Gelanggang sandiwara Barmawi Larang dan Praduta Sadajiwa tahun 2033.
โTak seperti biasa, Barmawi Larang pulang tepat waktu dengan segala urusan pekerjaan sudah diselesaikan lebih dulu. Merasa bahwa hari ini begitu melelahkan bahkan ia tidak bisa fokus pada banyak hal.
Belum lagi, Mama acapkali agih teror pesan padanya. Buat ia betul-betul muak sendiri. Rasa-rasanya jika ditunda terus menerus akan semakin gencar teror pesan padanya.
Pun, ia sendiri sudah lejar menangisi realita. Rebah jimpa di atas resbang dan biarkan penat itu hilang dengan sendirinya. Sebelum melanjutkan istirahat sejenak ini, ia akan mengirimkan pesan kepada suaminya.
๐๐๐ผ๐๐๐ผ๐๐ : Suamiku.
โ Online ( @drunkardazed )
: Sayang.
: Kamu pulang apa nggak?
โโโโโโโโโโโ
Lelah. Pekerjaan Praduta di hari itu terasa jauh lebih melelahkan dari biasanya. ๐๐ฆ๐ฆ๐ต๐ช๐ฏ๐จ, ๐ฑ๐ฉ๐ฐ๐ต๐ฐ๐ด๐ฉ๐ฐ๐ฐ๐ต, kembali ๐ฎ๐ฆ๐ฆ๐ต๐ช๐ฏ๐จ, sampai dengan ๐ง๐ช๐ญ๐ฎ ๐ด๐ฉ๐ฐ๐ฐ๐ต๐ช๐ฏ๐จ yang menjadi penutup hari kerjanya.
Yang diinginkannya saat itu hanya satu, pulang kepada Barmawi. Barmawi Larang, istrinya tersayang. Memikirkannya saja sudah membuat Praduta tersenyum sendiri, tidak peduli mendapat tatapan aneh dari ๐ฎ๐ข๐ฏ๐ข๐จ๐ฆ๐ณ-nya, yang pasti sudah tahu apa yang ada di kepalanya.
Sebelum mendengar komentar tidak berguna dari sang ๐ฎ๐ข๐ฏ๐ข๐จ๐ฆ๐ณ, Praduta keluarkan gawainya, hendak menelepon Barmawi yang pasti sedang menunggunya untuk pulang. Namun, sesaat sebelum melakukan panggilan tersebut, terlihat pesan yang baru saja masuk dari sang istri.
๐๐๐ผ๐๐๐ผ๐๐ : Istriku.
โ Online ( @Meratsaki )
: Ini sedang dalam perjalanan pulang.
: Ada apa, sayang?
: Tumben, kamu tanya begini.
โโโโโโโโโโโ
Rehat singkat ini agaknya sudah tercukupi begitu pesan masuk dari suami. Nihil raut bahagia manakala bersamai pesan masuk dari Ibu mertua. Memang pesan dari orang tua Praduta acap ia abaikan sebab tengah sibuk dengan pekerjaan.
Namun, vibrasi gawai agaknya jadi mengganggu untuknya. Lagi-lagi, ia memilih abai dengan pesan tersebut dan Mawi sudah kepalang hafal maksud dari sang ibu mertua, yakni ๐ฌ๐ข๐ฑ๐ข๐ฏ ๐ฎ๐ช๐ญ๐ช๐ฌ๐ช ๐ฎ๐ฐ๐ฎ๐ฐ๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ?
Barmawi alami tekanan dari berbagai arah. Belum lagi dengan ia yang menyimpan rahasia besar selama berbulan-bulan. Senantiasa ia masih ingin menyimpan itu dengan sendiri.
๐๐๐ผ๐๐๐ผ๐๐ : Suamiku.
โ Online
: Nggak apa-apa, sayang.
: Aku mau berduaan sama kamu.
Sejatinya, maksud daripada pesan ia adalah ingin berbicara dengan @drunkardazed. Boleh jadi, akan menggiring konversasi mengarah yang agak sensitif dan jarang ia singgung juga. Daripada memikirkan terus, ada baiknya ia bebersih diri dulu.
โโโโโโโโโโโ
Balasan dari sang istri buat Praduta senang bukan main. Jarang sekali Barmawi bertingkah sejujur itu dan Praduta sangat menyukainya. Biasanya, sang istri seperti itu saat Praduta harus bekerja di luar kota atau bahkan luar negeri.
