Tumgik
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
Touching voice, suara yang menenangkan dalam tilawah (44) Surat Ad-Dukhan. Cara download: Pada menu [DOWNLOAD OPTION] pilih [VBR MP3] Run time 8:25 DOWNLOAD
1 note · View note
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
Touching voice, suara yang menenangkan dalam tilawah (66) Surat At-Tahrim. Cara download: Pada menu [DOWNLOAD OPTION] pilih [VBR MP3] Run time: 6.13 DOWNLOAD
2 notes · View notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
PUBLIKASI DAKWAH: Daftar Istilah Dalam Ilmu Hadits (PDF Download) Muqaddimah - Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi Muhammad ﷺ, keluarga dan Shahabat beliau, serta mereka yang mengikuti Sunnah beliau dengan benar sampai hari Kiamat. Mengkaji sunnah Rasulullah  ﷺ dengan benar setelah mengkaji al-Qur’an adalah salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah ‘Azza Wa Jalla (Mahamulia dan Mahaagung). Sebab seorang Muslim tidak dapat melepaskan diri dari sunnah Rasulullah  ﷺ yang merupakan sumber hukum ke-dua dalam agama Islam di samping al-Qur’an. Maka dari itu, seseorang tidak akan pernah sampai kepada pemahaman Islam yang benar apabila ia menafikan sunnah Rasulullah ﷺ, karena sunnah yang Shahih adalah wahyu dari Allah ‘Azza Wa Jalla, seperti halnya al-Qur’an. Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman, وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ   إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ “Dan tidaklah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” ~An-Najm (Bintang) [53]:3-4 Oleh karena itu, hendaklah para penulis, guru, pendakwah, pemberi nasihat, berhati-hati menisbatkan suatu hadits kepada Rasulullah  ﷺ, selama mereka belum mengetahui ke-Shahih-an hadits itu dari jalur hafizh masyhur di antara huffazh hadits. Menjadi kewajiban bagi mereka, jika tidak mengetahui derajat suatu hadits. hendaknya menisbatkan kepada kitab tempat mereka menukilnya. Seperti kitab At-Tirmidzi atau An-Nasa’i. Dengan demikian, mereka terlepas dari tanggung jawab. Rasulullah  ﷺ bersabda, إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ “Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas nama orang lain. Karena barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.” ~Muttafaq Alaih: Riwayat Al-Bukhari no. 1209 & Muslim no. 4 Adapun orang-orang yang membawa dengan tangan-tangan mereka kitab-kitab yang tidak ada nilainya di kalangan ulama hadits, seperti sejumlah kitab akhlak dan nasihat yang banyak beredar dari tangan ke tangan, maka tidak cukup menisbatkan hadits kepadanya, dan pembacanya tidak terbebas dari dosa. (Kitab A’laam Al-Islam, Muhammad Riyadh Al-Malih) Adapun daftar istilah ilmiyah yang umum ditemukan dalam  derajat hadits beserta keterangannya, disusun sesuai abjad dalam publikasi dakwah format *.pdf, memudahkan pembaca untuk menyimpannya kedalam perangkat mobile dan semisal. _ Download Link 1: http://archive.org/details/DaftarIstilahHadits Link 2: https://goo.gl/BNq5BO (backup)
1 note · View note
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
Menghindari Kebiasaan-kebiasaan Buruk di Bulan Ramadhan (bag. 1) Literatur dakwah Qashr al-‘Ilm – Keutamaan Ilmu & Amal. Masuknya bulan Ramadhan merupakan suatu nikmat bagi seorang muslim, terutama apabila dirinya berada di dalam keadaan yang sehat dan membekali dirinya dengan pengetahuan amaliyah sunnat & wajib yang dapat ia amalkan selama bulan Ramadhan, baik amalan khusus bulan Ramadhan maupun amalan umum selainnya. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, ada sebagian kaum muslimin yang merasa berat melalui hari-hari selama bulan Ramadhan. Yang tidak lain hal yang demikian itu (perasaan yang berat) disebabkan kebiasaan-kebiasaan buruk berupa kemunkaran dan-atau kemaksiyatan yang biasa ia perbuat di luar bulan Ramadhan, sehingga seolah-olah kebiasaan-kebiasaan itu sudah mendarah daging di dalam dirinya. Sehingga sulit baginya untuk menghentikan perbuatan itu secara totalitas maupun khusus pada bulan Ramadhan, SubhanAllah. Di antara kebiasaan-kebiasaan buruk yang umumnya dilakukan adalah ghibah atau menggunjing saudara muslimnya yang lain, sulit bangun pagi untuk mendirikan shalat subuh berjamaah di masjid (bagi laki-laki), malas membaca Kitabullah (al-Qur’an), lalai dalam memelihara shalat yang lima waktu (shalat fardhu berjamaah di masjid bagi laki-laki, termasuk shalat subuh), gemar membuang waktu dengan bergurau yang buruk (berdusta agar orang lain tertawa), tidur setelah shalat subuh, banyak membaca buku-buku yang kering dalil sehingga waktunya terbuang sia-sia. (16 Rajab 1437 H – 23.4.’16)
0 notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
TARBIYAH: IQTISHADIYAH ISLAMIYAH – PEREKONOMIAN ISLAM bag. III
Literatur dakwah Qashr al-Ilm – Keutamaan Ilmu & Amal (4 Sha’ban 1437 H/11.5.’16)
Pertanyaan: BOLEHKAH KITA (KAUM MUSLIMIN) MENGANGKAT KAUM KUFFAR (Orang-orang Kafir) UNTUK BEKERJA (SEBAGAI KARYAWAN) PADA BIDANG-BIDANG ADMINISTRASI, PEMBUKUAN, ATAU BIDANG KHUSUS DI DALAM SEBUAH KORPORASI/PERUSAHAAN. SEMENTARA MEREKA TIDAK MEMEGANG OTORITAS/WEWENANG APAPUN SELAIN BERSTATUS SEBAGAI PEKERJA/KARYAWAN BIASA?
