Tumgik
sriwningsiih-blog · 7 years
Text
Darwis Tere Liye bilang tentang Acara Pernikahan
*kalau kita akan menikah (repost utk ke-3 atau ke-4 kalinya, silahkan di share, repots, copas jika bermanfaat) maka demikian, saran dr sy: … 1. tdk usah buat kartu undangan muahal2, sy tahu, ini urusan sekali seumur hidup, mau yg spesial, mewah, tp buat apa? sebagian besar kartu undangan itu berakhir di kotak sampah. kecuali kalau ditulis di kartu undangannya: ‘please, harga kartu undangan ini rp 20.000/buah, jd angpao hadiah pernikahannya minimal 10x dr itu. jadi buatlah yg elegan tp sederhana. berkelas tp murah meriah. well, tips detail soal ini, tanya sama pak tukang bikin undangan. di jakarta, di dekat tebet sana, ada pasar yg penuh ratusan loket bikin kartu undangan, tinggal pilih. … 2. tdk usah pakai musik2 yg aneh2. sy tahu, undangan nanti bengong kalau tdk ada hiburan. hanya saja, terserah, apakah mau lbh ramai dihadiri penghuni langit atau penghuni bumi? musik gamelan, boleh. tradisional boleh. nasyid yg simpel boleh (karena ada juga nasyid yg kencang2, mengganggu). lagu jazz juga boleh. tp jangan pernah dangdutan, organ tunggal dgn penyanyi2 seksi–ada juga jazz dgn penyanyi berpakaian tak sopan. musik arab? jelas tdk boleh kalau pakai penari perut. ngerti kan? arab tdk otomatis islami. … 3. tdk usah pakai foto pre-wedding segala. tdk usah deh. nanti sj, foto post-wedding. sebenarnya buat apa sih foto pre-wedding? sy coba buka kamus tebal, melongok buku2, website, tdk ada alasan kokoh kenapa foto pre-wed harus ada. buat kenangan? hehe, ini argumen lucu sekali–terserah deh kalau ada yg tdk ketawa dan tetap ngotot pre-wed. … 4. pawang hujan. aduh, celaka urusan. seperti tdk punya Tuhan. di hari pernikahan yg mengharap berkah, kita malah menugaskan orang komat-kamit baca mantera mengusir hujan–biar undangan bisa datang kinclong gitu. bagus betul. jika kita membenci hujan, maka kita membenci kitab suci–cek ayat2nya dlm kitab suci. ingatkan seluruh keluarga, jangan pernah pakai pawang hujan. ini juga termasuk berharap berkah dengan tanggal2 tertentu, takut menikah di tanggal lain karena nanti celaka, kramat, dsbgnya. … 5. menyebut2 kebanggaan, gelar, peristiwa dll dalam prosesi pernikahan. ada saja pernikahan yg menghabiskan 10 menit utk membacakan CV pengantin. sy pikir tdk perlu, karena itu tdk ada relevansinya dgn akan selanggeng apa pernikahan kita. … 6. tentu sj, jangan bermewah2. sy tahu, pernikahan itu milik keluarga. ada keinginan orang tua, ada ambisi orang tua. tp berusahalah utk di-rem. karena eh karena, yg paling penting dr sebuah pernikahan adalah pengharapan. apa itu pengharapan? doa. doa2 yg dipanjatkan. ketika doa itu berpilin ke atas, menyatu, maka semoga berbuah keluarga yg baik2, keturunan yg baik2. … 7. terakhir, bukankah kita sepakat bahwa pernikahan itu adalah eh adalah ritual suci? penuh khidmat? maka pastikan, jangan sampai ya, amit2, gara2 resepsi kita jadi meninggalkan shalat, diburu2, dijama’ qashar pula. nah, silahkan. mau dituruti atau tdk sarannya. bebas. namanya juga saran.
2K notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Text
Bersabarlah wahai hati 😇😊
4 notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Text
uneg-uneg tentang selfie
Introvert adalah pribadi yang hidup dalam pikiran. Setiap hari berkontemplasi. Setiap hari berasumsi. Ada yang perlu kita waspadai. Bahwa seorang introvert itu sangat rawan terjebak dalam asumsi dan kacamata berpikirnya sendiri.
ini gue rasain banget ketika ada begitu banyak orang menulis tentang ‘keharaman’ selfie bagi wanita. Gue sebenernya bukan orang yang ngedukung wanita untuk berbondong-bondong selfie. Setiap orang harus punya rasa malu. Wanita harus menjaga dirinya dengan tidak membuka aurat, dan laki-laki harus menjaga dirinya dengan menundukkan pandang plus tidak banyak mengumbar kata mesra yang mengandung fitnah. Tapi dibalik semua kewajiban itu, hukum selfie tetap mubah. Nggak bergeser menjadi haram.
Pentingnya apa memahami bahwa selfie itu mubah?
agar kita lebih punya hati dalam memperingatkan para muslimah yang banyak memasang foto di sosial media. Biar kita nggak dengan kasar menggunakan logika bahwa selfie = tabarruj, tabarruj = dosa, dan yang dosa itu haram dilakukan jadi selfie itu haram. Tidak semua selfie termasuk tabarruj. Jika ia dilakukan sesuai adab serta dengan frekuensi yang sesuai ukuran, semua orang diizinkan untuk melakukannya. Wajah itu pada dasarnya cuma identitas. Jika di instagram kita ada satu dua foto, itu nggak masalah. 