Sebentar. Benar juga. Ada yang sedikit aneh dari pesan tersebut. Apa Barmawi memang hanya sedang merindukan Praduta atau ada hal yang mengganggu pikirannya sehingga membuatnya bertingkah seperti itu?
๐๐๐ผ๐๐๐ผ๐๐ : Istriku.
โ Online
: Sekitar 30 menit lagi sampai.
: Tunggu aku, ya, sayang?
: Aku sayang kamu.
Ah, mungkin hanya pikiran Praduta saja yang terlalu jauh. Harinya memang begitu melelahkan. Ingin sekali ia berpikir seperti itu, rapi tetap saja hatinya yang gelisah tidak dapat berbohong. Praduta tidak sabar untuk memastikan sendiri bagaimana keadaan istrinya.
Praduta menatap sang ๐ฎ๐ข๐ฏ๐ข๐จ๐ฆ๐ณ yang duduk di bangku depan. "Bro, agak ngebut sedikit, ya. Darurat." Sang ๐ฎ๐ข๐ฏ๐ข๐จ๐ฆ๐ณ tidak berkata banyak dan hanya mengiyakan permintaan sang aktor. Semoga @Meratsaki baik-baik saja.
โโโโโโโโโโโ
Bahkan, manakala mandi saja ia banyak memikirkan apa yang harus diucapkan nanti. Memang untuk yang ini jauh lebih berhati-hati musabab Mawi tidak ingin menjadi ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฎ๐ฆ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ๏ธ๏ธ ๏ธ๏ธuntuk diri sendiri.
Mendaratkan jisim di sofa lagi sembari intip adakah balasan pesan dari Praduta. Rupa-rupanya ada dan pesan itu datang sudah dari beberapa menit lalu. Tidak lama lagi akan segera tiba.
Ada sejumput sesal hinggap sudah mengirim pesan demikian. Kepulangan Praduta kali ini membuat ia betul-betul kelesah. Sampai ia hilir-mudik โntah minum air atau sekadar keliling.
Kelesah itu acap mengoyak perlahan, namun ia berusaha tenang. Pun degup jantung serasa ingin keluar. Sungguh @drunkardazed, jangan tiba lebih cepat dari perkiraan. Ia belum ada kesiapan.
Kelar membenahi hunian, ia terbaring di sofa sembari menyeka peluh. Sengaja akhir pekan dihabiskan untuk bebenah sebab beberapa barang tidak dalam penataan yang bagus.
Mawi acap berandai-andai akan presensi malaikat kecil. Mencitrakan betapa bising dan mainan yang bersepah di mana-mana. Namun, harus sirna ditelan vibrasi benda pintar yang alihkan atensi.
Sempat mensyaki akan adanya pekerjaan tambahan yang kadang kali buat ia tidak menikmati waktu istirahat akhir pekan. Sekonyong-konyong syak hati kandas karena pesan mama lah yang bercokol di notifikasi.
Pesan-pesan dari beliau sejatinya ia hindari. Sebab, masalah rumah tangga ini selalu berputar disitu. Kala dibuka ruang pesan, sudah disuguhi tiga baris pesan yang rasanya ia enggan untuk membalas.
Orang tua memang ingin yang terbaik, namun ia bisa apa? Sekeras apapun mencoba, tidak akan menghasilkan apapun. Mau marah ia tak bisa, t'lah pecah hati bila harus membicarakan ini.
Masygul ia bila konversasi sudah mengarah miliki keturunan. Balasan Ibu mertua betul-betul menyayat. Surih luka pada hati kian mendalam. Harus usaha apalagi? Usaha seperti bagaimana lagi?
Salah ia memilih untuk merahasiakan segalanya. Enam bulan berlalu sudah ia menyimpan segalanya sendiri. Belum siap dengan kemungkinan terburuk adalah berpisah dengan Praduta.
Menyeka air mata yang sudah membendung pada pelupuk mata agar tidak jatuh lebih banyak. Memberi balasan yang sekiranya meyakinkan dan untuk mengakhiri obrolan.
Obrolan dengan Ibu mertua sudah selesai, namun sakitnya tidak kunjung usai. Pun air mata tidak dapat lagi dibendung, akhirnya ia menangis. Menangis di ruang senyap ini tanpa suara. Kembali meruap sesak yang ada.
Gelanggang sandiwara Sabita Humaira dan Barmawi Larang, 2023.