Untuk menjawab pertanyaan itu, [1] kita perlu melihat dalil dan tarikh (catatan sejarah) Salafush-Shalih (Para Shahabat Radhiy-Allaahu-‘Anhum khususnya Khulafaurashidin) dalam mengatur Daulah. Adakah di antara Khulafaur-Rashidun & Gubernur Wilayah yang mempekerjakan kaum kuffar di dalam kepemerintahannya atau perusahaan milik Pemerintah Islam? Jawabannya, Tidak.
Allah ‘Azza Wa Jalla (Mahamulia dan Mahaagung) berfirman,
لَّا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَن تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara dri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.”
~Ali Imran (Keluarga Imran) [3]: 28
[2] Bagaimana apabila hal itu terjadi di luar lingkup kepemerintahan? Seperti misalnya seorang Muslim memiliki suatu korporasi/perusahaan. Bolehkah Direksi mengangkat atau menerima kaum kuffar sebagai karyawannya/pekerja? Tidak, sebab yang didahulukan adalah pekerja dari kaum Muslimin, karena kaum Muslimin berhaq menerima pekerjaan dari saudara muslimnya, yang dengan hal ini persaudaraan dan perdamaian di antara kaum Muslimin akan semakin menguat. Tersebut sejalan dengan aqidah Al-Wala’ (loyalitas) dan al-Bara’ (antipati/permusuhan).
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.”
~Al-Hujaraat (Kamar-Kamar) [49]: 10
Allah ‘Azza Wa Jalla juga berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ ۙ أَن تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِن كُنتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي ۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنتُمْ ۚ وَمَن يَفْعَلْهُ مِنكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepdamu.”
~Al-Mumatahanah (Wanita Yang Diuji) [60]: 1
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”
~Al-Maaidah (Hidangan)[5]: 51
Rasulullah ﷺ bersabda,
أَوْثَقَ عُرَى الْإِيمَانِ: أَلْحُبَّ فِي اللهِ، وَلْبُغْضُ فِي اللهِ
“TALI YANG PALING KUAT UNTUK MENGIKAT IMAN ADALAH: CINTA KARENA ALLAH DAN BENCI KARENA ALLAH.”
~Hadits Shahiih: Lihat Shahiihul Jaami no. 2359
[3] Apabila ada  yang berdalih, “Bagaimana apabila dewan direksi suatu perusahaan Muslim mengadakan perjanjian dagang/kontrak kerja dengan Perusahaan kafir (perusahaan milik orang kafir)/Seorang kafir yang memiliki produk khusus/keahlian tertentu yang bermanfaat untuk kaum muslimin?” Dewan direksi harus meneliti dan menimbang betul adakah ditemukan banyak manfaat bagi kemaslahatan kaum Muslimin atas perjanjian dagang/kontrak tersebut, atau justru membawa kehancuran sebab apa yang ia perdagangkan dengan memberikan keuntungan bagi kaum kuffar dan menggunakan keuntungan tersebut untuk memerangi/menekan/melemahkan kaum muslimin dari aspek pendidikan maupun militer ataupun bidang selainnya.
Apabila membutuhkan staff dengan keahlian khusus, direksi perusahaan Muslim harus totalitas berusaha mencari dan menyeleksi di antara calon pekerja Muslim, bahwa tidak mungkin tidak selalu akan ditemukan di antara Muslim yang memenuhi kriteria pekerjaan khusus/pekerjaan yang membutuhkan spesialisasi.
Seorang pengusaha muslim tidak boleh lengah dalam menjalankan usahanya, cermat dalam meneliti, sehingga tidak menyebabkan dirinya bekerjasama dengan musuh-musuh Allah ‘Azza Wa Jalla untuk melakukan hal-hal yang membahayakan kaum Muslimin, seperti perdagangan senjata dan sejenisnya. Karena perbuatan tersebut termasuk bentuk menolong kaum musyrikin memerangi umat Islam, atau menjadikan mereka sebagai teman akrab membelakangi kaum Muslimin. Keharaman perbuatan itu terbukti dalam banyak dalil-dalil yang tegas dan pasti.
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
لَّا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَن تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara dri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.”
~Ali Imran (Keluarga Imran) [3]: 28
Sementara itu, [4] kaum kuffar (dzimmiy & mu'ahad) dilindungi darah/jiwa dan hartanya oleh pemerintah Islam, ini berarti dilindungi juga sumber penghasilannya/pekerjaannya (selama itu tidak menyelisihi Kitabullah: Khamr/minuman keras, dan selainnya).
Selengkapnya: Pembagian Kelompok Kafir link 1: https://goo.gl/3tcJrP (update) link 2: http://goo.gl/ovXjqp (update & backup)
 [5] Berkaitan dengan butir nomor empat [4] di atas, bahwa Kaum Muslimin diperbolehkan untuk melakukan perdagangan/berbisnis/transaksi jual beli/sewa menyewa dengan kaum Kafir Dzimmiy & Kafir Mu’ahad selama barang yang diperdagangkan tidak menyelisihi ketentuan syara’ (agama). Mereka (kaum kuffar) diminta untuk menyerahkan sepersepuluh keuntungannya sebagai pajak untuk digunakan bagi kemanfaatan masyarakat Muslim. Hal ini sejalan dengan asas/kaidah yang berbunyi, “Hukum Asal Perniagaan Adalah Halal (artinya segala perniagaan barang dan jasa diperbolehkan, selama tidak ada dalil yang melarangnya).”
