny JA: Keberhasilan Jokowi: Mengapa Popularitasnya Meningkat di Penghujung Pemerintahannya?
Presiden Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, menjadi salah satu kepala negara yang paling populer di Indonesia. Bahkan, popularitasnya terus meningkat di penghujung pemerintahannya. Hal ini menjadi topik yang menarik bagi sejumlah ahli politik untuk menjelaskan apa yang dihasilkan oleh keberhasilan Jokowi selama lima tahun terakhir.
Salah satu ahli politik yang memberikan penafsiran terhadap fenomena ini adalah Denny ja. Dalam pandangannya, keberhasilan Jokowi terletak pada tiga faktor utama.
Pertama, terdapat faktor keberhasilan pembangunan infrastruktur. Menurutnya, Jokowi sukses dalam membangun banyak proyek infrastruktur, seperti jalan tol, jembatan, dan pelabuhan. Hal ini membawa manfaat besar untuk perekonomian Indonesia dan juga menjadikan Jokowi sebagai sosok pemimpin yang mampu membawa perubahan positif bagi rakyat.
Kedua, faktor keberhasilan pembangunan manusia. Denny ja menilai Jokowi berusaha keras untuk memperbaiki sektor pendidikan dan kesehatan, serta memberikan perhatian khusus bagi peningkatan kualitas hidup rakyat. Hal ini menghasilkan keberhasilan, seperti angka stunting menurun dan angka melek huruf meningkat.
Ketiga, terdapat faktor keberhasilan diplomasi. Menurut Denny JA, Jokowi berhasil membawa nama Indonesia di mata dunia internasional. Hal ini terlihat dari keikutsertaannya dalam forum-forum internasional, seperti ASEAN, G20, dan PBB, sehingga Indonesia menjadi negara yang dihormati di dunia internasional.
Namun, ada faktor lain yang juga diperhitungkan oleh Denny JA. Faktor ini berhubungan dengan kemampuan komunikasi Jokowi, yang dianggap sebagai salah satu tokoh politik yang pandai berbicara dengan bahasa yang mudah dipahami oleh rakyat Indonesia. Selain itu, Jokowi juga dikenal sebagai sosok yang dekat dengan rakyat, yang sering berkeliling ke daerah-daerah untuk mendengarkan keluhan dan aspirasi rakyat.
Namun, tidak semua orang setuju dengan penafsiran Denny JA. Beberapa ahli politik menganggap bahwa popularitas Jokowi tidak sepenuhnya ditentukan oleh keberhasilannya. Menurut mereka, kebijakan yang diambil oleh Jokowi belum selalu berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, beberapa kebijakan justru membuat sejumlah kelompok masyarakat kecewa, seperti kebijakan reformasi pajak dan penambangan batubara di hutan.
Meski demikian, popularitas Jokowi tetap sulit untuk dipungkiri. Pada akhir pemerintahannya, ia menjadi sosok yang dihormati dan diakui oleh banyak rakyat Indonesia. Dalam pandangan Denny JA, keberhasilannya harus diakui dan diapresiasi, serta dijadikan sebagai inspirasi bagi para pemimpin masa depan Indonesia.
Cek Selengkapnya: Denny JA : Keberhasilan Jokowi: Mengapa Popularitasnya Meningkat di Penghujung Pemerintahannya?
0 notes
bidiktangsel · 10 months
Text
Lampaui Nasional, Angka Melek Huruf di Sumut Capai 99,5%
Angka melek huruf berdasarkan usia 15 tahun ke atas di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mencapai 99,5% pada tahun 2022, baik di pedesaan dan perkotaan. Capaian angka melek huruf tersebut, berada di atas angka nasional yang hanya 96,35% pada tahun yang sama. Continue reading Untitled
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
masbagyo · 2 years
Text
KafeKepo Laporan terakhir yang dikeluarkan oleh UNDP (United Nation Development Program) berkenaan dengan Human Development Index (HDI) Indeks Pengembangan Manusia (IPM) bertarikh 2020. Dimana dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa nilai HDI/IPM Indonesia adalah 0,718, atau naik 0,89 dari periode sebelumnya. Ada 4 (empat) peringkat katagori dari HDI/IPM tersebut yaitu : 1) 0.800–1.000 (sangat…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
jhonpantau36 · 3 years
Text
Fungsi dan Pentingnya Literasi Bagi Indonesia
Melek huruf merupakan kunci serta dimensi dari pembelajaran sesuatu populasi sehingga diperluka media seperti Bitjournal.id. Dalam hal ini kita mangulas tren sejarah, dan pertumbuhan terakhir dalam literasi. Dari perspektif sejarah, tingkatan melek huruf untuk penduduk dunia sudah bertambah secara ekstrem dalam sebagian abad terakhir. Walaupun cuma 12% orang di dunia yang bisa membaca serta menulis pada tahun 1820, dikala ini jumlahnya sudah berputar: cuma 14% dari populasi dunia, pada tahun 2016, yang senantiasa buta huruf. Sepanjang 65 tahun terakhir, tingkatan melek huruf global bertambah 4% tiap 5 tahun- dari 42% pada tahun 1960 jadi 86% pada tahun 2015. Walaupun terdapat kenaikan besar dalam ekspansi pembelajaran dasar, serta penyusutan ketidaksetaraan pembelajaran secara terus menerus, terdapat tantangan besar ke depan. Negara- negara termiskin di dunia, di mana pembelajaran dasar mungkin besar jadi hambatan yang mengikat untuk pembangunan, masih mempunyai banyak sekali segmen penduduk yang buta huruf. Di Niger misalnya, angka melek huruf kalangan muda( 15- 24 tahun) cuma 36, 5%. Dari populasi dunia yang berumur lebih dari 15 tahun 86% melek huruf. Peta interaktif ini menampilkan gimana tingkatan melek huruf bermacam- macam antar negeri di segala dunia. Di banyak negeri, lebih dari 95% mempunyai keahlian keaksaraan dasar. Keahlian melek huruf dari sebagian besar penduduk ialah pencapaian modern semacam yang kami tunjukkan di dasar ini. Tetapi secara global, masih terdapat ketidaksetaraan yang besar, paling utama antara sub- Sahara Afrika serta bagian dunia yang lain. Di Burkina Faso, Niger serta Sudan Selatan- negara- negara Afrika di peringkat terbawah- tingkat melek huruf masih di dasar 30%.
1 note · View note
rasyaaufahza · 4 years
Text
𝘗𝘦𝘯𝘥𝘪𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘝𝘦𝘳𝘴𝘶𝘴 𝘗𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳𝘢𝘯
Tumblr media
“Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh....
Pertama-tama terimakasih kepada Allah Subhanahu Wa Taala,atas kesempatan yang diberikan untuk merealisasikan ide yang telah lama dipendam sahaja,,juga kepada senior saya sekalian yang telah menginspirasi saya untuk terus menulis...dan juga kepada teman-teman ataupun orang-orang terdekat yang telah mendukung saya untuk tetap produktif di saat berhentinya orang-orang beraktifitas di luar rumah
*dikarenakan ini adalah tulisan pertama yang pernah saya buat,jadi apabila terdapat banyak kesalahan harap dimaklumi
2 Mei 2020
Lebih tepatnya diketahui juga sebagai Hari Pendidikan Nasional...          Tentunya kita semua telah mengetahui akan hal tersebut.Namun,apakah semua dari kita telah benar-benar memahaminya?,,jujur saya sendiri juga masih berusaha lebih dalam untuk memaknai akan apa yang kita peringati pada hari tersebut.Sebenarnya,apa itu yang disebut dengan pendidikan?
Pastinya yang langsung terlintas di kepala kita adalah bahwa pendidikan itu merupakan pelajaran yang telah kita terima pada masa wajib belajar 12 tahun.Tidak sepenuhnya salah namun tidak pula 100%nya benar,inilah yang perlu kita telaah,memahami apa maksud sebenarnya dari pendidikan.
Saya yakin bahwa kebanyakan dari kita,atau mungkin hampir kita semua merasa bosan pada saat menjalani jenjang pendidikan.”Kenapa sih materi yang diajarkan itu susah,di tambah tugas numpuk semua,nilai pada jelek semua...buat apasih susah payah kita harus mempelajari semuanya...toh,,gak semuanya juga yang kita pakai di masa depan,lagian kalau mau jadi pengusaha harus pandai fisika ya? kan gak masuk akal gitu!”.Mungkin kita pernah berpikiran seperti ini dan,,jujur saja pikiran pendek saya juga pernah secara spontan memikirkan hal ini.Memang benar agak sedikit membosankan dan hal tersebut tidak dapat saya pungkiri.Namun,,apakah itu yang disebut dengan pendidikan?Jawabannya,,Tidak 
Hal yang telah kita keluhkan itu lebih tepat untuk disebut dengan Pelajaran,ya selama ini yang terasa bagi kita sangatlah menjengkelkan itu adalah pelajaran bukanlah pendidikan.Pelajaran merupakan bagian dari pendidikan.Kenyataannya,dunia pendidikan itu tidak seperti yang kita bayangkan malah sebaliknya, sangatlah menarik untuk didalami...
Lantas apa perbedaannya,bukankah memiliki tujuan yang sama,yaitu untuk mengajarkan sesuatu?.Tentu,,tapi letak perbedaan terbesarnya adalah mindset yang dapat dihasilkan.Coba kita bandingkan keduanya,Saintek dan Soshum dapat disebut sebagai Pengetahuan...termasuk golongan manakah mereka?jawabannya adalah pelajaran.Sedangkan yang kita dapat sehari-hari disebut dengan Ilmu...yang mana merupakan bagian dari pendidikan 
Hal yang perlu kita ketahui sekarang adalah bahwa kita telah memasuki era Revolusi 4.0 yang dimana segala bentuk pekerjaan akan segera tergantikan oleh majunya perkembangan teknologi.Kelak,manusia akan di gantikan oleh sistem yang bernama robot.Ya..itu benar,maka dari itu manusia berusaha untuk mempertahankan Status Quo nya dengan cara mengasah kemampuan yang dinamakan Life Skill.
Kini,zaman telah berubah....dimana nilai ataupun IPK tidak menjamin kemampuan seseorang,dimana Critical Thinking lebih dicari daripada Photographic Memory,Mengapa bisa seperti itu? Karena hal tersebutlah yang tidak dimiliki oleh ciptaan manusia,kita mungkin bisa kalah dengan sistem apabila menyangkut tentang hafalan,,namun mereka tidak memiliki akal dan perasaan seperti kita
Sebagaimana yang kita ketahui,suatu negara akan dikatakan maju apabila memiliki IPM di atas rata-rata,salah satu indikasi dari IPM adalah angka melek huruf yang bisa diartikan sebagai kualitas pendidikan.Dalam rangka memenuhi kriteria tersebut,Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Indonesia sekarang,Bapak Nadiem Makarim,Berupaya untuk melakukan terobosan yaitu mengganti sistem Ujian Nasional dengan Assessment,dengan harapan bahwa kecerdasan para siswa tidak dapat diukur melalui cara yang sama,namun dengan tetap memiliki tolak ukur yang tepat terhadap para siswa.