Jangan semua dibawa ke arah tabarruj. Tabarruj itu bermakna dengan sengaja untuk membuka sesuatu yang seharusnya di sembunyikan. Sementara nggak semua orang memasang foto dengan niat ‘sekedar untuk menampakkan diri’. Gue mungkin keseringan memakai sudut pandang introvert yang melakukan hampir semua hal dengan menata niat terlebih dahulu. Berbeda dengan orang ekstrovert yang kadang melakukan sesuatu ya sekedar ngelakuin aja. Tanpa ada niat apapun. Buat lucu-lucuan doang.
Jangan dipahami kalau gue mendikotomi manusia cuma jadi dua jenis. Introvert sama ekstrovert doang. Manusia itu banyak. Sudut pandangnya juga amat sangat banyak sekali. Dimana masing-masing sudut pandang jauh banget bedanya. Jadi nggak semua orang itu melakukan sesuatu dengan dasar atau niat seperti yang kita pikirkan.
Intinya, nggak semua wanita itu memasang foto demi mencari perhatian. Kalau toh frekuensinya terlalu banyak, kita bisa ngingetin dengan bahasa yang santun. Bukan hanya dengan nada yang lembut tapi ujung-ujungnya dijudge tabarruj.
Wanita menutup auratnya itu lillah. Bukan sekedar untuk menjaga diri dari mata yang jelalatan. Laki-laki menjaga pandang pun mestinya juga lillah. 
Menutup aurat dan menjaga pandang adalah urusan dan tanggung jawab masing-masing. Nggak ada ceritanya laki-laki jadi punya hak buat nyalahin wanita karena kegagalannya menjaga pandang. Dan nggak ada ceritanya wanita jadi bebas dari kewajiban menutup aurat ketika semua laki-laki lulus dari ujian menjaga pandang.
inget guyonan dua orang teman:
“Eh itu instagram penuh banget sama selfie nggak apa-apa?“
“Emang kenapa. Kan mubah?“
“Yaa nggak apa-apa sih. Cuman lucu aja. Tiap ngelihat newsfeed yang muncul, muka kamu semua. Berasa lagi jalan di dunia nyata terus ngelihat pohon, eh ada foto kamu. Ngelihat gedung, ada foto kamu lagi. Ngelihat menu makanan itu lho, ada foto kamu juga. Berasa kamu tuh jadi duta segala macam produk ~XD. Overdosis akunya“
si teman langsung ketawa. Esoknya, ada banyak foto yang dihapus. 
Setiap orang punya bahasa masing-masing dalam mengingatkan. Hanya saja, nggak semua hal bisa dikaitkan dengan tabarruj seolah menjadi wanita itu kerasa susah. Gerak dikit aja salah. Gerak dikit aja disangka cari perhatian. Endingnya pemahaman tentang tabarruj menjadi berlebihan. Padahal semua yang dipahami secara berlebihan itu tidak baik. 
Wanita memang harus belajar tentang rasa malu dan tentang definisi tabarruj. Tapi biarkan mereka belajar secara utuh lewat kata-kata yang baik. Bukan lewat nasihat judgemental di muka umum yang menuduh mereka berbuat yang tidak-tidak. Padahal selfie itu mubah.
Selfie berpotensi ke arah tabarruj seperti potensi pisau yang bisa dijadikan alat untuk membunuh. Tapi nggak semua selfie itu tabarruj, sama halnya kayak pisau yang nggak semuanya dipakai untuk membunuh.
Silahkan menampakkan diri kita secukupnya saja. Sebatas orang tahu bahwa akun kita tidak anonim. Sebab di era ketika banyak orang tidak bertanggung jawab berpendapat secara anonim, memperlihatkan identitas ketika beropini adalah bentuk tanggung jawab.
Jikapun kamu memilih untuk tidak menampakkan diri sama-sekali, itu hak masing-masing. Setiap orang bisa menggunakan kacamata yang berbeda. Menjaga diri dari fitnah itu amat baik. Tapi memaksa semua orang menggunakan kacamata yang sama sehingga yang pasang satu dua foto dituduh nggak mau menjaga diri, kita perlu memeriksa hati kita masing-masing.
Biarkan para akhwat belajar tentang kehati-hatian dengan prosesnya masing-masing. Yang mubah biarlah tetap menjadi mubah. Kalaupun kita mengurangi frekuensi untuk melakukan yang mubah, semoga semuanya dilakukan atas dasar yang benar.
seperti kita yang berkomitmen mengurangi makanan berlemak yang meskipun itu nggak haram, tapi lebih baik dihindari karena nggak baik untuk kesehatan jantung.
seperti kita yang berkomitmen untuk mengurangi makanan pedas yang meskipun itu enak, tapi nggak bisa dimakan banyak-banyak karena bisa membuat perut kita sakit dan mengurangi produktifitas.
mengurangi frekuensi selfie harus dimaknai demikian. agar kita bisa lebih santun lagi dalam menasihati dan tidak serampangan menebak niat orang.