Kesimpulan: [1] Seorang muslim baik ia pengusaha maupun konsumen wajib loyal (setia) terhadap kaum Mukminin. Seorang pengusaha muslim harus menjadi juru nasihat umat Islam, selalu memenuhi janji keislamannya, tidak membelakangi umat Islam dengan bersikap memusuhinya, dan tidak sudi ikut andil dalam berbagai proyek usaha dengan kalangan kafir yang dapat menyebabkan bahaya terhadap umat Islam tanpa menelitinya terlebih dahulu.
[2] Berdasarkan semua penjelasan sebelumnya, seorang pengusaha Muslim tidak berhak mengadakan hubungan bisnis dengan pihak yang jelas-jelas memaklumkan perang (yakni Kafir Harbiy yang berada di Negeri-Negeri Kafir dan segala bentuk cabangnya yang tersebar di negeri-negeri kaum Muslimin. Orang Muslim yang boleh pergi ke negeri kafir untuk melakukan hubungan dagang/bisnis adalah orang yang taat beragama, mampu menerangkan syi’ar Allah Ta’ala dengan terang-terangan, dan mampu untuk menegakkan al-Wala’ wal-Bara’) terhadap Islam dan jelas-jelas pula menampakkan permusuhannya terhadap umat Islam. [3] Sehingga sikap loyalitas (al-Wala’) diantara kaum muslimin ini akan memacu sebagian kaum muslimin untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin lainnya dengan mencukupkan dirinya dengan kemampuan di bidang industri dan keahlian khusus, sebelum itu ia harus terlebih dahulu memenuhi dirinya dengan pemahaman hukum-hukum syari’at sebab hukum syari’at itu sendiri memenuhi seluruh sendi kehidupan.
Sumber Kitab:
[1] al-Qur’an-al-Kariim [2] Al-Wala’ Wal Bara’, Maha al-Bunyan Rahimahullaah
[3] Ma La Yasa’ at-Tajira Jahluhu, Prof. Dr. Abdullah Al-Mushlih & Prof. Dr. Shalah Ash-Shawi
 Baca juga:
[1] Iqtishadiyah Islamiyah – Perekonomian Islam bag. I http://goo.gl/YGpx5A
[2] Iqtishadiyah Islamiyah – Perekonomian Islam bag. II http://goo.gl/YGpx5A
0 notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
Publikasi Dakwah Qashr Al-‘Ilm: “Tata Cara Bersiwak” -  vol. 1
2 Rajab 1437 H / 9.4.’16 
قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
Hudzaifah Radhiy-Allaahu-‘Anhu berkata, “Nabi Shalallaahu ‘Alayhi Wa Sallam apabila bangun malam, beliau menggosok gigi dengan siwak.”
~Shahih Al-Bukhari no. 245
Menggosok bagian dalam  & luar gigi dengan melebar (menyamping/tidak vertikal). Menggosokkan siwak pada ujung-ujung gigi  kursi gigi, serta menjalankannya di atas langit-langitnya secara perlahan.
0 notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
BAYAN (Penjelasan) – TELITILAH WAHAI PEJUANG ISTISYAHD استشهد (Mencari Syahid): Sejak awal terbentuknya Densus 88, kemudian BNPT, berangkat dari dasar pemikiran yang salah. Secara kasat mata, kehadiran lembaga ini dipersiapkan menjadi kepanjangan tangan Amerika dan Barat dalam mempersepsikan gerakan Islam. Kategori teroris dan terorisme hanya dilabelkan pada Islam, sementara kejahatan yang sama, yang dilakukan oleh gerakan lain tidak di ketegorikan teroris walaupun memakan banyak korban. Contohnya, peristiwa Ambon (1999), pembakaran Masjid di Tolikara (2015). Juga, sparatis Papua yang menewaskan sejumlah polisi, tentara, dan masyarakat sipil. Belum lagi intimidasi golongan Hindu radikal di Bali, termasuk aliran sesat Syi’ah, Gafatar dan selainnya. Kedua lembaga anti-teror ini juga sepenuhnya didanai pihak asing. Pasukan Densus dilatih oleh Amerika dan Australia dalam penanganan terorisme. Sehingga langkah-langkah pemberantasan terorisme sama sekali mengabaikan faktor sosiologis dan ideologis masyarakat Indonesia, yang secara prinsip anti dominasi Barat dan Amerika di dalam aktivitas kehidupan kaum Muslimin dan seluruh penduduk negeri. Para pejabat di BNPT, sekalipun beragama Islam tetapi mentalitas dan ideologinya becermin total pada Barat dan Amerika, terutama dalam mempersepsikan setiap gerakan Islam yang tidak disukai asing. Oleh karena itu dalam penanganan terorisme terlihat nyata adanya langkah yang tidak sinergis antara aparat keamanan, maupun lembaga terkait. Adanya persepsi yang berbeda dalam penangan terorisme di Indonesia, antara masyarakat, tokoh agama, kaum intelektual dan pemerintah, menunjukkan bahwa teror dan terorisme bukan murni problem bangsa Indonesia. Tetapi merupakan agenda dan proyek negara asing, agar Indonesia tetap dalam ketegangan terus menerus antara umat Islam dan pihak keamanan. Oleh karena itu, deradikalisasi terorisme menjadi tidak efektif, selain proyek asing juga karena adanya upaya radikalisasi intelijen. Sudah sering kita mendengar komentar, bahwa komplotan teror, baik yang sudah ditangkap maupun yang masih buron, adalah orang-orang yang berpendidikan rendah, pengetahuan agama minim, secara ekonomi melarat dan dalam kehidupan sosial termarjinalkan, ini yang disebut dengan radikalisasi intelijen atau radidkalisasi oleh badan intelijen. Bukankah menggelikan sekali, sebuah badan keamanan yang sangat prestisius seperti Densus 88, BNPT, intelijen negara, hanya menanggulangi kenakalan ‘anak-anak ingusan’ yang jadi sopir