Bulan lahirnya sudah tiba.
Manakala ia bertambah usia,
bukan lagi datangnya bahagia.
Melainkan, dihampiri malapetaka.
โโโโโโโโโ 01 Agustus 2023.
Jam dinding tโlah menunjukkan pukul dua belas tepat pada tengah malam. Hari sudah berganti bahwa kini tanggal menunjukkan waktu kala ia dilahirkan; satu Agustus.
Biasanya, ucapan-ucapan berbondong masuk pada benda pintar atau kejutan dari Layak Giri dan karib lainnya. Namun, belum adanya satupun ia dapati.
โ๐๐ฉ ๐ฎ๐ถ๐ฏ๐จ๐ฌ๐ช๐ฏ ๐ญ๐ถ๐ฑ๐ข.โ begitu pikirnya.
๐๐ช๐ฏ๐จ๐ฏ๐ฐ๐ฏ๐จ!
๐๐ช๐ฏ๐จ๐ฏ๐ฐ๐ฏ๐จ!
Bel kediaman Barmawi berbunyi. Lantas tidak adanya dalam petak pikir yang buruk, ia bukakan pintu dengan jeraus. Ain membeliak pula daksa alami stagnan. Ia tersenak kata.
Sabrang Bhakti.
Yang sudah ia kubur dalam ngarai hati ketaksaan. Sekonyong-konyong, ada di bibir mata. Ia benci. Mengapa ketika ia coba โtuk berdamai, teruna itu kembali?
Dalam senyap yang jenak, isyarat tubuh berkata bahwa untuk tidak mendekat. Senyampang teruna ini tidak memahami dan maju dekati ia.
Mundur satu langkah. Napas kian memburuk musabab trauma itu hadir kembali. Sekelebat memoar menyesakkan petak minda.
Nihil aba, ia tunggang-langgang untuk mengunci diri di kamar tidur. Mencari benda pipih guna memanggil bala bantuan โtuk tenangi diri.
โPERGI! LO PERGI DARI SINI!!!โ
โGUE NGGAK BUTUH PENJELASAN LO!โ
โPERGI!!โ
Ia senewen.
Dua ruang pesan ia sematkan; Layak Giri dan Sabita Humaira. Karena tidak fokus akibat menangis sesegukan, ia salah memanggil bala bantuan. Ruang pesan bersama @GALARDAKSA lah yang ditekan dan ia melakukan panggilan.
โTolong gue..โ
โโโโโโโโโโโ
๐ฎ๐ฌ๐ณ๐จ๐ฒ ๐๐๐๐ memenuhi ruangan yang diisi oleh empat anak adam dan hawa. Perihal awal karena Jizan melempar sebuah candaan. Memang dasarnya empat sekawan ini milik selera humor recehan, makanya mudah sekali tawanya dipancing ke permukaan.
Makan malam baru saja selesai disantap. Menu panggang yang menjadi pilihan. Maka dari itu mereka memilih bersantai sebelum memilih untuk merebahkan diri.
Hari ini kegiatan mereka full berada di luar ruangan. Snorkeling bahkan berselancar pun dijajal
satu persatu tanpa ampun. Memang energi mereka hari ini tak terbendung, seakan lelah tak ada dalam kamus mereka semua.
Namun, setelah mengisi energi perlahan tubuh lelah mulai terasa. Walau semangat enggan luntur. Pasalnya ini liburan mereka
yang kesekian, yang berhasil direalisasikan dengan apik.
Jizan adalah orang pertama yang memilih merebahkan diri, mengeluh badannya letih dan ingin segera tidur. Begitupun dengan teruni berambut merah yang juga lakukan hal serupa.
Hanya tinggal Sabita dan Angga yang masih betah membuka mata. Walau kantuk mulai menghampiri.
"Gak mau tidur?"
"Mau, tapi bentar lagi Mawiwi ultah. Mau ngucapin tapi ngantuuukkk banget. Besok aja apa ya?"
"Besok aja, sana tidur."
Belum sempat Sabita
berpindah tempat, getaran pada gawai membuat ia sedikit tersentak. Segera mengangkat telepon kala melihat nama 'Mawiwi ๐ก' terpampang jelas pada layar.
"Ha-" katanya tak sempat selesai kala suara serak diseberang membuatnya kantuknya hilang seketika.
"Mawiwi? Hey? Babe? Kenapa?" Sabita memberondong teruni diseberang dengan tanya. Jelas sekali air muka penuh gurat kekhawatiran yang berhasil membuat Angga ikut siaga.