Wallahu a’lamu wal musta’an,
592 notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Quote
Wahai hati, Melembutlah 😊
1 note · View note
sriwningsiih-blog · 7 years
Text
MALU ya akhwat
Serius nanya:
Memangnya Muzzamil dan Fatih kenapa ya? Kok berseliweran banyak hastag dan komen “hari patah hati akhwat”, “patah hati akhwat nasional”, “adek patah hati bang”, dan tidak lupa pula disertai pict lope-lope retak.
Saya yang tidak mengerti saat itu hanya bisa membatin, hari ini hari apa? kenapa banyak akhwat yang patah hati? Syaikh siapa yang meninggal sampai-sampai para akhwat patah hati dan bersedih seperti itu.?
Saat itu saya yang menumpang wifi gratis seorang teman tidak sengaja nyeletuk dan bertanya kepadanya. Dengan asumsi saya akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan saya. Dan benar, saya mendapatkan sebuah jawaban atas pertanyaan saya.
Awalnya saya bahagia, karena yang saya dengar bukanlah kabar duka melainkan sebuah kabar bahagia dari seorang ikhwan yang akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat ini.
Tetapi, ketika teman saya menjelaskan dengan rinci dan dengan muka sedih. Lengkap pula menjelaskan perihal hastag ataupun komen yang sedang terjadi. Entah kenapa ada perasaan sedih pula ketika saya mendengarnya. Bukan karna ia (si ikhwan itu) yang akan menikah, namun lebih kepada seperti inikah kondisi para akhwat hari ini?
Saya yakin, barangkali si ikhwan tersebut juga tidak akan senang melihat kondisi ummat sekarang ini terutama kaum akhwat yang berbondong-bondong komen bahkan memviralkan hastag patah hati akhwat nasional. Tapi dia sendiri juga tidak bisa berbuat banyak. Bahkan hal itu tidak akan merubah niat baik ikhwan tersebut untuk mengurungkan niat baiknya.
“Sifat dasar seorang wanita adalah rasa malu, bahkan dengan sesama mereka.” (Asy Syaikh ‘Abdur Razzaq al ‘Abbad)
Sifat dasar wanita itu adalah rasa malu, bahkan dengan sesama mereka (wanita). Lantas sudah hilangkah rasa malu itu untuk saat ini? Sehingga heboh kejadian seperti itu. Berseliweran komenbdan hastag, yang mana komen tersebut bisa dibaca bahkan bukan seorang wanita.
Dimana rasa malu itu ya akhwat? Jika hal itu di rasa adalah satu bentuk untuk guyon, atau lelucon. Sungguh, itu bukan lelucon yang lucu. Sebab, kalian membawa istilah akhwat dalam hastag tersebut.
Ingatlah, ada akhwat selain kalian yang begitu menjaga Iffah dan Izzahnya sebagai seorang muslimah. Maka, tolonglah untuk menjaga kehormatan mereka disebabkan karena kalian adalah seorang wanita jua.
Jika pada akhirnya hanya sebuah guyonan. Maka, tolonglah jangan membawa istilah akhwat dalam ranah tersebut. Pakai istilah yang lain, yang kalian bisa memikirkan hal itu. Kasihan akhwat yang tidak ikutan begituan. Kasihan mereka harus terkena imbasnya.
Dulu, panggilan akhwat itu adalah panggilan bagi mereka para wanita yang paham perihal agama, begitu menjaga Iffah dan Izzah mereka, menghindari keramaian dan kerumunan hanya karna tidak ingin menjadi sorotan.
Mereka, para akhwat adalah mereka yang selalu bisa ditemukan dirumah mereka. Lisan mereka basah karena hafalan yang mereka muroja'ah, dzikir yang mereka rutinkan dan bacaan Al-Qur'an yang mereka baca dengan tartil. Yang mereka tahu hanya rumah, kampus, tempat mereka bekerja dan juga masjid.
Mereka akan berhati-hati hatta itu berbicara dengan laki-laki yang bukan mahram mereka. Mereka lebih banyak diam sebab takutnya suara mereka menjadi fitnah.
Saya selalu dibuat kagum dengan mereka. Mereka bak oase di gurun yang tandus. Wajah mereka meneduhkan. Lisan mereka selalu keluar nasihat-nasihat kebaikan.
Dan kini saya bertanya, sudah berubahkah itu semua dengan seiringnya zaman yang juga ikut berubah?
Tolong, siapapun. Bijaklah menggunakan media sosial. Jangan mudah membawa sebuah istilah hanya karena buat lucu-lucuan.
Kembalilah pada prinsip pertama ketika kita memutuskan untuk hijrah dan berubah. Bukankah semuanya karna Allah? Jika semua karna Allah, maka hal ini tidaklah akan menjadi viral. Sebab kita sudah mengetahui hakikat berubah karna-Nya.