"Semua orang jenius. Tetapi jika Anda menilai seekor ikan dengan kemampuannya memanjat pohon, ia akan hidup seumur hidup dengan percaya bahwa itu bodoh."  𝓐𝓛𝓑𝓔𝓡𝓣 𝓔𝓘𝓝𝓢𝓣𝓔𝓘𝓝
.........
.........
Setelah kita mengetahui perbedaan diantara mereka,Apakah Pendidikan dengan Pelajaran memiliki Keterkaitan?,Tentu saja..Bukankah ketika kita diajarkan sesuatu secara tanpa sengaja kita juga telah dididik?Bukankah kita telah dididik untuk tidak mencontek sebelum diajarkan tentang materi ujian,Bukankah dengan diberikannya banyak materi dan tugas bukan menuntut kita untuk memahami segalanya namun mendidik kita untuk bertanggung jawab atas amanah yang telah diberikan kepada guru,Bukankah begitu....?
.....
.....
Mungkin kita akan beralih ke topik yang lebih mendalam...yaitu kekurangan dari sistem yang diterapkan di negara kita.Bukankah Pendidikan merupakan hak bagi seluruh rakyat Indonesia,dan juga bertugas untuk mencerdaskan bangsanya...Lantas mengapa masih ada yang namanya sekolah favorit...Hal tersebut membuktikan bahwa belum meratanya kualitas pendidikan,bukankah secara tidak langsung sama saja dengan menyakiti perasaan para siswa dianggap tidak mampu bersaing?,dan juga bagaimana dengan adanya murid yang dikeluarkan dari sekolahnya hanya karena tidak dapat mengerti pelajaran dengan baik...bukankah sama saja kita telah membunuh bakat tersembunyinya,yang mana seharusnya dia memiliki bakat yang luar biasa tetapi akan selalu dianggap gagal dikarenakan tidak mampu bersaing secara akademis.
Ketahuilah bahwa fungsi kurikulum itu merupakan sebuah pengarahan kepada siswanya dalam meraih impiannya,dan guru bertindak sebagai fasilitator.Semua yang disebut dengan arahan tidak bisa dipaksakan,dan dengan adanya fasilitator membuat para siswa merasa terfasilitasi untuk mencari arah dan tujuannya...Fasilitas yang diberikan bukan hanya berupa fisik saja namun juga bisa berupa psikis dengan cara pendekatan hati dengan peserta didiknya.
Bukankah tugas pendidik adalah mendidik peserta didiknya akan nilai untuk ditanam,pengembangan karakter hingga terbentuk Pribadi yang sudah mampu untuk berkontribusi kepada bangsanya,jika mereka di jatuhkan hanya karena kemampuan akademis,perbedaan kecerdasan...Lantas apa bedanya pendidikan dengan konsep yang disebut pelajaran yang terpaut pada skor
....
....
Dengan ini kita menyadari betapa pentingnya makna akan pendidikan tersebut,saya disini menggunakan kata pelajaran sebagai objek bukan verba yang bernama Belajar ,Sesungguhnya menuntut ilmu merupakan hal yang wajib untuk dilakukan hingga ajal menghembuskan nafas terakhirnya...Mempelajari Bagaimana Ia Bisa Berguna Bagi Sesamanya.
Sedikit Penutup.......
Ijazah merupakan sebuah bukti bahwa kamu pernah sekolah,bukan kamu pernah berpikir
*Sekali lagi mohon maaf apabila terdapat banyak sekali kesalahan,karena ini merupakan yang pertama bagi saya
𝕋𝕖𝕥𝕒𝕡 𝔻𝕦𝕜𝕦𝕟𝕘 ℙ𝕖𝕟𝕕𝕚𝕕𝕚𝕜𝕒𝕟 𝕀𝕟𝕕𝕠𝕟𝕖𝕤𝕚𝕒 𝔻𝕖𝕞𝕚 𝕂𝕖𝕞𝕒𝕛𝕦𝕒𝕟 𝔹𝕒𝕟𝕘𝕤𝕒
1 note · View note
halidew · 2 years
Text
Inspirasi Games Live Streaming dari Konferensi Ibu Pembaharu
Tumblr media
Live streaming alias siaran langsung menjadi semakin populer sebab interaksi antara pengisi acara dengan penonton bisa lebih terasa “hidup” dibandingkan video rekaman. Selain materi utama, tak jarang kita butuh momen selingan nih supaya penonton bisa tetap melek dan fokus menyimak.
Kali ini ada lima inspirasi games yang kuintip dari perayaan 1 dekade Ibu Profesional dalam rangkaian Konferensi Ibu Pembaharu 18-22 Desember silam. Tentunya ide ini bisa dimodifikasi sesuai keperluan teman-teman:
#1 Kahoot!
Sudah pernah main di situs kahoot.it? Ini adalah salah satu platform kuis populer yang sering digunakan saat Zoom Meeting ataupun sekolah daring. Main pakai Kahoot tentu saja bisa dilakukan saat siaran langsung. Contohnya seperti kuis yang dibawakan oleh tim Sekretariat Nasional Ibu Profesional di panggung Konferensi Ibu Pembaharu kemarin.
Ada 15 pertanyaan yang disiapkan dan bisa dijawab dengan memilih salah satu pilihan; benar atau salah serta pilihan ganda. Peserta akan menjawab kuis dari gawai masing-masing. Di akhir rangkaian kuis, akan ditampilkan 3 peserta dengan skor tertinggi sebagai pemenang.
#2 Tebak Kata
Yang ini adalah permainan saat live show ekshibisi Sejuta Cinta. Ada empat gambar yang mewakili satu kata. Peserta juga diberikan klu berupa jumlah huruf dari kata tersebut dan bahasa yang digunakan. Misalnya, 6 huruf, in English.
Gambar yang ditampilkan saat games live streaming berlangsung di sesi Konferensi Ibu Pembaharu tersebut antara lain: - gambar laki-laki dewasa yang memberikan kado pada anak perempuan, - gambar ibu dan anak yang sama-sama memegang sebuah rangkaian bunga, - gambar laki-laki yang sedang berdiri memegang baju di samping tumpukan kardus, dan - gambar dua orang perempuan yang sama-sama memegang sebuah kaos, dengan salah seorang yang lebih besar membawa kardus dengan logo 3 panah yang saling melingkar.
Tumblr media
Jika terlalu susah, kita bisa memberikan klu tambahan, misalnya huruf depannya: G. Ya, jawabannya adalah … GIVING!
#3 Tebak Gambar
Games live streaming berikutnya dari Kampung Komunitas. Mirip dengan tebak gambar saat sesi Institut Ibu Profesional di live show ekshibisi Konferensi Ibu Pembaharu, kita bisa merangkai gambar-gambar yang merupakan klu dari suatu rangkaian kata. Namun, kita bisa membuatnya berkaitan dengan materi utama yang baru disampaikan.
Contohnya, di Kampung Komunitas Ibu Profesional ada Rumah Belajar Literasi. Gambar yang ditampilkan adalah gambar rumah, meja belajar, gelas ukur dengan kapasitas 1 liter, dan juga kumpulan (rasi) bintang.
#4 Game Filosofis
Tempo hari aku sudah sempat menceritakan permainan yang dibawakan oleh RCIP mengenai menghitung jumlah kotak. Di sana, tim Resource Center Ibu Profesional membawakan hikmah mengenai persepsi terhadap suatu fenomena, serta pentingnya data agar tidak asal memproses dan tidak asal bicara.
Ternyata, Sejuta Cinta juga menyuguhkan menu permainan yang mirip. Ada dua soal tebak angka. Yang pertama, berapa 10 dibagi setengah? Kedua, soal cerita. Kakak dapat uang dari eyang Rp100.000,00. Lalu adik minta dibagi setengah. Jadi berapa yang didapatkan adik dan kakak?
Pesan dari salah satu playground Ibu Profesional ini adalah matematika rasional dan matematika sedekah beda. Sesuatu yang kita bagikan akan kembali ke kita walau mungkin tidak dalam bentuk uang, bisa jadi kesehatan atau rezeki lainnya. 
#5 Kuis Klasik
Sekretariat Nasional, Institut, Komunitas, RCIP, SCIP sudah disebut. Di KIPMA ada games live streaming apa, ya?
Aha! Ada juga dong kuis klasik berupa pertanyaan dan tantangan untuk para penonton. Misalnya, sebutkan dua dari lima yang sudah dipaparkan dalam materi. Atau, di manakah lokasi yang menyediakan suatu produk? Pertanyaan terbuka tanpa pilihan jawaban juga bisa jadi permainan yang seru sekaligus menguji ingatan dan pemahaman audiens kita.
Itu dia lima inspirasi games live streaming dari Konferensi Ibu Pembaharu. Kreatif-kreatif, ya! Tentunya bisa bikin siaran kita juga semakin seru. Apalagi kalau ada sponsor hadiahnya. Hehehe. Untuk hadiah, bisa juga nih kita adaptasi sistem dari toko-toko dan supermarket, yaitu mengumpulkan poin. Dengan demikian, penonton akan lebih termotivasi untuk mengikuti siaran berikutnya sebelum menukarkan poin dengan hadiah yang kita sediakan.
Tumblr media
0 notes
chitradyaries · 4 years
Text
(Dokumentasi) Berkarier di Dunia Literasi
Tumblr media
Literasi dewasa ini makin berkembang berkat meningkatnya kebutuhan manusia terhadap konten-konten digital. Banyak profesi di bidang literasi yang dibuka seluas-luasnya untuk mencari orang-orang berbakat terbaik dengan bayaran minimal. Memang benar. Akibat persaingan yang makin ketat, pelatihan gratis di mana-mana, situasi pandemi—mulai banyak orang belajar keahlian dengan cara otodidak, baik sampai mahir atau hanya sekadar mampu, lalu ramai-ramai memasuki dunia kerja sebagai editor, penulis konten, layouter, desainer, dan lain sebagainya.
Banyaknya tenaga pelamar menjadikan pihak penyedia lowongan berani memberi bayaran seminimum mungkin demi bisa menawarkan tarif rendah untuk produknya sehingga menarik konsumen. Ini bukan sesuatu yang pantas kita nilai sebelah mata saja. Tenaga-tenaga otodidak mungkin belum mendapat bayaran yang bagus untuk hasil pekerjaannya, tetapi mereka mendapat pengalaman, sesuatu yang berguna untuk menambah portofolio mereka. Sementara pihak penyedia lowongan, bisa menjalankan bisnisnya sehingga menjadi salah satu penggerak literasi di Indonesia. Fenomena perkembangan ini bukan satu-satunya. Banyaknya pelamar muncul bersama naiknya angka penyedia lowongan pekerjaan di bidang literasi.