"Tarik napas pelan-pelan, okay? I'm here!" Ucapnya berusaha menenangkan @Meratsaki.
โโโโโโโโโโโ
โAla buka pintunya. Aku kesini niat
baik mau meluruskan.โ
Pintu kamar diketuk tiada henti. Ia benci dengar suara itu lagi. Sabrang Bhakti baginya sudah mati. Sudah musnah dari bumi.
Ia melempar segala benda di selingkung untuk meredam suara milik Sabrang. Keadaan kian memburuk kausa teruna itu masih kukuh dengan pendirian.
โPERGI LO. NGGAK SUDI GUEE.โ
โLO UDAH MATI! PERGIII!โ
โGUE BENCI LO!โ
Dalam jenak, lagi-lagi ia stagnan. Mendengar suara diseberang sana bukan milik seorang Layak Giri melainkan Sabita. Tidak ada waktu untuk menjelaskan, ia hanya butuh ditemani.
โBi-bita.. Tolong gue..โ
โBita.. Dia disini. BITA TOLONG GUEEE.โ Ia terus meracau kepada @GALARDAKSA meski sudah diberi arahan untuk tenang. Barmawi Larang terus mengacak-acak rambut diselingi memukul mestaka. Ia benar-benar tidak terkontrol.
โโโโโโโโโโโ
Samar-samar terdengar suara familier diseberang. Otaknya yang hampir beristirahat dipaksa untuk kembali bekerja agar memproses segala sesuatu lebih cepat dalam keadaan seperti ini.
Siapa? Sebenarnya apa yang terjadi diseberang sana? Banyak pertanyaan
mulai bermunculan dalam kepalanya. Namun urung bertanya, ini bukan saatnya bertanya, ia harus segera memahami situasi dan mengambil tindakan.
Tepat ketika teriakan Barmawi menggema ditelinganya, kala itu ia bisa memahami musabab teruni hilang kendali.
"Sakti sialan." Umpatan halus lolos dari ranumnya. Buat Angga mendekat padanya. Sabita membuang nafas gusar. Pasalnya ia tidak dalam keadaan bisa menyusul gadis itu sekarang.
"Ang, minta tolong telponin Giri buat nyusul Mawi, SEKARANG!"
Angga menurut kala temui nada serius dalam perintah Sabita. Hawa gelap menguasai teruni dihadapannya.
"BARMAWI!" Gertaknya pada @Meratsaki dengan sengaja agar perhatian gadis itu tertuju padanya. "DENGERIN GUE!"
โโโโโโโโโโโ
Hilang fokus, hilang kendali. Semuanya berantakan, ia tidak karuan. Suara Sabrang Bhakti โtak kunjung menghilang meski berkali-kali Barmawi katakan untuk lekas pergi dari kediamannya.
Tetiba ia dapati gaham buat pekikan senyap dalam sekejap. Berlaku dalam hitungan menit, isak tangis ia pecah. Barmawi Larang yang berusaha untuk bertahan kini hancur seketika.
โ@GALARDAKSA, jangan tinggalin gue ya?โ
โโโโโโโโโโโ
Sabita gusar bukan main. Tak ada hal yang dapat dilakukan kecuali berdoa agar Giri lekas datang. Pulang malam ini pun tak mungkin. Esok hari sudah ada jadwal yang harus dihadiri. Ingin rasanya menghujani Sakti dengan sumpah serapah tanpa henti.
"Gue gak akan kemana-mana, Mawiwi. Gue di sini buat lo. Tunggu sebentar lagi ya. Giri bakalan datang. Tarik napas pelan-pelan. Barmawi." Ucapannya penuh kelembutan pada @Meratsaki.
Berharap Sakti segera enyah dari sana dan Giri tiba tepat waktu.
โโโโโโโโโโโ
Isak tangis tiada kunjung usai. Sudah banyak menit terlewati dengan ia menangis. Bahkan rasanya air mata pun turut mengering. Terbaring lah ia di atas lantai nan dingin itu.
Barmawi Larang sudah lelah dengan roman yang basah. Sedaritadi ia kerap diselimuti amarah. Kesadaran juwita ini kian menipis dengan rasa kantuk yang semakin kuasai diri.