Mulai sekarang, belajar lebih sholihat yuk akhwat. Saya yakin, ketika dimasa yang akan datang suami kalian tahu bahwa kalian pernah sampai berdarah-darah hatinya hanya karna ikhwan itu akan menikah dengan akhwat yang bukan kalian. Maka ia akan bersedih dan kecewa mendapati istri yang dicintainya karna Allah pernah patah hanya karna mengetahui ikhwan tersebut akan menikah.
Mulai sekarang, belajar lebih sholihat yuk akhwat. Untuk lebih bisa menjaga Iffah dan Izzah sebagai seorang muslimah.
Ingatlah, dulu para sahabiyah tidak pernah sehisteris dan seheboh ini ketika mereka tahu bahwa Rasulullah manusia terbaik akan menikah dengan ummul mu'minin.
Lantas, jika saat ini kita bersikap seperti ini. Teladan siapa yang kita contoh, ya akhwat?
Mulai sekarang, belajar lebih sholihat lagi yuk akhwat. Kalian membawa nama akhwat. Berat loh nama itu. Maka jadilah sebaik-baik muslimah ya..
Sudah, disudahi. Jangan di viralkan lagi. Jangan larut dalam kesedihan lagi. Masih banyak pekerjaan akhwat yang belum terselesaikan. Baca Al-Qur'an rutin, hafalan ayat, sirah sahabat yang belum tuntas, cuci piring, cuci baju, angkat jemuran, nyetrika, masak, benerin genteng*eh..
Mulai sekarang, belajar lebih sholihat yuk akhwat. Tersebab kalian berharga bahkan melebihi berlian sekalipun. Maka sudah waktunya kembali kemajelis ilmu, belajar lebih serius dan giat. Ingat! Kalian adalah madrasah pertama untuk anak-anak kalian kelak. Pendidik terbaik untuk mereka (anak-anak kalian)
Mulai sekarang, belajar lebih sholihat yuk akhwat. Jangan latah. Jangan ikut kekinian perihal hastag hastag gak jelas itu.. Sudah ya akhwat. Sudah. Mari berjalan lebih istiqomah lagi di jalan yang telah kalian pilih. Semoga Allah selalu meridhai langkah kalian yang diniatkan karna-Nya..
Sesiapapun yang menikah pada hari ini, “Barakallahu laka wa baraka ‘alaik, wa jama'a bainakuma fi khair.”
Ukhtukum fillah || 07.07.17 || 11.55 ©andromeda nisa’
390 notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Quote
ada orang-orang baik yang ngebuat kita mengingat dia setiap kali ada kebaikan di sekitar kita
sering banget rasanya pas lihat orang murojaah hafalan di manarul terus tiba-tiba ingat temen yang biasanya murojaah hafalan ngadep tiang. Terus lama-lama senderan dan akhirnya tiduran 😂
pas ngelihat orang donor darah tiba-tiba keinget temen yang komitmen jaga kesehatan dan olahraga biar bisa donor darah rutin.
pas ada mukena kotor di musholla tiba-tiba keinget temen yang langsung ambil mukena tadi buat di laundry.
kadang memang amal-amal baik itu butuh ditampakkan. Buat ngasih contoh dan seolah-olah sambil berbisik
“ntar kalo gue ga ada, lo lanjutin kerjaan gue ya. Biar gue tetep dapet pahala jariyah”
mungkin suatu saat, cara kita menyalurkan rindu bukanlah sekedar lewat doa. Tapi juga dengan mengcopy paste kebaikan-kebaikan orang yang kita rindukan. Agar dia tetap mendapat pahala jariyah atas kebaikan-kebaikan yang dia ajarkan ke kita
(via deamahfudz)
407 notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Text
MALU ya akhwat
Serius nanya:
Memangnya Muzzamil dan Fatih kenapa ya? Kok berseliweran banyak hastag dan komen “hari patah hati akhwat”, “patah hati akhwat nasional”, “adek patah hati bang”, dan tidak lupa pula disertai pict lope-lope retak.
Saya yang tidak mengerti saat itu hanya bisa membatin, hari ini hari apa? kenapa banyak akhwat yang patah hati? Syaikh siapa yang meninggal sampai-sampai para akhwat patah hati dan bersedih seperti itu.?
Saat itu saya yang menumpang wifi gratis seorang teman tidak sengaja nyeletuk dan bertanya kepadanya. Dengan asumsi saya akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan saya. Dan benar, saya mendapatkan sebuah jawaban atas pertanyaan saya.
Awalnya saya bahagia, karena yang saya dengar bukanlah kabar duka melainkan sebuah kabar bahagia dari seorang ikhwan yang akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat ini.
Tetapi, ketika teman saya menjelaskan dengan rinci dan dengan muka sedih. Lengkap pula menjelaskan perihal hastag ataupun komen yang sedang terjadi. Entah kenapa ada perasaan sedih pula ketika saya mendengarnya. Bukan karna ia (si ikhwan itu) yang akan menikah, namun lebih kepada seperti inikah kondisi para akhwat hari ini?
Saya yakin, barangkali si ikhwan tersebut juga tidak akan senang melihat kondisi ummat sekarang ini terutama kaum akhwat yang berbondong-bondong komen bahkan memviralkan hastag patah hati akhwat nasional. Tapi dia sendiri juga tidak bisa berbuat banyak. Bahkan hal itu tidak akan merubah niat baik ikhwan tersebut untuk mengurungkan niat baiknya.