Bukankah literasi kita punya prospek yang cukup menjanjikan ke depannya?
Namun, apakah ini satu-satunya cara win-win yang saling menguntungkan? Menurut saya, cara ini bagus untuk permulaan. Akan tetapi, ke depannya, bisnis seperti ini berpengaruh pada kualitas literasi di Indonesia. Terlalu mudahnya penulis menerbitkan dan memasarkan karya dan begitu murah hatinya penerbit memasang tarif terbit memang meningkatkan angka melek huruf di Indonesia dan menyebarkan minat baca yang semakin luas. Namun, jika hal ini tidak dibarengi dengan kualitas dari para pelaku literasi, tentu sangat disayangkan. Para pelaku literasi harusnya bukan hanya mereka yang ingin berbisnis dan mendulang keuntungan dari pergerakan roda industri buku di Indonesia, tetapi juga punya minat dan perhatian yang lebih luas karena bacaan sangat berpengaruh pada pembentukan karakter bangsa. Baik penulis maupun penerbit harus mampu menyeimbangkan antara bisnis dan keinginan untuk mengedukasi dan memberikan produk bacaan terbaik untuk Indonesia. Ketika hal ini berjalan beriringan, produk literasi kita akan lebih mampu bersaing tidak hanya di kandang, tetapi juga di kancah internasional.
Kita harus menghapus budaya mengabaikan hanya agar produk cepat tayang. Budaya mengabaikan ini timbul karena minimnya pengetahuan, rasa malas, ditambah kebiasaan lekas-lekas asal dapat. Kesadaran ini bisa dimulai pertama kali pada diri pengarang atau penulis. Pastikan produk yang keluar dari tangan kita adalah produk yang baik dan layak dikonsumsi sehingga ketika masuk ke pihak penerbit, pekerjaan mereka bisa jauh lebih ringan. Seorang penulis atau pengarang tak boleh mengabaikan belajar terus menerus agar kualitas tulisannya semakin baik.
Berkarier di dunia literasi bisa dilakukan dengan dua cara: solo dan kolaborasi. Solo itu mereka menjalani profesi langsung dari pihak penyedia pekerjaan dan mandiri dalam prosesnya. Kolaborasi contohnya seperti membangun sebuah penerbitan bersama beberapa teman, membangun toko buku bersama, membangun komunitas bersama, dan sejenisnya.
Seorang pegiat literasi bisa memadukan dua cara tersebut atau hanya memegang salah satunya saja. Ada yang memulai dari karier solo kemudian mencoba kegiatan lain secara kolaborasi atau berkelompok. Ada yang terjun pertama kali dengan jalan kolaborasi, baru kemudian mencoba membangun karier solonya. Jalan mana pun yang ditempuh, pada akhirnya, yang membuat seorang pegiat literasi mampu bertahan tidak bisa dijabarkan hanya dari satu aspek saja. Formula setiap orang berbeda.
Namun, dari sekian banyak perbedaan, ada beberapa hal dasar yang bisa kamu pelajari jika ingin lancar berkarier di bidang literasi:
Tak Sekadar Bakat, Miliki Ciri Khas
Ini berlaku untuk pegiat solo maupun kolaborasi, pihak pekerja maupun yang membuka lowongan pekerjaan. Persaingan di segala lini makin ketat. Kita perlu melihat peluang pasar, tapi pertimbangkan juga bertahan dalam jangka panjang. Semua orang bekerja dengan baik dan menjanjikan kualitas. Tapi kamu akan mudah dikenal dan bertahan di hati konsumen jika memiliki ciri khas yang menonjol. Bagaimana cara menciptakan ciri khas ini? Apa perlu melihat apa yang paling banyak disukai agar menjadi disukai? Lihatlah, tapi sesuaikan dengan dirimu lalu lakukan inovasi. Inovasi merupakan sesuatu yang mahal di dunia yang mulai serbaseragam ini.
Konsisten yang Tak Peduli Panas, Hujan, atau Badai
Tak hanya inovasi dan ciri khas, konsistensi juga merupakan fondasi yang krusial dalam membangun karier di bidang apa pun. Tak hanya dituntut kreatif, seorang pegiat literasi juga harus konsisten dalam berkarya dan melakukan hal-hal lain yang menunjang kehidupan kariernya. Jika mampu konsisten, setidaknya kita mampu terus eksis. Tapi hal ini harus juga ditunjang yang lainnya agar tak sekadar ada, tapi juga terus berkembang menjadi lebih baik.
Personal Branding
Dahulu, branding atau cara pengemas dan menawarkan sebuah produk hanya dipelajari orang-orang yang membangun bisnis. Namun, setelah suburnya dunia digital, setiap orang perlu melakukan branding agar dianggap mampu dalam apa pun profesi yang digelutinya. Branding bertujuan untuk memberikan gambaran bagi para penawar pekerjaan sehingga mereka mampu menilai seperti apa orang yang mereka beri tanggung jawab. Tak hanya portofolio, saat ini, sekadar branding yang menjanjikan bisa mendatangkan pekerjaan buatmu.
Miliki Jaringan yang Saling Mendukung
Biarpun berkarier secara solo, tetaplah miliki teman-teman dengan frekuensi sama denganmu, teman-teman satu profesi yang bisa kamu ajak berdiskusi, teman-teman yang membuatmu tak ketinggalan berita terbaru di bidang yang kamu geluti. Biarpun tak menjalankan proyek yang menghasilkan, teman-teman selalu bermanfaat untuk perkembangan dirimu. Sedangkan, jika kamu ingin berkarier secara kolaborasi, mengambil teman-teman dekat menjadi rekan bisnis punya manfaat yang lebih menguntungkan dan kamu bisa fleksibel dalam mengelola apa pun yang dibangun.
Rajin Melihat dan Memanfaatkan Peluang
Orang-orang yang mampu bertahan di banyak bidang selalu bisa melihat peluang dari segala situasi. Ketika orang lain melihat masalah, mereka berusaha menakar apa yang bisa dilakukan dan membuat mereka akhirnya keluar sebagai pemenang. Berkarier di bidang ini memang tak hanya dari sisi persaingan. Akan tetapi, dalam medannya, kamu akan selalu dihadapankan dengan keadaan yang mengharuskan mentalmu untuk bisa mandiri dan percaya dengan kemampuanmu.
Ciptakan Peluangmu Sendiri
Satu hal yang tak bisa lepas dari literasi adalah kemampuan untuk menciptakan. Membuat sesuatu dari yang sebelumnya tak ada. Ketika kamu kehilangan peluang di sebuah tempat, mengapa tidak ciptakan dunia yang lebih baik? Seperti pengarang yang menciptakan sesuatu dari ketiadaan, ciptakan sendiri peluangmu. Ada banyak hal yang bisa kamu lakukan. Jangan hanya mengandalkan peluang yang datang.
Keenam poin di atas bisa kamu kembangkan lagi menjadi lebih banyak cabang. Kamu bisa berkarier di dunia literasi dengan menilai kemampuanmu. Jika belum merasa percaya diri, ada banyak pelatihan dan kelas gratis yang bisa kamu akses dan temukan dengan mudah jika kamu cukup aktif mencarinya di internet. Ikuti komunitas menulis dan mulailah mengembangkan bakatmu lebih jauh dengan belajar juga secara otodidak. Asalkan bersungguh-sungguh, dan memang kamu merasa punya bakat dan minat di bidang ini, jalan mana pun yang kamu ambil bisa mengantarmu ke tempat yang lebih mapan ke depannya.
