Kita tahu sebuah kebenaran itu semua atas karunia Allaah. Kitapun tahu itu sebuah kesalahan, hal itupun atas karunia Allaah. Yang bisa mengetahui dan membedakan hal ini Haq dan bathil itu jelas juga atas karunia Allaah kan. Jadi bagian mana itu atas kemampuan diri kita? Atas cerdasnya logika dalam berpikir?
Terkadang orang yang cerdas sekalipun, belum tentu bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Oleh sebab itu ketika kita mengetahui sesuatu hal yang memang itu salah, dan hal itu benar. Maka kembalikan kepada diri sendiri, bahwasanya hal itu atas karunia Allaah.
Ketika kita mengetahui hal itu adalah salah dan kita mampu mencegahnya kepada orang lain lalu orang lain menerima hal itu. Tentu itu bukan karena hebatnya retrorika kita melainkan atas karunia Allaah yang telah memahamkan kepadanya perihal hal yang salah.
Dan kala ketika kita mencegahnya dengan mengatakan hal itu salah dan sebuah kebenaran namun dia tidak menerimanya maka cukup sudahi. Tidak perlu memaksanya untuk paham dengan mengatakan ia jahil, ia bodoh, ia keras, atau ia tidak mau menerima kebenaran. Nggak, nggak gitu konsepnya. Konsepnya adalah semua hal itu dikembalikan lagi bahwasanya semua hal yang terjadi atas karunia Allaah.
Maka berlapang-lapanglah kala pendapatmu tidak diterima. Maka doakanlah kala kebenaran yang kau sampaikan belum bisa sampai kepadanya. Sebab hanya Allaah yang memiliki kuasa kepada hati siapa yang Allaah kehendaki menerima sebuah petunjuk hidayah.
Ketika kebenaran telah kamu sampaikan dan itu tidak sampai kepadanya, maka kamu harus jua paham. Sehebat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam saja tidak bisa memberikan hidayah kepada paman tercintanya, padahal retrorika terbaik ada pada Rasulullah, bahasa yang dipilih untuk disampaikan sudah pasti yang mudah dipahami dan disampaikan dengan penuh kelembutan. Namun kalaupun atas karunia Allaah maka seorang Nabi tercintapun tidak dapat memberikan hal itu.
Semuanya atas karunia Allaah. Jadi, jika pada hari ini kamu mengetahui mana hal yang benar dan yang salah. Sudahkah beryukur wahai diri telah Allaah tunjukkan jalan kebaikan itu ada pada dirimu dari banyaknya jutaan manusia di belahan bumi ini. Semua atas karunia Allaah, hal yang pada hari ini mungkin banyak orang menyepelekan atau bahkan lupa akan hal itu.
Dan atas karunia Allaah pun, tulisan ini terbit hari ini. Segala puji bagi Allaah, Rabb seluruh alam...:"))
Tiada yang lebih hangat selain fajar saat pagi tiba. Di keluarkanlah garis jingga yang membentuk senyuman indah di cakrawala.
Sama seperti senyummu di pagi itu dikala kita berpapasan untuk pertama kalinya. Senyummu menghangatkan hatiku yang telah lama membeku menghilangkan sendu dari jutaan rindu.
Ingin rasanya aku dekap dirimu untuk selamanya namun sayangnya kita sepasang kisah yang tak bisa bersama. Karena kita di takdirkan untuk bersama namun tidak untuk saling memiliki.
Bagiku senyummu itu lebih hangat dari fajar di ufuk timur dan sedikit lebih indah dari titik garis semburat yang terlukis di cakrawala.
Baginya hari selalu pagi. terang dan hangat fajar itu bagai cambuk yang menemani kepala dan segala isi. Raganya hidup tapi sinar matanya mati, sinar fajar baginya bagai batu canai, tiap harinya dipaksa tetap mawas dan tajam, apa benar hidup harus ada dalam genggaman tangan si sulung? Tanyakan padanya apa arti pagi.
Cahaya fajar itu bagi sulung tak lain adalah janji-janji yang harus di tepati, untuk setiap doa bapak ibu juga kehidupan yang jauh lebih baik untuk mereka yang menunggu dirumah, pagi ini besok juga kapanpun janji adalah sebuah pembuktian diri.
"Sepagi ini ada rindu yang sulit kujelaskan hadirnya. Ada harap yang terlampau tinggi bukan pada tempatnya. Ada angan yang semakin sulit untuk didekap. Dan sayangnya, masih saja kamu penyebab semuanya.
Seperti yang kau ketahui, langit pagi tak begitu menghangatkan bagiku. Semuanya semakin dingin dan kosong tanpamu disampingku. Dan harus kau tahu, kenihilan tersebab tanpamu adalah asal mula tulisanku yang kian hari kian sendu.
Saat fajar, memoar tentangmu kembali terbentang. Sebetulnya selalu ku baca hingga tak berbilang. Setiap kata dan paragraf seperti hidup dan bercerita dengan riang. Bahwa kala itu kau bahagia sekaligus tertantang.
Fajar, satu dari sekian dari indahnya ciptaan. Allah limpahkan beribu pahala bagi insan yang menghidupkan. Nabi menjamin barokah bagi siapa yang menginginkan.
Seperti menantimu saat fajar, adalah ni'mat tiada banding. Usahamu untuk melihat dunia adalah bagian dari skenario penciptaan. Meski suatu hari ada saat dimana alam tak berpihak padamu. Aku akan berada di garda terdepan untuk menuntunmu. Nak. Selamat berpetualang dalam dunia fana.
Kita tau harus bilang apa dalam doa sepagi ini. Ya Allah, mudah-mudahan sederhana, tetapkanlah Pikiran kami selalu melangit. Dan, dengan hati yang terus membumi
Bila memang hidup adalah sebuah perjalanan, lalu mengapa kamu seperti enggan berjalan? Merayu kata tinggal dalam sebuah pelarian. Renjana itu masih berkelana, menelusuri ruang-ruang sepi yang tak pernah dicari. Penantian ini mungkin tak berujung kata pulang.
Tuan, fajar tidak pernah dapat menjanjikan apapun bahkan untuk terbit setiap hari dari timur pun. Begitu pula kita yang bahkan selalu ingkar pada diri kita sendiri, bagian ini pun tidak perlu dibuktikan bukan? Susah mengeja pada dusta dan terjerat tipu daya duniawi.
-ucap Puan sambil menepuk pelan pipi Tuan untuk menyadarkan bahwa pagi ini cukup lindap temaran