“Sifat dasar seorang wanita adalah rasa malu, bahkan dengan sesama mereka.” (Asy Syaikh ‘Abdur Razzaq al ‘Abbad)
Sifat dasar wanita itu adalah rasa malu, bahkan dengan sesama mereka (wanita). Lantas sudah hilangkah rasa malu itu untuk saat ini? Sehingga heboh kejadian seperti itu. Berseliweran komenbdan hastag, yang mana komen tersebut bisa dibaca bahkan bukan seorang wanita.
Dimana rasa malu itu ya akhwat? Jika hal itu di rasa adalah satu bentuk untuk guyon, atau lelucon. Sungguh, itu bukan lelucon yang lucu. Sebab, kalian membawa istilah akhwat dalam hastag tersebut.
Ingatlah, ada akhwat selain kalian yang begitu menjaga Iffah dan Izzahnya sebagai seorang muslimah. Maka, tolonglah untuk menjaga kehormatan mereka disebabkan karena kalian adalah seorang wanita jua.
Jika pada akhirnya hanya sebuah guyonan. Maka, tolonglah jangan membawa istilah akhwat dalam ranah tersebut. Pakai istilah yang lain, yang kalian bisa memikirkan hal itu. Kasihan akhwat yang tidak ikutan begituan. Kasihan mereka harus terkena imbasnya.
Dulu, panggilan akhwat itu adalah panggilan bagi mereka para wanita yang paham perihal agama, begitu menjaga Iffah dan Izzah mereka, menghindari keramaian dan kerumunan hanya karna tidak ingin menjadi sorotan.
Mereka, para akhwat adalah mereka yang selalu bisa ditemukan dirumah mereka. Lisan mereka basah karena hafalan yang mereka muroja'ah, dzikir yang mereka rutinkan dan bacaan Al-Qur'an yang mereka baca dengan tartil. Yang mereka tahu hanya rumah, kampus, tempat mereka bekerja dan juga masjid.
Mereka akan berhati-hati hatta itu berbicara dengan laki-laki yang bukan mahram mereka. Mereka lebih banyak diam sebab takutnya suara mereka menjadi fitnah.
Saya selalu dibuat kagum dengan mereka. Mereka bak oase di gurun yang tandus. Wajah mereka meneduhkan. Lisan mereka selalu keluar nasihat-nasihat kebaikan.
Dan kini saya bertanya, sudah berubahkah itu semua dengan seiringnya zaman yang juga ikut berubah?
Tolong, siapapun. Bijaklah menggunakan media sosial. Jangan mudah membawa sebuah istilah hanya karena buat lucu-lucuan.
Kembalilah pada prinsip pertama ketika kita memutuskan untuk hijrah dan berubah. Bukankah semuanya karna Allah? Jika semua karna Allah, maka hal ini tidaklah akan menjadi viral. Sebab kita sudah mengetahui hakikat berubah karna-Nya.
Mulai sekarang, belajar lebih sholihat yuk akhwat. Saya yakin, ketika dimasa yang akan datang suami kalian tahu bahwa kalian pernah sampai berdarah-darah hatinya hanya karna ikhwan itu akan menikah dengan akhwat yang bukan kalian. Maka ia akan bersedih dan kecewa mendapati istri yang dicintainya karna Allah pernah patah hanya karna mengetahui ikhwan tersebut akan menikah.
Mulai sekarang, belajar lebih sholihat yuk akhwat. Untuk lebih bisa menjaga Iffah dan Izzah sebagai seorang muslimah.
Ingatlah, dulu para sahabiyah tidak pernah sehisteris dan seheboh ini ketika mereka tahu bahwa Rasulullah manusia terbaik akan menikah dengan ummul mu'minin.
Lantas, jika saat ini kita bersikap seperti ini. Teladan siapa yang kita contoh, ya akhwat?
Mulai sekarang, belajar lebih sholihat lagi yuk akhwat. Kalian membawa nama akhwat. Berat loh nama itu. Maka jadilah sebaik-baik muslimah ya..
Sudah, disudahi. Jangan di viralkan lagi. Jangan larut dalam kesedihan lagi. Masih banyak pekerjaan akhwat yang belum terselesaikan. Baca Al-Qur'an rutin, hafalan ayat, sirah sahabat yang belum tuntas, cuci piring, cuci baju, angkat jemuran, nyetrika, masak, benerin genteng*eh..
Mulai sekarang, belajar lebih sholihat yuk akhwat. Tersebab kalian berharga bahkan melebihi berlian sekalipun. Maka sudah waktunya kembali kemajelis ilmu, belajar lebih serius dan giat. Ingat! Kalian adalah madrasah pertama untuk anak-anak kalian kelak. Pendidik terbaik untuk mereka (anak-anak kalian)
Mulai sekarang, belajar lebih sholihat yuk akhwat. Jangan latah. Jangan ikut kekinian perihal hastag hastag gak jelas itu.. Sudah ya akhwat. Sudah. Mari berjalan lebih istiqomah lagi di jalan yang telah kalian pilih. Semoga Allah selalu meridhai langkah kalian yang diniatkan karna-Nya..