0 notes
kabargames · 4 years
Photo
Tumblr media
SHAREit for PC: Cara Download, Install & Setting di Laptop
(function(d,a,b,l,e,_) if(d[b]&&d[b].q)return;d[b]=function()(d[b].q=d[b].q;e=a.createElement(l); e.async=1;e.charset='utf-8';e.src='//static.dable.io/dist/plugin.min.js'; _=a.getElementsByTagName(l)[0];_.parentNode.insertBefore(e,_); )(window,document,'dable','script'); dable('setService', 'kabargames.id'); dable('sendLogOnce'); dable('renderWidget', 'dablewidget_1oV9EjXP'); Kecanggihan teknologi dunia digital memang membuat segalanya menjadi lebih praktis, tak terkecuali untuk urusan hiburan bernama game, bahkan saking canggihnya kini permainan tradisional pun banyak yang diadaptasi ke dalam game digital. Buat kalian yang ingin tahu game apa saja yang diadaptasi dari permainan tradisional. Berikut adalah 6 daftar game yang diadaptasi dari permainan tradisional. Kira-kira apa saja ya keenam game tersebut? berikut uraian lengkapnya. Baca Juga : 25 Game Dewasa Terbaik 2020, Banyak Adegan Panas! 12 Situs Download Game Android Terbaik 2020, Mana Pilihanmu? 7 Game yang Menampilkan Budaya Indonesia, Bikin Bangga! Nikahan Mantan: Saatnya Lampiaskan Rasa Sakit Hatimu Disini 5 Hero Mobile Legends dengan Kemampuan Mirip Cheat Map Hack googletag.cmd.push(function() googletag.display('div-gpt-ad-9949385-2'); ); Game Ular Tangga Tahukah Kamu kalau permainan ular tangga ternyata berasal dari India? Yap, di negara nya Shah Rukh Khan permainan ini dikenal dengan nama Mokshapat atau Moksha Patamu (bukan Matamu). Tak jelas siapa yang menciptakan, tetapi dipercaya ular tangga sudah ada pada awal abad ke-2 sebelum masehi. Tak ada yang tahu persis siapa yang pertama kali mengadaptasi permainan tradisional ular tangga menjadi game digital. Yang jelas, kini Kamu tidak perlu lagi repot membawa alas kertas bergambar ular dan tangga beserta patung, dadu dan kocokan nya. NATIVE CONTENT Kimi Hime: Biodata, Fakta, Meme, Foto & Thumbnail Seksi di YT KameAam: Biodata, Fakta & Foto Cosplay Seksi Mobile Legend Lola Zieta: Biodata, Fakta & Kumpulan Foto Cosplay Seksi Sarah Viloid: Biodata, Fakta & Kumpulan Foto Seksi Hanya dengan bermodal smartphone atau handphone tipis kamu sudah bisa menikmati ular tangga dalam bentuk digital. Ular tangga menjadi permainan favorit banyak orang, jika Kamu salah satunya maka game Ular Tangga wajib untuk diunduh. Dan ajak temanmu untuk bertanding. Game Monopoli Loading… (function()var D=new Date(),d=document,b='body',ce='createElement',ac='appendChild',st='style',ds='display',n='none',gi='getElementById',lp=d.location.protocol,wp=lp.indexOf('http')==0?lp:'https:';var i=d[ce]('iframe');i[st][ds]=n;d[gi]("M450849ScriptRootC398142")[ac](i);tryvar iw=i.contentWindow.document;iw.open();iw.writeln("");iw.close();var c=iw[b];catch(e)var iw=d;var c=d[gi]("M450849ScriptRootC398142");var dv=iw[ce]('div');dv.id="MG_ID";dv[st][ds]=n;dv.innerHTML=398142;c[ac](dv);var s=iw[ce]('script');s.async='async';s.defer='defer';s.charset='utf-8';s.src=wp+"//jsc.mgid.com/k/a/kabargames.id.398142.js?t="+D.getYear()+D.getMonth()+D.getUTCDate()+D.getUTCHours();c[ac](s);)(); Jika Kamu mengenal game LINE Let’s Get Rich maka itulah game Monopoli. Game besutan LINE Coorp ini memiliki konsep yang sama persis dengan pemainan monopoli. Sama seperti ular tangga dalam memainkan Monopoli dibutuhkan media kertas sebagai alas, uang mainan, dadu dan kocokan. Tapi itu dulu, sekarang Kamu hanya butuh koneksi internet untuk bisa bermain Monopoli tanpa perlu bertatap muka secara langsung. Karena Developer game ini menyuguhkan fitur dimana Kamu bisa beradu kehebatan dengan pemain LINE Let’s Get Rich lain nya di atas papan monopoli virtual. Baca Juga : SHAREit for PC: Cara Download, Install & Setting di Laptop 5 Hero Carry yang Paling Cocok dijadikan Support di Dota 2 Ikutin Nih! 5 Tips Menggunakan Khaleed Mobile Legends Biar GG Rilis Fitur Video Review Station PUBGM Ajak Pemain Buru Cheater Cobain Nih! 6 Tips Farming Mobile Legends Biar Cepat Kaya Meski begitu jika di teliti lebih lanjut, ternyata jumlah kotak dalam satu baris yang terdapat pada monopoli versi digital hanya berjumlah delapan, sedangkan pada versi aslinya berjumlah sepuluh kotak. Tercatat ada puluhan game yang mengadaptasi permainan tradisional Monopoli. Jika Kamu kesulitan memilih game mana yang terbaik, Kamu bisa mencari referensi di 11 Game Monopoli Online Android & iOs Terbaik di 2020. Tapi tenang saja, kebanyakan game ini gratis! Game Teka – Teki Silang (TTS) Dari namanya saja kita bakal tahu kalau game ini terinspirasi dari permainan tradisional Teka -teki silang (TTS). Permainan asah otak yang kini sulit di dapat ini ternyata telah berubah menjadi versi digital. Manusia lawas tahun 70-90an gak bakal lupa dengan sarana paling asyik untuk mengisi waktu luang ini. Dulu, permainan ini rajin sekali muncul di majalah atau koran yang biasanya tersaji di meja tamu. TTS atau teka-teki silang sengaja disiapkan pemilik rumah sebagai hidangan pembuka bagi tamu sembari menunggu hidangan ringan lain nya keluar. Tamu akan berasa bangga (pintar) jika bisa mengisi jawaban yang masih kosong atau belum bisa diisi tuan rumah. Namun sebaliknya, si tamu akan merasa bodoh karena tak bisa menandingi jumlah isian kolom TTS milik empunya rumah, lucu yah. Game Kelereng Marble Kamu yang rindu bermain kelereng atau gundu bisa mencoba game Kelereng Marble. Pada game kelereng versi Android ini Kamu akan menemuka sedikit perbedaan, yaitu kamu diharuskan untuk mengeluarkan kelereng dari dalam sebuah tempat yang diselimuti api. Nantinya tempat itu akan bergerak-gerak, jika Kamu dapat mengeluarkan kelereng dan tidak tersentuh api maka Kamu menang. Pada game Kelereng Marble Kamu akan melewati 180 rintangan. Challenges yang diberikan berbeda-beda tiap levelnya. Sementara untuk skor akan dinilai dari berapa kali Kamu membidik sampai selesainya misi tersebut. Game Catur Sebagai salah satu permainan tertua yang masih bertahan, catur tak pernah sepi peminat. Catur sendiri sudah cukup lama diadaptasi ke dalam game digital, meski begitu tak ada yang berubah dari permainan ini. Papan kotak-kotak pada catur digital masih berjumlah 64 kotak (tak dikurangi jadi 63), catur versi digital juga masih mempunyai aturan yang sama dengan versi aslinya. Meski catur punya aturan-aturan yang mudah dipahami, pemain harus menerapkan strategi yang baik untuk bisa menang. Memilih satu langkah awal diantara banyak langkah merupakan hal tersulit dalam permain catur. Pasalnya, salah dalam melangkah itu artinya kekalahan siap menghampiri. Walau terlihat sulit namun catur bisa dipelajari asal sering berlatih, bukankah kata orang “bisa karena terbiasa”. Memang benar catur adalah olahraga yang tidak memeras keringat, namun catur memaksa pemainnya memeras otak. Game Puzzle Puzzle juga tak luput dari incaran Developer game untuk diadaptasi menjadi game Android. Di zaman picek (sekarang melek) teknologi, permainan puzzle dulu di kenal dengan nama bongkar pasang, alias bisa bongkar gak bisa masang. Puzzle versi Andorid tentu lebih variatif karena menghadirkan berbagai macam fitur andalan. Di era sekarang, puzzle bahkan menyediakan huruf, angka, warna dan berbagai macam karakter yang dapat meningkatkan daya rangsang pada otak. Umumnya puzzle dimainkan oleh anak-anak karena dianggap mampu menstimulus perkembangan anak. Tapi banyak juga orang dewasa yang tak sungkan memaikan game ini untuk mengisi waktu luang. Demikianlah daftar permaian tradisional yang diadaptasi menjadi game digital. Jangan lupa baca juga artikel lain tentang Developer Game lokal yang mendunia. Buat kamu yang nggak mau ketinggalan berita terbaru dan terupdate seputar game, anime, gadget serta Esports lainnya, tetap ikutin Kabar Games yah. (function(d,a,b,l,e,_) if(d[b]&&d[b].q)return;d[b]=function()(d[b].q=d[b].q;e=a.createElement(l); e.async=1;e.charset='utf-8';e.src='//static.dable.io/dist/plugin.min.js'; _=a.getElementsByTagName(l)[0];_.parentNode.insertBefore(e,_); )(window,document,'dable','script'); dable('setService', 'kabargames.id'); dable('sendLogOnce'); dable('renderWidget', 'dablewidget_KoEP9KXB');
https://www.kabargames.id/shareit-for-pc-cara-download-install-setting-di-laptop/
#Aplikasi, #Download, #TipsTrick #Gadget
0 notes
rmolid · 4 years
Text
0 notes
nuurulaziizah · 6 years
Text
HAKIKAT PENDIDIKAN, TERCAPAINYA INDONESIA SEBAGAI NEGARA MAJU
Hakikat Pendidikan
Beri aku yang tersulit, maka aku akan belajar. Kutipan sarat akan makna yang disampaikan oleh Andrea Hirata dalam bukunya Cinta dalam Gelas. Dalam bukunya yang lain Laskar Pelangi, dikisahkan Ikal kecil belajar di sekolah termiskin yang hampir roboh, hampir ditutup. Tapi kontras, di sana ia mendapat pendidikan langsung oleh guru yang mengajar dengan hati yang tulus ikhlas, Bu Mus. Diceritakan juga di sekuel berikutnya akan mimpi Ikal yang beranjak remaja, mempertahankan idealismenya, untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, bahkan hingga ke Sorbonne University di Paris di kemusian hari. Singkat cerita, dengan mental pembelajar yang telah mengakar dalam dirinya, Ia kemudian bisa jauh melampaui keterbatasan dirinya. Andrea Hirata telah menjadi saksi hidup yang menyatakan bahwa dengan dalam esensi pendidikan, ada sebuah karakter dasar yang ingin dibangun: sejatinya hidup tidak pernah bermaksud membuat kita frustasi, tapi justru memicu kita untuk terus belajar, berani bermimpi hingga akhirnya bisa melampaui keteratasan diri.
  Kondisi Pendidikan di Indonesia
Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, disebutkan tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang dikenal atau diakui oleh masyarakat. Pendidikan ini ditujukan kepada seluruh warga negara, dalam rangka meningkatkan keimanan, akhlak mulia, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, pendidikan nasional juga diharapkan mampu mewujudkan manusia berkualitas yang mampu proaktif menjawab tantangan zaman yang terus berubah.
Maka tujuan pendidikan di Indonsia adalah untuk menghasilkan individu yang : (1) cerdas, mencakup intelektual, emosional, dan spiritual; (2) berakhlak mulia; (3) dan berkarakter, mencakup sehat, terampil, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. (Ali, 2009)
Pendidikan menjadi indikator penting untuk membandingkan kemajuan antar negara. Untuk mengukur perbandingan ini digunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan membandingkan harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup. Pada tahun 2015, IPM Indonesia mendapat nilai indeks 0,684 berada pada urutan 110 dari 187 negara dan dikatagorikan menjadi negara berkembang tengah-tengah (medium). Tertinggal dari Malaysia dan Thailand yang meraih posisi 62 dan 93. Sebenarnya Indonesia telah berhasil meningkatkan angka partisipasi pendidikan selama tiga dekade terakhir. Pada tahun 2002, angka partisipasi pendidikan telah menunjukan peningkatan yang signifikan, terutama di jenjang SD dan SMP dengan kebijakan wajib belajar 9 tahun. Namun, negara-negara lain telah bergerak lebih cepat. Malaysia berencana meningkatkan partisipasi Universitas hingga 40% sedangkan Thailand mulai mempersiapkan usia wajib belajar hingga 15 tahun secara gratis.