angkot, kurir pengantar barang, teknisi TV atau mesin cuci, dan penjual pulsa. Berhadapan dengan jenderal bintang satu, dua, tiga, tetapi tidak mampu mengatasi masalah. Dalam hal ini aparat intelijen punya cara, terutama memanfaatkan teknologi informasi. Densus 88 misalnya, tentu punya jasus di akun jejaring sosial. Tugasnya, mencari dan memantau akun orang-orang yang bersemangat jihad, mempunyai cita-cita mati syahid, ingin menegakkan syariat Islam dan mendirikan Khilafah Islamyah. Apabila target sudah ditemukan, sang jasus atau informan atau orang-orang yang memata-matai tampil pura-pura berpaham radikal, atau simpatisan Negara Islam/Daulah Islam/I.S. dan memulai pertemanan. Bagi yang akunnya sudah terpampang alamat yang jelas dan ada foto profil aslinya, Si jasus akan langsung menjadikan dia target dengan mengutus petugas intel pada pemuda-pemuda perindu syahid ini. Setelah melakukan pertemuan dan terjadi kecocokan pemikiran, maka pemuda semangat ini diajak mempersiapkan fisik, latihan ala meliter, atau langsung dipersenjatai, sementara dicarikan juga rumah kontrakan. Tidak perlu menunggu lama, bahan-bahan peledak yang belum lengkap diletakkan di rumah kontrakan, biasanya rumah jelek namun strategis agar mudah diserbu apabila saatnya tiba. Informan ‘mujahid’ ini akan menjelaskan, “para thaghut semakin ganas membasmi para mujahid khilafah, maka perlu persiapan.” Mereka juga di doktrin membenci ideologi negara dan seluruh aparat keamanan terutama Densus 88. Jika indoktrinasi (proses yang dilakukan berdasarkan satu sistem nilai untuk menanamkan gagasan, sikap, sistem berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu) dipandang cukup dan siap jadi ‘pengantin’ para korban radikalisasi ini diberi senjata dengan peluru terbatas, agar mudah ditumpas. Bila segalanya beres, terjadilah drama penggerebekan teroris, dan akan disiarkan secara live/langsung di tv nasional yang sudah dipesan. Saat penggrebekan, biasanya terjadi kontak senjata, karena korban radikalisasi ini sudah di doktrin untuk membenci ideologi negara dan seluruh aparat keamanan terutama Densus 88 sehingga saat berhadapan mereka sangat bersemangat. “Mati di tangan thaghut (orang-orang yang mengambil hukum selain hukum Allah Ta’ala/Syari’at Islam) Densus 88 adalah mati syahid.” Para perindu syahid korban radikalisasi intel ini, dijadikan tumbal politik global. Sementara Densus 88 yang bertugas menyergap, belum tentu mengetahui skenario ini. Artinya antara pelaku ‘teror’ dan anti-teror keduanya tidak menyadari telah dikelabui dan korban agenda asing. Teror bom yang terjadi belakangan ini (Thamrin/Jakarta Attacks), bukan mustahil hasil radikalisasi intel untuk kepentingan asing dan kaum Islamphobia (perasaan tidak suka atau prasangka terhadap ajaran Islam atau orang-orang Muslim). Membenci ideologi selain ajaran Islam adalah kewajiban, yang ini berkaitan langsung dengan Aqidah Al-Wala' Wal-Bara' (Loyalitas & Permusuhan), sementara kita menyadari bahwa kondisi kaum Muslimin yang tinggal di wilayah Indonesia saat ini adalah sangat lemah apabila dilihat dari sisi aqidah (keyakinan beragama), sehingga keutamaan bagi kaum muslimin untuk mengamalkan dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan bersabar, menuntut ilmu dan memaafkan kesalahan manusia. Sungguh, menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah bagian dari jihad. Mengamalkan sunnah Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wa Sallam tatkala manusia banyak meninggalkannya adalah seutama-utama amalan. (MMI/AFN-QSHR) Baca juga: Hukum Jihad https://tmblr.co/ZbwCql1ynU5am
0 notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
Publikasi Dakwah Qashr Al-'Ilm 15 Jumadil Akhir 1437 H / 24.3.'16 الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ، وَالْمَبْطُونُ، وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ، وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Dari Abu Hurairah Radhiy-Allaahu-Anhu, Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wa Sallam bersabda, "Orang yang termasuk syahid itu ada lima: Orang yang mati karena penyakit tha'un, orang yang mati karena sakit perut, orang yang tenggelam, orang yang tertimpa reruntuhan, dan yang Syahid di Jalan Allah." ~Hadits Shahih: Riwayat Al-Bukhari no. 2829, Shahih Al-Bukhari kitab Jihad.
Keterangan gambar: seorang anak kecil yang kepalanya tertimpa reruntuhan beton bangunan, yang disebabkan serangan udara (pesawat pembom) Koalisi Regime Bashar Al-Assad (sekte Syi'ah) & Rusia, diambil dari footage (video) rilisan Al Jazeera English. Saat diselamatkan oleh White-Helmet (tim evakuasi) ia masih terus menangis dan dari mulutnya keluar pasir serta serpihan bangunan. Anak ini, dengan jemarinya yang mungil, mencoba mengusap bagian mata (wajahnya). Bayangkan betapa perihnya, betapa sakit yang harus dirasakan oleh tubuhnya yang lemah. Yaa SubhanAllah, MahasuciAllah dari kerusakan yang diperbuat manusia.