Sesiapapun yang menikah pada hari ini, “Barakallahu laka wa baraka ‘alaik, wa jama'a bainakuma fi khair.”
Ukhtukum fillah || 07.07.17 || 11.55 ©andromeda nisa’
390 notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
"Taburkan Kebaikan di Mana Saja" Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya. (Q.s Fushshila[41] : 46) Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menaburkan kebaikan entah dengan tutur kata yang lembut, sikap dan perilaku yang santun, mendermakan harta dan lain sebagainya. Banyak kebaikan yang dapat kita taburkan, di mana pun kita berada, kepada siapa saja, dan dalam kondisi apa saja. Ingat dengan rumus 3M dari Aa Gym yaitu: mulailah dari diri sendiri, mulailah dari yang paling dekat, dan mulailah sekarang juga. Ingat yah, bahwa Muslimah yang gemar berbuat kebaikan ialah mereka yang berhati cantik. Kecantikan hati yang dimilikinya akan menambah elok kecantikan parasnya. Kehadirannya selalu dinanti, ketiadaannya selalu dirindu. Kunci semua itu adalah senantiasa mengingat janji Allah SWT dalam Al-Qur'an. By: Nunik Salastika & Fadlan Al-Ikhwani.
2 notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Quote
Kamu, Ada yang Kangen Ternyata, di jauh sana ada yang kangen sama kamu. Rindu kedatanganmu, sentuhanmu, derai air mata doa dan tasbih-tasbihmu yang melangit. Sayangnya kamu mungkin terlalu sibuk dengan hari-harimu yang keras. Padahal, jika kamu menyambut rindunya, hidupmu akan jauh lebih berwarna. Percaya. Kamu, Ada yang kangen Dia mungkin akan iri, kenapa dia ditelantarkan dari yang lain. Ketika kamu bangga bisa selfie di depan ka'bah nan gagah, atau bisa update story ketika kamu melihat kubah hijau Nabawi. Dia, jarang kau sebut, dan akhirnya turis-turis tak berpakaian yang mendatanginya, itupun sambil melafaz ayat talmud yang ia tak tahu maknanya apa. Padahal Rasulullah menyebutnya sedaftar sebagaimana beliau menyebut Al Haram dan Nabawi. Kamu, Dia menunggumu Dia ingin lagi kau datangi, kau peluk dengan mesra, kamu belai hamparan tanahnya dengan sujud khusyu, kamu tenangkan setiap dindingnya dengan ayat al isra. Setiap hari ia diraba tangan-tangan durjana, ia terlantar dan nyaris dibinasakan. Datanglah, atau paling tidak, kangenlah juga, padanya. “Kamu tahu anak yatim itu siapa?”, tanya Syaikh Raid Shalah pada umat Islam, “anak yatim itu adalah Al Aqsha, yang kamu lupakan ketika Masjidil Haram dan Masjid Nabawi ramai dikunjungi orang.” Kamu, iya kamu, ada yang kangen. Namanya Al Aqsha. Semoga suatu hari nanti kerinduannya kita obati, bershaf-shaf gagah sembari sembari bertakbir gempita.
@edgarhamas (via edgarhamas)
Kamu, ada yang kangen 🙁
543 notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Text
duuh.. lin, fav banget sih ini, si calon penulis bukuu 😂 aamiin. hhee
Instagram dan hati yang rapuh
Buka instagram, yang dilihat pertama kali foto teman yang lagi jalan-jalan ke luar negeri. Hati ngebatin, wuihhh enak yaa. Kapan gue ada kesempatan kayak gitu.
Scroll ke bawah, ada teman yang upload foto buka puasa di restoran mewah. Hati ngebatin, enak benerr… gue mah apadah. Cuma bisa buka pake gorengan, di rumah pula.
Tepat di bawahnya, postingan orang lagi selfie sama barang-barang branded-nya. Hati ngebatin lagi, ya Allah kapan aku punya satuuuu aja yang kayak gitu. Sekarang mau beli tas aja, yang sebelumnya harus rusak dulu. Hiksss… Udah ah lama-lama diliat cuma bisa bikin ngiri.
Jadi deh lanjut ngescroll. Taunya dibawah, orang yang sudah lama di-stalking-in posting foto lagi umroh sekeluargaan. Hatinya sih udah nggak ngebatin, tapi teman di sebelahnya diajak ngobrol. Nih coba lihat orang ini, hidupnya kayak gak ada susah-susahnya. Dia tuh, bla.. bla.. bla.. bla…
Ini hanya gambaran saja. Pertanyaannya, pernahkah kalian terbersit perasaan seperti itu?
Teman-teman saya menjawab pernah. Saya pun juga pernah. Minimal tersirat kata, “wah.. enak ya.” Entah itu ungkapan bahagia karena kita turut senang atas kebahagiaan yang diabadikannya atau ungkapan kekecewaan karena ‘itu’ bukan kita.
Kemudian saya berpikir, terkadang kita terlampau mengagumi kehidupan orang lain. Asik berkomentar dalam hati tentang betapa indahnya hidup mereka lalu lupa mensyukuri apa yang sudah kita miliki saat ini.