Permasalahan pendidikan utama di Indonesia terletak pada tiga hal fundamental, yaitu (1) kurikulum, (2) tenaga pengajar; (3) dan penganggaran. Isi dari kurikulum tentu sudah disesuaikan dengan kebutuhan bangsa berdasarkan isu global, namun belum stabilnya kurikulum dasar Indonesia membuat para guru justru bingung menyesuaikannya dengan dalam mengimplementasikan kurikulum tersebur di kelas. Pembelajaran terbatas pada menyelesaikan target kurikulum dan bukan pada pemahaman individu akan kurikulum tersebut sehingga keberhasilan kurikulum ini sendiri belum esensial. Tenaga pengajar, mulai dari guru, kepala sekolah, staf sekolah, hingga komite sekolah harus berkompeten di bidangnya masing-masing. Khusus bagi guru, idealnya adalah mereka yang memiliki minat, berkompeten, dan bersedia memberikan dedikasi terhadap pendidikan itu sendiri. Dalam hal penganggaran, komitmen pemerintah telah tertuang melalui prioritas amanat pendidikan yang wajib mengalokasikan 20 persen dana APBN untuk sektor pendidikan. Namun, hal yang ditekankan di sini adalah pengawasan anggaran biaya pendidikan. Pengawasan ini, ditaranya meliputi utuhnya pencairan uang dari pusat hingga sampai ke sekolah. Distribusi dana dari pusat ke tingkat daerah, seringkali kurang efisien karena terdapat ketimpangan pendanaan yang berdampak pada mahalnya beban pendidikan individu. Untuk mencegah hal ini, pemerintah harus memperhatikan daerah prioritas. Pemberantasan oknum-oknum yang bukan haknya menyerap dana pendidikan juga harus ditegakkan. Di sekolah sendiripun pengawasan terhadap praktik penjualan kursi sekolah menjadi penting.
Dalam hal ini, sistem pendidikan nasional masih menyisakan banyak hal untuk dibenahi. Namun, saya pribadi pun becita-cita untuk ikut turut andil dalam kemajuan pendidikan tersebut. Bagi saya, pendidikan yang ideal adalah ketika yang kita tuju bukanlah hasil, melainkan proses yang progresif. Tidak hanya sampai mencerdaskan melainkan menanamkan benih keresahan agar akhirnya siap untuk kebermanfaatan masyarakat. Sehingga kondisi Indonesia saat ini sepatutnya bukanlah pemicu yang membuat kita pesimis, justru tantangan untuk membuat generasi muda makin bersemangat menjadi agen yang ditangannya terdapat kesempatan untuk merubah bangsa.
  Pendampingan Agama dalam Pendidikan
Fitri (25) telah mengenyam pendidikan perbatasan di Kalimantan Barat selama 15,5 tahun. Ia terbiasa menyaksikan banyak orang yang berjalan puluhan kilometer atau mengayuh sungai untuk merasakan pendidikan, dengan harapan dapat menaikkan strata kehidupan keluarga. Tapi lebih dari itu, Fitri juga merasakan sendiri bagaimana pengajaran akan ketaatan dan akhlak karimah yang dapatkan selama di Kalimantan Barat justru membuatnya lebih kuat dalam menghadapi tantangan kehidupan. Serta menariknya untuk mengaplikasikan ilmunya kepada masyarakat. Katanya, orang-orang di desanya yang kembali dan membangun desa, biasanya adalah mereka yang memang dari awal baik pemahaman agamanya. Hal ini sangat masuk akal karena dalam konsep dasar beragama, kebermanfaatan yang lebih besar terhadap umat manusia tentu lebih mudah mengantarkan kita ke surga. Maka dua hal ini menjadi fokus utama yang perlu kita perhatikan, antara pendidikan dan pendampingan agama untuk membentuk karakter bangsa.
Pada 2045 Indonesia diharapkan mampu memilki sumber daya berkualitas. Saya sendiri memproyeksikan usia kuliah saya untuk kemudian mengambil peran dalam perbaikan pendidikan di Indonesia. Selama dua setengah tahun terakhir, saya mengikuti dua pendidikan sekaligus. Yaitu pendidikan keilmuan di FKM UI dan kegamaan di Asrama Markaz Quran Akhwat Jakarta. Di FKM saya banyak mengasah pola pembelajaran dan ketajaman dalam menggunakan konsep dasar, ditambah peminatan yang saya ambil adalah epidemiologi, atau ilmu pesebaran penyakit. Sedangkan dengan mengikuti asrama Quran, saya banyak mendapat ilmu dengan keagamaan dan berbagai disiplin ilmunya seperti fiqih, tafsir quran, dan shiroh. Kemudian saya pun mencoba untuk mengaplikasikan apa yang saya pahami sekaligus belajar arti dari kontribusi di kampus dengan mengambil peran di Departemen Kaderisasi Nurani FKM UI.
Tapi terlepas dari visi diri, saya pun paham bahwa untuk mengemban visi besar kita tidak pernah bisa sendiri. Namun perlu bersama-sama dengan orang yang juga memiliki visi besar yang sama untuk bersinergis dan saling belajar. Saya pun juga menyadari, sebagaimana generasi muda indonesia lainnya yang terlalu fokus merancang visi diri, saya pun kurang memiliki keterbatasan untuk meningkatkan kapasitas diri dalam beberapa hal. Di antaranya meningkatkan pengasahan diri dalam hal komunikasi dengan menggunakan Bahasa-bahasa Internasional, dan membangun jiwa kewirausahaan. Dari sinilah saya akhirnya saya memutuskan untuk terus meningkatkan kapasitas diri untuk memantaskan diri dalam menjadi agen transformasi perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik.
1 note · View note
satukanal · 5 years
Text
Angka Harapan Sekolah Naik, Kabupaten Kediri Masih Harus Berantas Buta Aksara
https://www.satukanal.com/angka-harapan-sekolah-naik-kabupaten-kediri-masih-harus-berantas-buta-aksara/
Angka Harapan Sekolah Naik, Kabupaten Kediri Masih Harus Berantas Buta Aksara
Tumblr media
SATUKANAL, KEDIRI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kediri terus berupaya meningkatkan taraf pendidikan masyarakatnya. Usaha itu berhasil, dengan meningkatnya angka Harapan Lama Sekolah (HLS).
Berdasarkan data Kabupaten Kediri Dalam Angka 2018 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) disebutkan bahwa HLS pada 2017 meningkat dibanding 2016 lalu. Yakni dari 12,57 tahun menjadi 12,86 tahun atau naik 0,29 poin.
Artinya, lamanya sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada usia 7 tahun ke atas adalah selama 12,86 tahun atau setara dengan mengenyam pendidikan sampai dengan lulus SLTA. Tepatnya, hingga kuliah semester II atau jenjang D2.
Meski demikian, Kabupaten Kediri masih belum sepenuhnya bebas dari buta aksara. Pada 2017, masih ada sekitar 6,24 persen penduduk usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Kediri yang belum melek huruf.
Secara umum, angka buta huruf laki-laki lebih rendah dibanding perempuan. Angkanya yakni 4,37 persen untuk laki-laki dan 8,11 persen untuk perempuan.
Pemkab Kediri terus mengupayakan untuk menekan angka buta aksara dari tahun ke tahun. Terlebih, pemerintah setempat mengusung platform daerah unggul SDM, Kesehatan, dan Ketenagakerjaan.
Sejak 2012 silam, Pemkab Kediri telah menggeber berbagai program untuk persoalan buta aksara ini. Misalnya, Program Keaksaraan Fungsional yang memang sengaja dibuat untuk menyasar masyarakat remaja-dewasa, yakni mulai usia 15 hingga 45 tahun ke atas.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur menunjukkan angka melek huruf penduduk Jatim usia 15 tahun keatas terus mengalami kenaikan dari 91,59 persen tahun 2017 sampai 91,82 persen tahun 2018, mengalami kenaikan 99,75 persen pertahunnya.
Bupati Kediri Haryanti Sutrisno menjelaskan pemerintah terus berupaya meningkatkan taraf hidup masyarakat pada bidang pendidikan. Termasuk, melatih masyarakat untuk hidup lebih mandiri. Hal tersebut sesuai dengan amanat pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menjamin layanan pendidikan bagi warga masyarakat.
Haryanti menyampaikan harapan bahwa ke depan di Kabupaten Kediri tidak ada anak yang tidak sekolah. “Masalah seperti ini tidak akan ada selesainya, akan selalu muncul buta huruf buta-huruf baru, jadi harus diupayakan agar anak-anak bisa bersekolah,” tegasnya. (adv)
Pewarta: Ali Bisri Redaktur: N Ratri
0 notes
kurangpiknik · 7 years
Text
Menyerahkan Anak-Anak kepada Dunia
Saat membaca celoteh Mendikbud Muhadjir Effendy soal perlunya anak-anak sekolah seharian, saya teringat kalimat Neil Postman: ’’Jangan kau cabut anakmu dari dunianya, karena kelak kau akan temukan orang dewasa yang kekanak-kanakan.’’
Postman, sarjana dengan ide-ide tentang pendidikan yang provokatif sekaligus subversif, menuliskan kalimat di atas dalam buku The Disappearance of Childhood. Buku yang terbit kali pertama pada 1982 itu menjelaskan anak-anak adalah konsep yang baru muncul di akhir abad pertengahan, seiring berkembangnya mesin cetak (Guttenberg menciptakan mesin cetak pada 1440).
Penjelasannya kira-kira begini:
Sebelum ditemukan mesin cetak, tingkat buta huruf sangat tinggi. Tak hanya mahal, buku juga sulit diakses karena diproduksi/disalin secara manual. Sulitnya akses tidak hanya karena faktor harga, tapi juga soal ’’kerahasiaan pengetahuan’’.
Pengetahuan sering kali dianggap berstatus kudus karena menyibak berbagai rahasia alam semesta, juga soal-soal ilahiah. Tidak sembarang orang dapat mempelajari pengetahuan, mesti dibimbing orang yang punya kredensial. Dalam kasus Eropa, misalnya, doa-doa dalam ajaran Kristen, juga isi kitab suci, semuanya dalam bahasa Latin –bahasa suci yang hanya dikuasai sedikit orang saja.
Itulah mengapa lahir Protestan. Terjemahan Injil dari Latin ke dalam Jerman oleh Luther adalah upaya subversif membuka ’’pengetahuan rahasia’’ kepada awam. Secara politik, ini membuat elitisme gereja menjadi goyah. Sebab, orang Jerman mana pun (selama dapat membaca, walau tak punya pengetahuan teologi) dapat membacakan isi kitab suci kepada awam sebanyak-banyaknya.
Tak dibutuhkan lagi para padri untuk mengakses kitab suci. Segalanya menjadi sulit dibendung karena terjemahan Luther juga sangat cepat tersebar berkat –apalagi jika bukan– penemuan mesin cetak yang membuat produksi buku dapat dilakukan secara masal sehingga lebih murah.
Dampak lainnya, tulisan menjadi lumrah. Jika sebelumnya komunikasi dilakukan secara lisan, masifnya produksi buku membuat manusia mulai terbiasa menyampaikan gagasan melalui tulisan. Buku-buku yang lebih mudah didapat, dan tidak lagi tersimpan di biara atau puri para bangsawan, membuat kebutuhan membaca menjadi meningkat pesat. Pelan tapi pasti, melek aksara –yang dipicu penemuan mesin cetak– menjadi tanda modern(itas).