Sesungguhnya Allah 'Azza Wa Jalla (Mahamulia dan Mahaagung) mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad di jalan-Nya.
0 notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
Publikasi Dakwah: Memotong Siwak
Qashr al-‘Ilm – Keutamaan Ilmu & Amal | 3 Jumadil Ula 1437 H (12.3.’16)
أَكْثَرْتُ عَلَيْكُمْ فِي الـسِّوّاكِ
Dari Anas Radhiy-Allaahu-'Anhu ia berkata, Rasulullah bersabda, "Aku telah meminta kalian untuk memperbanyak bersiwak." ~Shahih Al-Bukhari no. 888
Cara bersiwak: - Pilihlah kayu siwak yang sedang, sementara yang terbaik adalah dari pohon arak (arok), tidak terlalu kering agar kelembutannya terjaga sehingga tidak melukai, dan juga tidak basah karena yang demikian itu cenderung sulit untuk menghilangkan bau tidak sedap. - Siwak sebaiknya dicuci sebelum dan sesudah digunakan. - Potong ujung bagian atasnya, bagian yang digunakan untuk menggosok, sekali dalam sehari (apabila sering/rutin digunakan). - Siwak berfungsi sebagai alat untuk menjaga kebersihan mulut; yakni untuk menjaga kebersihan gigi dan juga lidah. - Siwak dapat digunankan pada setiap kali wudu, hendak mendirikan shalat, masuk masjid, masuk rumah, diam dalam waktu yang lama, dan pada saat lambung kosong dari makanan.
1 note · View note
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
KETIKA KAUM MUKMININ BERGURAU
(الْ مِزَاحُ) al-Mizah yakni canda tawa dengan orang lain sebagai bentuk kelembutan dan keakraban tanpa menyakiti hingga sampai batas menghina, mengejek, dan merendahkan orang lain (al-Ghamth/Ghamthun-Nas).
Literatur Dakwah Qashr al-‘Ilm – Keutamaan Ilmu & Amal (18 Rabiul Akhir 1437 H | 27.2.’16) Dibolehkan bagi seorang Mukmin untuk tertawa dan bersenda guaru dengan sahabat-sahabatnya, sebab Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam bersenda gurau dengan shahabat-shahabat beliau, sebagaimana disebutkan, Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda,
 يَا ذَا الأُذُنَيْنِ
 “Wahai yang memiliki dua telinga.” ~Hadits Shahih (Al-Albani): Riwayat  Abu Dawud dalam Kitab al-Adab (no. 5002), at-Tirmidzi (no. 1929), & Ahmad dalam Musnadnya, ini adalah canda Rasulullah kepada Anas Radhiy-Allaahu-‘Anhu
Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam terkadang bergurau dengan keluarga, para Shahabat Radhiy-Allaahu-‘Anhum dan selainnya, namun tidak berkata di dalamnya selain kebenaran, melakukan ta’ridh (kalimat bermakna ganda, di mana pendengar memahami makna yang lain dari apa yang dimaksud oleh pembicara) namun tidak berucap di dalamnya selain kebenaran.
Imam Ibn Qayyim al-Jawziya juga menerangkan di dalam Pasal Sebab-Sebab Tawa dalam kitabnya, Zaad-ul-Ma’ad fii Hadyi Khairil ‘Ibad, bahwa beliau Shalallaahu ‘Alayhi Wa Sallam adalah ciptaan Allah ‘Azza Wa Jalla (Mahamulia dan Mahaagung) yang paling fasih, paling indah bahasanya, sangat cepat menuntaskan pembicaraan (tidak bertele-tele), dan manis tutur katanya, hingga ucapannya dapat menyentuh relung hati, serta menawan ruh.
Jika beliau Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam tidak suka sesuatu, niscaya diketahui dari wajahnya. Beliau bukan seorang yang keji, bukan pelaku keji, dan bukan pula orang yang gaduh. Sebagian besar tertawa beliau Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam adalah senyum, bahkan seluruhnya adalah senyum. Maksimal dari tertawanya adalah tampak gigi-gigi gerahamnya.
Sementara apabila pada diri seorang Muslim didapati sikap yang gemar tertawa/banyak tertawa (ad-Dhahak) niscaya yang demikian itu dapat menyebabkan matinya hati, yakni seseorang itu menjadi sulit untuk membedakan mana yang ma’ruf dan mana yang munkar. Yang demikian itu juga dapat menyebabkan hilangnya wibawa, menunjukkan dirinya lemah dalam pendidikan dan menandakan dirinya jauh dari kesungguhan.
‏ لاَ تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ ‏
“Janganlah engkau memperbanyak tawa, karena sesungguhnya banyak tawa akan mematikan hati.” ~Hadits Hasan: Riwayat at-Tirmidzi & Ahmad dalam Musnadnya dalam kitab al-Jami’ (no. 7435), Sunan Ibnu Majah, Kitab Az-Zuhd (no.  4193) 
Yang dimaksud dengan mematikan hati adalah menjadikan hati lalai untuk mengingat Allah ‘Azza Wa Jalla (Mahamulia dan Mahaagung) dan lalai kepada kehidupan akhirat. Dan apabila hati manusia lalai dalam mengingat Allah, maka sesungguhnya kematian lebih dekat kepadanya daripada kehidupan, dan ia pun terlambat dalam menyadari akan keberadaan Pembunuh yang tidak pernah mati, yakni api neraka.
Sumber Kitab:
(1) Zaad-al-Ma’ad fii Hadyi Khairil ‘Ibad, Pasal Senda Gurau, Imam Ibn Qayyim al-Jawziyya.