Ada hal sederhana yang mungkin kita lupakan. Bahwa kebahagiaan dan kesulitan itu SATU PAKET. Kita mungkin akan dengan mudah menjalani kebahagiaan yang orang lain punya. Tapi belum tentu kita sanggup menghadapi kesulitan yang menyertai kebahagiaannya. Kalau sekarang kita melihat hidupnya penuh suka cita, siapa yang tau dilubuk hatinya ia sedang bergumul dengan masalah. Menyembunyikan segala resah dan mencoba menghibur diri dengan satu-dua postingan momen indah yang pernah ia punya.
Kalau kata mbak Urfa, ada orang yang berbagi banyak hal yang membahagiakan semata-mata untuk menularkan kebahagiaan pada yang lainnya. Ada juga yang sedang menguatkan dirinya sendiri. Ada juga yang bermaksud mengingatkan dirinya sendiri. Dibalik itu, kenyataannya merekapun sama-sama berjuang. Sama-sama mengalami kesusahan. Sama-sama punya permasalahan hidup. Dan pasti sama-sama ngupil, cebok dan garuk-garuk juga.
Karena hidup tidak sesempurna feed instagram.
Sebagaimana kita yang tidak ingin memosting momen-momen menyedihkan, begitupun dengan mereka. Tidak satupun orang yang ingin dinilai berdasarkan luka yang ia punya. Jadi apa yang kita lihat saat ini tak lain hanyalah secuil penampakan dari kehidupannya yang tak nampak.
Ternyata, selama ini kita telah salah menentukan 'arena pertandingan’. Bukan disana tempat kita berlomba. Bukan disana tempat kita mengukur bahagia.
Media sosial bukanlah ukuran yang tepat untuk kita menghargai hidup kita yang luar biasa. Bukan ukuran yang tepat untuk kita menilai hidup orang lain yang hanya kita lihat permukaannya saja. Bukan juga tolak ukur untuk setiap perilaku kita. Yang berarti jika media sosial bilang A maka kita harus berpikir dan melakukan A.
Kita harus punya definisi -KEREN- berdasarkan versi kita sendiri. Definisi -BAHAGIA- menurut diri kita sendiri. Bukan mengukurnya berdasarkan apa yang orang lain punya dan apa yang tidak kita punya. Keren itu jika kita mampu menerima apa adanya kita dengan perasaan bahagia. Dan tidak menyulitkan diri atas nama trend, up to date, kekinian, dan kawan-kawannya.
Ini masih dalam lini media sosial bernama instagram. Lebih luas lagi, mungkin ini juga yang sebagian orang rasakan ketika melihat hidup orang lain. Entah itu saudara kita, keluarga, teman, kenalan atau bahkan orang yang belum pernah kita temui dan hanya tau namanya saja. Betapa seringnya kita terpesona dengan kehidupan mereka lalu mengukurnya dengan hidup kita.
Jika mereka bisa memotivasi kita untuk berbuat baik dan menjadi lebih baik, alhamdulillah. Berarti kita mampu mengambil pelajaran dari kisah hidup orang lain. Tapi jika itu membuat kita memupuk rasa iri, membuat kita jadi malas malasan karena hati terkotori rasa cemburu. Membuat kita mempertanyakan takdir Tuhan. Membuat kita merasa hidup ini berat dan Tuhan tidak adil. Disinilah pertanda hati kita mulai rapuh. Hati memang lemah, ia mudah dan rawan rapuh. Tapi itu karena kita telah melepaskan ikatan keimanan darinya dan membiarkannya ditunggangi syaitan.
Percayalah, apa yang kamu punya saat ini ya sebegitulah kadar yang mampu kamu tanggung. Tidak kurang, tidak lebih. Karena sejatinya, bukan hanya kesulitan yang merupakan ujian. Kesenangan, kekayaan, jabatan, itu juga merupakan ujian.
Jadi kalau menurut Allah sekarang kita mampunya hidup seperti ini, ya sudah dinikmati saja. Allah akan tambahkan nikmat jika kita hiasi diri dengan syukur. Karena Allah menambah nikmat pada hambanya bukan saat kita menuntut kenikmatan itu sendiri, tapi saat kita bersyukur.
Daripada mengejar penilaian manusia yang hanya bisa sepanjang jempolnya. ( Kenapa jempolnya? Karena apa yang bisa orang lain berikan atas postingan kita selain love dan komen yang ia ketik dengan jempolnya? ) setelah itu mereka tidak bisa menjanjikan dan memberikan apapun. Jadi mending kita kejar penilaian Allah. Karena jika kita berbuat baik, mengabadikan diri dalam potret ketaatan, dan menghiasi diri dengan akhlaqul karimah, Allah akan beri kita hadiah yang bahkan mungkin tak pernah kita sangka-sangka sebelumnya.
Dan belakangan saya menemukan cara elegan untuk mengatasi rasa iri. Jadi, saat kita kagum dengan hidup orang lain atau ingin merasakan kebahagiaan yang ia rasakan.