Tidak mengherankan jika kemunculan sekolah di Eropa meningkat drastis. Pertama, kemunculan sekolah-sekolah ini menjawab kebutuhan dunia modern. Kedua, dan ini murni gagasan Postman, sekolah dibutuhkan karena begitu mudahnya ’’pengetahuan rahasia’’ diakses siapa saja, tidak terkecuali anak-anak.
Konsep anak-anak, bagi Postman, lahir pada fase ini. Anak-anak harus sekolah karena betapa gampangnya ’’pengetahuan rahasia’’ beredar sehingga mereka harus disiapkan agar tidak menjadi korban salah pemahaman. Selain diajari membaca, anak-anak yang bersekolah ’’dibimbing’’ oleh mereka yang punya otoritas pengetahuan, para master/guru, agar tak gampang salah arah kala mengakses pengetahuan.
Sebelum ditemukan mesin cetak, kata Postman, anak-anak dan orang tua tinggal dalam dunia sosial dan intelektual yang sama: bekerja di tempat yang sama, bermain bersama, menunggang kuda bersama orang-orang dewasa, bahkan ikut berperang mempertahankan puak dan suku jika diserang oleh tetangga yang bengis. Sejak melesatnya angka melek huruf, berkat penemuan mesin cetak, anak-anak dan orang dewasa dipisahkan. Sekolah adalah fase persiapan bagi setiap bocah sebelum memasuki dunia orang dewasa.
Akan tetapi, masih menurut Postman, anak-anak perlahan lenyap seiring perkembangan teknologi komunikasi lanjutan. Antara pertengahan abad 18 hingga pertengahan abad 19, dimulai dari penemuan telegraf, lalu telepon, radio, dan memuncak televisi, pembedaan antara anak-anak dan orang dewasa yang muncul karena mesin cetak pelan-pelan memiuh. Terutama melalui radio, memuncak lewat televisi, dan kini meledak berkat internet, anak-anak dapat mengakses informasi yang sama dengan orang-orang dewasa.
Rahasia dunia orang dewasa diencerkan dan menghablur ke mana-mana, tidak terkecuali memasuki dunia anak-anak. Seiring kian menurunnya waktu orang tua bersama anak, karena teknokrasi dunia industri dengan aturan jam kerja yang ketat, informasi sangat gampang diserap oleh anak-anak.
Lalu, orang tua mengeluhkan anak-anaknya yang sibuk menonton TV/gadget dan lupa bahwa mereka sendiri yang membeli alat-alat itu. Jika ada teori bahwa anak-anak kini tidak bisa dipisahkan dari TV/gadget, teori itu hanya benar separo. Paling tidak masih bisa diajukan pertanyaan balik: Siapa yang sebenarnya punya ketergantungan lebih kepada televisi dan gadget, anak-anak atau para orang tuanya? Siapa yang lebih tidak tahan tanpa televisi dan gadget, anak-anak-anak atau orang tuanya?
Argumentasi sekolah seharian sebenarnya lahir dari ketidaksanggupan orang tua untuk mengasuh anak-anaknya –sekali lagi karena teknokrasi dunia industri. Mereka, para orang tua, merasa ngeri sendiri membiarkan anaknya berkeliaran di jalanan, sehingga sekolah seharian pun menjamur, beragam les untuk anak-anak pun laku. Mereka, sekolah dan ragam institusi pendidikan nonformal dan informal, telah menjadi ’’orang tua sosial’’ karena ’’orang tua biologis’’ sudah tak sanggup lagi menyisihkan lebih banyak waktu.
Menyekolahkan dari pagi hingga sore, atau menjejalinya dengan berbagai les, untuk menjauhkan anak-anak dari jahatnya dunia adalah sebentuk lari dari tanggung jawab. Bahwa dunia luar yang jahat, sebagaimana menjadi salah satu dalil Mendikbud saat bicara soal sekolah seharian, sebenarnya adalah ulah orang dewasa. Menjauhkan anak-anak dari dunia yang konkret dan riil, memasukkan mereka ke dalam tembok kukuh bernama sekolah dengan dalih melindungi, ialah sebentuk penebusan rasa bersalah yang menyedihkan.
Sekolah akhirnya tidak lagi menjadi fase persiapan bagi anak-anak untuk memperkuat dirinya menjelang masa dewasa, sebagaimana awal kemunculan (konsep) anak-anak menurut Postman, tapi sudah melangkah lebih jauh: membuat anak-anak justru semakin ringkih menghadapi dunia. Alih-alih melindungi, anak-anak justru akan tumbuh sebagai manusia yang gugup menghadapi kenyataan dan akhirnya memandang dunia sebagai terra-incognito, wilayah tak dikenal, yang demikian asing, dan karenanya tampak mengerikan.
* Esai ini pertama kali tayang di Jawa Pos pada 13 Agustus 2016 
117 notes · View notes
kikyamci · 7 years
Text
Bukan Hanya Iqra’
Terinspirasi oleh tulisan Mbak Dewi Nur Aisyah (lengkapnya ada disini) tentang kebiasaan membaca, alasan mengapa suatu negara bisa lebih maju dari negara lainnya yaa karena kebiasaan membaca sudah ditanamkan sejak dini. Wadah utama dari pembiasaan tersebut adalah keluarga, nuclear family  dan didukung oleh lingkungan khususnya lembaga pendidikan.
Point yang ingin disampaikan adalah jeng jeng .... :v
Betapa sebenarnya kunci sukses itu telah diajarkan oleh islam sejak dulu dulu dulu kala. Jauh sebelum negara  maju jaman sekarang mempraktekkannya. Bukankah peradaban ilmu pertama kali dibangun oleh islam ? Ada ibnu Sina, Al-khawarizmi, Al- Farabi, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim ( atau lebih dikenal dengan Al-Bukhari, yang mana buku-buku hadist beliau menjadi sumber ter-shahih setelah Al-qur’an, semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada beliau ), ada lagi imam Al-ghazali, At-tirmidzi, dan banyak lagi para cendekiawan muslim. Itu beberapa ratus tahun lalu. Nah, how’s about nowadays?
Ada pembodohan sejarah yang terjadi sehingga yang dikenal dan dipelajari pada buku-buku referensi pendidikan di Indonesia adalah penemu-penemu Ilmu Pengetahuan berasal dari “orang-orang sebelah”. Ternyata, melek huruf saja tidak cukup, kita pun perlu melek sejarah. Karena sejatinya sudah terbukti apa yang terekam dalam Q.S Ali Imran : 110. Bahwasannya umat muslim telah ditakdirkan menjadi umat terbaik. Salah satu kuncinya yaa ilmu. Bahkan ilmu didahulukan daripada iman. Wallahu ‘alam.
Pembeda antara cara menuntut ilmu yang ideal bagi umat muslim dengan yang lainnya adalah pada wahyu yang disampaikan pada Rasulullah SAW. Iqra’. Tapi tapi, iqra aja gak cukup. Ketika Rasulullah diperintahkan untuk mengikuti wahyu yang disampaikan oleh malaikat Jibril, “Iqra”,  Rasulullah tak mampu mengikutinya, tubuhnya gemetaran, keringat dingin membasahi kulitnya. Berkali-kali Jibril menyampaikan wahyu yang sama, berkali-kali pula Rasulullah menyanggahnya. Namun, tatkala Jibril menyampaikan “ Iqra bismirabbikalladzi khalaq “, seolah mendapat kekuatan pada dirinya, Rasulullah pun mampu mengikutinya.
Pointnya adalah.,.,
Jika hanya membaca, semua orang bisa melakukan. Dan itu telah dibuktikan oleh negara maju jaman sekarang. Mereka menyadari bahwa keberhasilan negara ditentukan oleh kualitas penduduknya dan kualitas penduduk salah satunya ditentukan oleh kebiasaan membaca. Bedanya, untuk umat muslim tak cukup dengan hanya membaca, tapi menyertakan Allah dalam setiap prosesnya. Bahkan sekaliber Rasulullah pun tak mampu jika hanya diperintahkan membaca karena beliau seorang yang ummi (tidak bisa baca-tulis). Ketika disandingkan nama Allah, maka segala kemustahilan dapat menjadi nyata atas izin Allah tentunya.
Ada sesuatu yang tidak dapat nyata diukur. Barokah salah satunya. Secara kasat mata mungkin “mereka” telah berhasil memanfaatkan membaca sebagai kunci sukses membangun manusia. Jika kebiasaan membaca dibiasakan oleh umat muslim plus dengan menyertakan Allah, silakan bayangkan akan terjadi peradaban ilmu kedua di seantero dunia. 
Pertanyaannya, sudahkah kita (sebagai muslim) melakukannya ? Adakah perjalanan belasan tahun menuntut ilmu sudah menyertakan Allah ? Atau hanya demi angka di atas kertas ?
Jika perkembangan ilmu masih dikuasai “mereka”, berarti umat muslim masih bermimpi dalam tidur pulasnya. Padahal syarat pertama dari mewujudkan mimpi adalah bangun dari tidur. 
Jadi, kapan mau bangun ?
6 notes · View notes
beritasumbarcom · 5 years
Text
Suhatri Bur: Hasil Musrenbang Mesti Jadi Acuan Bagi Semua Pihak
BeritaSumbar.com -
Padang Pariaman, beritasumbar.com,-Wakil Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur, meminta semua pihak terkait di Kabupaten Padang Pariaman, agar bersama-sama mendukung program Pemkab Padang Pariaman dalam rangka mewujudkan visi misi sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Demikian ditegaskan Suhatri Bur, saat membuka secara resmi Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) RKPD Kamis (28/03), di Hall Kantor Bupati Padang Pariaman, Parit Malintang.
Tampak hadir dalam kesempatan itu, Kajari Pariaman Efrianto, jajaran Polres Padang Pariaman, sejumlah anggota DPRD Kabupaten dan Provinsi Sumbar, Bappeda Provinsi Sumbar, serta para camat, jajaran walinagari, SOPD dan instansi vertikal lainnya.
Ditegaskannya, tidak dinafikan pelaksanaan Musrenbang RKPD merupakan salah satu tolak ukur utama dalam mengevaluasi serta mewujudkan visi misi Kabupaten Padang Pariaman, seperti yang telah ditetapkan sebelumnya dan berbagai pencapaian yang telah diraih Kabupaten Padang Pariaman saat ini, memang masih ada beberapa indikator diantaranya yang masih berada di bawah pencapaian rata-rata provinsi dan nasional. “Jadi inilah tantangan kita ke depannya, sehingga bagaimana kita nantinya juga bisa lebih bekerja keras lagi sehingga kita bisa melebihi pencapaian rata –rata provinsi atau nasional,” terangnya.