Sumber Lainnya:
(1) Al-Mizah fi As-Sunnah, Dr. Muhammad Abdullah Walad Karim.
(2) Al-Ilmam fi Asbab Dha’f al-Iman, Husain Muhammad Syamir.
(3) Tatkala Rasulullah Tertawa, Literatur Dakwah Qashr al-‘Ilm.
0 notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
0 notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
Tarbiyah: Tata Busana Muslim (Setiap Laki-laki beragama Islam) – “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla Tidak Mencintai Setiap Orang Yang Musbil.”
 Literatur Dakwah, Qashr Al-‘Ilm
 (19 Rabiul Akhir 1437 H | 29/1/’16) Dari Mughirah bin Syu’bah, dia mengatakan, “Pada suatu hari Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda, ‘Hai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang Musbil’.” ~Hadits Hasan Lighairihi: Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan al-Baghawi dalam al-Ja’diyyat.
 Musbil adalah orang yang memanjangkan kain sarungnya atau celananya atau gamisnya melebihi atau melewati dua mata kaki. Sementara itu, tidak dikatakan musbil apabila panjang kainnya sebatas mata kaki, atau di atasnya.
 Dari Humaid, dari Anas Radhiy-Allaahu-‘Anhu, dari Nabi Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam beliau bersabda, “Kain itu (batas panjangnya) sampai setengah betis serta kedua mata kaki. Tidaklah ada kebaikan yang di bawah itu (yang di bawah mata kaki).” ~Hadits Shahih: Riwayat Ahmad dalam Musnad-nya (III/140, 249, 256, 12424, 13605, 13692)
 Tata busana yang baik mencerminkan kesesuaian seseorang dengan derajatnya sebagai manusia yang beradab, sementara itu tolak ukur dalam berbusana bagi seorang Muslim tidak lain wajib baginya untuk mengikuti Sunnah, dalam hal ini mengikuti sifat (karakter) berbusananya Salafuna Shalih (Pendahulu Kita yang Shalih) yakni Orang-orang Mukmin yang Pertama yakni Khulafaur-Rashidin, Para Shahabat Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam, karena merekalah orang-orang yang paling mengetahui dan yang paling dekat jaraknya dengan Sunnah Rasul-Nya, dan orang-orang pada qurun selanjutnya (waktu/masa sesudahnya) yang mengikuti jalannya yang lurus.
 Sunnah yang dimaksud disini adalah perkara Aqidah Sunnah (keyakinan dalam beragama sesuai dengan Sunnah, petunjuk Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam), bukan Sunnat dalam arti yang biasa dikenal Fiqh Islam (Hukum Islam) yaitu yang hukumnya tidak wajib.
 Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” ~Al-Ahzab (Golongan yang Bersekutu) [33]: 21
 Mencontoh Nabi Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam dalam setiap urusan adalah amalan yang dicintai oleh Allah ‘Azza Wa Jalla (Mahamulia dan Mahaagung), termasuk di dalamnya adalah ittiba’ (mengikuti Sunnah Rasul) dalam berbusana. Karena orang yang mencintai akan senantiasa mengikuti perilaku yang dicintainya (Rasulullah), dikarenakan kecintaan kepadanya. Hal ini telah diketahui oleh orang-orang yang memiliki Cinta Sejati dan yang Berpengetahuan.
 Allah Ta’ala berfirman, “... Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat Kemenangan yang Besar.” ~Al-Ahzab (Golongan yang Bersekutu) [33]: 71
 Dalam sebuah riwayat dari Al-Irbadh bin Sariyah Radhiy-Allaahu-‘Anhu, dari Nabi Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam, disebutkan, “Barang siapa di antara kalian yang hidup (setelahku), maka ia akan meilhat banyak perselisihan. Maka, hendaklah kalian berpegang dengan apa yang kalian ketahui dari Sunnahku dan Sunnah Kulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah ia dengan gigi geraham kalian.” ~Hadits Riwayat Ibnu Majah no. 44, bab Ittiba’ Sunnati Rasulillah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam
 Diantara sebab datangnya perintah ini (larangan isbal) adalah untuk Bara’ (berlepas diri) dari kaum kuffar, banyak sekali dalil-dalil mengenai keharaman Tasyabbuh (menyerupai) terhadap kaum kuffar secara Zhahir di dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Hal ini karena Tasyabbuh secara Zhahir akan membawa tasyabbuh dalam aqidah (keyakinan), mencintai mereka, mengikuti perjalanan mereka dan akhirnya bersesuaian dengan hawa nafsu mereka.
 Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda, “Barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka.” ~Hadits Shahih (Ibnu Majah): Riwayat Ahmad, lihat Shahiihul Jaami’ no. 2831
Hal ini terbukti dari keadaan yang dapat dilihat dari sebagian Kaum Muslimin akhir ini, hampir dalam segala hal Kaum Muslimin telah menyerupai kaum kuffar, kecuali mereka yang dirahmati Allah Ta’ala.
 Tasyabbuh (penyerupaan) ini dapat dilihat dalam beberapa hal yang sering dijumpai yakni ritual perayaan ulang tahun, ritual perayaan tahun baru Islam & masehi, dan ritual perayaan selainnya (terkeculai Eid ul Adh-ha/Hari Raya Qurban & Eid Ul Fitr/Hari Raya Berbuka Puasa), makan sambil berdiri, mencukur jenggot, penyerupaan dalam tata busana, membuat musik-musik ‘Islami’, dan hal-hal haram (terlarang) lainnya.
 SubhanAllah, Mahsuci Allah dari kedustaan yang diperbuat manusia. Segala puji bagi Allah, yang dengan sebab atau berdasarkan nikmat-Nya saja segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat serta salam atas Nabi yang mulia Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam.