Bersedekahlah, lalu berdo'a: “Yaa Allah aku bersyukur dengan hidupku saat ini, namun jika aku boleh meminta, karuniakanlah aku hal yang sama seperti dia. Hadiahkan untukku di Surga seperti apa yang dia punya di dunia, bahkan lebih”.
Yaa… Mintalah kebahagiaan itu untuk akhirat kita. Apalagi yang lebih membahagiakan daripada itu. Karena apa yang Allah berikan di surga kelak itu lebih berharga dari dunia dan seisinya.
Jadi saat lihat teman posting foto pindahan ke rumah baru sementara kita masih bertahan di rumah warisan orang tua yang nyaris reot.
Bersedekahlah, lalu berdo'a: “Ya Allah jika nikmat rumah Indah belum pantas aku rasakan sekarang, tolong bangunkan rumah Indah untukku di surga nanti ya Allah”.
Kalau perlu kita utarakan juga ingin rumah yang seperti apa, berapa tingkat, bertetangga dengan siapa, halamannya seluas apa, ada pohon apa saja. Tidak apa-apa, minta dan jabarkan saja do'a kita. Seperti Urwah bin Zubair yang hidupnya bersenjatakan do'a. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia berdo'a dulu sama Allah baru berusaha. Bahkan ia berdo'a untuk hal sesederhana meminta garam. Jadi, jika untuk memenuhi kebutuhan saja kita harus berdo'a apalagi untuk memenuhi harapan? Selama itu bukan do'a yang mengandung dosa atau memutus silaturahmi, pasti akan Allah ijabah dari 1 diantara 3 bentuk pengijabahan Allah; entah itu disegerakan, disimpan dan diberikan di akhirat, atau Allah selamatkan dari musibah yang semisal dengan yang kita minta.
Clear yaa… Kalau nanti hatimu masih bertanya-tanya tentang apa yang orang lain punya dan kamu tidak. Tentang kenapa begini yaa-kenapa begitu yaa atas takdir yang kamu punya. Titip pesan ke dia yaa, bilangin… SABAR KI’ NA, DUNIA JI INI.
5 notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
TINGGALKAN DEBAT . “Aku akan menjamin syurga bagi seorang yang meninggalkan debat meskipun ia benar” (H.R. Sunan Abu Daud Hadits No. 4167)
Stop debat, perbanyak diskusi, karena debat bukan ajang pencarian ilmu, tapi debat untuk merasa diri paling benar.
Desihn by @mavens_studio
#19Ramadhan1438H #MavensStudio #MakingImpactThroughDesign
45 notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Text
#Munakat - Ketiga
Setinggi apapun jenjang pendidikan seorang perempuan, ADA yang harus ia miliki yaitu; jiwa pendidik dan kasih sayang.
Apapun jurusan dia di perkuliahan, dia harus mampu mendidik putra putrinya. Mau jurusan teknik, jurusan sains, kesehatan, sospol, sastra atau bahkan kedokteran..
Perempuan harus punya jiwa pendidik dan yang pasti harus betah di rumah. Ibu memang tidak pernah mengenyam bangku perkuliahan, tapi bukan berarti ibu tidak tahu ilmu parenting. Sebaik-baik wanita itu ya dirumahnya, tidak bekerja di luar. Kalaupun bekerja diluar, semoga alasannya benar-benar darurat. Ngurus rumah dan ngurus anak..
Itu yang saya contoh dari beliau. Semoga Allah membekahi beliau selalu..
17 Ramadhan 1438 H || 12.06.17 || ©andromeda nisa’
49 notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Quote
Beragama itu bukan hanya sekedar bisa shalat, ngaji dan puasa, tapi tentang bagaimana menjadikan Allah sebagai cinta pertama, menjadikan Nabi sebagai panutan mulia, menjadikan Al-Qur'an sebagai rujukan pertama. Sudah?
©Quraners, Self Reminder (via quraners)
532 notes · View notes
sriwningsiih-blog · 7 years
Quote
Terkadang, sesuatu yang dianggap indah, tak seindah apa yang dianggap. Sesuatu yang dianggap tak seharusnya, memang seharusnya tidak dianggap. Wisuda cepat, lulus di usia muda, terkadang bisa menjadi sebuah kebanggan, akan tetapi akan berbalik menjadi celaka jika hanya membersitkan ujub kesombongan yang dengannya Allah tak meliriknya, apalagi memberkahinya. Pun menetap lebih lama di kampus tak selamanya menjadi sesuatu yg dirasa negatif, ketika membawa manfaat kebersamaan, yang dengan prosesnya Allah hadir membersamainya. Sehingga bersikaplah yang terbaik. Terhadap sesuatu apapun yg dituju. Yang dengannya Allah mencintaimu. Maka yang terpenting bukanlah seberapa hebat kamu didepan manusia dengan segala pencapaian atas dirimu yang Allah anugerahkan kepadamu. Tapi seberapa kamu memaknai semua anugerah ini, adalah dengan mengembalikannya kepada Allah sang pemberi, dan membumikannya demi kemaslahatan umat. Seimbangkan segala sesuatunya. Sahabat. Selamat mendewasa. Semoga Allah selalu membersamai kita. Dicukupkan serta dikuatkanNya.
(via kafilahdarilangit)
81 notes · View notes