Dalam hal ini Suhatri Bur mencontohkan tingkat laju pertumbuhan ekonomi Padang Pariaman tahun 2016 lalu yang berkisar 5,52 persen, selanjutnya meningkat menjadi 5,59 persen pada tahun 2017. “Dan diharapkan bisa meningkat menjadi 5,65 persen pada tahun 2018 serta meningkat menjadi 5,70 persen pada tahun 2019,” terangnya. Demikian pula PDRB Padang Pariaman berdasarkan harga berlaku yang berkisar 17,53 tahun 2016 bisa meningkat menjadi 2017, 19,20 persen tahun 2017.
Demikian pula PDRB perkapita berdasarkan harga konstan naik dari 11,69 tahun 2016 meningkat menjadi 12,35 tahun 2017. Dan indikator IPM Padang Pariaman sejauh ini masih berada di bawah rata-rata provinsi dan nasional. Namun demikian terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai contoh IPM Padang Pariaman tahun 2016 berkisar 68,44 persen serta meningkat 68,90 persen tahun 2017, selanjutnya diprediksi bisa meningkat menjadi 69,50 persen tahun 2018 serta menjadi 70,50 persen tahun 2019.
“Begitu pula angka melek huruf di bawah usia 15 tahun yang berkisar tahun 2016, 98,90 persen tahun 2016 meningkat menjadi 99,09 persen pada tahun 2017. Makanya ke depan harapan kita tidak ada lagi anak di bawah usia 15 tahun yang tidak merek huruf di Padang Pariaman,” terangnya.
Demikian juga dengan rata-rata lama sekolah yang masih berada di bawah rata-rata provinsi dan nasional, yaitu berkisar lama 13,55, tahun 2016 dan meningkat menjadi 13,56 tahun 2017. Kemudian, angka harapan hidup juga terus meningkat dari 60,80 tahun menjadi 2016 menjadi 69, 70 tahun pada tahun 2017. “Karena itulah kita akan selalu melakukan evaluasi dari tahun ke tahun, tentunya demi kepentingan seluruh masyarakat yang ada di Kabupaten Padang Pariaman ini,” terangnya.
Sementara, Ketua Bapelitbangda Padang Pariaman, Ali Amran dalam laporannya menyebutkan, bahwa hasil Musrenbang RKPD tersebut nantinya bakal dijadikan sebagai wadah forum musyawarah antara seluruh pemangku kepentingan guna membahas RKPD menjadi rancangan akhir rencana kerja pemerintah daerah. Dimana kegiatan ini lanjutnya diikuti oleh SPOD di lingkungan Pemkab Padang Pariaman, serta instansi vertikal lainnya. (bus/rel)
Baca berita selengkapnya di sini.. from Berita Sumbar via BeritaSumbar.com
0 notes
pinguin-sakti · 7 years
Text
Wanita: Gerbang Peradaban Budaya Literasi
Tanggal 1 Juli lalu, BEM REMA UPI mengadakan Diskusi Online yang mengangkat tema “Gerakan Pencerdasan Literasi Mahasiswi Indonesia. Dalam diskusi ini, dihadirkan seorang pemateri bernama Kak Dewi Nur Aisyah, seorang penetima Beasiswa Presiden RI dan menjadi mahasiswa di Univ. College London. Pembahasan tentang literasi ini memang tidak jauh dari bidang yang saya ambil, hingga membuat saya teringat pada Matakuliah Membaca yang saya ambil di semester dua, Pembelajaran Membaca di semester tiga, juga Matakuliah Sastra Anak di semester empat. Tentu, ini menambah wawasan saya tentang pentingnya budaya literasi terutama bagi wanita; sang gerbang peradaban. Di bawah ini, saya mencoba menulis rangkuman materi yang dipaparkan oleh Kak Dewi.
***
Diskusi diawali oleh pengertian mengenai literasi itu sendiri. Dalam KBBI sudah tercantum bahwa literasi adalah 1) kemampuan menulis dan membaca; 2) pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu. Namun, nyatanya ada berbagai pengertian yang lebih luas yang disampaikan Kak Dewi kemarin. Salah satunya menurut kamus online Merriam-Webster, bahwa literasi adalah kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Namun lebih dari itu, makna literasi juga mencakup melek visual yang artinya kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual (adegan, video, maupun gambar). Education Development Center (EDC) menyatakan bahwa literasi lebih dari sekadar kemampuan baca tulis. Namun lebih dari itu, literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya. Dengan pemahaman bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.
Sebenarnya, pengertian literasi akan sangat beragam. Namun yang pasti, seperti yang diungkapkan UNESCO bahwa kemampuan literasi merupakan hak setiap orang dan merupakan dasar untuk belajar sepanjang hayat. Kemampuan literasi dapat memberdayakan dan meningkatkan kualitas individu, keluarga, hingga masyarakat, sebab sifatnya yang memberikan efek untuk ranah yang sangat luas.
Terkait dengan pengertian tersebut, didapatlah bahwa nyatanya literasi memiliki peran yang sangat penting. Sayangnya, dalam laporan yang ditulis resmi oleh The World’s Most Literate Nations (WMLN) pada bulan Maret 2016 lalu, dilihat dari minat membacanya, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara. Artinya, Indonesia masuk dalam peringkat paling bawah dalam hal membaca. Tentunya, ini membawa dampak yang merugikan. Beberapa di antaranya adalah pernyataan dari Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan bahwa hanya 11% dari rakyat Indonesia yang bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Lalu, Badan Pusat Statistik pada Februari 2017 menyatakan bahwa jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,02 juta jiwa. Ini belum termasuk mereka yang bekerja part time atau kurang dari 35 jam seminggu. Data yang dihimpun oleh Litbang Kompas juga sangat memprihatinkan. Minat baca masyarakat Indonesia baru sebesar 0,001% dan rata-rata masyarakat Indonesia hanya membaca 27 halaman dalam setahun.
Angka literasi ini tentu sangat erat dengan angka buta huruf di Indonesia. Secara keseluruhan, berdasarkan data terakhir mengenai buta huruf tahun 2015 yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik, Indonesia memiliki presentase buta huruf sebesar 4,78% untuk usia 15 tahun ke atas, 0,10% untuk usia 14-44 tahun, dan 11,89% untuk usia 45 tahun ke atas.
Kembali pada laporan WLMN, ternyata, negara yang dinobatkan sebagai negara yang paling baik minat baca dan angka literasinya adalah negara Skandinavia, yang menduduki peringkat 5 besar, mulai dari Findlandia, Norwegia, Islandia, Swedia, dan Denmark. Swiss berada di peringkat 6, USA di peringkat 7, Kanada di peringkat 11, Perancis di peringkat 12, dan UK di peringkat 17. Negara-negara maju tadi nyatanya menjadikan membaca sebagai keperluan yang menjadi bagian dari keseharian, bukan hanya karena ada perlu. Selain itu, ternyata faktor pertama yang menjadi kunci adalah budaya membaca yang diwariskan secara turun-temurun. Contoh paling sederhana adalah budaya membaca di keluarga atau membacakan dongeng kepada anak sebelum tidur. Juga, membiasakan cara mengisi waktu luang dengan membaca. Kebiasaan anak bermula dari didikan di rumahnya. Apabila mereka diarahkan untuk mencintai buku dan ilmu, niscaya banyak kebermanfaatan dan kebaikan yang dapat diukirnya selalu. Ini jugalah yang membuat wanita memiliki peran besar dalam tumbuh kembang dan kecerdasan literasi anak-anaknya. Seharusnya tak ada yang membatasi, sebab siapapun dirimu, jika benar-benar mencintai ilmu, niscaya nilai itu akan selalu kita tanamkan.
“Sebab akhlaq itu adalah sesuatu yang kita tanam, dan semua bermula dari pengajaran.”
Faktor penunjang selanjutnya adalah perpustakaan. Untuk meningkatkan minat baca, tentunya perpustakaan berperan penting sebagai sarana utama. Di Inggris sendiri, perpustakaan besar sekali dan tertata dengan sangat rapi. Koleksinya beragam dan mencakup hampir seluruh ilmu pengetahuan.
Kak Dewi juga membahas literasi dari kacamata Islam. Islam sendiri memosisikan ilmu sebagai sesuatu yang besar.
“Betapa Islam sejak mula menempatkan akal dalam posisinya yang paling nyaman. Ia tidak dikungkung oleh belenggu otoritas, tetapi ia berjalan dalam ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Ia berkelana, menjelajah penjuru bumi, memasuki tubuh manusia, mengintip aktivitas sel-sel, lalu mengangkasa, mengamati cuaca, terus ke antariksa memuaskan rasa ingin tahu, lalu mendarat lagi, berbagi untuk memudahkan kehidupan insani.”
Hingga Allah berfirman tidak mungkin sama antara orang-orang yang memiliki ilmu dengan yang tidak. Hingga ia masuk ke dalam salah satu iri yang dibolehkan.
“...katakanlah: Apakah dapat disamakan orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui...” (Q.S. Az-Zumar: 9).
“Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Tidak boleh menginginkan kepunyaan orang lain melainkan dua macan. Orang yang diberi oleh Allah kekayaan, maka dipergunakan untuk membela haq kebenaran, dan orang yang diberi oleh Allah ilmu pengetahuan, maka diajarkan kepada semua orang.” (H.R. Bukhori-Muslim)
Lalu, dimanakah peran wanita terhadap literasi ini?
Di tangan ibu, letak peradaban generasi berada. Entah pengajaran baik atau yang buruk. Wajarlah jika Presiden dari Universitas Hardvard mengatakan nahwa mendidik wanita adalah sesuatu yang cerdas. Karena di tangan wanitalah perubahan itu dimulai.
“We educate women because it is smart. We educate women because it changes the world.” (Drew Fraust)
Sang ibulah yang menghabiskan waktu lebih banyak dengan anak-anaknya. Mendidiknya dengan cinta, menemani tumbuh kembangnya. Maka, mau menjadi ibu bekerja atau ibu rumah tangga, pendidikan tinggi haruslah kita punyai.
“Menjadi istri yang taat dan ibu peradaban adalah tumpuan dasar yang tidak bisa ditawar. Itulah kewajiban yang harus tertunaikan. Jika dalam perjalanannya, sang wanita mampu menambah peran untuk terus menuntut ilmu dan berkarya serta bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya, tentulah ia mendapat bonus pahala dan kedudukan yang lebih tinggi di sisi Tuhannya. Percayalah, bahwa peranmu menjadi istri dan ibu, juga dengan peranmu sebagai pembangun peradaban masyarakat di sekitarmu, bukanlah hal yang saling bertentangan. Kehadiran keduanya adalah hal yang saling menguatkan."