 Sumber Kitab:
(1) Kitabullaah Al-Qur’an ul Karim
 Kitab Hadits:
(1) Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad bab Pakaian, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
(2) Bulugh Al-Maram Min Adillah al-Ahkam bab Pakaian, Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani
(3) Subulus Salam Syarah Bulugh Al-Maram bab Pakaian, Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani
 Lain-Lain:
(1) Al Masaa- il, Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Hafidzhahullaah
(2) Haramnya Isbal, Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Hafidzhahullaah
(3) Al Wala’ wal Bara’, Maha al-Bunyan Rahimahullaah
(4) Libasur Rasul wash Shahabah wash Shahabiyyat Ajma’in, Abu Thalhah bin Abdus Sattar
1 note · View note
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
Tarbiyah – Mengikuti Langkah Para Shahabiyah Ajma’in “Laa Tabarruj Yaa Muslimah”: Jangan Berhias, bagi setiap perempuan beragama Islam, demi untuk mendapatkan sebutan ‘cantik’ dari orang-orang yang bukan Mahram & Jangan pula Berhias sebagaimana Berhiasnya kaum Jahiliyah dan kaum Kuffar.
 Literatur Dakwah, Qashr Al-‘Ilm
 (13 Rabiul Akhir 1437 – 24/1/’16) Para Shahabiyah Radhiy-Allaahu-‘Anha memiliki sikap Bara’ (berlepas diri/menjauh) dari Tabarruj (berhias/bersolek) seperti Tabarrujnya perempuan-perempuan jahiliyah yang pertama.
 Para Shahabiyah (Shahabat Rasulullah dari kaum hawa) tersebut adalah para ibu Shahabat Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam, para istri, atau putri-putri mereka.
 Sedangkan Allah ‘Azza Wa Jalla (Mahamulia dan Mahaagung) telah berfirman tentang diri mereka, “… Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya…” ~At-Taubah (Pengampunan) [9]: 100
 Seandainya Islam mengizinkan Kaum Muslimin untuk meniru (Tasyabbuh) musuh-musuhnya sehingga menyerupai mereka, niscaya tanda-tanda Islam dan hukum-hukumnya akan lenyap, dan identitas Kaum Muslimin akan hancur, fakta yang terjadi berkata demikian di negeri-negeri kaum Muslimin. Oleh karena itu Allah ‘Azza Wa Jalla memerintahkan Kaum Muslimin untuk konsisten (Multa’zim) berjalan di atas jalan yang lurus.
 Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman, “Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari Jalan-Nya.” ~Al-An’aam (Binatang Ternak) [6]: 153
 Dari Abdullah bin Umar Radhiy-Allaahu-‘Anhuma, Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda, “Barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka.” ~Hadits Hasan Shahih (Al-Albani Rahimahullaah): Sunan Abi Dawud no. 4031, Kitab Al-Libas
 Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman, “Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.” ~Luqman (Luqman) [31]: 15
 Sungguh nilai yang besar di Sisi Allah Azza Wa Jalla bagi mereka, Kaum Muslimin, yang mengikuti perjalanan hidup Kaum Mukminin yang pertama yakni Salafuna Shalih (Pendahulu kita yang Shalih, Para Shahabat Rasulullah Shallalaahu ‘Alayhi Wa Sallam).
 Ibnu Al-Qayyim Rahimahullaah memberikan komentar setelah menyebutkan ayat tersebut, “Seluruh Shahabat (Radhiy-Allaahu-‘Anhum) kembali kepada Allah, maka wajib mengikuti jalannya, ucapannya dan keyakinannya yang merupakan jalan-Nya yang paling besar. Allah (‘Azza Wa Jalla - Mahamulia dan Mahaagung) telah memperingatkan kita agar tidak menyelisihi jalan mereka, dan Allah mengancam orang yang menyelisihinya dengan Api Jahannam. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman, ‘Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan Orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali’. ” ~An-Nisaa (Wanita) [4]: 115
 Sumber Kitab:
(1) Al Qur’anul Karim
 Lain-Lain:
(1) Libasur Rasul wash Shahabah wash Shahabiyyat Ajma’in, Abu Thalhah bin Abdus Sattar;
(2) Kun Salafiyyan ‘alal Jaaddah, Syaikh Dr. Abdussalam bin Salim as-Suhaimi;
(3) Lau Kaana Khairan Lasabaquuna Ilaihi, Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Hafidzahullaah;
(4) Al-Wala’ wal Bara’, Maha al-Bunyan Rahimahullaah.