Isakan itu senyap dengan sendirinya bersamai kesadaran yang tโlah hilang. Barmawi Larang tertidur dengan sendirinya. Ada satu kalimat sayup-sayup terdengar di rungu sebelum akhirnya tertidur,
โSelamat ulang tahun, Alaโ.
@.GALARDAKSA
โโโโโโโโโโโ
Demi Tuhan, jikalau ia bisa berteleportasi sekarang, maka ia akan segera menghampiri gadis diseberang sana guna memeluknya dengan erat. Ia tak sanggup mendengar isakan memilukan sang kawan.
Terkutuklah Sabrang Bhakti yang telah membuat kekacauan ini
terjadi. Namun sejatinya ada sisi lain dihatinya yang merasa tak nyaman. Pasalnya ia baru mengetahui efek Bhakti masih sehebat ini.
Kemana saja ia selama ini hingga tak mengetahui hal ini sama sekali? Entah karena Barmawi yang enggan membagi atau memang
dirinya yang kelewat tak peka.
Sabita hanya diam menunggu isakan itu mereda. Tak ada satu patah katapun lagi yang ingin ia ungkapkan. Rasanya lebih baik teruni diseberang menuntaskan luapan emosi yang memuncak.
Merasa yang disana lebih tenang, barulah ia kembali bersuara.
"Sayangku? Masih di sana?" Ia bertanya pelan, menunggu jawaban sang gadis di seberang.
Menit berlalu yang terdengar hanya napas yang mulai teratur. Tak ada lagi isakan tangis seperti
sebelumnya. Semoga saja sang kawan dapat tidur dengan nyenyak dan terbangun tanpa merasa lebih buruk.
"Selamat ulang tahun, Mawiwi! Semoga lo bisa lekas berdamai dengan ini semua. I love you!" Ucapan lembut dilaku sebelum telepon ia tutup.
Serangkaian pengecekan tadi sudah dilaku Barmawi di rumah sakit ini. Aroma khas senantiasa tidak ia sukai sedari dulu. Namun, ia harus kembali kemari untuk memastikan sesuatu.
Ketakutan ialah momok senantiasa berdampingan dengan hidup Mawi. Tidak segelintir ketakutan yang sudah dialami. Duduk pada kedera sembari menunggu eksistensi dokter terjangkau pandang mata.
"Ibu Barmawi. Hasil daripada pengecekan tadi cukup bagus. Hanya.." Buah cakap gantung yang buat napas terasa tercekat pun mengetam bibir ranum hingga netra tidak berkejip.
Jangan, jangan sampai ekspektasi akan ketakutan itu menjadi buah nyata kehidupan. Ia menyerana tatkala mengindahkan cakapan dokter berlanjut itu. Semakin menuli ketika menjelaskan sarwa yang ia alami.
Mulanya bahu tegak lantas mengendur. Semburat kuyu pegari pada zamzam durja, ia semak hati pun pandangan kosong. Lantas harus apa? Ia harus melaku apa?
Tepukan halus dari dokter mengembalikan ia pada kesadaran. Bahwa sejatinya yang juita kita alami adalah betul-betul realita. Sesak, dada ia sesak. Tidak menahu harus apa namun yang pasti rasanya haus akan meluap.
Barmawi pamit meninggalkan ruangan tersebut dengan langkah gontai. Melihat sederet kedera pun ia tidak sanggup menahan, akhirnya terperenyak di atas kedera. Ia menggasak dadanya yang sesak itu.
Lantas meruap dengan seisi koridor bermula lengang kini gaduh oleh ia mencabik arang dan berurai air mata. Bahkan Mawi menjadi halwa mata manusia lalu-lalang. Jika menyelia keadaan ia sungguhlah miris.
Bagaimana, bagaimana ia sanggup menguraikan apa cakap dokter tersebut pada suaminya? Apa Praduta akan senantiasa mencintai ia?
Realita t'lah berujar bahwa ia mandul.
Enam tahun, enam tahun ia menyandang status istri Praduta namun belum kunjung diberi momongan. Inikah? Inikah tamparan takdir dari Tuhan yang harus ia terima? Jikalau iya, sumarah ia.
Namun, ada satu harap untuknya agar tak ada lagi ketakutan dalam hidup hadir satu-persatu. Harap ia, Praduta akan tetap di sisi. Kendati takdir dari Tuhan tidak selaras dengan yang diingini.
SELESAI YA BANGSAT!!!
1 note ยท
View note
Statistics
We looked inside some of the posts by
meratsaki
and here's what we found interesting.