Kak Dewi berpesan bahwa menjadi ibu tidak pernah menghalangimu. Di telapak tanganmu, peradaban generasi itu bertumpu. Setiap cita-cita akan terwujud apabila diperkuat dengan iman, dilengkapi dengan keikhlasan yang mendalam, ditambah dengan semangat yang berkobar-kobar serta perencanaan yang rapi untuk beramal dan berkorban dalam melaksanakannya. Peran wanita untuk membangun peradaban bangsa begitu besar. Maksimalkanlah potensi kita dengan menjadi wanita yang memiliki literasi yang baik dan bisa memberikan manfaat untuk sesama. Jika kita percaya bahwa kita bisa, niscaya akan ada banyak kemudahan yang mengiringi perjalanannya.
“You have to have really wide reading habits and pay attention to the news and just everything that’s going on in the world: you need to. If you get this right, then the writing is a piece of cake.” (Terry Pratchett).
***
Semoga, pemaparan mengenai literasi oleh Kak Dewi ini membuat semangat kita untuk berbudaya literasi semakin berkobar. Wanita, persiapkanlah dirimu untuk menjadi kunci peradaban. Salam literasi!
Bandung, Juli 2017
Mumtaziahana
2 notes · View notes
sanbasblog · 5 years
Text
*NADIEM DAN DISRUPSI PENDIDIKAN KITA*
_Yuswohady_
*Prof. Clayton Christensen, pencipta teori disrupsi*, pada tahun 2014 memberikan prediksi yang membuat dunia tercengang: *“50% dari seluruh universitas di AS akan bangkrut dalam 10-15 tahun ke depan.”* Penyebabnya, karena *universitas-universitas itu terdisrupsi oleh beragam terobosan inovasi seperti online learning dan MOOCs (Massive Online Open Courses).*
Prof. Christensen bukan satu-satunya yang bicara betapa mencemaskannya gonjang-ganjing disrupsi yang menerpa dunia pendidikan kita:
65% anak-anak kita yang kini memulai sekolah nantinya bakal mendapatkan pekerjaan-pekerjaan yang saat ini belum ada.
*75 juta (42%) pekerjaan manusia akan digantikan oleh robot dan artificial intelligence pada tahun 2022* (World Economic Forum, 2018).
*60% universitas di seluruh dunia akan menggunakan teknologi virtual reality (VR) pada tahun 2021* untuk menghasilkan lingkungan pembelajaran yang imersif (Gartner, 2018).
Peringatan pakar dan lembaga think tank global tersebut menjadi *wake-up call bagi stakeholders pendidikan kita*. Bahwa kalau dunia pendidikan dikelola dengan cara-cara yang *BAU (business as usual)* pada akhirnya akan menjadi obsolet, tak relevan, dan akhirnya melapuk.
Celakanya, *pendidikan adalah salah-satu institusi yang dikenal paling sulit berubah menghadapi terpaan disrupsi.* Tak heran, jika kondisi dan metode pembelajaran hari ini tak jauh berbeda dengan kondisi seabad yang lampau.
Menjadi sangat *mencemaskan ketika kita menghadapi kenyataan bahwa dunia pendidikan kita diterpa tiga gelombang disrupsi* yang membuat sistem yang bertahun-tahun dibangun menjadi usang dan tidak relevan lagi.
*_Disrupsi Milenial_*
Dari sisi anak didik, disrupsi datang dari *kaum milenial (dan neo-milenial atau generasi Z)* yang perilaku belajarnya berbeda sama sekali dengan generasi sebelumnya. *Perubahan perilaku ini menuntut perubahan radikal* dalam pendekatan pendidikan kita.
Anak didik milenial adalah *generasi yang highly-mobile, apps-dependent, dan selalu terhubung secara online* (“always connected”). Mereka begitu cepat menerima dan berbagi informasi melalui jejaring sosial. Mereka adalah *self-learner yang selalu mencari sendiri pengetahuan yang mereka butuhkan melalui YouTube atau Khan Academy.* Mereka menolak digurui.
Mereka adalah *generasi yang sangat melek visual* (visually-literate), oleh karena itu lebih menyukai belajar secara visual (melalui video di YouTube, online games, bahkan menggunakan augmented reality) ketimbang melalui teks (membaca buku) atau mendengar ceramah guru di kelas.
Mereka juga *sangat melek data* (data-literate) sehingga piawai berselancar di Google mengulik, memproses, mengurasi, dan menganalisis informasi ketimbang pasif berkubang di perpustakaan. Itu *dilakukan dengan super-cepat melalui 3M: multi-media, multi-platform, dan multi-tasking.*
Dan mereka lebih nyaman belajar secara *kolaboratif di dalam proyek riil atau pendekatan peer-to-peer melalui komunitas atau jejaring sosial (menggunakan social learning platform)*. Bagi mereka peers lebih kredibel ketimbang guru. Dan ingat, mereka *lebih suka menggunakan interactive gaming (gamifikasi)* untuk belajar, ketimbang suntuk mengerjakan PR.
_*Disrupsi Teknologi*_
Teknologi pendidikan juga telah berkembang secara eksponensial sehingga berpotensi mendisrupsi sekolah tradisional.
Berbagai *inovasi disrupsi di sektor pendidikan seperti MOOC, open educational resources (OER), situs tutorial online* seperti RuangGuru atau Khan Academy, social learning platform, personalized/customized learning, professional learning network (PLN), hingga massively multi-player online (MMO) learning games kini sedang antri untuk mencapai titik critical mass. Begitu itu terjadi, kita akan mendapatkan *pendekatan pembelajaran baru yang lebih terbuka, kolaboratif, personal, ekperensial, dan sosial.*
Dengan beragam inovasi tersebut barangkali *ruang kelas kurang diperlukan lagi*. *Guru* akan berubah peran secara drastis *sebagai mentor, motivator, dan model*. Dan yang jelas akan tersedia begitu banyak learning channel dan sekolah tak lagi bisa memonopoli proses pembelajaran.
Sebagai wahana pembelajaran, *sekolah tradisional akan tergeser dari posisi “core” menjadi “peripheral”*. Proses pembelajaran *tak melulu di kelas tapi bisa dilakukan anytime, anywhere, any platform/device*. Guru juga tak hanya yang ada di kelas tapi *bisa dari manapun termasuk “guru” yang diperankan oleh AI atau AR/VR.*
*_Disrupsi Kompetensi Teknologi 4.0_* menghasilkan *kompetensi (skill-set) baru* sekaligus mendisrupsi kompetensi lama yang tak relevan lagi karena *tergantikan oleh robot dan AI*. Tak hanya pekerjaan-pekerjaan yang bersifat repetitif, pekerjaan-pekerjaan analitis dari beragam profesi seperti *dokter, pengacara, analis keuangan, konsultan pajak, wartawan, akuntan, hingga penerjemah.*
“The fourth industrial revolution seems to be creating fewer jobs in new industries than previous revolutions,” ujar Klaus Schwab pendiri World Economic Forum dan penulis The Fourth Industrial Revolutions (2016).
Dengan kemajuan *teknologi machine learning, AI, big data analytics, IoT, AR/VR, hingga 3D printing,* maka pekerjaan akan bergeser dari *manual occupations dan routine/repetitive jobs ke cognitive/creative jobs*. Dan nantinya kesuksesan ditentukan oleh *kemampuan kolaborasi “human+robot”.*
Itu dari sisi hard skill.
Untuk *soft skill,* Tony Wagner (2008) merumuskan *“Seven Survival Skills for 21st Century”* yaitu: critical thinking and probelm solving; collaboration across network; agility and adaptability; Initiative and entrepreneurship; Accessing and analysing information; effective communication; curiosity and imagination.
Celakanya, *tujuh skill-set itu minim diajarkan di sekolah-sekolah kita saat ini.* Karena itu sekolah-sekolah kita *harus* meredefinisi kurikulumnya dengan *mengakomodasi skill-set baru* tersebut.
*_Nadiem_*
Tiga disrupsi di atas membutuhkan terobosan kreatif dan pendekatan baru yang tidak BAU. Paradigma baru yang melahirkan tiga disrupsi tersebut membutuhkan pendekatan baru yang fresh dan bervisi jauh ke depan.
Pendekatan lama dari orang-orang lama yang puritan dan resisten hanya akan membuat ekosistem pendidikan kita kian terpuruk dan melapuk.
*Dunia pendidikan kita membutuhkan sosok muda (milenial) yang memiliki default pemikiran yang fit dengan logika zaman baru yang akan kita masuki.* Dalam konteks inilah pengangkatan *Nadiem Makarim sebagai Mendikbud menemukan substansi dan urgensinya.*
*Dunia pendidikan yang terimbas gelombang besar disrupsi membutuhkan pemimpin disruptif (disruptive leader) yang mumpuni.* Dan seperti telah dibuktikannya di Go-Jek yang menghadapi challenges yang sama, peran ini seharusnya *mampu dimainkan oleh seorang Nadiem. Setidaknya dalam setahun kepemimpinannya,* Nadiem *harus* melakukan tiga terobosan kunci.
_*Pertama*_,
ia harus bisa menemukan *“end destination”* yang menunjukkan ke *arah* mana sektor pendidikan kita akan dibawa di tengah pusaran disrupsi. Persis seperti ketika ia mampu menavigasi Go-Jek menjadi mega-platform dengan multi-layanan.
*_Kedua,_*
ia *harus* bisa *menanggalkan* (unlearn) paradigma lama Kementerian dan *melumerkan* (unfreeze) budaya kerja lama yang terlanjur mengeras puluhan tahun agar lincah bertransformasi. Ini adalah pekerjaan tersulit di tengah birokrasi Kementerian yang terlanjur gemuk, lambat, kronis.
*Ketiga*,
dengan *cepat menghasilkan creative solution* untuk memecahkan persoalan-persoalan kekinian pendidikan kita. Kita menunggu terobosan-terobosannya di Go-Jek dengan segudang cretive solution dari Go-Ride, Go-Car, Go-Send, Go-Food, hingga Go-Pay bisa terulang untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan kita.
_Banyak tantangan lama pembangunan pendidikan yang telah bertahun-tahun tak kunjung bisa dituntaskan_ seperti: pemerataan pendidikan di seluruh pelosok Nusantara, tingginya angka putus sekolah, kesenjangan dunia pendidikan dan dunia kerja, hingga yang paling “jadul” pemberantasan buta huruf di pedesaan.
Namun jangan lupa, tantangan pendidikan ke depan seperti saya gambarkan dengan tiga gelombang disrupsi di atas tak kalah urgennya untuk disolusikan. *Gagal paham dan kekeliruan dalam merespons tantangan pendidikan masa depan akan dibayar mahal oleh bangsa ini:* alih-alih menjadi negara maju, *Indonesia justru bakal terjebak ke dalam “middle-income trap”* bahkan tergelincir kembali menjadi negara miskin.
Dan rupanya *Jokowi jeli melihat persoalan pendidikan kita dari perspektif tantangan masa depan*… dengan mengangkat Nadiem.
Sumber : Sindonews
0 notes