0 notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
“… Maka, Barangsiapa yang Membenci Sunnahku, Maka ia Bukan Termasuk Golonganku.”~Hadits Shahih al-Bukhari no. 5063 Literatur Dakwah, Qashr Al-‘Ilm (12 Rabiul Akhir 1437 – 23/1/’16): Antara Siwak dengan Sikat Gigi? (New dakwa literature from Qashr Al-‘Ilm) Diketahui bahwa alat siwak yang paling baik yakni dari ranting pohon arak (‘arok) karena ia memiliki aroma yang wangi, dan seratnya dapat mengeluarkan sisa-sisa makanan dan semisal dari sela-sela gigi. Sementara itu ia juga memiliki karakter tekstur yang lembut, sehingga tidak melukai mulut. Hal ini berdasar pada hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiy-Allaahu-‘Anhu, “Aku pernah mengambil siwak untuk Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam dari kayu arak.” ~Riwayat Abu Ya’la dalam musnadnya 9/209. Dapatkah mengganti peran siwak dengan sikat gigi untuk menggosok gigi sebelum berwudu (dan waktu selainnya)? Antara miswak dengan sikat gigi (yang ditemukan dipasaran saat ini) memang memiliki fungsi yang sama, yakni ia sebagai alat menggosok gigi. Namun secara istilah, siwak ialah menggunakan kayu atau sejenis untuk menggosok gigi (sikat gigi alami), yang padanya ditemukan unsur-unsur zat alami yang baik untuk kesehatan mulut (dan sudah banyak penelitian yang mengangkat perihal ini).Siwak memiliki peran ganda selain sebagai alat penggosok gigi ia juga berperan sebagai pasta gigi, mengingat kandungan zat-zat alami yang terdapat di dalamnya. Berbeda dengan sikat gigi yang didapati di pasaran sekarang ini yang berbahan nilon. Secara fiqh, Siwak hukumnya Sunnat Mu’akadah (sebagaimana dianjurkan dan dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam pada setiap waktu dan kondisi); (1) dilakukan setiap kali wudhu (apabila ia lupa bersiwak pada waktu wudhu maka dilakukan ketika (2) hendak shalat), (3) diam dalam waktu yang lama, (4) membaca Al-Qur’an, (5) bangun tidur, (6) dan pada saat lambung kosong dari makanan. Ingin bersiwak tetapi siwak sulit didapatkan? Apabila memang sulit ditemukan siwak pada suatu waktu dan suatu daerah maka tidak perlu memaksakan diri. Apabila memang ingin bersiwak, maka jalan lain yang dapat ditempuh yakni memesan kepada keluarga atau kerabat yang berada di daerah lain yang mudah mendapatkan siwak.“Sungguh bagimu, apa yang engkau harapkan.” ~Hadits Shahih: Riwayat Muslim no. 663 Wallaahu Ta'Aala A'laam Bish-Shawwaab. Sumber Kitab Fiqh: (1) Bulugh Al-Maram al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani Rahimahullaah;(2) Subulus Salam Syarh Bulugh Al-Maram Kitab Thaharah (bersuci) bab Wudhu, Imam Ash-Shan’ani Rahimahullaah. Kitab lainnya: (1) Ahkamus Siwak, Dr. Abdullah bin Mu’tiq As-Sahli;(2) At-Tadawii Bis Siwaak, Dar Al-Hadharah;(3) Libasur Rasul wash Shahabah wash Shahabiyyat Ajma’in, Abu Thalhah bin Abdus Sattar.
0 notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
Tarbiyah: Rasulullah Shallallaahu 'Alayhi Wa Sallam, Salafush-Shalih (Para Shahabat Radhiy-Allaahu-'Anhum), dan orang-orang yang mengikuti jalannya yang lurus tidak menyelenggarakan ritual maulid. Keluarlah sekte syi’ah dengan Dinasti Fatimiyah yang kemudian menyiarkan ritual maulid.
0 notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
Dzikir diwaktu Pagi: Dari Ummu Salamah bahwa ketika Nabi Shallallaahu 'Alayhi Wa Sallam melakukan Shalat Subuh (Shalat Fajr), sementara ia mengatakan Salam, dia Shallallaahu 'Alayhi Wa Sallam mengatakan, "Allahumma inni as’aluka ‘ilman nafi’an, wa rizqan thayyiban, wa ‘amalan mutaqabbalan." ~Hadits Riwayat Ibnu Majah no. 925, Shahih Ibni Majah (I/152. no. 753), dan Ibnu Sunni ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 54, 110) dari Ummu Salamah. Sanadnya Shahih.
0 notes
qashrmedia · 8 years
Photo
Tumblr media
Dunia Wanita: Jihad Bagi Perempuan
(New dakwa literature from Qashr Al-‘Ilm wilayat Funtiyan | 8 Rabiul Awal 1437 / 20/12/’15)
Dari ‘Aisyah Radhiy-Allaahu-‘Anha berkata, “Wahai Rasulullah, apakah perempuan wajib berjihad? Beliau menjawab, ‘Ya, Jihad tanpa ada peperangan, yaitu haji dan umrah’.” ~Ibnu Majah, Hadits Shahih Muslim 2490 dan asalnya dalam kitab Al-Bukhari Hadits Shahih Al-Bukhari 1861
Riwayat di atas menegaskan bahwa wanita tidak diwajibkan berjihad, pahala laki-laki yang berjihad di jalan Allah senilai dengan jihadnya kaum wanita, yaitu haji dan umrah, karena wanita diperintahkan menutup aurat dan berdiam di rumah, sedangkan jihad qital (berperang dengan senjata) bertentangan dengan itu, karena harus berbaur dengan lainnya, perang tanding dan berteriak-teriak. Namun bukan berarti tidak boleh bagi mereka untuk keluar berjihad karena tidak ada dalil yang menyatakan hal tersebut. Al-Bukhari membuat satu bab dalam bukunya dengan judul, “Ikut Serta Wanita Berjihad, Berperang dan lainnya.”
Muslim meriwayatkan dari hadits Anas, bahwa Ummu Sulaim mengambil tombak ketika perang Hunain dan berkata kepada Nabi Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam, “Inilah senjataku, jika ada seorang musyrik yang mendekati; maka kubunuh dengan ini,” ~Hadits Shahih, Shahih Muslim 1809
Hal ini menunjukkan boleh bagi wanita ikut berperang, walaupun dalam hadits itu tidak menunjukkan bahwa ia tidak membunuh. Namun berarti demi mempertahankan diri, bukan pula dia menemui musuh dengan ikut kedalam kancah pertempuran dan melakukan perang tanding.
Dalam kitab Al-Bukhari disebutkan bahwa jihadnya kaum wanita bila ikut berperang adalah menyediakan persediaan air, mengobati atau memberikan pertolongan kepada yang terluka dan memberikan busur panah, ~Merujuk kepada kitab Shahih Al-Bukhari 324, 2882, 5679
1 note · View note